Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Parasetamol
2.1.1
Uraian Kimia
Parasetamol merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit
pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
(NaOH) 1 N, mudah larut dalam etanol. Parasetamol mempunyai berat molekul
151,16 (DITJEN POM, 1995). Struktur kimia parasetamol ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
2.1.2
Farmakokinetika
Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dalam saluran
2.1.3
Farmakodinamika
Parasetamol digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Meski pun efek
2.1.4
Toksisitas
Dosis lazim oral parasetamol adalah sebesar 325-1000 mg. Dosis total
harian tidak boleh melebihi 4000 mg. Pada dosis terapeutik, parasetamol biasanya
ditoleransi dengan baik. Kadang-kadang terjadi ruam kulit dan reaksi alergi lain.
Namun, jika dosis parasetamol melebihi dosis lazim akan terjadi efek merugikan
berupa nekrosis hati dan kemungkinan fatal serta tergantung pada dosis
(Goodman dan Gilman, 2007).
Pada
orang
dewasa,
hepatotoksisitas
terjadi
setelah
penggunaan
parasetamol dosis tunggal 10-15 g (150-250 mg/kg BB), dosis 20-25 g atau lebih
kemungkinan dapat menyebabkan kematian. Berbagai gejala yang terjadi selama
2 hari pertama pada keracunan parasetamol akut mungkin tidak menggambarkan
intoksikasi yang berpotensi menjadi serius. Mual, muntah, anoreksia dan nyeri
abdomen terjadi selama 24 jam pertama dan dapat bertahan selama seminggu atau
lebih. Indikasi klinis kerusakan hati akan tampak dalam 2 sampai 4 hari setelah
pemberian dosis toksik. Kadar enzim aminotransferase dan konsentrasi bilirubin
dalam plasma
meningkat,
serta
terjadi
pemanjangan
masa
protrombin
N-asetilsistein cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam setelah minum dosis
toksik parasetamol (Wilmana, 1995).
2.2
Kafein
2.2.1
Uraian Kimia
Tiga senyawa metilxantin yang penting adalah teofilin, teobromin, dan
kafein, ketiganya merupakan alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dulu
ekstrak tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi
dari biji Coffea sp, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin,
dan coklat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin
(Sunaryo, 1995).
Teofilin merupakan 1,3-dimetilxantin, teobromin adalah 3,7-dimetilxantin,
dan kafein adalah 1,3,7-trimetilxantin. Turunan xantin bekerja merangsang
susunan saraf pusat dengan intensitas yang berbeda-beda, sehingga dapat dipilih
senyawa xantin yang tepat untuk tujuan terapi tertentu (Katzung, 1997).
Kafein, disebut juga tein berupa kristal putih, larut dalam air dengan
perbandingan 1:46. Kafein-Na benzoat dan kafein sitrat berupa senyawa berwarna
putih, rasa agak pahit, dan larut dalam air (Sunaryo, 1995). Struktur kafein
ditunjukkan pada Gambar 2.3.
2.2.2
Farmakokinetika
Kafein diabsorpsi dengan cepat dan mendekati sempurna melalui saluran
2.2.3
Farmakodinamika
Kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular,
meningkat, sementara itu aliran darah ke kulit dan organ dalaman akan menurun,
tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat (Nurachman, 2004).
Kafein mempunyai efek kronotropik dan inotropik positif di jantung
dengan cara mengaktivasi reseptor ryanodine yang meningkatkan pembukaan
kanal rilis Ca2+, sehingga semakin banyak Ca2+ yang dilepaskan maka
kontraktilitas jantung semakin meningkat (White, 1990). Secara tidak langsung
kafein meningkatkan pelepasan epinefrin yang akan berikatan dengan
-adrenoseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan denyut
jantung.
2.3
Interaksi Obat
Peristiwa perubahan efek yang dihasilkan oleh suatu obat dengan zat lain
2.3.1
Interaksi Farmasetika
Interaksi Farmasetika ialah interaksi fisiko-kimia yang terjadi pada saat
obat diformulasikan atau disiapkan sebelum obat digunakan oleh pasien. Misalnya
interaksi antara obat dan larutan infus i.v (intravena) yang dicampur bersamaan
sehingga menyebabkan pengendapan.
Bentuk interaksi farmasetika yaitu:
a. interaksi secara fisik, misalnya terjadi perubahan kelarutan.
b. interaksi secara kimia, misalnya terbentuk endapan, terjadinya kekeruhan,
perubahan warna, dan pengeluaran gas.
2.3.2
Interaksi Farmakokinetika
Interaksi farmakokinetika bisa terjadi pada level absorpsi, distribusi,
2.3.3
Interaksi Farmakodinamika
Interaksi ini terjadi bila suatu obat merubah kerja fisiologis obat lain baik
tempat
terpisah.
Contoh,
jika
suatu
obat
menyebabkan
ulserasi
2.4
Anatomi Hati
Hati adalah organ tubuh terbesar dan mempunyai fungsi yang sangat
kompleks. Berat rata-rata sekitar 1,5 kg atau 2,5% dari berat badan pada orang
dewasa normal. Dalam keadaan segar warnanya merah tua atau merah coklat,
warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah yang amat banyak
(Lee, et al., 1997).
Hati tersusun oleh beberapa tipe sel, yaitu:
a. hepatosit
Sel-sel ini merupakan 70% dari semua sel di hati dan 90% dari berat hati total.
Hepatosit tersusun dalam unit-unit fungsional yang disebut asinus, atau
lobulus. Setiap lobulus memiliki sebuah vena sentral (vena terminalis) dan
traktus portal yang terletak di perifer.
b. sel duktus biliaris
Sel-sel duktus biliaris membentuk duktulus dalam traktus portal lobulus hati.
