Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat
(Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang
berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing
(Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat
yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.1

2.1.2 Epidemiologi
12

13

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama
pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia
pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6
dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

2.1.3 Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.

14

d. Protozoa
Menimbulkan

terjadinya

Pneumocystis

carinii

pneumonia

(CPC).

Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves,


2001)2
Tabel 1. Etiologi sesuai kelompok usia
Usia
Lahir 20 hari

Etiologi yang sering


Bakteri
E.Colli,

Etiologi yang jarang


Bakteri

Streptococcus Streptococcus

grupB,

grup D,

Lysteria H.influenza,

Monocytogenes

Streptococcus
pneumoniae
Virus

3 minggu 3 bulan

CMV, HMV
Bakteri

Bakteri
Clamidia

trachomatis, Bordetella

pertusis,

Streptococcus

influenza

tipe

pneumoniae

Moraxella

Virus

Staphylococcus aureus

H
B,

catarhalis,

Adenovirus, H.Influenza, Virus


4 bulan 5 tahun

Para influenza 1,2,3


Bakteri
Clamidia

CMV
Bakteri

pneumoniae, H

influenza

tipe

mycoplasma pneumonia, Moraxella

catarhalis,

streptococcus

Staphylococcus

pneumoniae

Neisheria Meningitides

Virus

Virus

Adenovirus,

B,

aureus,

Rinovirus, Varisela zooster

H.influenza,
5 tahun remaja

Parainfluenza
Bakteri
Clamidia

Bakteri

pneumoniae, H.influenza,

Legionella

15

Mycoplasma

sp,

Staphylococcus

pneumoniae,

aureus

streptococcus

Virus

pneumoniae

Adenovirus

2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)

16

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

17

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
2.1.5 Manifestasi Klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
2.1.6 Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala
dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan
penunjang.

18

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian


atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung
(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus
yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus
sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin
pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000
40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi

19

pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Kultur


dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
LED meningkat5
o Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau
beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti
pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke
arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

Pneumonia sangat berat :


bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia berat :
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia :
bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
-

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

20

> 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

Bukan Pneumonia :
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

2.1.7 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan
uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu
yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi
maka yang biasanya diberikan Ampicillin: 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4
dosis, ditambah dengan kloramfenikol 25-50 mg/kgBB/hari (<6 bulan), 50-75
mg/kgBB/hari (> 6 bulan) atau gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
Pemberian antibiotika berdasarkan derajatnya :
a. Pneumonia Ringan
- Amoksisilin 25mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis diberikan selama 3 hari
- Kotrimoksazol (trimetropim 4 mg/kgBB sulfametoksazol
20mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis diberikan selama 5 hari
b. Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriaxon 50 mg/kgBB secara intravena setiap 12 jam
- Ampisilin 50mg/kgBB secara intamuskular setiap 6 jam dan
Gentamisin 7,5mg/kgBB/hari
Pemberian antibiotik selama 10 hari pada pasien tanpa komplikasi
Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan
campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah
larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat
kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah
arteri. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.6

21

Tabel II. pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi


Mikroorganisme
Streptokokus dan StafilokokusM. Penicilin
Pneumonia
H. Influenza

50.000-100.000

unit/hari

IV

atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM


atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau

Klebsiella dan P. Aeruginosa


Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin

2.1.8 Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan
sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 30% dan bervariasi dengan lamanya
sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang
memadai serta adanya penyakit yang menyertai. Interaksi sinergis antara
malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek
keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi

22

bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar


dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.7
2.1.9 Komplikasi
Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi
yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, Kompliasi lain ialah seperti Meningitis,
Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
2.2 Diare
2.2.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan betambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi
tinja(menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir. Diare akut adalah
buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4
kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis
atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare , tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum
sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara
eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air
besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak
seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3
kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.
Secara klinik, dibedakan atas tiga macam sindrom diare, yaitu:
1. Diare cair akut
Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari
(kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja yang lunak atau
cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas.

23

Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan


berkurang juga mengakibatkan kurang gizi. Kematian terjadi karena
dehidrasi. Penyebab terpenting diare cair akut pada anak-anak adalah:
rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter
jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholerae, Salmonella.

