Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Penyakit hepar stadium akhir dan hipertensi porta lanjut
menyebabkan sirkulasi splanchic masuk dalam sirkulasi sistemik tanpa
didetoksifikasi secara adekuat oleh hepar. Ditambah lagi, hepar yang
mengalami kerusakan dapat menjadi sumber mediator abnormal atau
kegagalan untuk memproduksi metabolit esensial. Konsekuensi dari
perubahan ini adalah paparan organ-organ perifer terhadap perubahan
komposisi dalam darah. Ensefalopati hepatic, sindroma hepatopulmoner,
dan hipertensi portopulmoner adalah hasil dari paparan perubahan
milieu terhadap otak dan paru. Bersama dengan perdarahan variceal,
ascites, dan sindroma hepatorenal, gejala-gejala ini merupakan
manifestasi mayor dari penyakit hepar lanjut dan dapat menyebabkan
perubahan signifikan dari kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas.
Terapi medis dapat mengatasi gejala atau menunda progresifitas dari
komplikasi, namun transplantasi hepar merupakan terapi definitifnya.
2.2 Anatomi dan Histologi Hepar

13

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.


Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di
bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar
terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat
oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di
daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan
mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke
hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd
dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian
bawah

lig.

falciformis

merupakan

sisa-sisa

peninggalan

v.umbilicalis yg telah menetap.


3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis
:Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura
minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam
ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior
dari Foramen Wislow.

14

4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior


ki-ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke
hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum
coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh
cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila
teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt
mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis
membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus kanan
yang besar dan lobus kiri.
Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke
dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan
duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg
disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke
dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoidsinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang
lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel
fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya
mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang
lain . Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya

15

hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak


parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1
vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena
yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara
lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus
portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang
v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid
setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris
yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu.

16

2.3 Fisiologi Hepar


Hati

merupakan

pusat

dari

metabolisme

seluruh

tubuh,

merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20


25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
1.

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat


Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein
saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa
yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini
disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian
hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses
ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya
hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa
tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid
dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu
piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2.

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi
beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES

17

2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam


lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan
ekskresi kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar
pemeriksaan metabolisme lipid
3.

Fungsi hati sebagai metabolisme protein


Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan
proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan
asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam
amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ
utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme
protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di
limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam
hati.albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000

4.

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena
pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada
hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor
intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah

18

dengan

faktor

XIII,

sedangakan

Vit

dibutuhkan

untuk

pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.


5.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6.

Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada
proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap
berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

7.

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai
bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut
memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.
8.

Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar
merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

2.4 Definisi dan klasifikasi


Ensefalopati hepatic (EH) merupakan sindroma disfungsi
neuropsikiatri disebabkan oleh shunt vena portosistemik, dengan atau

19

tanpa penyakit hepar intrinsik. Pada pasien dengan EH umumnya


terdapat perubahan status mental yang bervariasi, dari gangguan
psikologis yang ringan sampai koma.2 EH hanya dapat ditegakkan
apabila pasien dengan disfungsi hepar telah disingkirkan penyebab
gangguan neuropsikiatri lainnya. EH merupakan komplikasi umum dari
sirosis lanjut. Pasien dengan EH umumnya memiliki manifestasi dari
penyakit hepar stadium akhir, seperti ascites, ikterik, atau pendarahan
variceal dari saluran cerna.2
EH dapat diklasifikasikan berdasarkan empat faktor berikut :
1. Berdasarkan penyakit penyebabnya, EH dibagi menjadi1
Tipe A
: Ensefalopati yang disebabkan oleh gagal
hepar akut (ALF)
Tipe B
: Ensefalopati yang disebabkan oleh baypass
sistem portosistemik, tanpa adanya penyakit hepatoseluler
Tipe C
: Ensefalopati yang disebabkan oleh sirosis
dan hipertensi portal
Manifestasi klinis dari tipe B dan C adalah sama, sedangkan tipe
A memiliki gejala yang berbeda, dan yang paling penting,
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan
mempunyai resiko untuk terjadinya herniasi serebral.3
2. Berdasarkan tingkat keparahan manifestasi3
Terdapat beberapa jenis kriteria, namun Wesh Haven Criteria
(WHC) paling umum digunakan (Tabel 1)
Tabel 1. West Haven Criteria
Tingkat Gejala Klinis

