Anda di halaman 1dari 35

KIMIA KLINIK

Kimia klinik dapat diartikan ilmu yang mempelajari tehnik terhadap darah, urin, sputum
(ludah, dahak), cairan otak, ginjal dan sekret-sekret yang dikeluarkan.
Kadar batas unsure kimia dalam tubuh dapat diketahui lewat pemeriksaan urin, atau pun
sample yang diambil dari tubuh manusia. Semakin mendekati batas normal, maka tubuh
manusia itu dipastikan sehat, namun semakin menjauhi batas normal kandungan unsur kimia,
maka anggota tubuh akan merasakan sakit.
Pemeriksaan kimia klinik digunakan untuk menganilasa zat-zat kimia organik yang terlarut
dalam darah, pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui :
Fungsi Hati
Profil Lemak/Cholesterol
Fungsi Ginjal & Asam Urat
Gula Darah
Protein
Parameter Jantung
Elektrolit
Drug Monitoring
1. Fungsi Hati
Hati / hepar / liver merupakan organ metabolik terbesar dalam tubuh manusia. Oleh karena itu
hati mempunyai berbagai macam fungsi, yaitu :
1. Vaskuler - menimbun dan filtrasi darah
2. Ekskresi - membentuk empedu dan mengeluarkan ke Usus, juga bilirubin, cholesterol,
garam empedu empedu
3. Metabolik - Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4. Pertahanan tubuh - Detoksifikasi bahan bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi,
metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi- fagositosis - dan pembentukan antibodi
Dalam fungsi ekskresi maka hati akan mengeluarkan bahan bahan metabolit seperti
empedu, bilirubin, kolesterol dan sebagainya melalui saluran pencernaan, untuk dibuang atau
menjadi metabolit lain. Banyak faal metabolik yang dilakukan oleh jaringan hati, maka ada
banyak pula, lebih dari 100, jenis test yang mengukur reaksi faal hati.' Semuanya, disebut
sebagai "tes faal hati ". Sebenarnya hanya beberapa yang- benar-benar mengukur faal hati. 1-3
Diantara berbagai tes tersebut tidak ada tes tunggal yang efektif mengukur faal hati secara
keseluruhan. Beberapa tes terlalu peka sehingga tidak khas, sebagian lagi dipengaruhi pula oleh
faktor -faktor di luar hati, sebagian lagi sudah obsolete.
Sebaliknya makin banyak tes yang diminta maka makin besar pula kemungkinannya
mendapatkan defisiensi biokimia. Cara pemeriksaan shotgun semacam itu akan menimbulkan
kebingungan. Sebaiknya memilih beberapa tes saja.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, dapatnya dikerjakan tes tersebut
secara baik dengan sarana yang memadai, segi kepraktisan, biaya, stress yang dibebankan
kepada penderita, kemampuan diagnostik dari tes tersebut, dan lain-lain. Pada pengujian
kerusakan hati, gangguan biokimia yang terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel,
berkurangnya kapasitas sintesa, terganggunya faal ekskresi, berkurangnya kapasitas
penyimpanan, terganggunya faal detoksifikasi peningkatan reaksi mesenkimal dan imunologi
yang abnormal.

FUNGSI HATI :
1. Vaskuler : menimbun dan filtrasi darah
2. Ekskresi : membentuk empedu dan mengekskresikan ke usus
3. Metabolic : karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4. pertahanan tubuh : detoksifikasi bahan bahan beracun, dengan : konjugasi, reduksi,
metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi sel sel kupfer, fagositosis, pembentukan
antibody
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI
Pemeriksaan terhadap fungsi hati secara umum meliputi Alanine aminotransferase (ALT),
Aspartarte aminotransferase (AST), Alkaline phosphatase (ALP), Gamma glutamyl transferase
(GGT atau Gamma GT), Bilirubin, Albumin, pemeriksaan massa prothrombin (PT) dan
International Normalised Ratio (INR). Masing-masing pemeriksaan tersebut menjadi petunjuk
untuk mengetahui apakah ada masalah pada fungsi hati atau tidak. Hasil yang ingin diketahui
dari pemeriksaan yang telah disebutkan sebelumnya adalah:
1. Alanine Tranaminase (ALT)
Ini merupakan enzim yang ditemukan terutama di dalam sel hati. ALT dapat membantu
metabolisme protein dalam tubuh. Dalam kondisi normal, kadar ALT di dalam darah adalah
rendah. Sebaliknya, tingginya kadar ALT mengindikasikan adanya kerusakan hati.
2. Aspartate Transaminase (AST)
Enzim AST berperan dalam metabolisme alanine. AST ditemukan dalam kadar yang
tinggi di sel-sel hati, jantung, dan otot-otot lainnya. Namun jika AST tersebut ditemukan dengan
kadar yang tinggi di dalam darah, ini mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati.
3. Alkaline Phosphatase (ALP)
Enzim ALP ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di hati, saluran emmpedu, dan
beberapa jaringan lainnya. Peningkatan kadar ALP mengindikasikan adanya kerusakan atau
penyakit hati, terutama bila terjadi sumbatan di saluran empedu.
4. Albumin dan Total Protein
Kadar Albumin (protein yang dibuat di hati) dan protein total menunjukkan baiknya
kemampuan hati memproduksi protein untuk kebutuhan tubuh memerangi infeksi dan menjaga
fungsi lainnya. Berkurangnya kadar dari nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan atau
penyakit hati.
5. Bilirubin
Bilirubin dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin di dalam hati. Bilirubin dikeluarkan
melalui empedu dan dibuang melalui feses. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan adanya
penyakit hati atau saluran empedu.
6. Gamma glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT)
Pemeriksaan Gamma glutamyl transferase (GGT atau Gamma GT), bertujuan sebagai
indikator untuk para pengguna alkohol. Pemeriksaan GGT ini biasa dilakukan bersamaan
dengan pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka pada ALP disebabkan
karena adanya masalah pada hati, bukan karena faktor lain.
7. Albumin
Pemeriksaan Albumin, bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar albumin yang biasa
terjadi pada penyakit hati kronik. Tetapi, penurunan albumin juga bisa disebabkan karena
kekurangan protein.
8. Massa Prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR)
Pemeriksaan Massa Prothrombin (PT) dan International Normalised Ratio (INR),
bertujuan sebagai indikasi apakah penyakit hati semakin buruk atau tidak. Peningkatan angka
menunjukkan penyakit kronik menjadi semakin buruk.
Jika ada kecurigaan penderita mengalami kanker hati, maka perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Misalnya, pemeriksaan kadar protein dalam darah yang disebut Alpha fetoprotein
(AFP). Kenaikan nilai AFP menunjukkan tingkat parahnya kanker hati yang diderita, sedangkan
penurunan nilai AFP menujukkan menjinaknya kanker karena pengobatan yang berhasil.

Pemeriksaan ini sangat penting pada penderita kanker untuk memantau efektivitas pengobatan
yang sedang dilakukan. Pada penderita kanker bilier, pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah
CA 19-9 dan CEA.
Pemeriksaan hati yang rutin sangat baik untuk memastikan agar organ ini dapat terus
bekerja secara maksimal. Hindari sakit hati dengan melakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum
terlambat.
2. Profil Lemak Atau Kolesterol
A. Profil Lipid
Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang umumnya hidrofobik:
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. Golongan-golongan yang secara
biologis penting adalah lemak netral, lipid terkonjugasi, dan sterol. Lemak netral terdiri dari
asam lemak (terutama oleat, linoleat, stearat, arakidonat, dan palmitat) dalam bentuk trigliserida
(yaitu, tiga molekul asam lemak teresterifikasi menjadi satu molekul gliserol). Jaringan adipose
memiliki simpanan trigliserida yang berfungsi sebagai gudang lemak yang segera dapat
digunakan. Lipid terkonjugasi terbentuk dari pengikatan gugus fosfat atau gula ke molekul
lemak. Fosfolipid dan glikolipid ini merupakan konstituen integral struktur dinding sel. Sterol
juga berfungsi sebagai building blocks structural di sel dan membrane serta sebagai konstituen
hormone dan metabolit lain. Kolesterol adalah sterol yang sangat penting secara biologis.
Karena tidak larut dalam air, lipid memerlukan mekanisme pengangkutan khusus agar
bersirkulasi dalam darah. Asam lemak bebas hanya terdapat dalam jumlah kecil didalam darah
dan umumnya berikatan secara longgar dengan albumin. Komponen-komponen lipid utama
yang dijumpai dalam plasma adalah trigliserida, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya terdapat
dan diangkut dalam darah sebagai lipoprotein, suatu kompleks makromolekul yang sangat besar
dari lipid dan protein khusus (apolipoporotein) yang membantu pengemasan, kelarutan, dan
metabolism lemak.
Pengukuran lipid serum yang paling relevan adalah kolesterol total, trigliserida, dan
fraksional kolesterol menjadi fraksi HDL dengan kalkulasi fraksi LDL kolesterol. Selain itu,
laboratorium klinik sekarang memiliki kemampuan untuk mengukur apolipoprotein AI (apoAI)
dan apolipopreotein B (apoB) dalam sampel serum. Asam lemak bebas (FFA), yang juga disebut
asam lemak nonesterifikasi (NEFA) dan fosfolipid biasanya tidak diukur dalam serum kecuali
pada kasus-kasus penyakit metabolic tertentu.
Pengukuran kolesterol total dahulu dilakukan dengan metode kimiawi kolorimetrik yang
memperlihatkan adanya interferensi dari zat-zat lain. Saat ini sebagian besar metode kimiawi
kolorimetrik yang memperlihatkan adanya interferensi dari zat-zat lain. Saat ini sebagian besar
metode kolesterol menggunakan enzim kolesterol oksidase dan bersifat jauh lebih spesifik.
Masalah teknis utama dalam memastikan standardisasi antara berbagai pengukuran kolesterol
adalah ketidaklarutan relative kolesterol, yang membatasi ketersediaan zat ini untuk reagenreagen enzimatik selama periode analisis. Saat ini terdapat penekanan untuk menciptakan
standar kolesterol nasional yang disepakati oleh semua laboratorium.
Trigliserida diukur melalui pengeluaran asam-asam lemak secara hidrolitis diikuti oleh
kuantifikasi gliserol yang dibebaskan. Karena trigliserida dapat mengandung berbagai asam
lemak dalam campuran yang sulit diperkirakan (mungkin bergantng pada makanan), penentuan
trigliserida harus distandardisasi terhadap terhadap suatu bahan tertentu yang mungkin berbeda
komposisi rata-ratanya dari sampel yang sedang dianalisis. Karena itu, perbandingan didasarkan
pada kandungan gliserol.
Fraksional kolesterol semula didasrkan pada pemisahan secara ultrasentrifugasi berbagai
lipoprotein sesuai densitas masing-masing. Lemak murni memiliki densitas yang lebih rendah
daripada air; densitas lemak lebih rendah daripada protein; dan densitas trigliserida lebih rendah
daripada fosfolipid dan kolesterol. Lipoprotein yang densitasnya paling rendah adalah
lipoprotein dengan kandungan trigliserida yang tertinggi. Kilomikron adalah lipoprotein sengan
kandungan trigliserida yang sangat tinggi dan berat jenis lebih rendah daripada plasma.