2. Disentri
Adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab utama disentri akut
adalah Shigella. Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri yang
serius pada dewasa muda tapi jarang pada anak. Akibat penting disentri
antara lain ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan
kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif.
3. Diare persisten
Adalah diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari
14 hari. Dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat
badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dapat dalam jumlah yang
banyak sehingga ada resiko mengalami dehidrasi. Tidak ada penyebab
mikroba tunggal untuk diare persisten.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Sekitar 70-90% penyebab diare saat ini telah dapat diketahui dengan pasti. Telah
banyak diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah rotavirus.
Rotavirus diperkirakan sebagai penyebab diare cair akut pada 20-80% anak di
dunia. Penelitian yang dilakukan di 6 rumah sakit di Indonesia menunjukkan
bahwa sekitar 55% kasus diare akut pada balita disebabkan oleh rotavirus. Baik di
negara maju maupun negara berkembang, rotavirus masih merupakan penyebab
tertinggi diare pada balita. Di Amerika Serikat, didapatkan sekitar 2,7 juta anak di
bawah 5 tahun menderita diare rotavirus setiap tahunnya. Dari data tersebut dapat

24

disimpulkan bahwa infeksi rotavirus tidak banyak terpengaruh oleh status


higienitas. Ada beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella dan
-

sebagainya
Infeksi virus : Enterovirus ( virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus dan sebagainya


Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

lamblia, Trichomonas hominis ), Jamur ( Candida albicans)


b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi
laktosa.
b. Malabsorpsi lemak terutama lemak jenuh
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis
5. Rasa takut dan cemas
Sekitar 10% episode diare akut pada anak kurang dari 5 tahun, disertai
darah pada tinjanya. Dibandingkan dengan diare cair akut, diare akut berdarah
biasanya lebih lama sembuh dan berhubungan dengan komplikasi yang lebih
banyak.
Penyebab Diare Akut yang Paling Sering pada Bayi dan Anak
Penyebab
Rotavirus

Insiden
Patogenesis
Keterangan
Penyebab hingga Bersifat sitopatik Diare disertai
50% diare pada

pada sel epitel

muntah

anak berumur 6-

usus halus

demam

dan

25

24 bulan

serotip

Penyebab

5-10%

rotavirus

jumlah

semua

manusia sudah

diare

dalam

diketahui yaitu

masyarakat

serotipe A,B,C

Infeksi

Penyebarannya

asimptomatik

melalui

juga

oral

dapat

fekal-

terjadi pada bayi


dan

orang

dewasa
di

penting

pada

musim

seluruh dunia
Enterotoxigenic E Kuman patogen Menghasilkan
yang

paling

tinggi

Prevalen

coli (ETEC)

Insiden

dingin

atau hujan
Penyebab

enterotoksin

tersering

pada bayi dan

yang tahan panas

travellers

orang dewasa

(ST)