20

0
1

Tidak ada kelainan


Kesadaran mulai berkurang
Cemas atau euforia
Kurangnya perhatian
Gangguan pada hitungan penambahan
Letargi atau apati

Disorientasi pada tempat dan waktu


Perubahan kepribadian
Tingkah laku yang tidak sesuai
Gangguan pada hitungan pembagian
Somnolens atau semi stupor yang masih respon

terhadap stimulus verbal


Kebingungan
Disorientasi berat
Koma

Tabel 2. ISHEN Criteria


Kategori

Gambaran Klinis
Adanya perubahan dalam hasil test psikometrik dan
neuropsikologis tanpa adanya perubahan status
mental yang dapat diamati secara klinis (disebut juga

Covert ensefalopati hepatikum minimal (MEH)).


Perubahan tingkat kesadaran yang kurang berarti
Euforia atau anxietas
Penurunan perhatian
Gangguan dalam kemampuan menjumlah atau

Overt

mengurangi
Perubahan ritme tidur
Letargis atau apatis

21

Disorientasi waktu
perubahan kepribadian yang jelas
perilaku yang tidak semestinya
Dyspraxia
Asterixis
gangguan kesadaran (somnolen, stupor, koma)
confused
Disorientasi yang sangat jelas
Kelakuan bizzare
3. Berdasarkan waktu, EH dibagi menjadi3
EH Episodik
EH Rekuren, adalah EH yang muncul kembali setelah
interval waktu 6 bulan atau kurang.
EH persisten, adalah tipe EH dimana terjadi perubahan
kepribadian pasien (EH minimal, WHC I) yang selalu ada
dan diselingi oleh relaps EH yang berat (WHC II/III/IV)
4. Berdasarkan ada/tidaknya faktor presipitasi
2.5 Gambaran Klinis
EH menghasilkan manifestasi psikiatri dan neurologis nonspesifik
yang sangat luas spekturmnya. Seiring dengan berkembangnya EH,
perubahan kepribadian, seperti apatis, iritabilitas, dan disinhibisi, dapat
dilaporkan oleh kerabat pasien, dan perubahan yang jelas pada tingkat
kesadaran dan fungsi motoric. Gangguan waktu tidur-terjaga dengan
keluhan mengantuk sepanjang siang hari sering ditemukan.
Pada pasien EH non-koma, abnormalitas system motoric, seperti
hypertonia, hyper-refleksia, dan tanda Babinski positif dapat ditemukan.

22

Berlawanan dengan itu, reflex tendon dalam dapat berkurang sampai


hilang dalam koma, meskipun tanda pyramidal masih dapat dilihat.
Jarang terjadi, defisit neurologi fokal transien dapat kita temukan.
Kejang jarang sekali terjadi pada EH.
Disfungsi ekstrapiramidal, seperti hipomimia, rigiditas muskuler,
bradikinesia, hipokinesia, monotoni dan lambat dalam berbicara,
dyskinesia dengan penurunan gerakan volunteer, sangat umum ditemui.
Asterixis atau flapping tremor umumnya ada pada stage awal
sampai pertengahan pada EH, mendahului stupor atau koma dan bukan
merupakan tremor tapi mioklonus negative yang disebabkan oleh
hilangnya tonus postural. Tanda ini sangat mudah dilihat apabila pasien
melakukan

aktivitas

yang

memerlukan

tonus

postural,

seperti

hiperekstensi pergelangan tangan dengan jadi yang dijauhkan satu


dengan yang lainnya.atau apabila melakukan gerakan ritmik meremas
tangan pemeriksa. Asterixis juga dapat diamati pada bagian tubuh yang
lain seperti kaki, tungkai bawah, lengan, lidah dan kelopak mata.
Asterixis bukan tanda patognomonis dari EH karena dapat juga
ditemukan pada penyakit lain (contohnya uremia).
Mielopati hepatic (MH) merupakan pola utama dari EH,
dikarenakan oleh adanya shunt portocaval dalam waktu yang lama,
ditandai dengan adany gangguan motorik yang berat melampaui
disfungsi mental. Laporan kasus adanya paraplegia dengan spastisitas
dan kelemahan tungkai bawah ditambah hiper-refleksia dan perubahan
status mental persisten yang cenderung ringan menunjukkan respon