Kilomikron akan mengapung di bagian paling atas pada plasma di bawah kondisi yang
memungkinkan pemisahan lemak dari air (missal, pendinginan semalam). Golongan lipoprotein
paling padat berikutnya adalah VLDL, diikuti oleh LDL dan HDL. Komposisi kategori-kategori
lipoprotein utama disajikan dalam table dibawah :

Kilomikron
Lipoprotein
densitas sangat
rendah (VLDL)
Lipoprotein
densitas rendah
(LDL)
Lipoprotein
densitas tinggi
(HDL)

Trigliserida
(%)
85-95

Kolesterol
(%)
3-5

5-10

Protein
(%)
1-2

Mobilitas
Elektroforetik
Tetap ditempat

60-70

10-15

10-15

10

Lipoprotein-
Lipoprotein-pre-

5-10

45

20-30

15-25

Lipoprotein-

Sangat sedikit

20

30

60

Lipoprotein-1

Fosfolipid (%)

Penampakan serum setelah pendinginan selama 12 sampai 16 jam memberikan informasi


cepat dan bermanfaat mengenai kandungan kilomikron dan VLDL serum dengan trigliserida
berlebihan. Hal ini ini terlihat di gambar dibawah. Serum hiperlipemik yang baru dipisahkan
tampak seperti susu atau opalesen. Pada serum yang didinginkan, kilomikron yang berlebihan
akan mengapung di bagian atas, dan tampak seperti suatu lapisan krim. Kekeruhan merata pada
serum yang didinginkan mengisyaratkan peningkatan kandungan VLDL. Dapat dijumpai
beberapa pola yang berbeda; kekeruhan uniform berarti peningkatan VLDL tanpa kilomikron
yang signifikan; krim diatas suatu specimen yang keruh berarti peningkatan kilomikron dan
VLDL; dan krim di atas specimen yang jernih berarti kilomikronemia tanpa kelebihan VLDL.
Karena ultrasentrifugasi bukan merupakan cara praktis untuk pemakaian laboratorium
klinik, diciptakan teknik-teknik alternative untuk memeriksa fraksionasi kolesterol. Salah satu
dari teknik tersebut adalah elektroforesis, yang melakukan pemisahan sebagai berikut:
kilomikron di tempat, LDL sebagai beta, VLDL sebagai prabeta, dan HDL sebagai alfa.
Pemeriksaan kolesterol, ada 4 jenis kolesterol yang sering diperiksa, yakni kolesterol
total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida. Tes kolesterol darah tidak dilakukan
untuk mendiagnosis atau memantau penyakit. Kadar kolesterol tinggi biasanya bukan pertanda
bahwa seseorang memiliki penyakit tertentu, tetapi mengindikasikan bahwa sesorang berisiko
lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit-penyakit kardiovaskuler. Tingkat kolesterol yang
tinggi berkaitan dengan risiko aterosklerosis, yang berisiko menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan arteri di seluruh tubuh, sehingga memicu penyakit jantung, stroke dan penyakit
arteri perifer. Tes kolesterol adalah bagian dari upaya untuk mencegah masalah-masalah
tersebut, karena dengan mengetahui kadar kolesterol dalam tubuh kita, memberikan sebuah new
pressure untuk memperbaiki life style dan modifikasi lainnya.
Kolesterol diperoleh dari makanan dan disintesis di dalam sebagian besar sel tubub.
Kolesterol adalah komponen membran sel dan precursor hormon steroid serta garam-garam
empedu yang digunakan untuk menyerap lemak. Konsentrasi kolesterol dalam darah yang
tinggi, terutama koleterol dalam partikel lipoprotein yang disebut lipoprotein densitas rendah
(low density lipoprotein, LDL), berperan menyebabkan terbentuknya plak aterosklerotik. Plakplak ini (endapan lemak pada dinding arteri) dikaitkan dengan serangan jantung dan stroke.
Kadar lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cenderung meningkatkan kadar kolesterol LDL
dalam darah dan berperan menyebabkan terbentuknya aterosklerosis.
B. Kolesterol
Identifikasi kolesterol dapat dilakukan menurut cara Salkowski dan cara LiebermannBurchard. Pada cara Salkowski, larutan kolesterol dalam kloroform digojok dengan asam sulfat
bervolume sama. Setelah lapisan kloroform yang berwarna kemerah-merahan memisah, lapisan
asam sulfat menunjukkan fluoresensi hijau.

Pada cara Liebermann-Burchard, sedikit kolesterol dalam 2 mL kloroform ditambah 10


tetes anhidrida asam asetat dan 2 tetes asam sulfat pekat. Warna merah mawar yang terbentuk
segera berubah menjadi biru dan kemudian hijau. Intensitas warna yang terbentuk bergantung
pada jumlah kolesterol yang diperiksa. Berdasarkan fakta ini, cara Liebermann-Burchard dapat
dipakai untuk penentuan kadar kolesterol secara kuantitatif.
Sifat-sifat kimia kolesterol berkaitan dengan gugus hidroksil yang terikat pada atom C 3
(atom karbon sekunder) dan ikatan rangkap antara atom C 5 dan C 6.
Oksidasi kolesterol dalam kondisi yang pantas akan membentuk kolestenon. Reaksi
dengan asam-asam lemak akan membentuk ester. Ester-ester semacam ini, banyak terdapat
dalam darah dan jaringan.
Hidrogenasi dapat menghilangkan ikatan rangkap antara atom C 5 C 6 sehingga
membentuk dihidrokolesterol. Selain itu, ikatan rangkap dapat menangkap halogen, misalnya
iodium, sehingga membentuk diiodokolesterol. Selain bersifat amfipatik, larutan kolesterol
dapat diendapkan dengan larutan digitonin.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa akumulasi kolesterol dalam pembuluh darah akan
bereaksi dengan lemak dan protein membentuk zat baru bermolekul besar. Zat baru ini sukar
keluar dari pembuluh darah dan melekat pada dinding kapiler darah. Akibatnya, pembuluh
darah tidak elastic lagi. Keadaan ini disebut aterosklerosis.
Makanan yang kita makan setiap harinya dapat memengaruhi profil lipid darah. Profil
lipid yang baik ditunjukkan dengan kadar trigliserida yang rendah, serta HDL yang tinggi.
Meningkatnya kadar kolesterol darah akan memperburuk profil lipid darah seseorang dan dapat
meningkatkan faktor risiko munculnya penyakit jantung. Individu yang banyak mengonsumsi
gandum utuh, buah, sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian seperti yang dilakukan oleh
vegetarian akan memiliki kemungkinan profil lipid darah yang lebih baik.
Asam lemak jenuh dalam diet seorang vegetarian juga cenderung lebih rendah. Sangatlah
penting untuk membatasi asupan lemak jenuh. Sebab semkin banyak mengonsumsi lemak
jenuh, maka kadar kolesterol dalam darah praktis akan meningkat.
Buah dan sayuran (terutama sayuran berdaun hijau) menyimpan banyak vitamin dan
mineral seperti asam folat, magnesium, dan cooper. Asam folat mampu menurunkan kadar
homosistein dalam darah. Homosistein adalah sejenis asam amino yang diproduksi tubuh.
Menjaga kadar homosistein dalam darah tetap rendah adalah hal yang penting karena kadar
homosistein yang tinggi dapat meningkatkan risiko sesorang menderita penyakit jantung.
Sementara, mineral seperti cooper/tembaga dan magnesium yang banyak terdapat dalam bahan
makanan nabati dapat mencegah penyakit kardiovaskuler. Kedua mineral tersebut banyak
terutama pada makanan nabati yang utuh dan tidak diproses (misalnya roti gandum utuh atau
whole-grain bread).
1. Pemeriksaan Kadar Kolesterol dalam Darah
Pemeriksaan kadar kolesterol dalam darah mutlak dilakukan, terutama bagi penggemar
makanan siap saji, memiliki berat badan berlebih, dan merupakan seorang perokok. Dalam
pemeriksaan kolesterol, ada 4 jenis kolesterol yang sering diperiksa, yakni kolesterol total,
kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida.
a)

Kolesterol total dan HDL

HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke pabrik
pengolahan yakni hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah diolah untuk
didistribusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh karena itu, HDL
dikatakan sebagai kolesterol baik. Jika mengonsumsi daging kambing atau telur (mengandung
kolesterol tinggi) maka setelah makanan itu tiba di usus dan diserao oleh pembuluh darah, HDL
akan bertugas mengikat zat-zat makanan tersebut ke hati untuk diolah. Jika kadar HDL rendah
maka akan banyak kolesterol yang menempel pada pembuluh darah. Kejadian ini adalah cikal
bakal terjadinya tekanan darah tinggi karena banyak penyumbatan pada pembuluh darah.
b)

Kolesterol LDL

LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di


dalam saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang berlawanan dengan HDL. Jika
kadar LDL meninggi maka diperkirakan banyak kolesterol yang berasal dari makanan yang
tidak terangkut ke hati. Hal ini disebabkan ulah LDL yang menahan kolesterol.
c)

Kolesterol trigliserida

Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan
banyak kolesterol jenis trigliserida didalam darah.
Ketiga kolesterol ini sering dinyatakan sebagai Kolesterol Total. Jika mempunyai penyakit
hipertensi dan kencing manis, aabila disetai dengan kenaikan salah satu atau keseluruhan
kolesterol maka akan beresiko untuk terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah.
Penyakit yang akan timbul jika terjadi sumbatan akibat kenaikan kolesterol adalah stroke.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan kolesterol pada usia remaja sering
kali dapat dipakai untuk meramalkan (prediktor) tingkat kolesterol pada waktu dewasa. Hal ini
tidaklah mengejutkan, bila dibandingkan dengan kasus seperti kegemukan dan lain-lain.
Kegemukan dan lain-lain. Kegemukan yang terjadi pada anak yang masih kecil merupakan
pertanda bahwa dia akan menjadi gemuk pada usia dewasa nanti. Kebiasaan merokok biasanya
dimulai pada waktu sekolah menengah. Kebiasaan hidup seperti ini memberi pengaruh yang
jelek pada profil lemak, diantaranya konsentrasi tinggi akan total kolesterol, trigliserida, LDL,
dan HDL yang rendah.
Bila pola hidup yang salah tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor genetik yang
bisa menyebabkan persoalan kolesterol, maka proses terbentuknya atherosclerosis sepertinya
dipercepat dan meningkatkan terjadinya kardiovaskuler pada usia dewasa. Dengan mengetahui
bahwa banyak dari sebab-sebab penyakit pada masa dewasa dapat dideteksi pada usia anakanak atau remaja, sehingga dapat memperbaikinya dengan memilih diit dan nutrisi yang paling
baik untuk anak-anak.
Makanan yang kita makan setiap harinya dapat mempengaruhi profil lipid darah kita.
Profil lipid yang baik ditunjukkan dengan kadar trigliserida yang rendah, kolesterol yang
rendah, LDL yang rendah, serta HDL yang tinggi. Meningkatnya kadar kolesterol darah akan
memperburuk profil lipid seseorang dan dapat meningkatkan faktor resiko munculnya penyakit
jantung. Individu yang banyak mengkonsumsi gandum utuh, buah, sayur, kacang-kacangan, dan
biji-biji seperti yang dilakukan oleh seorang vegetarian akan memiliki kemungkinan profil lipid
darah yang lebih baik.
2. Hubungan Profil Lemak dengan usia
Untuk mengetahui berapa besar usia yang mempengaruhi profil lemak dalam darah,
Cooper Clinic, di Dallas-USA, telah meneliti sejumlah 2.000 orang laki-laki dan 589 orang
perempuan sehat hasilnya adalah :
Laki-laki
Umur (th)
<30
30-39
40-49
50-59
60+
Total kolesterol
179
191
205
208
208
HDL
43
42
43
43
44
LDL
136
149
162
165
164
% Lemak tubuh
18,1
22,0
23,5
23,8
23,0
Perempuan
Umur (th)
<30
30-39
40-49
50-59
60+
Total kolesterol
179
186
194
219
221
HDL
53
57
58
60
62
LDL
126
129
136
159
159
% Lemak tubuh
26
26
27
30
29
Dari table diatas terlihat bahwa laki-laki mengalami kenaikan total dengan bertambahnya
usia, sedangkan HDL konstan dan LDL meningkat. Rasio total kolesterol terhadap HDL juga
meningkat. Angka-angka perubahan karena usia antara laki-laki disbanding perempuan akan

menunjukkan bahwa HDL bagi laki-laki telatif tetap pada angka yang sama, sedangkan pada
perempuan menunjukkan adanya kenaikan, untuk total kolesterol dan LDL keduanya
menunjukkan adanya kenaikan dengan laju kecepatan yang sama.
Mengapa kadar total kolesterol dan LDL naik ? Beberapa ahli berpendapat bahwa main
tua seseorang, makin berkurang kemampuan atau aktivitas reseptor LDL-nya. Hal ini
menyebabkan LDL dalam darah meningkat, sehingga risiko terjadinya atherosclerosis atau plak
pada arteri meningkat.
Lebih lanjut, para peneliti menjelaskan bahwa kenaikan LDL tersebut juga dapat
disebabkan karena makin tua seseorang makin banyak yang menderita obesitas atau persentase
lemak tubuhnya naik. Karena itu, latihan aerobik yang teratur dan optimal yang dapat mencegah
kenaikan persentase lemak tubuh sangat dianjurkan bagi mereka yang berusia muda, dan lebihlebih untuk mereka yang menjelang tua.
3. Penyakit yang Berhubungan dengan Profil Lipid
1. Ateriosklerosis dan Aterosklerosis
Ateriosklerosis adalah penyakit arteri yang paling umum. Kondisi ini merupakan proses
yang sama dimana serat-serat otot dan lapisan endothelial dari dinding arteri yang kecil serta
arteriole menjadi meneba. Meskipun proses patologi dari ateriosklerosis dan aterosklerosis
berbeda, sangat jarang terjadi satu kondisi tanpa terjadi kondisi lainnya. Istilahnya digunakan
silih berganti. Aterosklerosis terutama mengenai arteri yang besar diseluruh percabangan arteri
dalam berbagai tingkatan. Lesi besar, ateroma, adalah setempat dari bercak lemak dalam fibrosa
yang melapisi lumen pembuluh yang tersumbat secara perlahan. Bercak ini terutama ditemukan
pada aorta abdominalis, koroner, popliteal, dan arteri karotis internal
.
Faktor-Faktor Risiko
Tidak ada faktor risiko tunggal sebagai penunjang utama; makin banyak jumlah faktor
risiko, makin besar kemungkinan berkembangnya penyakit.
1. Diit tinggi lemak sangat besar pengaruhnya
2. Hipertensi
3. Diabetes
4. Merokok adalah salah satu faktor risiko yang paling besar
5. Obesitas, stress, dan kurang olahraga
Manifestasi Klinis
Tergantung pada jaringan atau organ yang terkena, missal : jantung, otak, pembuluh perifer.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tradisional dan ateriosklerosis tergantung pada modifikasi faktor risiko,
pemberian obat, dan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan penyakit yang
diakibatkan. Beberapa teknik radiologi telah menunjukkan pentingnya hubungan terapeutik
dengan prosedur pembedahan, seperti angioplasti dan aterektomi rotasional.
Penyakit kardiovaskuler aterosklerotik ditemukan pada 80% populasi diatas usia
65tahun, dan merupakan kondisi yang paling umum dari sistem arterial pada lansia.
2. Aterosklerosis Koronar
Aterosklerosis koronaria (suatu bentuk ateriosklerosis) ditandai dengan penumpukan
substansi lemak dan jaringan fibrosa abnormal pada dinding pembuluh. Penumpukan ini
mengarah pada perubahan dalam struktur dan fungsi, dan penurunan aliran darah ke
miokardium. Penyebab kemungkinana termasuk perubahan adalam metabolism lemak,
koagulasi darah, dan sifat biofisik dan biokimia dinding arteri. Aterosklerosis merupakan
penyakit yang bersifat progesif. Sifat progresif tersebut dapat memulih dan pada beberapa kasus
dapat memburuk.
Manifestasi Klinis
Diakibatkan oleh penyempitan lumen arteri dan obstruksi darak ke miokardium.
1. Nyeri dada

2.
3.
4.
5.