diarrhea

Menyebabkan

tak

tahan panas (LT) Biasanya

sampai

25%

jumlah

semua

diare

dan

pada

semua golongan

yang

ditularkan

menyebabkan

melalui

diare dari sekresi

makanan

usus halus

minuman

atau

umur di negara
Shigella

berkembang
Penyebab sampai Sindrom
10%

jumlah

diare akut pada


anak balita
Juga terjadi pada
anak yang lebih
besar dan orang

disentri Shigella

flexneri

karena invasi ke

paling

usus besar

terjadi di negara

Diare usus halus

sering

berkembang

yang dicetuskan Penyebaran


enterotoksin

umumnya
manusia

dari
ke

26

dewasa

manusia, jarang
melalui
makanan

atau

air.
Shigella
dysentriae
menyebabkan
epidemi
angka

dengan
kematian

yang

tinggi,

umumnya

kebal

terhadap beberapa
Vibrio cholera

Di daerah endemis Menyebabkan

macam antibiotika
Muncul sebagai

kolera, umumnya

diare sekretorik

penyebab diare

pada

anak

dari usus halus

epidemi karena

berumur

2-10

karena

penyebaran

tahun

adanya

enterotoksin

Vibrio
El

cholera

Tor

yang

Di daerah yang

telah terjadi ke

baru terjangkiti,

beberapa negara

biasanya dimulai

di dunia

pada

orang

dewasa

ditularkan

Hanya sekitar 510%


penderita
dirawat

jumlah
yang
dari

semua golongan
umur
keadaan

Biasanya

dalam
non

melalui
makanan
air

atau

27

epidemi
Salmonella

non Di

typhoid

Menyebabkan

negara Penyerangan
intraseluler

berkembang
sampai

10% epitel ileum

jumlah

diare

pada

diare akut dan


demam
Biasanya

pada anak

ditularkan

Insiden bertambah

melalui

dengan

makanan,

perkembangan

terutama bahan

sosial ekonomi

makanan
berasal

yang
dari

hewan
Kebal

terhadap

beberapa macam
antibiotika
5- Mungkin bersifat Dapat

Campylobacter

Menyebabkan

jejuni

15% jumlah diare ainvasif dan atau

menyebabkan

di seluruh dunia

menghasilkan

diare cair atau

enterotoksin

disentri dengan
demam
Biasanya
ditularkan
melalui
makanan
terutama bahan
makanan
berasal
hewan

yang
dari

28

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara


lain: tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
eneteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis,
diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. didaerah

29

tropic (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi


sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.

2.2.3 Klasifikasi
Semua akibat diare cair disebabkan karena kehilangan air dan elektrolit
tubuh melalui tinja. Kehilangan sejumlah air dan elektrolit bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Kehilangan tersebut
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan kekurangan kalium.
Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
penurunan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskuler dan kematian.
Penilaian dehidrasi pada anak:
Penilaian

Lihat : Keadaan umum

Baik, sadar

Gelisah, rewel

Lesu
lunglai/tidak
sadar

Mata

Normal

Cekung

Sampai

cekung

&kering
Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Rasa haus

Minum

Haus,

biasa,tidak haus

minum banyak

ingin Malas

minum

atau tidak bisa


minum

Periksa : Turgor kulit

Kembali cepat

Kembali lambat

Kembali

sangat

lambat
Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi

Dehidrasi Berat.

ringan/sedang.

Bila ada 1 tanda

Bila ada 1 tanda di atas ditambah

30

di atas ditambah 1/
1/lebih

lebih

tanda

tanda lain

lain
Terapi

Rencana terapi Rencana


A

terapi Rencana terapi C

Tabel 3. Penilaian penderita dehidrasi1

Terdapat dua/lebih dari tanda-tanda


berikut ini :

DEHIDRASI BERAT

* Letargis atau tidak sadar


* Mata cekung
* Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lamabat
Terdapat dua atau lebih dari tandatanda berikut ini :
* Gelisah, rewel

DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

* Mata cekung
* Haus, minum dengan lahap
* Cubitan kulit perut kembalinya
Lambat
Tidak ada cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan

sebagi

berat atau ringan/sedang

dehidrasi

TANPA DEHIDRASI

Tabel 4. Penilaian dehidrasi menurut MTBS1

31

Kehilangan berat badan


- Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan BB 2 %
- Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan BB 2 - 5 %
- Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan BB 5 -10 %
- Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan BB > 10%
Skor Maurice King
Bagian

tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan

yang diperiksa

Keadaan umum

Sehat

Gelisah,

2
cengeng, Mengigau,

apatis, mengantuk

koma/syok

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

UUB

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering & sianosis

Denyut

Kuat < 120

Sedang (120-140)

Lemah > 140

nadi/menit

Berdasarkan nilai skor dapat ditentukan derajat dehidrasi :

Nilai 0 -2 : dehidrasi ringan

Nilai 3 -6 : dehidrasi sedang

Nilai 7 -12 : dehidrasi berat1

2.2.5 Patogenesis

Patogenesis diare akibat virus

32

Rotavirus berkembang biak dalam epitel vili usus halus, menyebabkan


kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang
secara normal mempunyai fungsi absorpsi dan penggantian sementara oleh
sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus
mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan
dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya
absorpsi disakarida terutama laktose. Penyembuhan terjadi bila vili
mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.
Patogenesis diare akibat bakteri
- Penempelan di mukosa
Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus

menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan.


Penempelan terjadi melalui antigen yamg menyerupai rambut getar
(pili atau fimbria). Penempelan di mukosa dihubungkan dengan
perubahan epitel usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas
-

penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan.


Toksin yang menyebabkan sekresi
E.coli enterotoksigenik, V. Cholerae dan beberapa bakteri lain
mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini
mengurangi absorpsi natrium melalui vili dan mungkin meningkatkan
sekresi chloride (Cl-) dari kripta yang menyebabkan sekresi air dan

elektrolit.
Invasi mukosa
Shigella, C.jejuni, E.coli enteroinvasive dan Salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel
mukosa. Ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum.
Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus
superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah
putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan
oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan

juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.