23

yang kurang baik terhadap respon terapi standar, termasuk penurunan


ammonia, namun dapat membaik dengan transplantasi hepar.
EH persisten dapat muncul bersamaan dengan gejala prominen
ekstapyramidal dan/atau pyramidal, tumpang tindih secara parsial
dengan MH, dimana hasil pemeriksaan post-mortem menunjukkan
adanya trofi otak. Parkinson yang disebabkan oleh sirosis ini tidak
responsive terhadap terapi penurunan ammonia, dapat terjadi pada 4%
pasien dengan kerusakan hepar stadium lanjut..
Diluar dari manifestasi yang jarang terjadi pada EH, secara umum
telah diakui dalam praktek klinis semua bentuk dari EH dan
manifestasinya adalah rversibel, dan asumsi ini masih menjadi dasar
operasional dari strategi penatalaksanaan. Akan tetapi, penelitian yang
dilakukan terhadap pasien yang telah dilakukan transplantai hepar dan
pasien yang telah berulang kali mengalami Overt EH (WHC grade IIIV) menghasilkan keraguan akan adanya perbaikan total.
2.6 Diagnosis
Karakteristik

gejala

neuropsikiatri

pada

EH

termasuk

pemendekan kemampuan untuk berkonsentrasi, abnormalitas tidur, dan


inkoordinasi motorik, berkembang dari letargis sampai stupor dan koma.
Gejala psikiatris, terutama anxietas dan depresi adalah uum terjadi. EH
tipe B, dalam praktek sangat jarang ditemukan. Pada EH tipe C,
gejalanya berfluktuasi, berjalan progresif dan relatif lambat. EH tipe A
berhubungan dengan gagal hepar, gangguan neurologisnya dapat berupa

24

perubahan, status mental sampai koma dalam hitungan hari, kejang


dapat terjadi, dan angka mortalitasnya tinggi. Pada pasien dengan tipe
ini, kematian umumnya disebabkan oleh herniasi otak yang disebabkan
oleh edema serebri dan hipertensi intrakranial3
Pada pasien dengan EH episodik atau perburukan, merupakan hal
esensial untuk mengidentifikasi potensi faktor presipitasi dan inisiasi
terapi secepatnya. Faktor presipitasi yang umunya terjadi adalah
perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, hiponatremia, hipoksia,
hipoglikemia, infeksi dan penggunaan obat sedative.4
Diagnosis dari EH pada gagal hepar kronik adalah berdasarkan
pada kriteria klinis dan laboratoris diikuti oleh pengeliminasian
penyebab lain yang dapat menyebabkan disfungsi neuropsikiatris. Untuk
mencari diagnosis banding maka dibutuhkan penggunaan CT scan untuk
menyingkirkan penyebab lain yang dapat menyebabkan ensefalopati
seperti cedera otak traumatik, tumor, atau edema.3
Grading dari EH pada praktek klinis secara umum menggunakan
West Haven Criteria (Tabel 1), yang dapat menilai status mental dari
skala I sampai IV berdasarkan tingkat kesadaran, fungsi intelektual, dan
perubahan kepribadian.5Asterixis atau flapping tremor (umum terjadi
pada pasien stage II dan III) menunjukkan adanya gerakan fleksi dan
ektensi involunter dari pergelanga tangan saat pasien diminta untuk
melakukan gerakan dorsifleksi secara daktif dengan jari-jari ekstensi.
Flapping tremor juga dapat dilihat saat protrusi lidah atau dorsifleksi

