Anda di halaman 1dari 4

Penyakit Kecacingan

Penyakit kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus, sebagian
besar penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah.Infeksi oleh nematode usus biasanya
berkaitan dengan jeleknya hygiene.Oleh karena itu digolongkan dalam kelompok cacing yang
ditularkan melalui tanah atau Soil-Transmitted Helminths. Yang termasuk dalam kelompok
Soil-Transmitted Helminth adalah nematoda usus Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus)
1. Ascaris lumbricoides:
Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing gelang.Predileksi cacing dewasanya
terdapat di dalam lumen usus halus manusia, tetapi kadang-kadang dijumpai mengembara ke
bagian usus lainnya. Penularan dapat terjadi melalui beberapa cara , yaitu masuknya telur
infektif melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui tangan yang kotor atau
terhirup bersama debu udara yang tercemar telur infektifnya.
Ascaris lumbricoides menyebabkan terjadinya ascariasis yaitu penyakit yang
penularannya terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larvanya yang
berkembang dalam usus halus.Larva ini menembus dinding usus halus, melalui hati
kemudian

ke

paru-paru.Setelah

mencapai

tenggorokan,

lalu

larva

ditelan

dan

berkembangbiak menjadi cacing dewasa di usus halus.Gejala klinik pada ascariasis dapat
ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun larva, cacing dewasa tinggal diantara lipatan
mukosa usus halus dan dapat menimbulkan iritasi sehingga dapat menimbulkan rasa tidak
enak di perut, mual serta sakit perut yang tidak nyata.Kadang-kadang cacing dewasa terbawa
kearah mulut karena regurgitasi dan dimuntahkan, sehingga keluar melalui mulut atau
hidung.Atau dapat masuk ke tuba eustachii.Dinding usus dapat ditembus oleh cacing dewasa
sehingga menyebabkan peritonitis. Cacing dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan
sumbatan pada lumen usus serta toxin yang dihasilkannya akan menimbulkan manifestasi
keracunan misalnya, oedema muka, uticaria dan nafsu makan menurun. Migrasi larva ke paru
dapat menimbulkan eosinofili dan alergi berupa urticaria, gejala infiltrasi paru, sembab pada
bibir serta sindroma Lofflers. Larva yang migrasi ke organ lain dapat menimbulkan
endophthalmitis, meningitis dan encephalitis. Pada anak-anak sering kali terlihat gejala perut
buncit, pucat , lesu, rambut jarang dan berwarna merah serta kurus akibat defisiensi gizi dan
anemia. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW,
1994)

2. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus


Cacing ini dikenal dengan nama cacing tambang. Predileksi cacing dewasanya di
mucosa usus halus, terutama di mucosa duodenum dan jejenum manusia. Kedua species
cacing ini melekatkan diri pada membrane mucosa usus halus dengan menggunakan gigi kitin
atau gigi pemotong dan menghisap darah dari luka gigitannya. (Neva A and Brown
HW.1994 ; Markell EK et al, 1992)
Cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan terjadinya ancylostomiasis yaitu penyakit
yang penularannya terjadi oleh larva yang memasuki kulit yang terluka pada kaki dan
menimbulkan reaksi lokal.Setelah memasuki vena, larva menuju paru-paru dan bronchi
akhirnya ke saluran cerna. Cacing tambang juga mengaitkan diri pada mukosa usus dan
menghisap darah tuan rumah hingga terjadi anemia yang cukup serius.Gejala infeksi cacing
tambang dapat disebabkan oleh larva maupun cacing dewasa. Pada saat larva menembus kulit
terbentuk maculopapula dan erithema yang sering disertai rasa gatal (ground itch). Migrasi
larva ke paru dapat menimbulkan bronchitis atau pneumonitis. Cacing dewasa yang melekat
dan melukai mukosa usus akan menimbulkan perasaan tidak enak di perut, mual dan diare.
Seekor cacing dewasa mengisap darah 0,2 0,3 ml/hari, sehinnga dapat menimbulkan
anemia progresif, hypokromik, mikrositer, type efisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul
setelah tampak adanya anemia, pada infeksi berat, haemoglobin dapat turun hingga 2 gr %,
sesak nafas, lemah dan pusing kepala.Kelemahan jantung dapat terjadi karena perubahan
pada jantung yang berupa hypertropi, bising katub serta nadi cepat.Infeksi pada anak dapat
menimbulkan keterbelakangan fisik dan mental.Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat
dari pada infeksi oleh Necator americanus. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R,
2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)
3. Trichuris trichiura
Cacing ini disebut juga sebagai cacing cambuk.Predileksi cacing ini pada mucosa cecum
manusia.(Neva A and Brown HW, 1994).Cacing Trichuris trichiura menyebabkan terjadinya
trichiuriasis yaitu penyakit yang cara penularannya terjadi melalui makanan dan air yang
terinfeksi. Trichuriasis paling sering menyerang anak usia 1 5 tahun, infeksi ringan
biasanya tanpa gejala. Pada infeksi berat, cacing tersebar ke seluruh colon dan rectum
kadang-kadang terlihat pada mucosa rectum yang prolaps. Infeksi kronis dan sangat berat
menunjukkan gejala-gejala anemia berat, Hb rendah sekali dapat mencapai 3 gr%, karena
seekor cacing setiap hari menghisap darah 0,005 cc, diare dengan feses sedikit dan
mengandung sedikit darah, sakit perut, mual, muntah serta berat badan menurun, kadang-