Angina pektoris
Infark miokardium
Perubahan gambaran EKG, aneurisme ventricular
Disritmia, kematian mendadak

Faktor-Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


1. Perokok kretek
2. Tekanan darah tinggi
3. Kolesterol darah tinggi (hiperlipidemia)
4. Hiperglikemia (diabetes mellitus)
5. Obesitas
6. Ketidakaktifan fisik
7. Penggunaan kontrasepsi oral
8. Pola perilaku (stress, keagresifan, bermusuhan)
9. Geografi: insiden lebih tinggi pada region industrialisasi
Faktor-Faktor Risiko yang Tidak Dapat dimodifikasi
1. Riwayat keluarga positif
2. Peningkatan usia
3. Jenis kelamin : terjadi tiga kali lebih sering pada pria ketimbang wanita
4. Ras (suku bangsa): insiden lebih tinggi pada orang kulit hitam ketimbang kulit putih
Pertimbangan Gerontologi
Proses penuaan menyebabkan perubahan dalam integritas lapisan dinding arteri
(ateriosklerosis), mengganggu aliran darah, dan nutrisi jaringan. Perubahan ini seringkali sudah
mencukupi untuk mengurangi oksigenasi dan meningkatkan konsumsi oksigen (MVO 2)
miokardium. Akibatnya dapat mencetuskan angina pectoris dan akhirnya terjadi gagal jantung
kongestif.
Dari hasil penelitian telah diketahui kaitan yang erat antara komponen dalam makanan,
yakni kolesterol, lemak, asam lemak, karbohidrat, dan protein dengan aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Komponen lipida, terutama kolesterol dan trigliserida, mendapat
perhatian yang paling banyak.
Kolesterol adalah lipida structural (pembentukan struktur sel) yang tidak diperlukan di
dalam diet karena banyak disintesis di dalam tubuh. Lipida ini merupakan komponen yang
dibutuhkan dalam kebanyakan sel tubuh. Kolesterol digunakan oleh banyak organism sebagai
unsure structural dalam menbran dan sebagai bahan baku untuk menyintesis garam empedu dan
hormon-hormon steroida seperti aldosteron, estrogen, testosterone, dan vitamin D. Karena ada
kaitan yang erat antara kolesterol darah dengan aterosklerosis dan penyakit jantung koroner, ada
tanggapan bahwa kolesterol adalah zat yang harus dihindari atau berbahaya. Padahal, tanpa
kolesterol manusia akan mati.
Tumbuhan tidak mengandung kolesterol, tetapi menyintesis senyawa yang mirip
kolesterol, seperti sitosterol, ergosterol, dan digitalis. Sejumlah kecil kolesterol diperoleh dari
makanan. Kolesterol dalam diet diserap dengan baik (60-80%), tetapi sterol nabati hanya sedikit
diserap (<5%).
Kadar kolesterol dalam darah tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan jumlah kolesterol
dalam diet. Pada keadaan normal, kadar kolesterol dalam darah sekitar 200 mg per 100mL. diet
dengan kadar kolesterol yang lebih rendah dari normal tidak akan memengaruhi jumlah
kolesterol dalam darah, mengingat tubuh dapat menyintesisi kolesterol. Bahkan, tidak adanya
kolesterol dalam makanan akan merangsang biosintesis di dalam tubuh. Sebaliknya, jumlah
kolesterol yang tinggi dalam makanan mungkin tidak akan meningkatkan absorpsinya (jumlah
maksimum dapat diserap adalah 1g/hari). Tambahan lagi, kandungan kolesterol yang tinggi
dalam diet akan menghambat aktivitas enzim hydroxymethylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA
reductase) untuk menyintesis kolesterol dalam hati dan usus.
Pada keadaan normal, jumlah kolesterol yang terikat dalam LDL 2-3 kali lipat kolesterol
yang terikat dalam bentuk HDL. Maka, kadar LDL dalam darah menjadi focus perhatian dan

merupakan indikator yang lebih baik bagi risiko penyakit jantung koroner dibandingkan dengan
kadar kolesterol dalam darah. Kadar normal LDL dalam darah sekitar 120mg/100 mL serum.
Terdapat beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel
endotel, yang kemudian mencetuskan rangkaian proses kerusakan sel endotel. Dapat dikatakan
bahwa beberapa proses pencetus yang terlibat berbeda-beda pada masing-masing individu.
1. Kolesterol serum tinggi
2. Tekanan darah tinggi
3. Infeksi
4. Kadar besi darah tinggi
5. Kadar homosistein darah
Aterosklerosis terjadi akibat disfungsi sel endotel yang melapisi arteri. Aterosklerosis
mengakibatkan reaksi inflamasi dan pada banyak kasus, menghasilkan radikal bebas. Kerusakan
dapat terjadi akibat cedera fisik, seperti hipertensi, atau cedera kimia, seperti peningkatan LDL,
pajanan logam berat, atau pajanan kimia.
3. Dislipidemia dan Aterosklerosis
Definisi
Dislipidemia meliputi perubahan-perubahan dalam profil lipid yang berhubungan
dengan peningkatan resiko aterosklerosis:
Kolesterol
(mg/dL)
Kolesterol
(mg/dL)
Kolesterol
(mg/dL)
Rasio LDL/HDL
Trigliserida
mg/dL)

Total

Diharapkan
<200

Resiko batas
200-239

Resiko tinggi
240

LDL

<130

130-159

160

HDL

50

39-49

35

(TG,

>250 (puasa) dianggap sebagai resiko kemungkinan

>1,3

Aterosklerosis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan penebalan dan pengerasan
dinding arteri. Lesi mengandung deposit lipid dan mengalami klasifikasi, mengakibatkan
obstruksi pembuluh darah, agregasi trombosit, dan vasokontriksi abnormal.
Epidemiologi
Hiperlipidemia
Perkiraan seluruh insident dislipidemia di Amerika Serikat berkisar dari 38% sampai
50%.
Dislipidemia relatif dengan perubahan dalam dinding vaskular biasa terjadi pada anakanak di Amerika Serikat.
1/500 orang menderita hiperkolesterolemia familial yang diketahui heterozigotik
maupun homozigotik.
Terdapat insidensi tinggi dislipidemia pada penderita diabetes, hipertensi, dan pada
orang Amerika keturunan Afrika.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penyebab dislipidemia meliputi:


Hiperkolesterolemia biasa (poligenik)
Hiperkolesterolemia familial
Diet tinggi lemak jenuh dan/atau kolesterol
Diabetes
Gagal ginjal
Obat-obatan
Merokok
Hipotiroidisme

Aterosklerosis
Penyakit aterosklerosis koroner merupakan penyebab utama kematian di Amerika
Serikat.
Penyakit aterosklerosis serebrovaskular merupakan penyebab utama stoke di Amerika
Serikat.
Faktor resiko dan kemungkinan mekanisme cedera untuk aterosklerosis meliputi:
1. Dislipidemia
1. Peningkatan kolesterol total atau kolesterol LDL, terutama LDL kecil padat.
2. Penurunan HDL, faktor resiko tunggal terpenting pada dislipidemia.
3. Peningkatan trigliserida, terutama bila LDL juga rendah.
4. Peningkatan lipoprotein, faktor risiko herediter yang diprediksi pada wanita.
5. 2. Merokok
6. Hipertensi
7. Jenis kelamin pria
8. Wanita setelah monopause
9. Usia >50
10. Diabetes
11. Peningkatan fibrinogen serum
12. Peningkatan homosistein serum
13. Diet tinggi lemak, obesitas, gaya hidup nyaman (kurang gerak)
14. Riwayat keluarga
15. Faktor resiko baru yang sedang diselidiki termasuk protein C-reaktif, peningkatan
asam urat serum, antibodi antifosfolipid, adhesi molekul-1-interselular terlarut, antibodi
terhadap agen infeksi, dan endotoksin serum.
Pemeriksaan
Arkus kornea, xantoma, tekanan darah tinggi, bising abdomen, bising dan penurunan
denyut nadi pada arteri di ekstremitas, obesitas, bukti adanya gagal jantung kongestif, defisit
neurologis fokal.
Diagnosis Banding
Dislipidemia familial vs dislipidemia poligenik umum vs dislipidemia sekunder (gagal
ginjal, diabetes, diinduksi obat, hipotiroidisme).
Hipertensi, pertama sebagai faktor resiko, kedua akibat penyakit pembuluh darah ginjal
sebagai efek organ sasaran.
Penyakit jantung iskemik.
Penyakit serebrovaskular.
Penyakit pembuluh darah perifer.
Pencegahan
Semakin banyak bukti bahwa aterosklerosis dimulai sejak masa kanak-kanak.
Kebiasaan diet yang baik dan olahraga serta pengontrolan berat badan harus dimulai
sejak dini dan dilanjutkan seumur hidup.
Berhenti merokok dan berolahraga berhubungan dengan peningkatan HDL.
Pencarian agresif dan penatalaksanaan faktor resiko seperti dislipidemia familial,
obesitas, hipertensi, dan diabetes sangat penting.
Keputusan untuk melaksanakan terapi diet atau dalam kombinasi dengan terapi
farmakologis didasarkan pada kadar dislipidemia dan ada atau tidaknya faktor resiko
lain.
4.

Hiperkolesterolemia
Di Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia penelitian MONICA I (1988) sebesar
13.4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II (1994) didapatkan meningkat
menjadi 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria. Prevalensi hiperkolesterolemia masyarakat

pedesaan, mencapai 200-248 mg/dL atau mencapai 10,9 persen dari total populasi pada tahun
2004,. Penderita pada generasi muda, yakni usia 25-34 tahun, mencapai 9,3 persen. Wanita
menjadi kelompok paling banyak menderita masalah ini, yakni 14,5 persen, atau hampir dua
kali lipat kelompok laki-laki.
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia)
yang mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. (perkeni 2004).
Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol LDL di dalam darah.
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai peningkatan kolesterol total,
kolesterol LDL, trigliserida di atas nilai normal serta penurunan kolesterol HDL.
Klasifikasi dislipidemia menurut WHO
Fredrickson