Patogenesis diare akibat protozoa
- Penempelan mukosa

33

G.lamblia menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan


-

pemendekan vili yang kemungkinan menyebabkan diare


Invasi mukosa
E.histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel
mukosa di kolon ( ileum) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus.
Keadaan ini baru terjadi jika strainnya sangat ganas. Pada manusia
90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas dalam hal ini tidak ada
invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala/ tanda-tanda, meskipun kista
amoeba dan trofozoit mungkin ada di dalam tinjanya.

2.2.6 Penegakan Diagnosis


Mula mula bayi dan anak menjadi cengeng, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja
cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah.

Pada diare oleh karena

intoleransi, anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari
laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum / sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering.
Pemeriksaan darah yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan
keseimbangan asam-basa serta pemeriksaan kadar ureum untuk mengetahui
adanya gangguan faal ginjal.
Pemeriksaan tinja dari penderita dengan diare akut dapat mengungkapkan
proses patofisiologi yang mendasarinya dan sangat berharga dalam mempersempit
diagnosis banding yang luas dan dengan demikian dapat mempertajam evaluasi
diagnostiknya

34

Tinja sebaiknya diambil dari tinja yang baru keluar, termasuk komponen
cairnya. Residu yang ada di popok kurang nilai diagnostiknya. Segera setelah
diambil, contoh tinja harus segera diperiksa, sedang yang untuk dibiakkan harus
segera dimasukkan dalam media transport agar kuman patogen yang terkandung
di dalamnya tidak segera mati.
Pada pemeriksaan kasar, warna tinja tidak terlalu banyak menolong, dalam
diagnostic, kecuali bila mengandung lendir atau darah. Terdapatnya mucus yang
berlebihan pada tinja menunjukkan kemungkinan adanya keradangan kolon. Bau
dari tinja jarang pula memberikan nilai diagnostik, walaupun pada kolera terdapat
bau yang spesifik. Terlihatnya parasit pada tinja dapat merupakan petunjuk yang
penting.
Pada uji kimia tinja , malabsorpsi hidrat arang dapat ditentukan dengan
adanya tinja dengan pH rendah dan adanya substansi yang mereduksi (reducing
substances) dengan menggunakan Clinitest. Disakarida seperti sukrosa tidak
memberikan nilai yang positif, untuk itu perlu dipecah dulu dengan cara
menambah HCl dan dipanasi.
Sediaan hapusan tinja pada pemeriksaan mikroskopis membutuhkan
campuran dari sedikit tinja segar dengan beberapa tetes garam fisiologis di bawah
sebuah kaca penutup pada gelas objektif yang menghasilkan lapisan tipis tembus
pandang. Lapisan yang tipis ini berguna untuk melihat adanya parasit seperti
Giardia lamblia dan atau Amoeba. Leukosit dalam tinja tidak terlihat pada infeksi
dengan virus, giardia dan diare osmotik.
2.2.7 Penatalaksanaan
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan:
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah

35

diare
4. Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc
1) Rehidrasi
Salah satu komplikasi diare yang paling sering terjadi adalah dehidrasi.
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai memberikan cairan
rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur atau air sup. Bila
terjadi dehidrasi, anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat yaitu dengan oralit. Komposisi
cairan rehidrasi oral sangat penting untuk memperoleh penyerapan yang
optimal.
Cairan Rehidrasi Oral (CRO) yang dianjurkan WHO selama 3 dekade
terakhir ini menggunakan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada diare, karena
kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus.
CRO selain murah, mudah digunakan juga aman. Sesuai dengan anjuran
WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan formula baru yaitu
komposisi Natrium 75 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Klorida 65 mmol/L,
Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total osmolaritas 245 mmol/L.
Rehidrasi disesuaikan derajat dehidrasi yang sudah ditentukan.
Di masyarakat, masih beredar oralit dengan formulasi lama yaitu oralit
yang mengandung Natrium sebanyak 90 mmol/L, Kalium 20 mmol/L, Sitrat
10 mmol/L, Klorida 80mmol/L, Glukosa 111mmol/L dengan total osmolaritas
311mmol/L. Oralit ini kemudian dilarutkan dalam 200ml air matang. Oralit
dengan formulasi lama sebenarnya digunakan untuk pengobatan kolera,
sehingga apabila diberikan untuk diare bukan kolera, maka akan berisiko
terjadinya hipernatremia.
2) Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk pengganti nutrisis yang hilang serta mencegah
agar tidak menjadi gizi buruk. Pada diare berdarah nafsu makan akan

36

berkurang. Adanya perbaikan, nafsu makan menandakan fase kesembuhan.


ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare pada diare cair akut maupun pada
diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.
Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.
3) Suplementasi Zinc
Zinc merupakan mikronutrien yang penting sebagai kofaktor lebih dari
90 jenis enzim. Saat ini zinc telah digunakan dalam pengelolaan diare. Awal
mula penggunaan zinc dalam pengelolaan diare dilatarbelakangi oleh suatu
fakta bahwa meskipun Garam Rehidrasi Oral (Oral Rehydration Salts = ORS)
dapat mengatasi dehidrasi, tidak mampu menurunkan volume, frekuensi dan
durasi diare. Untuk itulah diperlukan suatu metode tambahan untuk
menanggulangi hal tersebut. Diare dapat menurunkan kadar Zinc dalam
plasma bayi dan anak. Pada binatang percobaan, defisiensi zinc menyebabkan
gangguan absorpsi air dan elektrolit. Uji klinik pertama penggunaan zinc
sebagai terapi diare cair akut pada tahun 1988 di India, menunjukkan bahwa
zinc mampu menurunkan durasi dan frekuensi pada anak, terutama anak
dengan penurunan kadar zinc yang berat.
Cara kerja zinc dalam menanggulangi diare masih banyak diteliti.
Beberapa efek zinc yaitu ( Lukacik, 2007):

Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim SOD


terdapat di hamper semua sel tubuh. Dalam setiap sel, ketika terjadi transpor
elektron untuk mensintesis ATP selalu timbul hasil sampingan yaitu anion
superoksida. Anion superoksida merupakan radikal bebas yang sangat kuat
dan dapat merusak semua struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari
kerusakan, setiap sel mengekspresikan SOD. SOD akan mengubah anion
superoksida menjadi H2O2 akan diubah menjadi senyawa yang lebih aman,
yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bias pula diubah menjadi H2O oleh
enzim glutation peroksidase. Tentu saja SOD sangat berperan dalam menjaga
integritas epitel usus.

Secara langsung zinc berperan sebagai antioksidan. Zinc berperan sebagai


stabilisator intramolekuler, mencegah pembentukan ikatan disulfide dan

37

berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe). Tembaga dan besi yang
bebas dapat menimbulkan radikal bebas.

Zinc mampu menghambat Nitric Oxide (NO). Dalam keadaan inflamasi,


termasuk inflamasi usus, maka akan timbul lipopolisakarida (LPS) dari bakteri
dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan IL-1 mampu menginduksi
ekspresi gen enzim nitric-oxideisynthase-2 (NOS-2). NOS-2 selanjutnya
mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit, NO sangat berperan dalam
menghancurkan kuman-kuman yang ditelan oleh sel-sel fagosit itu. Namun
dalam kondisi inflamsi, NO juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat
diinduksi oleh LPS dan IL-1, NO yang berlebihan akan merusak berbagai
macam struktur pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang
reaktif. Dalam usus, NO berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang
dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan enzim
guanilat siklase untuk menghasilkan cGMP. Selanjutnya cGMP akan
mengaktifkan protein kinase C(PKC) dan protein ini akan mengaktifkan atau
menonaktifkan berbagai macam enzim, protein transport dan saluran ion,
denganhasil akhir berupa sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen
usus. Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara
berlebihan sehingga tidak terjadikerusakan jaringan dan tidak terjadi
hipersekresi.

Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam modulasi
sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B, terjadi pembelahan selsel limfosit. Zinc berperan dalam ekspresi enzim timidin kinase. Enzim ini
berperan dalam menginduksi limfosit dalam siklus pembelahan sel, sehingga
pembelahan sel-sel imun dapat berlangsung. Selain itu zinc berperan sebagai
kofaktor berbagai enzim lain dalam transkripsi dan replikasi, dan berperan
dalam factor transkripsi yang dikenal sebagai zinc finger DNA binding
protein.