25

pedis. Pasien dengan stage IV menurut West Haven Criteria sebaiknya


dinilai dengan Glasglow Coma Scale (table 2).3
Tabel 2. Glasgow Coma Scale
Respon
Mata
Membuka spontan
Membuka dengan perintah suara
Membuka dengan rangsang nyeri
Tidak ada respon
Verbal
Orientasi baik
Bingung disorientasi tempat dan
waktu
Hanya mengeluarkan kata-kata

Nilai
4
3
2
1
5
4
3

tanpa arti
Mengerang
Tidak ada respon
Motorik
Mengikuti perintah
Melokalisir nyeri
Withdraw
Fleksi abnormal (dekortikasi)
Ekstensi abnormal (deserebrasi)
Tidak ada respon

2
1
6
5
4
3
2
1

Tes Psikometrik umumnya digunakan untuk menilai kuantitas


gangguan fungsi neurologis, terutama untuk EH ringan atau minimal.
Tes yang biasanya digunakan terdiri dari Number Connection Test
(NCT) dan pengukuran waktu reaksi terhadap stimulus visual atau
auditorik.

Psycometric

Hepatic

Encephalopathy

Score

(PHES)

26

merupakan penilaian yang terdiri dari rangkaian tes psikometrik,


termasuk NCT-A, NCT-B, line tracing test, tes symbol digit, dan tes
serial dotting. Kumpulan tes ini digunakan untuk mengamati
kemampuan persepsi visual, konstuksi, dan orientasi visuospasial,
dengan tambahan kecepatan motoric, akurasi, perhatian, dan fungsi
memori.5
Perubahan gelombang pada elektroensefalografi (EEG) dimulai
dari penurunan frekuensi gelombang bilateral yang sinkron, peningkatan
amplitudo, dan hilangnya irama alfa yang normal.
menggunakan Computer assisted spectral EEG

Analisa dengan
dapat membantu

mengukur rerata frekuensi dominan EEG dan mengurangi variabilitas


interoperator.3
2.7 Patogenesis
Sejumlah
perkembangan

hipotesis

telah

ensefalopati

diuslkan

hepatik

untuk

pada

menjelaskan

pasien

dengan

sirosis. Beberapa peneliti berpendapat bahwa terjadinya ensefalopati


hepatik adalah akibat dari gangguan fungsi astrosit. Jumlah astrosit
adalah sekitar sepertiga dari volume kortikal.Astrosit memainkan peran
kunci dalam regulasi blood-brain barrier. Astrosit terlibat dalam
mempertahankan homeostasis elektrolit dan dalam memberikan nutrisi
dan prekursor neurotransmiter untuk neuron, selain itu juga berperan
dalam detoksifikasi dari sejumlah bahan kimia, termasuk ammonia.
Ensefalopati hepatikum juga dapat dianggap sebagai gangguan

27

yang merupakan hasil akhir dari zat neurotoksik terakumulasi dalam


otak. Neurotoksin putatif yang meliputi asam lemak rantai pendek;
mercaptans, neurotransmitter palsu, seperti tyramine, octopamine, dan
beta phenylethanolamines, mangan, amonia, dan asam gammaaminobutyric (GABA).
Teori dari patogenesis utama ensefalopati hepatikum adalah
senyawa nitrogen dari usus yang mempengaruhi fungsi otak. Senyawa
ini dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik karena penurunan fungsi
hepar atau pirau portal sistemik. Senyawa ini di otak akan
mempengaruhi kesadaran atau tingkah laku. Abnormalitas dari jalur
neurotransmitter

glutamin,

serotonin,

asam

gamma-aminobutirat

(GABA) dan katekolamin.1 Dukungan tambahan untuk hipotesis


amonia berasal dari pengamatan klinis bahwa perawatan yang
menurunkan kadar ammonia dapat memperbaiki gejala ensefalopati
hepatikum.
Amonia adalah produk metabolisme dari senyawa yang memilki
kandungan nitrogen. Konsentrasi amonia yang berlebihan memiliki efek
toksik dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Amonia dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui pembentukan urea di dalam hepar. Metabolit nontoksik ini akan dikeluarkan melalui ginjal.3
Biasanya, amonia didetoksifikasi dalam hati dengan konversi
menjadi urea oleh siklus Krebs-Henseleit. Amonia juga digunakan
dalam konversi glutamat menjadi glutamin, reaksi yang tergantung pada
aktivitas enzim gutamin sintetase. Dua faktor dianggap berkontribusi