Klasifikasi
dislipidemia

Peningkatan
lipoprotein
Kilomikron

IIa

Hiperkolesterolemia

LDL

IIb

Dislipidemia
kombinasi

LDL + VLDL

III

Dislipidemia remnant

VLDL remnant +
kilomikron

IV

Dislipidemia
endogen

VLDL

Dislipidemia
campuran

VLDL + kilomikron

Keterangan LDL = Low Density Lipoprotein


VLDL = Very Low Density Lipoprotein(Trigliserida)
Penyebab Hiperkolesterolemia
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia. Bisa disebabkan oleh
faktor genetik seperti pada hiperkolesterolemia familial dan hiperkoleterolemia poligenik, juga
bisa disebabkan faktor sekunder akibat dari penyakit lain seperti diabetes mellitus, sindroma
nefrotik serta faktor kebiasaan diet lemak jenuh (saturated fat), kegemukan dan kurang
olahraga.
Hiperkolesterolemia Poligenik
Tipe ini merupakan hiperkolesterolemia yang paling sering ditemukan, merupakan
interaksi antara kelainan genetik yang multipel, nutrisi dan faktor-faktor lingkungan lainnya
serta memiliki lebih dari satu dasar metabolik. Penyakit ini biasanya tidak disertai dengan
xantoma.
Hiperkolesterolemia Familial
Penyakit yang diturunkan ini terjadi akibatkan oleh adanya defek gen pada reseptor LDL
permukaan membran sel tubuh. Ketidakadaan reseptor ini menyebabkan hati tidak bisa
mengabsorpsi LDL. Karena mengganggap LDL tidak ada, hati kemudian memproduksi VLDL
yang banyak ke dalam plasma. Pada pasien dengan Hiperkolesterolemia familial ditemukan
kadar kolesterol total mencapai 600 sampai 1000 mg/dl atau 4 sampai 6 kali dari orang normal.
Banyak pasien ini meninggal sebelum berumur 20 tahun akibat infark miokard.
Kebiasaan Diet lemak Jenuh, Kurang olahraga dan Kegemukan
Pada tubuh manusia, reseptor LDL menangkap LDL yang tidak teroksidasi dan disimpan
di dalam sel tubuh. Jika sudah berlebih, LDL tidak masuk ke dalam sel kemudian dimetabolime
di hepar untuk menjadi asam empedu dan diekskresikan keluar. Pada proses patologi, oksidan
LDL ditangkap oleh makrofag dan kemudian menjadi sel busa dan menumpuk di dalam tubuh,

tidak diekskresi dan apabila menumpuk didalam pembuluh darah menimbulkan plak aterome
dan lama-kelamaan menjadi aterosklerosis.
Penelitian pada binatang yang ditingkatkan kadar serumnya menunjukkan LDL memicu
atrogenesis. Ada bentuk kelainan gen pada manusia yang menyebabkan peningkatan LDL
secara berat yang menimbulkan penyakit kardiovaskuler pada usia muda. LDL menimbulkan
penumpukan kolesterol pada dinding arteri. LDL juga menyebabkan rangsangan inflamasi dani
inflamasi pada lesi aterogenik. Peningkatan LDL berhubungan dengan semua tingkatan
aterogenik yaitu disfungsi endotel, pembentukan dan pertumbuhan plak, ketidakstabilan plak
dan thrombosis.Peningkatan LDL plasma menyebabkan retensi partikel LDL pada dinding arteri
meningkat, oksidasi LDL dan pengeluaran zat-zat mediator inflamasi. Terapi terhadap
peningkatan LDL menunjukkan fungsi endotel koroner menjadi normal.
Proses terjadinya aterosklerosis. Dimulai dari cedera pada endotel pembuluh darah oleh karena
faktor hipertensi, merokok, makan makanan yang mengandung banyak lemak, oksidasi LDL,
diabetes mellitus, zat vasoaktif dan sitokin.
Akibat Penyakit Lain
Berikut ini dislipidemia yang disebabkan oleh penyakit lain :
Penyebab Hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh penyakit
Penyakit penyebab

Kelainan lipid

Diabetes mellitus (DM)

TG

Gagal ginjal kronis

TG

Sindrom nefrotik

Kolesterol total

Hipotiroidisme

Koleterol total

Penyalahgunaan alcohol

TG

Kholestasis

Kolesterol total

Kehamilan

TG

Obat-obatan (kontrasepsi
oral, diuretic, beta bloker,
kortikosteroid)

TG

dan HDL

dan

Kolesterol total

atau
,

HDL
Keterangan : TG = Trigliserida, HDL = High Density Lipoprotein,

= meningkat,

menurun
Peningkatan prevalensi Diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu obesitas
(kegemukan), kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, tinggi lemak, merokok,

hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain. Prevalensi faktor risiko DM dari 2001-2004 yaitu :
obesitas dari 12,7% menjadi 18,3%. Hiperglikemia dari 7,9% menjadi 11,3% dan
hiperkolesterol dari 6,5% menjadi 12,9%. Diabetes berpotensi menyebabkan
hiperkolesterolemia dengan meningkatkan kadar kolesterol LDL.
Sindrom nefrotik adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya proteinuria,
hipoalbunemia, edema dan hiperkolesterolemia. Patogenesis terjadinya hiperkolesterolemia
adalah kebocoran pada membrane basalis glomerulus menyebabkan proteinuria sehingga terjadi
hipoalbiminemia. Hipoalbuminemia dikompensasi oleh hepar dengan memprodusksi kolesterol
sehingga terjadi hiperkolesterolemia. Terjadi hipoalbuminemia yang selanjutnya merangsang
hepar untuk memprodusksi kolesterol sehingga terjadi hiperkolesterolemi
5. Diabetes Melitus (DM)
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang heterogen, baik secara
genetis maupun klinis dengan gejala berupa kurangnya daya kesanggupan (toleransi)
karbohidrat.
Penggolongan (Klasifikasi) DM menurut WHO yaitu DM tipe 1, tipe 2, diabetes
gestasional, diabetes tipe khusus lain. Diabetes tipe 2 juga dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe
non independen insulin. Berbagai penelitian menunjukkan adanya kecenderungan angka insiden
dan prevalensi DM tipe 2 meningkat di berbagai penjuru dunia. World Health Organization
(WHO) meramalkan peningkatan jumlah penderita DM pada tahun mendatang, khususnya di
Indonesia. WHO meramalkan kenaikan jumlah penderita dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
21,3 juta pada tahun 2003. Patogenesis DM tipe 2 didasari atas gangguan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas dan gangguan kerja insulin akibat ketidakpekaan (insensitifitas) jaringan
sasaran (target) terhadap insulin.
Penyebab utama kematian pada DM tipe 2 ialah penyakit jantung koroner atau PJK (
80%).46 Angka kematian akibat PJK di penderita DM tipe 2 dapat meningkat 2 sampai 4 kali
lebih banyak dibandingkan dengan yang non-diabetes karena lesi aterosklerosis pada penderita
DM tipe 2 proses perkembangannya lebih cepat. Salah satu faktor risiko terjadinya PJK pada
DM tipe 2 yaitu dislipidemi, yaitu gangguan metabolisme lipid berupa peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida (TG), low density lipoprotein (LDL), dan penurunan kadar high
density lipoprotein (HDL). Gambaran dislipidemi pada DM tipe 2 yang paling sering ditemukan
adalah peningkatan kadar TG dan penurunan kadar HDL. Walaupun kadar LDL tidak selalu
meningkat, tetapi partikel LDL akan mengalami penyesuaian perubahan (modifikasi) menjadi
bentuk kecil dan padat yang bersifat aterogenik.
Penebalan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar dapat di sebabkan oleh
diabetes mellitus, penebalan ini akan berakibat terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah
sehingga akan mengganggu aliran darah serebral dengan akibat terjadinya iskemia dan infark.
Tingginya gula darah sangat erat hubungannya dengan obesitas,hipertensi, dan dislipid, gula
darah yang meninggi akan mengakibatkan kerusakan lapisan endotel pembuluh darah yang
berlangsung secara cepat dan progresif.
Dislipidemia pada diabetes ditandai dengan meningkatnya kadar trigliserida dan
menurunnya kadar HDL kolesterol. Kadar LDL kolesterol tidak banyak berbeda dengan yang
ditemukan pada individu non diabetes, namun lebih didominasi oleh bentuk yang lebih kecil
dan padat (small dense LDL). Partikel-partikel LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat
aterogenik daripada partikel-partikel LDL yang lebih besar. Selanjutnya, karena ukurannya yang
lebih kecil, kandungan didalam plasma lebih besar jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan
risiko aterogenik. Trias dari abnormalitas profil lipid ini dikenal dengan istilah dislipidemia
diabetik.
Adanya dislipidemia diabetik, meningkatkan risiko Penyakit Kardiovaskular dan keadaan
ini ekivalen dengan kadar LDL kolesterol antara 150-220 mg/dl.Untuk memahami patofisiologi
dislipidemia pada diabetes, perlu diketahui perubahan perubahan komposisi lipoprotein yang
dapat meningkatkan sifat terogenisitasnya.
Dalam pengamatan the Multiple Risk Factor Intervention Trial mendapatkan bahwa
mortalitas akibat Penyakit Kardiovaskular diantara pasien diabetes mencapai 4 kali lebih tinggi

daripada individu non DM dengan kadar kolesterol serum yang sama. Selanjutnya, pasien
diabetes dengan kadar kolesterol serum terendah, mempunyai angka kematian yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok individu non DM yang mempunyai kadar kolesterol tertinggi.
Meningkatnya sifat aterogenisitas ini disebabkan karena adanya pengaruh proses glikosilasi,
oksidasi dan tingginya kandungan trigliserida didalam lipoprotein. Glikosilasi LDL akan
meningkatkan waktu paruhnya, sehingga bentuknya menjadi lebih kecil dan padat serta lebih
bersifat aterogenik. Bentuk ini lebih mudah mengalami oksidasi serta lebih mudah diambil oleh
makrofag untuk membentuk sel-sel busa (foam cells).
Glikosilasi HDL akan memperpendek waktu paruhnya dan membentuk lebih banyak
varian HDL3 yang kurang bersifat protektif dibandingkan varian HDL2. Kemampuan HDL
untuk mengangkut kolesterol dari jaringan perifer kembali ke hati mengalami penurunan bila
HDL banyak mengandung trigliserida. Perbaikan kendali glukosa darah melalui perubahan gaya
hidup atau dengan terapi insulin dan OHO dapat menurunkan kadar trigliseridaa, meningkatkan
kadar HDL, mengurangi glikosilasi lipoprotein dan menurunkan kandungan trigliseridaa
didalam lipoprotein.
3. Fungsi Ginjal dan Asam Urat
Ginjal berperan penting sebagai organ pengatur keseimbangan tubuh, pembuangan zat-zat
toksik dan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh. Fungsi ginjal akan menurun seiring dengan
makin tuanya usia seseorang dan juga karena adanya penyakit. Kemunduran fungsi ginjal
tersebut dapat bersifat akut maupun kronis. Kelainan yang berat dapat diketahui dengan mudah
tetapi kelainan yang ringan sukar dideteksi. Kelainan dapat terjadi pada seluruh atau sebagian
fungsi ginjal. Karena itu pemeriksaan laboratorium uji fungsi ginjal termasuk dalam uji penentu
kesehatan seseorang dan juga penting dalam membantu menegakan diagnosis, memantau
pengobatan dan perjalanan penyakit.
Ginjal melakukan banyak fungsi antara lain ekskresi produk sisa metabolik dan bahan
kimia yang bersifat toksik, regulasi keseimbangan air dan elektrolit, regulasi osmolalitas dan
mengatur kadar elektrolit cairan tubuh, regulasi tekanan arterial, keseimbangan asam-basa,
sekresi metabolisme dan ekskresi hormone serta glukoneogenesis.
Unit anatomik yang merupakan unit fungsional ginjal adalah nefron. Satu nefron terdiri
dari glomerulus dengan kapsul Bowman, tubulus proksimal, ansa Henle dan tubulus distal. Pada
masing-masing ginjal terdapat 1 juta nefron sehingga keseluruhan seseorang mempunyai 2
juta nefron. Lihat gambar 1.

Untuk dapat menjalankan fungsinya ginjal perlu dilalui oleh darah secara terus menerus
dalam jumlah cukup. Dalam keadaan normal hal ini dipenuhi dan ginjal merupakan organ tubuh
yang terbanyak dilalui darah persatuan berat. Berat ginjal hanya < 1 % dari berat badan akan
tetapi sebanyak 20-25 % dari curah jantung pada keadaan istirahat yang mengalir memalui
ginjal.

Setiap nefron mengandung seberkas kapiler, glomerulus dan tubulus. Darah mengalir ke
ginjal, dan engorges jumbai kapiler. Air dan zat terlarut kecil melewati dinding pembuluh
membentuk filtrat dari plasma yang memasuki ruang kapsul Bowman. Dinding kapsul
membentuk tubulus yang melintasi ginjal.
Darah meninggalkan kapiler glomerulus melalui arteriol eferen yang membentuk jaringan
yang recta vasa dan mengikuti jalan tubulus. Sel-sel tubulus ginjal memodifikasi filtrat sampai
akhirnya membentuk urin yang keluar dari tubuh . Tubulus bertanggung jawab atas dua proses,
reabsorpsi dan sekresi.
Reabsorpsi adalah proses pemindahan zat terlarut dari lumen tubular ke dalam
interstitium yang menggenangi tubulus, sehingga mereka dapat diserap oleh recta vasa.
Beberapa zat seperti glukosa dan natrium adalah seratus persen diserap sampai tingkat plasma
melebihi konsentrasi tertentu disebut ambang ginjal.
Sekresi adalah proses pengangkutan zat terlarut dari interstitium ke dalam lumen tubular ,
sehingga mereka dapat diekskresikan dalam urin. Sekresi memungkinkan zat seperti ion
hidrogen dihilangkan pada tingkat yang melebihi filtrasi glomerulus. Proses ini dikendalikan
oleh permeabilitas selektif dari berbagai segmen tubulus terhadap air, garam dan urea, serta
respon hormon tubulus pengumpul distal seperti aldosteron , hormon antidiuretik , dan hormon
paratiroid .
Ketika fungsi ginjal menjadi terganggu oleh penyakit, proses filtrasi glomerulus dan
tubular reabsorpsi dan sekresi menjadi terpengaruh untuk luasan yang berbeda . Hal ini dapat
mengakibatkan retensi produk limbah yang tidak lengkap disaring, hilangnya zat terlarut
penting yang tidak diserap, dan kegagalan tubulus untuk merespon kontrol hormonal elektrolit
dan keseimbangan air. Darah dan tes urine biokimia mencerminkan sejauh ini disfungsi dan
digunakan untuk mengkarakterisasi keadaan klinis pasien.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20% plasma yang masuk glomerulus tanpa
menyeleksinya. Kurang lebih akan didapatkan 125 mL filtrate/menit atau 180 l/hari. Dari
jumlah itu, 178,5 l/hari akan direabsorbsi. Maka rata-rata urin orang normal adalah 1,5 l/hari.
Urin yang dikeluarkan mengandung air dengan ureum, kreatinin, fosfat dan sulfat hasil
proses katabolisme. Juga terdapat asam urat, K+ dan H+ hasil penukaran dengan Na+ atas
pengaruh aldosterone di tubuli distal. Protein dalam keadaan normal diekskresi dalam jumlah
sedikit. Glukosa yang difiltrasi akan dreabsorpsi terutama di tubuli proksimal, tetapi dengan
makin tinggi kadarnya dalam filtrat glomeruli maka makin banyak pula glukosa yang
dikeluarkan bersama urin. Terdapat pula eritrosit, leukosit, dan kritstal metabolit serta sel-sel
epitel karena itu pemeriksaan urinalisis dapat memberikan informasi tentang proses dan
kelainan yang terjadi pada ginjal maupun saluran urin serta proses metabolisme tubuh.