kadang disertai prolapsus recti. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva
A and Brown HW, 1994)
4. Strongyloides stercoralis
Cacing ini disebut juga dengan cacing benang.Predileksi cacing dewasanya
pada mucosa usus halus terutama duodenum dan jejunum manusia.Cacing Strongyloides
stercoralis menyebabkan terjadinya penyakit strongyloidiasis yang penularannya lewat larva
yang berbentuk benang yang menembus kulit.Larva ini dapat dikenali dalam tinja, yang tidak
mengandung telurnya. Berhubung terjadi auto-reinfeksi, maka cacing dapat bertahan puluhan
tahun lamanya di mukosa bagian atas usus halus Strongylidiasis ringan biasanya tidak
menimbulkan gejala, pada infeksi sedang cacing dewasa betina yang bersarang dalam
mukosa duodenum menyebabkan perasaan terbakar, menusuk-nusuk di daerah epigastrium,
disertai rasa mual , muntah, diare bergantian dengan konstipasi. Pada infeksi berat dan kronis
mengakibatkan berat badan turun, anemi, disentri menahun serta demam ringan yang
disebabkan infeksi bakteri sekunder pada lesi usus.Kematian dapat terjadi akibat
bersarangnya cacing betina di hampir seluruh epithel usus, meliputi daerah lambung sampai
ke daerah colon bagian distal yang disertai infeksi sekunder bakteri.(Natadisastra D dan
Agoes R, 2009).Autoinfeksi mungkin merupakan mekanisme dari terjadinya infeksi jangka
panjang yang menetap dan bertahun-tahun.Parasit dan hospesnyan berada dalam status
keseimbangan sehingga tidak terjadi kerusakan yang berarti. Jika oleh karena sesuatu hal,
keseimbangan ini terganggu dan keadaan imunitas penderita menurun, maka infeksinya akan
meluas dan meningkatkan produksi larva dan larvanya dapat ditemukan pada setiap jaringan
tubuh. Keadaan ini disebut dengan sindroma hiperinfeksi. (Gracia, 1977)
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Kecacingan
Perilaku Buang Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah oleh telur cacing cacing tambang sehingga meningkatkan resiko terinfeksi
terutama pada orang atau anak anak yang tidak memakai alas kaki.Anak yang tinggal dalam
keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun dan tempat lain halaman rumah,
beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih besar disbanding anak yang tinggal dengan
keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di jamban. (Sumanto D, 2010)
Sanitasi rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing tambang, anak
yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko sebesar 3,5 kali lebih besar

terinfeksi cacing tambang dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan
sanitasi yang baik. (Sumanto D, 2010)
Faktor iklim misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin
merupakan faktor penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali. Tingkat
pendidikan yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk , sosio ekonomi yang
rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang berpengaruh. (Wijana DP and Sitisna P,
2000).Di Negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat diberantas, sebaliknya
pada Negara miskin dan terbelakang memperlihatkan prevalensi parasit yang lebih tinggi.
(Onggowaluyo JS,2001)

Daftar Pustaka
Aria G, 2004.Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing
yang Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.UGM.
Brooks GF dkk. 1996. Mikrobiologi Kedoktran. Edisi 20.EGC.Hal.670-678.
Elmi, dkk. 2004. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatera Utara.
Ginting SA. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kecacingan
Pada anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera
Utara. USU Digital Library.
Natadisastra D dan Agoes R. 2009.Parasit Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubung yang
Diserang.EGC.Hal.69-86.
Onggowaluyo JS. 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek
Indentifikasi, Diagnosis dan Klinik.EGC.Hal.11-31.
Palgunadi BU. 1998. Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Usus Dalam Hubungannya
dengan Kejadian Infeksi Cacing Usus.Tesis. Program Pasca Sarjana Unuversitas Airlangga.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik.Airlangga University Press.Hal.71-96.

Anda mungkin juga menyukai