28

terhadap hiperamonemia yang terlihat pada sirosis. Pertama, ada


penurunan fungsi hepatosit, hal ini mengakibatkan detoksifikasi amonia
oleh hati juga akan berkurang sehingga kadar amonia akan
meningkat. Kedua, pirau porto-sistemik dapat mengalihkan darah yang
mengandung amonia dari hati ke sirkulasi sistemik.
Sel-sel normal otot rangka tidak terlibat dalam proses enzimatik
dari siklus urea tetapi otot rangka mempunyai enzim glutamin
sintase. Kegiatan enzim glutamin sintetase meningkatkan dalam
keadaan sirosis dan pirau porto-sistemik.Dengan demikian, otot rangka
adalah tempat penting untuk metabolisme amoniak pada sirosis. Namun,
pada penderita sirosis yang lanjut dapat terjadi keadaan muscle wasting
yang berpotensi mengakibatkan hiperamonia.
Astrosit merupakan sel utama di otak yang dapat memetabolisme
amonia. Enzim glutamin sintase yang berada di retikulum endoplasma
otak bertanggung jawab untuk mengubah glutamat dan amonia menjadi
glutamin. Pada ensefalopati hepatikum level dari glutamin intraselular di
astrosit meningkat dikarenakan meningkatnya amonia dikarenakan
gagal hati. Konsentrasi glutamin yang tinggi menyebakan keadaan
hiperosmolar di dalam astrosit. Hal ini mengakibatkan air akan masuk
ke dalam astrosit dan mengakibatkan sel menjadi bengkak akibatnya
akan terjadi edema serebral dan tekanan intrakranial5. pembengkakan
astrosit juga mengakibatkan defek di regulasi neurotransmitter,
gangguan di transport substrat kunci antara astrosit dan neuron dan
akhirnya menyebabkan disfungsi neuron dan ensefalopati.6

29

Gambar 1. Mekanisme hiperamonia


Amonia sendiri tidak dapat menjelaskan semua perubahan
neurologis yang terjadi pada penderita ensefalopati hepatikum. Sepsis
menjadi salah satu pencetus terjadinya ensefalopati hepatikum pada
penderita sirosis hepatis. Peningkatan TNF yang terjadi selama proses
inflamasi akan meningkatkan difusi dari amonia untuk masuk kedalam
astrosit.5
Salah satu pendapat terhadap hipotesis amonia adalah dalam
pengamatan bahwa sekitar 10% dari pasien dengan ensefalopati
signifikan memiliki tingkat serum amonia normal. Selain itu, banyak
pasien dengan sirosis memiliki tingkat amonia tinggi tanpa bukti untuk
ensefalopati. Juga, amonia tidak merangsang terbentuknya perubahan
elektroensefalografik klasik (EEG) ensefalopati hepatikum ketika

30

diberikan pada pasien dengan sirosis.


Teori lain yang menjelaskan terjadinya ensefalopati hepatikum
adalah teori GABA. GABA adalah zat inhibisi neuron yang diproduksi
di saluran pencernaan. Dari semua ujung saraf otak, 24-45% mungkin
merupakan reseptor GABAergik. Selama 20 tahun, dipostulasikan
bahwa ensefalopati hepatikum merupakan hasil dari peningkatan
reseptor

GABAergik

pada

otak.