UJI FUNGSI GINJAL


Tes fungsi ginjal adalah istilah kolektif untuk berbagai tes individu yang bisa dilakukan
untuk mengevaluasi seberapa baik ginjal berfungsi. Tes ini digunakan untuk skrining penyakit
ginjal, monitoring kondisi kesehatan ginjal, membedakan penyebab penyakit ginjal, dan

menentukan tingkat disfungsi ginjal. Tes ini berusaha untuk menentukan keadaan klinis
disfungsi ginjal. Dalam melakukan tes ini, fungsi renal yaitu: filtrasi, reabsorpsi atau ekskresi
akan diuji.
Banyak kondisi yang dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk melakukan-fungsi
vital mereka. Beberapa mengarah pada penurunan fungsi ginjal, yang cepat (akut) yang lainnya
menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap (kronis). Keduanya mengakibatkan
penumpukan zat limbah beracun dalam darah. Sejumlah tes laboratorium klinis yang mengukur
tingkat zat diatur secara normal oleh ginjal dapat membantu menentukan penyebab dan luasnya
disfungsi ginjal. Tes ini dilakukan pada sampel urin, serta pada sampel darah.

Tes Urin dan Darah


Ada berbagai tes urine dan darah yang dapat digunakan untuk menilai fungsi ginjal, yaitu:
1. Urinalisis Rutin
Tes skrining yang sederhana dan murah disebut urine rutin, merupakan tes yang
seringkali pertama diberikan jika masalah ginjal dicurigai.
Pra Analitik:
Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah persiapan pasien seperti makanan,
minuman atau obat yang dikonsumsi sebelum pengambilan sampel. Lalu, pada proses
pengambilan sampel, pertama pemilihan bahan specimen. Yang terbaik adalah urin pagi atau
setelah bangun tidur. Specimen ini pekat sehingga lebih mudah mendapatkan kelainan yang ada.
Kedua cara pengambilan specimen dianjurkan urin porsi tengah secara bersih. Porsi tengah urin
adalah bagian urin yang dikeluarkan di tengah proses miksi. Secara bersih yaitu didahului
dengan membersihkan alat kelamin lalu urin ditampung tanpa mengenai bagian badan atau
penampung lain. Pada perempuan disarankan penampungan urin dengan membuka labia alat
kelamin. Ketiga adalah menggunakan penampungan yang bersih, kering, bermulut lebar, ditutup
dengan rapat, , disposable dan memakai label.
Urin tersebut harus diperiksa/dianalisis dalam jangka waktu 1 jam dari saat pengeluaran
agar unsur-unsur yang ada tidak berubah terutama pH dan unsur-unsur selular. Apabila perlu
jangka waktu lebih lama sebelum dapat diperiksa maka diusahakan dengan menempatkan
penampung urin dalam pendingin atau menggunakan pengawet seperti toluene, formalin 40%,
dll. Dilakukan pengolahan sampel urin untuk pemeriksaan sedimen dengan cara diputar pada
sentrifuge 1500-2000 rpm selama 5. Supernatan dibuang 1 cc disisakan lalu dicampur dengan
sedimen.
Analitik:
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan makroskopis (warna, bau, kejernihan/kekeruhan,
dan berat jenis), mikroskopis atau sedimen urin (eritrosit, leukosit, silinder, sel epitel, kristal,
bakteri, dan parasit), seta kimia urin (pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin,
urobilinogen, nitrit, esterase leukosit, darah/Hb). Pemeriksaan kimia urin saat ini kebanyakan
dikerjakan dengan cara kimia kering menggunakan carik celup (test strip). Jika terdapat hasil
yang meragukan, maka dilakukan uji konformasi menggunakan metode gold standar.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, PMI, PME, pencantuman nilai
rujukan, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Test

Reference Range

Color
Appearance
Specific Gravity
pH
Protein
Glucose
Ketones
Bilirubin
Occult blood
Leukocyte Esterase
Nitrite
Urobilinogen

Straw - Dark yellow


Clear - Hazy
1.003-1.029
4.5-7.8
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
0.1-1.0 EU/dL

WBCs
RBCs

0-4/hpf
male: 0-3/hpf
female: 0-5/hpf
0-4/lpf
Negative

Casts
Bacteria

EU = Ehrlich Units (ca. 1 mg)


lpf = Low Power Field (100X)

hpf = High Power Field (400x)

Interference Factor:
Parameter parameter pemeriksaan dalam urin depengaruhi oleh cara pengambilan
specimen yang tidak bersih/ steril, persiapan pasien seperti makanan, minuman atau obat yang
dikonsumsi sebelumnya, waktu penyimpanan sampel, suhu, cahaya matahari, kontaminasi
udara, temperatur dan pH.
2. Creatinine Serum dan Creatinine Clearance Test
Uji klirens kreatinin mengevaluasi seberapa efisien ginjal membersihkan zat yang disebut
kreatinin dari darah. Kreatinin merupakan produk limbah dari metabolisme energi otot,
diproduksi pada tingkat yang konstan yang sebanding dengan massa otot individu . Karena
tubuh tidak mendaur ulangnya, sehingga semua kreatinin disaring oleh ginjal, dalam jumlah
waktu tertentu diekskresikan ke dalam urin, hal ini membuat pengukuran kreatinin sangat
spesifik untuk fungsi ginjal.
Pra Analitik:
pasien tidak boleh berkemih sebelum permulaan percobaan. 30 menit sebelum percobaan
dimulai, pasien disuruh minum air sebanyak 400-500 mL sampai habis. Dilakukan
pengumpulan spesimen urin kumulatif selama periode 24 jam untuk penderita yang dirawat dan
12 jam untuk pasien poliklinik dicatat waktunya tepat dengan menit serta volume urin yang
ditampung. Pada waktu porsi urin yang terakhir dikeluarkan, diambil darah pasien untuk
penetapan kreatinin darah. Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma
heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Tinggi
dan berat badan juga diukur.
Analitik:
Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan pemeriksaan
kreatinin serum dan kreatinin urine metode jaffe reaction (fixed time). Lalu dilakukan
perhitungan klirens kreatinin dengan rumus:
Kreatinin klirens = U x V x f bila diuresis > 2 mL/menit, U x V x f bila diuresis < 2 mL/menit
B
B
Dengan:

U = kadar kreatinin urin (mg/dL)


V = diuresis per menit (cc/menit)
B = kadar kreatinin serum (mg/dL)
f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan
hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan, PMI,
PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Kreatinin serum;
DEWASA
: Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih
rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
ANAK
: Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun) : 0,30,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
LANSIA
: Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.
Kreatinin klirens untuk orang dewasa < 40 tahun adalah 120 ( 100-140 ) mL/menit. Untuk orang
dewasa usia lebih dari 40 tahun secara fisiologis berkurang 1% per tahun.
Interference Factor:
Uji klirens kreatinin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kehamilan, massa otot atau
berat badan, diet atau asupan makanan, konsumsi obat dan proses pengumpulan urin 12 jam
atau 24 jam. Selain itu juga dipengaruhi oleh persiapan atau riwayat pasien, pengolahan sampel
dan kondisi sampel seperti: hemolysis, bilirubin dan lipemik yang dapat menyebabkan false
negative. Asam askorbat, glukosa, dan beberapa antibiotik juga mempengaruhi hasil. Jika kadar
kreatinin melebihi batas linearitas, maka harus diencerkan.
3. Urea Clearance
Urea adalah produk limbah yang diciptakan oleh metabolisme protein dan diekskresikan
dalam urin. Urea Clearance mengukur fungsi glomeruli, karena ureum difiltrasi melalui
glomeruli itu. Tetapi urea clearance tidak boleh dipandang sama dengan nilai glomerular
filtration rate (GFR), karena sebagian dari ureum itu di dalam tubuli mendifusi kembali ke
dalam darah. Banyaknya ureum yang mendifusi lagi itu ditentukan oleh diuresis. Tes urea ini
memerlukan sampel darah untuk mengukur jumlah urea dalam aliran darah dan dua spesimen
urine, dikumpulkan satu jam terpisah, untuk menentukan jumlah urea yang disaring, atau
dibersihkan, oleh ginjal ke dalam urin.
Pra Anallitik:
Kira-kira setengah jam sebelum percobaan dimulai, penderita disuruh minum air 400-500
mL sampai habis. Penderita mengosongkan kandung kencingnya habis-habisan, misal pukul P
dicatat waktunya tepat dengan menit ketika urin mulai ditampung. 1 jam kemudian diambil
darah vena penderita. 1 jam lagi yaitu P jam + 120 menit, penderita mengosongkan kandung
kecingnya lagi untuk disimpan dan catat tepat dengan menit. Ukur tinggi dan berat badan.
Volume urin yang dikeluarkan selama 2 jam ditentukan volumenya.
Analitik:
Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan pemeriksaan
kadar ureum pada serum dan urin dengan metode kolorimetrik enzimatik (berthelot). Lalu
dilakukan perhitungan urea clearance dengan rumus:
= U x V x f bila diuresis > 2 mL/menit, U x V x f bila diuresis < 2 mL/menit
B
B
Dengan:
U = kadar ureum urin (mg/dL)

V = diuresis per menit (cc/menit)


B = kadar ureum serum (mg/dL)
f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan
hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas. Satuan urea
clearance yaitu ml/menit atau ada juga yang lebih lazim dipakai yaitu dengan %. Apabila
didapatkan diuresis 2 ml/menit atau lebih, maka nilai urea clearance dibandingkan dengan 75
ml/menit yang dianggap 100%, bilamana diuresis kurang dari 2 ml/menit nilai clearance
dibandingkan dengan 54 ml/menit yang dianggap 100% pula.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan, PMI,
PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Kadar ureum normal umunya adalah 10- 40 mg/dL, dan dalam urin kadar normalnya
adalah 26-43 g/24 jam. Nilai normal urea clearance berkisar antara 70-110 %, nilai normal itu
sebenarnya diperhitungkan untuk seorang yang mempunyai luasn badan 1,73 m 2. Jika luas
badan seseorang tidak mendekati nilai itu, maka harus diadakan koreksi atas berat badan dan
tinggi badan.
Interference Factor:
Uji urea clearance dipengaruhi oleh usia, berat badan, tinggi badan, katabolisme protein,
kebakaran, infark miokard, asupan makanan, kehamilan, gangguan hati, masa pertumbuhan
Selain itu juga dipengaruhi oleh persiapan atau riwayat pasien, dan pengolahan sampel. Jika
kadar ureum melebihi batas linearitas, maka harus diencerkan.
4. Tes Osmolalitas
Osmolalitas urin adalah pengukuran jumlah partikel terlarut dalam urin. Ini adalah
pengukuran yang lebih tepat daripada berat jenis untuk mengevaluasi kemampuan ginjal untuk
berkonsentrasi atau encer urin. Ginjal yang berfungsi normal akan mengeluarkan lebih banyak
air ke dalam urin sebagai asupan cairan meningkat, menipiskan urin. Jika asupan cairan
menurun, ginjal mengekskresikan sedikit air dan urin menjadi lebih pekat.
Pra Analitik:
Tes ini dapat dilakukan pada sampel urin yang dikumpulkan hal pertama di pagi hari,
pada beberapa sampel waktunya, atau pada sampel kumulatif yang dikumpulkan selama dua
puluh empat jam. Pasien biasanya akan diresepkan diet tinggi protein selama beberapa hari
sebelum tes dan diminta untuk tidak minum cairan malam sebelum ujian.
Analitik:
dilakukan pengujian terhadap sampel urin yang telah dikumpulkan dengan metode yang
tepat.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan, PMI,
PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
5. Uji Protein Urin
Ginjal yang sehat menyaring semua protein dari aliran darah dan kemudian menyerap
kembali mereka, sehingga tidak ada protein, atau hanya sedikit jumlah protein, ke dalam urin.
Kehadiran terus-menerus dari sejumlah besar protein dalam urin, maka merupakan indikator
penting dari penyakit ginjal. Sebuah tes skrining positif untuk protein ( termasuk dalam urine
rutin ) pada sampel urin acak biasanya ditindaklanjuti dengan tes pada sampel urin 24 - jam
yang lebih tepat mengukur kuantitas protein.