Zinc berperan dalam aktivasi limfosit T, Karena zinc berperan sebagai


kofaktor dari protein-protein system transduksi sinyal dalam sel T. Aktivasi sel
T terjadi ketika sel T mengenali antigen

38

Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus. Zinc berperan sebagai
kofaktor berbagai faktor transkripsi dalam sel usus dapat terjaga.
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama

dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selam 2-3 bulan. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Dosis Zinc untuk anak-anak:

Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari,

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak sudah sembuh.
Cara pemberian tablet Zinc :

Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,atau oralit.

Untuk anak-anak yang lebih besar zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.

4) Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut kecuali dengan
indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Secara umum tatalaksana pada
disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana
diare akut. Hal khusus mengenai tatalaksana disentri adalah pemberian
antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap Shigella menurut
pola kuman setempat. Obat pilihan untuk pengobatan disentri berdasarkan
WHO 2005 adalah golongan Kuinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 3050 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan
setelah 2 hari pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti
tidak adanya demam, diare berkurang, darah dalam feses berkurang dan
peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan maka amati adanya
penyulit, hentikan pemberian antibiotic sebelumnya dan berikan antibiotic
yang sensitive terhadap shigella berdasarkan area. Jika kedua jenis antibiotika
tersebut di atas tidak memberikan perbaikan maka amati kembali adanya
penyulit atau penyebab selain disentri. Pada pasien rawat jalan dianjurkan
pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim 5 mg/kgBB/hari per
oral.

39

Penderita dipesankan untuk kontrol kembali jika tidak membaik atau


bertambah berat dan muncul tanda-tanda komplikasi yang mencakup panas
tinggi, kejang, penurunan kesadaran, tidak mau makan dan menjadi lemah.
Temuan trofozoit atau kista amuba atau giardia mendukung diagnosis
amebiasis atau giardiasis. Untuk kasus amebiasis diberikan Metronidazol 7,5
mg/kgBB 3 kali sehari sedangkan untuk kasus giardiasis diberikan
metronidazol 5 mg/kgBB sehari selama 5 hari.
Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang muncul
setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama mengarahkan adanya
kemungkinan infeksi Clostridium dificille. Hubungan pola diare dengan pola
pemberian makanan mengarahkan kita untuk berpikir adanya kemungkinan
intoleransi laktosa atau alergi protein susu sapi. Disentri pada bayi muda tanpa
gejala umum yang nyata dapat mengarah pada infeksi Campylobacter jejuni.
Pada bayi kurang dari 2 bulan perlu dipikirkan penyebab bedah seperti
invaginasi dan enterokolitis.
5) Edukasi orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.
Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi,
usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya
dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.
Penatalaksanaan diare dengan menilai derajat dehidrasi dan sesuaikan
dengan rencana pengobatan yang akan dilakukan.
Rencana Terapi A
(Penderita Diare tanpa Dehidrasi)
Gunakan Cara ini untuk Mengajari Ibu :

Teruskan mengobati anak diare di rumah

Berikan terapi awal bila terkena diare


Menerangkan Empat Cara Terapi Diare di Rumah

40

1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah


Dehidrasi

Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan


yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang, gunakan
oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah (Catatan : jika anak berusia
kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih baik diberi
oralit dan air matang daripada makanan cair).

Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti
di bawah.

Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.

2. Beri tablet Zinc


a.

Dosis Zinc untuk anak-anak :

Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

b. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, meskipun anak telah


sembuh dari diare
c. Cara pemberian tablet zinc
Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI
atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
Tunjukkan cara penggunaan tablet Zinc kepada orang tua atau wali anak dan
meyakinkan bahwa tablet zinc harus diberikan selama 10 hari berturut-turut
meskipun anak sudah sembuh.
3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Teruskan ASI
b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan.
Untuk anak kurang dari 6 bulan atau belum mendapat makanan padat,
dapat diberikan susu
c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat :

41

Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur,


daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap
porsi

Berikan sari buah atau pisang halus untuk menambah kalium

Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk


makanan dengan baik

Bujuklah anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari

Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan porsi
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu

4. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut:

Buang air besar cair lebih sering

Muntah terus-menerus

Rasa haus yang nyata

Makan atau minum sedikit

Demam

Tinja berdarah

5. Anak harus diberi oralit di rumah apabila :

Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C

Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk

Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang dating ke petugas
kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Jika akan diberikan larutan oralit di rumah, maka diperlukan oralit dengan

formula baru. Ketentuan Pemberian Oralit Formula Baru :

Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru

Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam

Berikan larutan oralit pada anak setiap buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut :

42

Untuk anak berumur kurang dari 2 tahun : berikan 50-100mL tiap kali
buang air besar

Untuk anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 mL tiap kali
buang air besar

Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan itu harus dibuang

Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit :

Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah usia 2 tahun

Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua

Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih


lama (misalnya satu sendok tiap 2-3 menit)

Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan
cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada
petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit.
Rencana Terapi B
( Penderita Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang)

Pada dehidrasi ringan-sedang, cairan rehidrasi oral diberikan dengan


pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur
jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Umur
Berat Badan
Dalam mL

Lebih dari 4 bulan


< 6 kg
200-400

4-12 bulan
6- < 10 kg
400-700

12 bulan-2 tahun
10 - < 12 kg
700-900

2-5 tahun
12-19 kg
900-1400

Jika anak minta minum lagi, berikan.


Tunjukkan pada orang tua bagaiana cara memberikan rehidrasi oral
a. Berikan minum sedikit demi sedikit
b. Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral
pelan-pelan
c. Lanjutkan ASI kapanpun anak meminta

43

Setelah 4 jam
a. Nilai ulang derajat dehidrasi anak
b. Tentukan tatalaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
c. Mulai beri makan anak di klinik

Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B


a.

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

b. Berikan oralit untuk rehidrasi selam 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A
c. Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
-

Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya

Beri tablet Zinc

Beri makanan untuk mencegah kurang gizi

Kapan anak harus dibawa kembali kepada petugas kesehatan


Rencana Terapi C
(Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat)

Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah Ya, teruskan ke
kanan, bila Tidak, teruskan ke bawah.
Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa
Apakah saudara dapat
menggunakan cairan
IV secepatnya?

Tidak

Ya

minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100


ml/kg BB cairan Ringer Laktat (atau cairan Normal Salin
atau ringer asetat bila ringer laktat tidak tersedia), sebagai
berikut :
Umur
Pemberian pertama
Kemudian
30mL/kg BB
70 mL/kgBB
dalam
dalam
Bayi < 1tahun

1 jam

5 jam

Anak 1-5 tahun

30 menit

2 jam

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum
tercapai, percepat tetesan intravena
Juga berikan oralit (5mL/kgBB/jam)bila penderita bisa
minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak)
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita
menggunakan table penilaian. Kemudian pilihlah rencana
terapi yang sesuai (A,B, atau C) untuk melanjutkan terapi

44

Apakah ada terapi


Apakah
IV terdekat (dalam
30 menit) ?

Ya

Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan


cara memberikannya selama perjalanan

Tidak

Apakah saudara
dapat menggunakan
pipa nasogastrik
untuk rehidrasi ?

Kirim penderita untuk terapi intravena

Ya

Tidak

Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik


atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total
120 mL/kgBB)
Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
- Bila muntah atau perut kembung, berikan cairan pelanpelan
- Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk
penderita untuk terapi intravena
Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi
yang sesuai

Segera rujuk anak


untuk rehidrasi
melalui nasogastrik
atau intravena

Catatan :
-

Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrsi untuk


memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
dengan member oralit.

Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah
saudara maka pikirkan kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang
tepat secara oral setelah anak sadar

2.2.8 Prognosis

45

Di negara berkembang, dengan penanganan yang tepat, prognosisnya


sangat baik

Kematian kebanyakan disebabkan karena dehidrasi berat dan septikemia.


Mudahnya bayi berusia muda (< 2 bulan) menderita sepsis diperkirakan
karena integritas mukosa usus dan daya tahan intestinal belum sebaik anak
yang besar (Santosa, 2007).

Pada bayi pun lebih mudah terjadi dehidrasi akibat kehilangan cairan
karena permukaan area usus per kg BB lebih luas, peran ginjal belum
sempuna dan meningkatnya kecepatan metabolisme tubuh.

2.2.9 Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik )
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram )
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita
juga mengalami kelaparan
2.2.10 Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

46

a. Pemberian ASI yang benar


b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan
sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
d. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan
campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11
bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 625% kematian karena diare pada balita.
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah,
tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare.

Anda mungkin juga menyukai