Namun,

berbagai

percobaan

ekperimental telah mengubah persepsi mengenai kegiatan kompleks


reseptor GABA pada pasien sirosis.
Kompleks reseptor GABA berisi tempat terikatnya GABA,
benzodiazepines, dan barbiturat. Dipercaya bahwa terdapat peningkatan
kadar GABA dan benzodiazepin endogen dalam plasma. Bahan kimia
ini kemudian akan melintasi sawar darah-otak. Pengikatan GABA dan
benzodiazepin dengan komplek reseptor GABA akan mengakibatkan
masuknya ion klorida ke dalam neuron postsinap, yang akan
menyebabkan penghambatan potensial aksi neuron postsinap.
Dalam model eksperimental, neurotoksin, seperti amonia dan
mangan, meningkatkan produksi dari reseptor benzodiazepine tipe
perifer (PTBR) di astrocytes. PTBR, pada gilirannya, merangsang
konversi

kolesterol

untuk

pregnenolon

menjadi

neurosteroids. Neurosteroids ini kemudian dilepaskan dari astrosit


tersebut danmampu berikatan dalam kompleks reseptor GABA neuronal
dan dapat mengakibatkan penghambatan neurotransmisi.

31

2.8 Penatalaksanaan
Pada saat ini hanya overt EH (OEH) yang secara rutin diterapi.
EH minimal sulit ditemukan dalam pemeriksaan klinis dan umumnya
baru

ditemukan

dengan

menggunakan

pemeriksaan-pemeriksaan

khusus. Meskipun memiliki gejala yang ringan, namun EH minimal bias


menyebabkan efek signifikan terhadap kehidupan sehari-hari pasien.
Beberapa kondisi khusus dapat menjadi indikasi untuk menangani
pasien

minimal

EH

(contohnya

gangguan

dalam

kemampuan

mengemudi, performa kerja, atau keluhan kognitif).


Pasien dengan EH grade tinggi yang memiliki resiko atau tidak
dapat mrmpertahankan jalan napasnya membutuhkan perhatian intensif
dan idealnya dirawat di ruang rawat intensif. Secara teknis, jika terdapat
penyebab lain dari ensefalopati, maka episode ensefalopati tersebut
tidak dikatakan sebagai EH. Dalam praktek klinis, yng terjadi adalah
baik non-EH dan EH tetap diterapi keduanya.
Mengendalikan faktor presipitasI dalam mengelola Overt EH
adalah hal yang terpenting, karena hampir 90% paien dapat diterapi
dengan hanya mengoreksi faktor presipitasi. Perhatian terhadap hal ini
masih merupakan dasar dari manajemen EH.
Dalam menangani Overt EH dikenal empat cabang pendekatan,
yang terdiri dari inisiasi pelayanan pada pasien dengan gangguan
kesadaran, penyebab lain dari perubahan status mental harus dicari dan
diterapi, identifikasi fraktor presipitasi dan koreksinya, memulai terapi
empiris EH.

32

Sebagai tambahan dari empat cabang pendekatan terapi EH, terapi


obat spesifik merupakan bagian dari tatalaksana. Kebanyakan obat
belum diujicoba dengan penelitian kontrol acak, dan digunakan
berdasarkan observasi sirkumstansial. Agen yang dipakai termasuk
disakarida non absorbable, contohnya laktulosa, dan antibiotik,
contohnya rifaximin. Terapi lain seperti asam amino rantai cabang oral
(BCAAs), L-Ornithine L-aspartat intravena (LOLA), probiotik dan
antibiotic lain, juga telah digunakan. Di rumah sakit, selang nasogastric
dapat digunakan untuk memberi terapi oral pada pasien yang tidak dapat
menelan atau memiliki resiko aspirasi.
Pembatasan protein pada saat ensefalopati akut dengan secara
bertahap

menaikkan

jumlahnya

untuk

menilai

toleransi

klinis

merupakan landasan klasik terapi. Pembatasan nitrogen berlarut-larut


dapat menyebabkan kekurangan gizi dan memperburuk prognosis. Di
sisi lain, keseimbangan nitrogen positif akan memiliki efek positif pada
ensefalopati dengan mempromosikan regenerasi hati dan meningkatkan
kapasitas

otot

untuk

detoksifikasi

amonia.