Pra Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan specimen urin 24 jam. Supernatan urin yang telah
disentrifuge 1500- 2000 rpm, 5 digunakan untuk pemeriksaan protein secara manual.
Analitik:
Dilakukan pemeriksaan urin metode Bang.
Pra Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan, PMI,
PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai normal:
Urin acak : negatif (15 mg/dl) dan Urin 24 jam : 25 150 mg/24 jam.
Interference Factor:
Reaksi positif palsu mungkin disebabkan oleh albumin dan globulin. Hasil positif palsu
dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular, infus polivinilpirolidon
(pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat), pencemaran urine oleh senyawa ammonium
kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8). Hasil negatif palsu
dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam (pH di bawah 3)
6. Blood Urea Nitrogen
Tes darah urea nitrogen ( BUN ) . Urea adalah produk sampingan dari metabolisme
protein . Produk limbah ini terbentuk dalam hati , kemudian disaring dari darah dan
diekskresikan dalam urin oleh ginjal . The BUN tes mengukur jumlah nitrogen yang terkandung
dalam urea . Tingkat BUN yang tinggi dapat mengindikasikan disfungsi ginjal , tetapi karena
nitrogen urea darah juga dipengaruhi oleh asupan protein dan fungsi hati , tes ini biasanya
dilakukan bersamaan dengan kreatinin darah , indikator yang lebih spesifik fungsi ginjal.
Pra Analitik:
Dilakukan pengambilan specimen darah pada pasien. Lalu dilakukan pengolahan sampel
untuk mendapatkan sampel serum. Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau
plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau
(heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan serum/plasma-nya untuk
diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan
sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium. Urea stabil 24 jam
pada suhu kamar, beberapa hari pada suhu 2-8C, 2-3 bulan jika dibekukan.
Analitik:
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau
analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim
yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea
umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood
urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat
urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat
dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai rujukan, PMI,
PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Dewasa : 5 25 mg/dl
Anak : 5 20 mg/dl

Bayi : 5 15 mg/dl
Lansia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Interference Factor:
Uji urea clearance dipengaruhi oleh asupan protein, fungsi hati, katabolisme protein,
kebakaran, infark miokard, asupan makanan, kehamilan, gangguan hati, masa pertumbuhan,
dehidrasi, konsumsi obat-obatan dan asupan nutrisi. Selain itu juga dipengaruhi oleh persiapan
atau riwayat pasien, dan pengolahan sampel.
7. Inulin dan Cystatin C
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan tersebut,
sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam penghitungan LFG baik pada dewasa
maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset,
karena klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah
dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan
ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi laju fitrasi
glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum. Cystatin C adalah protein
berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C
bebas filtrasi dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi
maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin C serum tidak
bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai sebagai marker
yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi
glomerulus.
Hasil tes GFR menunjukkan kerusakan pada ginjal, sebagaimana berikut:

4. Gula Darah
Glukosa Darah (Serum/Plasma)
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dalam
hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar pankreas. Hormon-hormon itu adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin.
Insulin dihasilkan oleh sel-sel , mendominasi gambaran metabolik. Hormon ini
mengatur pemakaian glukosa melalui banyak cara : meningkatkan pemasukan glukosa dan
kalium ke dalam sebagian besar sel; merangsang sintesis glikogen di hati dan otot; mendorong
perubahan glukosa menjadi asam-asam lemak dan trigliserida; dan meningkatkan sintesis
protein, sebagian dari residu metabolisme glukosa. Secara keseluruhan, efek hormone ini adalah
untuk mendorong penyimpanan energi dan meningkatkan pemakaian glukosa.

Glukagon dihasilkan oleh sel-sel , meningkatkan sintesis protein dan menstimulasi


glikogenolisis (pengubahan glikogen cadangan menjadi glukosa) dalam hati; ia membalikkan
efek-efek insulin. Somatostatin dihasilkan oleh sel-sel delta, menghambat sekresi glukagon dan
insulin; hormone ini juga menghambat hormone pertumbuhan dan hormone-hormon hipofisis
yang mendorong sekresi tiroid dan adrenal.
Saat setelah makan atau minum, terjadi peningkatan kadar gula darah yang merangsang
pankreas menghasilkan insulin untuk mencegah kenaikan kadar gula darah lebih lanjut. Insulin
memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai
cadangan energi. Adanya kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya, akan
berpengaruh
terhadap
konsentrasi
glukosa
dalam
darah.
Penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan makanan yang tidak
adekuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) terjadi jika insulin yang beredar tidak mencukupi atau tidak dapat berfungsi
dengan baik; keadaan ini disebut diabetes mellitus. Apabila kadar glukosa plasma atau serum
sewaktu (kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir) sebesar 200 mg/dl, kadar
glukosa plasma/serum puasa yang mencapai > 126 mg/dl, dan glukosa plasma/serum 2 jam
setelah makan (post prandial) 200 mg/dl biasanya menjadi indikasi terjadinya diabetes
mellitus.
Kadar glukosa puasa memberikan petunjuk terbaik mengenai homeostasis glukosa
keseluruhan, dan sebagian besar pengukuran rutin harus dilakukan pada sampel puasa.
Keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi kadar glukosa (mis. diabetes mellitus, kegemukan,
akromegali, penyakit hati yang parah, dsb.) mencerminkan kelainan pada berbagai mekanisme
pengendalian glukosa.
Uji gula darah post prandial biasanya dilakukan untuk menguji respons penderita
terhadap asupan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan (sarapan pagi atau makan siang).
Untuk kasus-kasus hiperglikemia atau bahkan hipoglikemia yang tak jelas, biasanya dilakukan
tes toleransi glukosa oral (TTGO). TTG oral dipengaruhi oleh banyak variable fisiologik dan
menjadi subjek dari bahan interpretasi diagnostik yang berbeda-beda. Uji toleransi glukosa
intravena jarang diindikasikan untuk tujuan diagnosis.
PROSEDUR
Jenis specimen
Dulu, pengukuran glukosa dilakukan dengan menggunakan sampel darah lengkap (whole
blood), tetapi hampir seluruh laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dengan
sampel serum. Serum memiliki kadar air yang tinggi daripada darah lengkap, sehingga serum
dapat melarutkan lebih banyak glukosa. Untuk mengubah glukosa darah lengkap, kalikan nilai
yang diperoleh dengan 1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma.
Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis serum memungkinkan terjadinya
metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan melalui
pemusingan (sentrifugasi). Jumlah sel darah yang tinggi dapat menyebabkan glikolisis yang
berlebihan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa. Untuk mencegah glikolisis tersebut,
serum harus segera dipisahkan dari sel-sel darah.
Suhu lingkungan tempat darah disimpan sebelum diperiksa turut mempengaruhi tingkat
glikolisis. Pada suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan kadar glukosa 1-2% per jam.

Sedangkan pada suhu lemari pendingin, glukosa tetap stabil selam beberapa jam di dalam darah.
Penambahan natrium fluoride (NaF) pada sampel darah dapat menghambat glikolisis sehingga
kadar glukosa dapat dipertahankan bahkan dalam suhu kamar.
Pengumpulan spesimen
Pengambilan darah harus dilakukan pada lengan yang berlawanan dengan lengan tempat
pemasangan selang IV. Pengambilan darah pada lengan yang terpasang selang IV dapat
dilakukan asalkan aliran selang dihentikan paling tidak selama 5 menit dan lengan diangkat
untuk mengalirkan cairan infuse menjauhi vena-vena. Pencemaran 10% oleh cairan dextrose 5%
(D5W) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam sampel sebesar 500 mg/dl atau lebih.
Darah arteri, vena, dan kapiler memiliki kadar glukosa yang setara pada keadaan puasa,
sedangkan setelah makan, kadar vena lebih rendah daripada arteri atau kapiler.
Untuk uji glukosa darah puasa, penderita diminta berpuasa selama 10 jam sejak malam
sebelum diambil darah (misalnya mulai puasa jam 9 malam). Selama berpuasa penderita tidak
boleh melakukan akitifitas fisik yang berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan
minum air putih. Pagi hari setelah puasa (misalnya jam jam 8 pagi), penderita diambil darah
vena 3-5 ml dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau dalam tabung
tutup abu-abu (berisi NaF). NaF digunakan untuk mencegah glikolisis yang dapat
mempengaruhi hasil laboratorium. Penderita diminta untuk makan dan minum seperti biasa, lalu
puasa lagi selama 2 jam. Selama berpuasa penderita tidak boleh melakukan akitifitas fisik yang
berat, tidak boleh merokok, dan tetap diperbolehkan minum air putih.
Untuk uji glukosa post prandial, penderita diambil darah vena sebanyak 3-5 ml tepat dua
jam setelah makan, dan dikumpulkan dalam tabung bertutup merah (tanpa antikoagulan) atau
dalam tabung tutup abu-abu (berisi NaF). Darah yang telah diperoleh disentrifus, kemudian
serum atau plasmanya dipisahkan dan diperiksa kadar glukosa.
Untuk uji glukosa darah sewaktu atau acak/random, penderita tidak perlu puasa dan
pengambilan dapat dilakukan di sembarang waktu.
Metodologi
Dahulu, glukosa diperiksa dengan memanfaatkan sifat mereduksi glukosa yang non
spesifik dalam suatu reaksi dengan bahan indikator yang memperoleh atau berubah warna jika
tereduksi. Karena banyak jenis pereduksi lain dalam darah yang dapat bereaksi positif, maka
dengan metode ini kadar glukosa bisa lebih tinggi 5-15 mg/dl.
Sekarang, pengukuran glukosa menggunakan metode enzimatik yang lebih spesifik untuk
glukosa. Metode ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase atau heksokinase, yang
bekerja hanya pada glukosa dan tidak pada gula lain dan bahan pereduksi lain. Perubahan
enzimatik glukosa menjadi produk dihitung berdasarkan reaksi perubahan warna (kolorimetri)
sebagai reaksi terakhir dari serangkaian reaksi kimia, atau berdasarkan konsumsi oksigen pada
suatu elektroda pendeteksi oksigen. Chemistry analyzer (mesin penganalisis kimiawi) modern
dapat menghitung konsentrasi glukosa hanya dalm beberapa menit.
Di luar laboratorium, sekarang banyak tersedia berbagai merek monitor glukosa pribadi
yang dapat digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dari tusukan di ujung jari. Alat ini
cukup bermanfaat untuk mengetahui kadar glukosa darah dan untuk menyesuaikan terapi.
Namun, alat ini memiliki kekurangan dimana hasil pengukuran terpengaruh oleh kadar
hematokrit dan juga protein serum; kadar hematokrit yang rendah dapat meningkatkan secara
semu kadar glukosa darah, dan sebaliknya (efek serupa juga berlaku untuk protein serum yang

rendah atau tinggi). Oleh sebab itu, penderita harus secara berkala membandingkan hasil
pengukuran alatnya dengan pengukuran glukosa laboratorium klinik (baku emas) untuk
memperkirakan kemungkinan interferensi fisiologik serta fluktuasi fungsi alat mereka.

NILAI RUJUKAN
Gula darah sewaktu
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap : sampai dengan 120
mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darahlengkap : sampai dengan 140
mg/dl.
Gula darah puasa
DEWASA : Serum dan plasma : 70 110 mg/dl; Darah lengkap : 60 100 mg/dl; Nilai panik :
kurang dari 40 mg/dl dan > 700 mg/dl
ANAK : Bayi baru lahir : 30 80 mg/dl; Anak : 60 100 mg/dl
LANSIA : 70 120 mg/dl.
Gula darah post prandial
DEWASA : Serum dan plasma : sampai dengan 140 mg/dl; Darah lengkap : sampai dengan 120
mg/dl
ANAK : sampai dengan 120 mg/dl
LANSIA : Serum dan plasma : sampai dengan 160 mg/dl; Darah lengkap : sampai dengan 140
mg/dl.
MASALAH KLINIS
PENINGKATAN KADAR (hyperglycaemia) :
diabetes mellitus, asidosis diabetik, hiperaktivitas kelenjar adrenal (sindrom Chusing),
akromegali, hipertiroidisme, kegemukan (obesitas), feokromositoma, penyakit hati yang parah,
reaksi stress akut (fisik atau emosi), syok, kejang, MCI akut, cedera tabrakan, luka bakar,
infeksi, gagal, ginjal, hipotermia aktifitas, pankreatitis akut, kanker pankreas, CHF, sindrom
pasca gastrektomi (dumping syndrome), pembedahan mayor. Pengaruh obat : ACTH; kortison;
diuretik (hidroklorotiazid, furosemid, asam etakrinat); obat anestesi, levodopa.
PENURUNAN KADAR (hypoglycaemia) :
reaksi hipoglikemik (insulin berlebih), hipofungsi korteks adrenal (penyakit Addison),
hipopituitarisme, galaktosemia, pembentukan insulin ektopik oleh tumor/kanker (lambung, hati,
paru-paru), malnutrisi, ingesti alkohol akut, penyakit hati yang berat, sirosis hati, beberapa
penyakit penimbunan glikogen, hipoglikemia fungsional (aktifitas berat), intoleransi fruktosa
herediter, eritroblastosis fetalis, hiperinsulinisme. Pengaruh obat : insulin yang berlebih,
salisilat, obat antituberkulosis.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium


Obat-obatan (kortison, tiazid, loop diuretik) dapat menyebabkan peningkatan kadar gula
darah.
Trauma, stress dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.
Penundan pemeriksaan serum dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah.
Merokok dapat meningkatkan kadar gula darah serum.
Aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium dilakukan dapat menurunkan kadar gula darah.