Duktulus dari lobulus-lobulus yang berdekatan menyatu menjadi duktus yang
berjalan menuju hilus hati, dengan ukuran dan garis tengahnya secara bertahap
membesar.
c. sel vaskular
Hati memiliki pendarahan ganda. Organ ini menerima darah melalui arteri
hepatika dan vena porta. Arteri hepatika dan vena porta masuk ke hati di porta
hepatis lalu bercabang menjadi pembuluh yang lebih halus berjalan sejajar
sampai mencapai traktus portal lobulus.
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh
ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi
menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan
fungsional organ (Price dan Wilson, 1994). Gambar anatomi hati ditunjukkan
pada Gambar 2.4.
2.5
Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk seperti
kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Sebagai bagian dari sistem
urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada orang dewasa, setiap
ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat
sekitar 150 g (Anonimf, 2009). Anatomi ginjal ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Unit fungsional dasar ginjal adalah nefron yang berjumlah lebih dari satu
juta dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator
air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh.
Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil
akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah nefron terdiri dari sebuah
komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang
dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung
gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang terdapat dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding
kapiler glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah
disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori pada glomerulus dan kapsula
Bowman karena adanya tekanan darah yang mendorong plasma darah. Filtrat
yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang
mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada
tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasarkan penemunya yaitu Friedrich
Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien
osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sebagian
besar air (97,7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus
2.6
Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Ukuran
jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal sekitar 6 cm. Berat
jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 g dan sedikit lebih besar dari
kepalan tangan. Jantung merupakan organ berongga yang berbentuk kerucut
tumpul (Damjanov, 1997).
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara kedua
paru-paru. Perikardium yang melapisi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu
lapisan dalam disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut perikardium
parietalis. Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas,
yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung itu
sendiri. Perikardium parietalis melekat pada tulang dada di sebelah depan, dan
pada kolumna vertebralis di sebelah belakang, sedangkan ke bawah pada
diafragma. Perikardium viseralis langsung melekat pada permukaan jantung
(Price dan Wilson, 1994).
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan (Price dan Wilson, 1994), yaitu:
a. endokardium merupakan lapisan endotel.
b. miokardium terdiri dari sel-sel otot.
c. epikardium merupakan lapisan terluar membentuk permukaan luar jantung.
Ada 4 (empat) ruangan dalam jantung yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Di antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada
2.7
c. sirosis
Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar
hati. Kumpulan hepatosit muncul sabagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan
berserat. Pada sebagian besar kasus, sirosis disebabkan nekrosis sel tunggal
karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi aktivitas fibroblastik
dan pembentukan jaringan parut. Penyebab sirosis yang paling penting adalah
penggunaan kronis alkohol
d. kolestasis
Kolestasis bersifat akut dan lebih jarang ditemukan dibandingkan steatosis dan
nekrosis. Kolestasis ditandai dengan berkurangnya aktivitas ekskresi empedu
pada
membran
kanalikulus.
Contoh
penyebabnya
yaitu
ANIT
(-
2.8
transpor K+, Ca2+, dan Mg2+. Sefaloridin tidak disekresikan dari tubulus
proksimal, tetapi dikumpulkan di dalam sel sehingga menyebabkan kerusakan.
Hidrokarbon berhalogen seperti karbon tetraklorida dan kloroform
menyebabkan efek toksik terhadap ginjal terutama pada tubulus proksimal.
Heksaklorobutadien terutama merusak pars rekta tubulus proksimal sehingga
kemampuan memekatkan urin berkurang.
c. beberapa tempat lain
Tetrasiklin dan amfoterisin-B mempengaruhi tubulus distal dengan cara
menurunkan keasaman urin. Seperti diketahui bahwa salah satu fungsi tubulus
distal adalah mensekresi H+. Metoksifluran diketahui bersifat nefrotoksik dan
menyebabkan payah ginjal. Metoksifluran mengalami biotransformasi menjadi
fluorida dan oksalat anorganik. Ion fluor bertindak pada beberapa bagian nefron
untuk mengurangi reabsorpsi air. Pertama, fluor mengganggu kemampuan tubulus
proksimal menyerap kembali air, dan kedua menghambat pembuangan ion pada
bagian lengkung Henle, sehingga mengurangi osmolaritas interstisium, dan
menurunkan reabsorpsi air.
Analgesik yang mengandung aspirin dan fenasetin juga menyebabkan
payah ginjal kronis, akibat efek toksiknya terutama pada medula. Metabolit
sulfapiridin dan glikol mempengaruhi ginjal dengan menginduksi penyumbatan
tubulus. Penisilin dan sulfonamida telah dilaporkan sebagai penyebab feritis
radang interstisial pada manusia.
2.9
a. kardiomiopati
Kobalt dalam bir sebagai suatu stabilisator busa telah ditemukan
menyebabkan beberapa kasus kardiomiopati yang berbahaya dan fatal.
Toksisitas kobalt pada jantung diperparah jika penderita malnutrisi,
terutama kekurangan asam amino tertentu. Ion kobalt menekan
pengambilan oksigen dan mengganggu metabolisme energi jantung dalam
siklus asam trikarboksilat seperti yang terjadi pada defisiensi tiamin.
Isoproterenol, hidralazin dan diazoksid mampu menginduksi nekrosis
miokardium.
Isoproterenol
mempunyai
efek
adrenergik
langsung,
oleh
sensitisasi
jantung
terhadap
epinefrin,
depresi
impuls simpatik dan vagus dalam jantung setelah iritasi mukosa pada
saluran napas.
d. depresi miokardium
Antibiotik aminoglikosid seperti neomisin dan streptomisin menyebabkan
hipotensi melalui depresi kontraktilitas jantung dengan cara menghambat
sebagian Ca2+ yang terikat pada membran luar.
2.10
2.11
2.12