Dengan

demikian,

manajemen nutrisi termasuk efek intrinsik dari komponen makanan


serta efek jangka panjang pada organ yang mengalami disfungsi,
berkontribusi pada patogenesis EH.
Peningkatan aktivitas katabolik pada sirosis menyebabkan
kebutuhan protein yang disarankan adalah 1-1,5 g/kg/hari. Dalam
menghitung asupan nitrogen yang cukup adalah sulit. Sayuran dan susu
adalah sumber yang lebih baik dari protein hewani, karena makanan

33

tersebut memberikan kalori yang lebih tinggi dalam rasio nitrogen dan ,
jenis makanan tersebut mengandung serat yang tidak dapat diserap,
yang menjadi substrat penting untuk bakteri-bakteri usus dan kolon
dalam melakukan proses pengasaman selanjutnya.
Zinc, kofaktor enzim siklus urea, kurang jumlahnya pada pasien
sirosis, terutama jika dikaitkan dengan kekurangan gizi. Suplemen seng
meningkatkan aktivitas siklus urea dalam model eksperimental sirosis.
Satu penelitian telah mengevaluasi efek dari seng dalam waktu yang
singkat (sampai seminggu), tanpa perbaikan besar. Pada sebuah
penelitian yang menghasilkan hasil yang positif, pada penelitian ini
diberikan zinc selama 3 bulan, meskipun penelitian ini tidak acak.
Pasien dengan defisiensi zinc harus menerima suplemen zinc oral.
Pada ensefalopati akut, asupan protein dapat ditiadakan untuk hari
pertama. Nutrisi enteral jangka pendek ( 4 hari ) belum terbukti
bermanfaat bagi pasien sirosis dirawat di rumah sakit .
Pada manajemen kronis. Peningkatan toleransi protein dapat
dicapai dengan meningkatkan asupan protein dengan kombinasi dengan
langkah-langkah

terapi

lain,

seperti

disakarida

nonabsorbable.

Pergantian protein hewani dengan nabati dan/atau protein susu harus


ditinjau, dengan difasilitasi oleh konsultasi dengan ahli gizi. Formulasi
oral asam amino rantai cabang dapat menyediakan sumber protein yang
ditoleransi lebih baik pada pasien dengan ensefalopati kronis dan
intoleransi protein. Seng asetat dapat diberikan sebagai 220 mg dua kali

34

sehari. Ini dapat mengurangi penyerapan kation divalen lainnya


(misalnya , tembaga).

Gambar 2. Alur Tatalaksana EH Tipe C


2.8.1 Pembersihan Usus .
Karena racun yang bertanggung jawab untuk EH timbul dari usus,
pembersihan usus adalah terapi utama. Selain itu, EH sendiri dapat
mengakibatkan waktu transit yang lambat. Pembersihan kolon
mengurangi kadar ammonia luminal, mengurangi jumlah bakteri kolon,
dan menurunkan kadar amonia darah pada pasien sirosis.

35

Berbagai obat pencahar dapat digunakan, tetapi disakarida


nonabsorbable lebih disukai, karena golongan ini menghasilkan efek
tambahan yang mempotensiasi eliminasi atau mengurangi pembentukan
senyawa nitrogen. Administrasi enema mungkin diperlukan pada pasien
dengan gangguan kesadaran. Atau, pembersihan usus juga dapat dicapai
setelah irigasi usus melalui per oral melalui sebuah tabung. Irigasi
dengan 5 L larutan isotonik manitol, 1 g / kg, telah dibuktikan efeknya
dalam uji coba terkontrol untuk mencegah ensefalopati setelah
perdarahan saluran cerna.
2.8.2 Disakarida non absorbable
Laktulosa secara umum digunakan dalam pengobatan inisial
Overt EH. Dosis laktulosa harus dimulai saat tiga elemen pertama dari
empat cabang pendekatan tatalaksana telah dilakukan, dengan 25 mL
syrup laktulosatiap 12 jam sampai setidaknya dua kali buang air besar
lembek atau pergerakan usus tanpa hambatan ditemukan perharinya.
Kemudian dosis dititrasi untuk menghasilkan pefrgerakan usus dua
sampai

tiga

kali

perhari.