5. Protein
Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul asam amino
yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan yang dinamakan ikatan peptida.
Sejumlah besar asam amino dapat membentuk suatu senyawa protein yang memiliki banyak
ikatan peptida, karena itu dinamakan polipeptida.
Secara umum protein berfungsi dalam sistem komplemen, sumber nutrisi, bagian sistem
buffer plasma, dan mempertahankan keseimbangan cairan intra dan ekstraseluler. Berbagai
protein plasma terdapat sebagai antibodi, hormon, enzim, faktor koagulasi, dan transport
substansikhusus.
Protein-protein kebanyakan disintesis di hati. Hepatosit-hepatosit mensintesis fibrinogen,
albumin, dan 60 80 % dari bermacam-macam protein yang memiliki ciri globulin. Globulinglobulin yang tersisa adalah imunoglobulin (antibodi) yang dibuat oleh sistem limforetikuler.
Albumin dapat meningkatkan tekanan osmotik yang penting untuk mempertahankan cairan
vaskular. Penurunan albumin serum dapat menyebabkan cairan berpindah dari dalam pembuluh
darah
menuju
jaringan
sehingga
terjadi
edema.
Rasio A/g merupakan perhitungan terhadap distribusi fraksi dua protein yang penting, yaitu
albumin dan globulin. Nilai rujukan A/G adalah > 1.0.
Nilai rasio yang tinggi dinyatakan tidak signifikan, sedangkan rasio yang rendah
ditemukan pada penyakit hati dan ginjal. Perhitungan elektroforesis merupakan perhitungan
yang lebih akurat dan sudah menggantikan cara perhitungan rasio A/G.
Penurunan Kadar albumin terjadi pada penderita sirosis hati, gagal ginjal akut, luka bakar yang
parah, malnutrisi berat, preeklampsia, gangguan ginjal, malignansi tertentu, kolitis ulseratif,
enteropati kehilangan protein, malabsorbsi. Pengaruh obat : penisilin, sulfonamid, aspirin, asam
askorbat.
6. Parameter Jantung
Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK), isoenzim creatine
kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic peptide (NT pro-BNP) dan Troponin-T.
Kerusakan dari otot jantung dapat diketahui dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-BNP,
Troponin-T dan hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung, karena
hasil yang meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan jaringan tubuh seperti hati,
pankreas, keganasan terutama dengan metastasis, anemia hemolitik dan leukemia.
7. Elektrolit
Elektrolit Dalam Darah / Tubuh
Elektrolit yang terdapat pada cairan tubuh akan berada dalam bentuk ion bebas (free
ions). Secara umum elektrolit dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu kation dan anion. Jika
elektrolit mempunyai muatan positif (+) maka elektrolit tersebut disebut sebagai kation

sedangkan jika elektrolit tersebut mempunyai muatan negatif (-) maka elektrolit tersebut disebut
sebagai anion. Contoh dari kation adalah natrium (Na+) dan nalium (K+) & contoh dari anion
adalah klorida (Cl- ) dan bikarbonat (HCO3- ).
Elektrolit - elektrolit yang terdapat dalam jumlah besar di dalam tubuh antara lain adalah
natrium (Na+), kalium (K+ ), kalsium (Ca+), magnesium (Mg+), klorida (Cl-), bikarbonat
(HCO3-), fosfat (HPO42-) dan sulfat (SO42-). Di dalam tubuh manusia, kesetimbangan antara
air (H2O) - elektrolit diatur secara ketat agar sel-sel dan organ tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Pada tubuh manusia, elektrolit-elektrolit ini akan memiliki fungsi antara lain dalam
menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur pendistribusian cairan ke dalam kompartemen badan
air (bodys fluid compartement), menjaga pH tubuh dan juga akan terlibat dalam setiap reaksi
oksidasi dan reduksi serta ikut berperan dalam setiap proses metabolisme.
Elektrolit merupakan Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Di dalam tubuh ada berbagai macam elektrolit beserta fungsi dan
letak yang berbeda. Elektrolit di dalam tubuh dibedakan menjai 2 (dua), yaitu :
1. KATION
Merupakan ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Di dalam tubuh yang
termasuk elektrolit kation adalah :
a. Natrium (Na+)
Natrium adalah zat mineral yang kita andalkan sebagai pembentuk garam didalam tubuh
dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf dan tekanan osmosis pada sel yang
menjaga keseimbangan cairan sel dengan cairan yang ada disekitarnya.
Letak Natrium (Na) terbanyak di Extra seluler (CES). Volume cairan ekstraseluler diatur
keseimbangannya melalui mekanisme homeostasis.
Fungsi Natrium bagi tubuh adalah sebagai berikut.

Membantu mempertahankan keseimbangan air, asam dan basa dalam cairan


ekstraseluler.

Sebagai bahan penyusun dari cairan (getah) pankreas, empedu, dan keringat.

Peranan penting dalam kontraksi otot dan fungsi syaraf.

Memainkan peranan khusus dalam penyerapan karbohidrat.

Natrium diatur oleh intake garam, aldosteron, dan pengeluaran urine.Kadar Normal
Natrium (Na) dalam tubuh : 135-148 mEq/lt.

b. Kalium (K+)
Merupakan Kation utama intra seluler (CIS). Kalium dalam makanan dan dalam tubuh
ditemukan dalam bentuk ion K+, baik dalam larutan ataupun dalam bentuk garam. Kalium
ditemukan banyak dalam makanan, terutama pada buah-buahan dan sayuran. Kalium banyak
terdapat dalam bayam, pisang, jamur, brokoli, susu, daging, tomat, jeruk, kol, dan asparagus.
Fungsi kalium bagi tubuh adalah sebagai berikut.

Merupakan bagian integral dan esensial tiap sel dan dibutuhkan untuk pertumbuhan sel.

Dalam sel kalium membantu banyak reaksi biokimia seperti pelepasan energi dari
makanan, sintesis glikogen dan protein.

Mengatur tekanan osmotik dalam sel dan mengontrol distribusi air antara cairan
intraseluler dan ekstraseluler.

Menjaga keseimbangan asam-basa.

Dibutuhkan untuk mengantarkan gelombang saraf untuk membuat gerakan otot lebih
terkontrol juga membantu untuk memperlebar pembuluh darah ketika berolahraga
sehingga memperlancar aliran darah untuk membuang panas lebih cepat

Ikut dalam pelepasan insulin dari pankreas.

Bersama magnesium (Mg2+) penting dalam relaksasi otot yang merupakan lawan dari
stimulasi otot oleh Ca2+.

Rasio 1:1 antara Na/K dapat menjaga efek asupan natrium yang tinggi. Kadar Normal Kalium
(K+) dalam tubuh : 3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium (Ca2+)
Kalsium atau disebut juga zat kapur adalah zat mineral yang mempunyai fungsi dalam
membentuk tulang dan gigi serta memiliki peran dalam vitalitas otot pada tubuh, Bersama
sama dengan posfor berguna untuk memperkuat tulang kontraksi otot dan mengatur detak
jantung.
Fungsi Kalsium bagi tubuh :

Mengaktifkan syaraf.

Melancarkan peredaran darah.

Melenturkan otot.

Menormalkan tekanan darah.

Menyeimbangkan keasama darah.

Menjaga keseimbangan cairan tubuh.

Mengatasi diabetes (mengaktifkan pankreas).

Membantu mineralisasi gigi dan mencegah pendarahan akar gigi.

Mengatasi kram, nyeri pinggang.

Kadar Kalsium dalam tubuh diatur oleh parathyroid dan thyroid.

d. Magnisium (Mg2+)

Magnesium merupakan kation terbanyak kedua di CIS. Fungsi magnesium yang utama
adalah melenturkan pembuluh darah dan membantu menghilangkan timbunan lemak yang
terjadi pada dinding sebelah dalam dari pembuluh darah. Juga berfungsi sebagai zat yang
membentuk sel darah merah berupa zat pengikat oksigen dan haemoglobin
Fungsi Magnesium lainnya yaitu :
Membantu relaksasi otot

Membantu transmisi sinyal syaraf

Memproduksi dan mendistribusi energi

Berperan penting dalam sintesa protein

Sebagai Co Faktor membantu enzim yang merupakan katalisator lebih dari 300 reaksi
biokimia termasuk mengatur suhu tubuh manusia

Kadar normal Magnesium dalam tubuh : 1,5-2,5 mEq/lt

ANION
Merupakan ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan.Di dalam tubuh yang
termasuk elektrolit anion ialah :
a. Clorida (Cl-)
Ion Cl merupakan anion yang paling banyak terdapat dalam cairan ektraseluler (CES). Di
dalam tubuh terdapat sekitar 0,15 persen ( 1,9 gram per kg berat badan). Cairan cerebrospinal
dan lambung mengandung Cl lebih banyak. Otot dan syaraf kandungannya rendah. Ion Cl juga
terdapat pada CIS walupun jumlahnya tak sebanyak pada CES.
Fungsi khlorida bagi tubuh adalah sebagai berikut.
Memainkan peranan penting dalam regulasi tekanan osmotik, keseimbangan air, dan
keseimbangan asam-basa.
Dibutuhkan untuk produksi asam HCl di lambung; asam ini penting untuk penyerapan
vitamin B12 dan Fe, untuk mengaktifkan enzim yang memecah pati (karbohidrat), serta untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang masuk lambung bersama-sama dengan makanan
dan minuman.
Kandungan Clorida normal dalam tubuh : 95-105 Eq/lt
b. Bicarbonat (HCO3-)
Bicarbonat teradapat pada CIS dan CES.
Fungsi Bicarbonat bagi tubuh yaitu : Sebagai buffer
c. Fosfat
Dalam kimia, sebuah fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri dari satu
atom fosforus dan empat oksigen. Fosfat merupakan anion buffer pada CIS dan CES. Fungsi
Fosfat dalam tubuh sebagai berikut:
peningkat kegiatan neuromuskuler.
Metababolisme Karbohidrat
Buffer dalam darah dan cairan tubuh.
Akibat Kelebihan atau Kekurangan Elektrolit dalam Tubuh

1. Hiperkalemia
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
kalium darah lebih dari 5 mEq/L darah.
Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium
yang rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem
konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi
tidak normal dan jantung akan berhenti berdenyut.
PENYEBAB
Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik.
Mungkin penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang menghalangi
pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, spironolactone dan ACE inhibitor.
Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh penyakit Addison, dimana kelenjar adrenal tidak dapat
menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan kelenjar adrenal semakin
sering menyebabkan hiperkalemia.
Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan hiperkalemia berat. Karena itu
orang-orang dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya
akan kalium.
Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba
dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel.
Hal ini bisa terjadi bila:
Sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas)
Terjadi luka bakar hebat
Overdosis kokain.
Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui kemampuan ginjal untuk
membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal.
GEJALA
Hiperkalemia ringan menyebabkan sedikit gejala. Gejalanya berupa irama jantung yang
tidak teratur, yang berupa palpitasi (jantung berdebar keras). Penderita merasa sesak napas.
Gejala ini timbul pada kadar kalium > 7 mEq/liter atau kenaikan yang terjadi dalam waktu
cepat.
DIAGNOSA
Biasanya hiperkalemia pertama kali terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin atau
karena ditemukannya perubahan pada pemeriksaan EKG.
PENGOBATAN
Pengobatan harus segera dilakukan jika kalium meningkat diatas 5 mEq/L pada seseorang
dengan fungsi ginjal yang buruk atau diatas 6 mEq/L pada seseorang dengan fungsi ginjal yang
normal.
Kalium bisa dibuang dari tubuh melalui saluran pencernaan atau ginjal ataupun melalui
dialisa. Kalium dapat dibuang dengan merangsang terjadinya diare dan dengan menelan sediaan
yang mengandung resin pengisap kalium. Resin ini tidak diserap di saluran pencernaan,
sehingga kalium keluar dari tubuh melalui tinja. Bila ginjal berfungsi dengan baik, diberikan
obat diuretik untuk meningkatkan pengeluaran kalium.
Jika diperlukan pengobatan segera, dapat diberikan larutan intravena yang terdiri dari kalsium,
glukosa atau insulin.
Kalsium membantu melindungi jantung dari efek kalium konsentrasi tinggi, meskipun efek ini
hanya berlangsung beberapa menit saja.