Pengurangan

dosis

ini

harus

diimplementasikan. Terdapat kesalahan pandangan bahwa kurangnya


efek laktulosa pada dosis kecil dikoreksi dengan memberikan dosis yang
besar. Terdapat bahaya dalam menggunakan laktulosa berlebihan yang
dapat

menyebabkan

komplikasi,

seperti

aspirasi,

dehidrasi,

hypernatremia, iritasi berat perianal, dan penggunaan laktulosa


berlebihan dapat mempredipitasi EH.
2.8.3 Antibiotik

36

keuntungan dari neomisin, obat yang paling sering digunakan,


adalah

dikarenakan efeknya terhadap bakteri kolon. Disisi lain,

neomisin juga mempengaruhi mukosa usus halus, dan dapat menggangu


aktivitas glutaminase di vili intestinal. Metronidazol, mempengaruhi
populasi bakteri yang berbeda dengan neomisin, juga dapat mengobati
ensefalopati. Infeksi dari Helicobacter pylori diusulkan sebagai
penyebab ensefalopati dikarenakan ammonia yang dihasilkan organisme
yang mengandung urease ini. Toksisitas yang berhubungan dengan
penggunaan

antibiotik

dapat

menghambat

penggunaannya

jika

dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Meskipun penyerapan


neomisin buruk, penggunaan neomisin kronik dapat menyebabkan
kehilangan

kemampuan

pendengaran

dan

gagal

ginjal.

Pasien

disarankan untuk memeriksa kemampuan pendengarannya sekali


setahun jika neomisin dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Malabsorbsi intestinal dapat mengakibatkan diare yang mirip penyakit
sprue. Untuk EH akut dapat diberikan neomisin (3-6 g/hari) selama 1 -2
minggu. Untuk dosis pemliharaannya dapat diberikan sebanyak 1-2
g/hari dengan pemeriksaan ginjal dan auditorik tahunan. Metronidazole
dapat dimulai degan dosis 250 mg dua kalo sehari.
2.8.4 Obat yang mempengaruhi neurotansmisi
Flumazenil dan bromocriptine memiliki efek langsung pada otak.
Peningkatan tonus GABA-ergik berkontribusi pada pengembangan
ensefalopati. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa "benzodiazepin
endogen" mungkin ada pada pasien dengan EH dan memberi efek

37

neuroinhibitory melalui pengikatan reseptor GABA. Antagonisme efek


GABA-ergik oleh flumazenil telah diuji pada pasien dengan ensefalopati
akut dan Perubahan status mental yanag berat. Dalam sebuah uji coba
klinis besar dengan 560 pasien uji coba, pemberian flumazenil intravena
bolus meningkatkan kondisi mental pada sekitar 15 % dari pasien,
dibandingkan dengan 3 % dari kontrol yang diobati dengan plasebo.
Meskipun hasil ini tidak mencolok, flumazenil dapat diberikan kepada
pasien dengan HE dan diduga mengonsumsi benzodiazepine. Preparat
oral sayangnya tidak tersedia untuk administrasi jangka panjang dan
kronis.
Pengamatan baru-baru ini akumulasi mangan di ganglia basal
pasien dengan sirosis telah menghidupkan kembali kemungkinan
perubahan dopamin neurotransmisi. Perubahan ini mungkin mendasari
temuan seringnya gejala ekstrapiramidal muncul pada pasien dengan
penyakit hati. Perbaikan dari tanda-tanda ekstrapiramidal telah
dilaporkan

ketika

bromocriptine

telah

ditambahkan

ke

terapi

konvensional.
Pada saat ini, rekomendasi resmi tentang penggunaan obat ini
tidak dapat dilakukan atas dasar data berbasis bukti . Flumazenil (1 mg
bolus iv) diindikasikan untuk pasien dengan EH dan diduga dipresipitasi
benzodiazepine.

Meskipun

flumazenil

telah

dilaporkan

sesekali

menyebabkan kejang, temuan tersebut belum dijelaskan pada pasien


dengan EH. Bromokriptin (30 mg po bid) diindikasikan untuk
pengobatan ensefalopati kronik pada pasien tidak responsif terhadap

38

terapi lain. Bromokriptin dapat menyebabkan peningkatan kadar


prolaktin.

39

Anda mungkin juga menyukai