Glukosa dan insulin memindahkan kalium dari darah ke dalam sel, sehingga menurunkan
konsentrasi kalium darah. Jika pengobatan ini gagal atau jika terjadi gagal ginjal, mungkin perlu
dilakukan dialisa.
2. Hipokalemia
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
PENYEBAB
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah
terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu
banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat
pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus besar).
Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium banyak
ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa
alasan.
Yang paling sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan
ginjal membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan.
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar hormon kostikosteroid
termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang menyebabkan ginjal mengeluarkan
kalium dalam jumlah besar.
Ginjal juga mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu. Penderita
sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir dengan penyakit ginjal
bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium terganggu.
Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol, terbutalin dan
teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia.
Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia.
GEJALA
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang
lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan
bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit
jantung.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam kalium (kalium klorida) peroral.Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan dalam dosis kecil,
beberapa kali sehari.
Sebagian besar orang yang mengkonsumsi diuretik tidak memerlukan tambahan kalium.
Tetapi secara periodik dapat dilakukan pemeriksaan ulang dari konsentrasi kalium darah
sehingga sediaan obat dapat diubah bilamana perlu.
Pada hipokalemia berat, kalium bisa diberikan secara intravena. Hal ini dilakukan dengan
sangat hati-hati dan biasanya hanya dilakukan di rumah sakit, untuk menghindari kenaikan
kadar kalium yang terlalu tinggi.
3. Hipernatremia
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana kadar
natrium dalam darah lebih dari 145 mEq/L darah.

PENYEBAB
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah
natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara tidak normal jika kehilangan
cairan melampaui kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit air.
Konsentrasi natrium darah yang tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang
tidak merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat
memperoleh air yang cukup untuk minum.
Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan:

Fungsi ginjal yang abnormal

Diare

Muntah

Demam

Keringat yang berlebihan.

Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut.Pada orang tua biasanya rasa haus
lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan dengan anak muda.
Usia lanjut yang hanya mampu berbaring di tempat tidur saja atau yang
mengalami demensia (pilkun), mungkin tidak mampu untuk mendapatkan cukup air walaupun
saraf-saraf hausnya masih berfungsi. Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk
memekatkan air kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik.
Orang tua yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak air, memiliki
resiko untuk menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau jika mereka sakit dan
tidak minum cukup air.
Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada orang tua. Hampir
separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah sakit karena hipernatremia meninggal.
Tingginya angka kematian ini mungkin karena penderita juga memiliki penyakit berat yang
memungkinkan terjadinya hipernatremia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu banyak air, seperti
yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar hipofisa mengeluarkan terlalu sedikit
hormonantidiuretik (hormon antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak
memberikan respon yang semestinya terhadap hormon. Penderita diabetes insipidus jarang
mengalami hiponatremia jika mereka memiliki rasa haus yang normal dan minum cukup air.
Penyebab utama dari hipernatremi:
Cedera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa
Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemiadan hipokalemia)
Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretik)
Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat berlebihan)
Penyakit sel sabit
Diabetes insipidus.
GEJALA
Gejala utama dari hipernatremia merupakan akibat dari kerusakan otak.
Hipernatremia yang berat dapat menyebabkan:
kebingungan
kejang otot
kejang seluruh tubuh
koma
kematian.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Hipernatremia diobati dengan pemberian cairan. Pada semua kasus terutama kasus ringan,
cairan diberikan secara intravena (melalui infus).
Untuk membantu mengetahui apakah pembelian cairan telah mencukupi, dilakukan
pemeriksaan darah setiap beberapa jam.
Konsentrasi natrium darah diturunkan secara perlahan, karena perbaikan yang terlalu cepat bisa
menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Pemeriksaan darah atau air kemih tambahan dilakukan untuk mengetahui penyebab tingginya
konsentrasi natrium.Jika penyebabnya telah ditemukan, bisa diobati secara lebih spesifik.
Misalnya untuk diabetes insipidus diberikan hormon antidiuretik vasopresin
4. Hiponatremia
Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah) adalah konsentrasi natrium yang lebih kecil
dari 136 mEq/L darah.
PENYEBAB
Konsentrasi natrium darah menurun jika natrium telah dilarutkan oleh terlalu banyaknya
air dalam tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang minum air dalam jumlah
yang sangat banyak (seperti yang kadang terjadi pada kelainan psikis tertentu) dan pada
penderita yang dirawat di rumah sakit, yang menerima sejumlah besar cairan intravena. Jumlah
cairan yang masuk melebihi kemampuan ginjal untuk membuang kelebihannya.
Asupan cairan dalam jumlah yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari), bisa menyebabkan
hiponatremia pada orang-orang yang ginjalnya tidak berfungsi dengan baik, misalnya pada
gagal ginjal.
Hiponatremia juga sering terjadi pada penderita gagal jantung dan sirosis hati, dimana
volume darah meningkat. Pada keadaan tersebut, kenaikan volume darah menyebabkan
pengenceran natrium, meskipun jumlah natrium total dalam tubuh biasanya meningkat juga.
Hiponatremia terjadi pada orang-orang yang kelenjar adrenalnya tidak berfungsi (penyakit
Addison), dimana natrium dikeluarkan dalam jumlah yang sangat banyak.
Pembuangan natrium ke dalam air kemih disebabkan oleh kekurangan hormon aldosteron.
Penderita Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormone (SIADH) memiliki
konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisa di dasar otak mengeluarkan terlalu
banyak hormon antidiuretik.
Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh menahan air dan melarutkan sejumlah natrium dalam
darah.

Penyebab SIADH:

Meningitis dan ensefalitis

Tumor otak

Psikosa

Penyakit paru-paru (termasuk pneumonia dan kegagalan pernafasan akut)

Kanker (terutama kanker paru dan pankreas)

Obat-obatan:

chlorpropamide (obat yang menurunkan kadar gula darah)

Carbamazepine (obat anti kejang)

Vincristine (obat anti kanker)

Clofibrate (obat yang menurunkan kadar kolesterol)

Obat-obat anti psikosa

Aspirin, ibuprofen dan analgetik lainnya yang dijual bebas

Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan).

GEJALA
Beratnya gejala sebagian ditentukan oleh kecepatan menurunnya kadar natrium darah.
Jika kadar natrium menurun secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul
sampai kadar natrium benar-benar rendah. Jika kadar natrium menurun dengan cepat, gejala
yang timbul lebih parah dan meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung timbul.
Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala
awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap,
dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).
Sejalan dengan makin memburuknya hiponatremia, otot-otot menjadi kaku dan bisa terjadi
kejang.Pada kasus yang sangat berat, akan diikuti dengan stupor (penurunan kesadaran
sebagian) dan koma.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan darah dan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Hiponatremia berat merupakan keadaan darurat yang memerlukan pengobatan segera.
Cairan intravena diberikan untuk meningkatkan konsentrasi natrium darah secara
perlahan.Kenaikan konsentrasi yang terlalu cepat bisa mengakibatkan kerusakan otak yang
menetap.
Asupan cairan diawasi dibatasi dan penyebab hiponatremia diatasi.
Jika keadaannya memburuk atau tidak menunjukkan perbaikan setelah dilakukannya
pembatasan asupan cairan, maka pada SIADH diberikan demeclocycline atau diuretik thiazide
untuk mengurangi efek hormon antidiuretik terhadap ginjal
8. Drug Monitoring
Therapeutic Drug Monitoring (TDM) didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan
antara konsentrasi obat dalam cairan biologi dan efeknya, yang mungkin dapat berguna bagi
pelayanan pasien (patient care). TDM merupakan proses pengukuran konsentrasi obat di dalam
plasma (absorbs, distribusi, metabolisme) dalam rangka penyesuaian dosis obat agar
penggunaan obat dapat efektif dan aman. Tujuan utama dilakukannya TDM adalah untuk
meningkatkan outcome klinis pasien. Karena melalui TDM variasi faktor-faktor farmakokinetik
yang mempengaruhi aksi obat dalam tubuh pasien dapat dikurangi dengan adanya penyesuaian
dosis melalui pemantauan konsentrasi obat dalam plasma.

PENGERTIAN TDM
Menurut The International Association for Therapeutic Drug Monitoring and Clinical
Toxicology, Therapeutic Drug Monitoring didefinisikan sebagai pengukuran yang dilakukan di
laboratorium dengan parameter yang sesuai yang dapat mempengaruhi prosedur pelaksanaan.
Pengukuran tersebut dilakukan pada sekelompok obat tertentu dimana memiliki hubungan
lansung antara konsentrasi obat dalam serum dan respon farmakologi dan yang diukur adalah
matriks biologi dari xenobiotik, maupun komponen endogen yang memiliki karakterisasi
hampir sama dengan fisiologi dan patofisiologi dengan individu yang mendapatkan terapi.
PROSES TDM
Tim dari TDM antara lain ahli farmakologi klinik, farmasi klinik, ahli analisis dan tenaga
kesehatan yang terlibat dalam pelayanan kesehatan pasien termasuk dokter maupun perawat.
Proses TDM terdiri dari empat komponen utama yang dimulai dan diakhiri dengan pelayanan
pasien (patient care). Komponen tersebut meliputi pre analisis, analisis, post analisis dan
pengaturan lingkungan. Pengaturan lingkungan merupakan kondisi dan atmosfer disekitar
proses analisis. Pre analisis terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dimulai dengan munculnya
pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi medis pasien, pertanyaan tersebut muncul setelah
klinisi melakukan observasi terhadap pasien. Tahap kedua, klinisi menentukan tes yang
mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, Tahap ketiga yaitu klinisi meminta hasil tes dari
pasien, dan tahap yang terakhir klinisi mengambil sampel dan dikirim ke laboratorium klinis
untuk dianalisis.
Komponen analisis, terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu preparasi sampel meliputi
kegiatan pengiriman sampel ke tempat analisis dan pemisahan serum atau plasma dari sel darah
untuk dianalisis. Tahap kedua, melakukan analisis dengan menggunakan metode yang sesuai.
Tahap ketiga yaitu memverifikasi hasil analisis obat.
Komponen post analisis memiliki empat tahap. Tahap pertama, melaporkan hasil berupa
hardcopy atau softcopy atau dalam bentuk keduanya. Tahap kedua merupakan tahap pendugaan
terhadap hasil untuk memberikan solusi dari pertanyaan awal yang muncul pada komponen
pertama. Tahap ketiga yaitu klinisi mengambil tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelayanan pasien (patient care). Gambar dibawah ini merupakan proses TDM yang dirujuk dari
Barr and Schumacher (1995).
FUNGSI TDM
TDM memiliki beberapa fungsi antara lain dalam hal pemilihan obat, perancangan aturan
dosis, penilaian respon penderita, pemantauan konsentrasi obat dalam serum, penilaian secara
farmakokinetik kadar obat, penyesuaian kembali aturan dosis, dan adanya persyaratan khusus.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TDM
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dilakukannya TDM, antara lain :
1. faktor yang berhubungan dengan profil obat dalam darah
2. meliputi kesalahan dosis, dosis terlewat, profil darah tidak sesuai dengan pemberian
dosis, waktu pemberian infus tidak tepat, profil pemberian infus menjadi prioritas
karena adanya pemberian obat lain, dan profil darah yang tergambar didapat dari
pengambilan darah pada vena yang sama dengan pemberian infuse.
3. faktor yang berhubungan dengan dasar farmakokinetik
4. meliputi level obat dalam darah yang diinginkan bukan steady state, level obat dalam
darah yang diinginkan tidak sesuai dengan waktu pemberian dosis, metabolit aktif tidak
ikut terhitung, absorbsi yang rendah karena beberapa alasan, gambaran level obat dalam
darah sempurna sebelum distribusi ke tempat aksi, status cairan tubuh berubah (udem,
dehidrasi), penggunaan obat pada pasien dengan berat badan tidak normal, adanya
perubahan signifikan pada fungsi liver atau ginjal, adanya perubahan signifikan pada

persentase obat dalam bentuk bebas dan terikat, perubahan jumlah enzim untuk
metabolisme obat, dan interaksi obat.
5. faktor yang berhubungan dengan data laboratorium
6. meliputi kemampuan uji yang tidak terjamin, adanya permintaan data masukan atau
penafsiran data, metabolit aktif tidak terukur, gangguan saat uji, dan pengumpulan atau
penyimpanan spesimen tidak terjamin.
TARGET TDM
Beberapa hal yang menjadi target dilakukannya TDM antara lain :
1. Jika penderita tidak memberikan reaksi terhadap terapi obat seperti yang diharapkan,
maka obat dan aturan dosis hendaknya ditinjau kembali dari segi kecukupan, ketelitian,
dan kepatuhan penderita. Dokter hendaknya menentukan perlu atau tidak konsentrasi
obat dalam serum penderita diukur, karena tidak semua respon penderita dikaitkan
dengan konsentrasi obat dalam serum. Contoh : alergi dan rasa mual ringan.
2. Bila therapeutic window suatu obat sempit, maka individualisasi dosis menjadi sangat
penting, karena perbedaan dosis yang kecil saja sudah dapat menimbulkan perbedaan
nyata dalam respon pasien.
3. Dalam beberapa kasus, patofisiologi penderita mungkin tidak stabil, apakah membaik
atau memburuk, misalnya klirens ginjal terhadap obat
4. Pasien dengan penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kadar obat di dalam darah.
5. Jika pasien menggunakan obat tertentu.

Anda mungkin juga menyukai