Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

Dry eyes merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidaknyamanan dalam


pengelihatan penderita yang disebabkan karena kekurangan kelembaban, lubrikasi
dan agen dalam mata. Saat ini, dry eyes lebih sering terjadi dibandingkan pada
masa-masa lampau. Hal ini dapat distimulasi oleh berbagai aspek lingkungan
seperti udara yang dapat mengiritasi mata dan lapisan air mata menjadi kering.
Penderita dry eyes sering merasakan ketidaknyamanan dalam mata sehingga
mereka sering mengeluhkan perasaan seperti iritasi, tanda-tanda inflamasi sering
merasa ada benda asing di mata. Penderita dengan Dry eyes kronis didiagnosis
oleh dokter jika keluhan dry eyes terjadi berulang sehingga menurunkan jumlah
air mata yang menyebabkan gejala bertahan dalam periode yang lama. Penderita
dry eyes sering dijumpai pada mereka yang sering menggunakan komputer dalam
jangka panjang.
Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di segala bidang, baik
di perkantoran maupun bagian dari kehidupan pribadi seseorang. Hampir semua
petugas administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan sehari-hari.
Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang dapat mengganggu
kesehatan.
Gangguan kesehatan pada pengguna komputer antara lain kelelahan mata
karena terus menerus memandang monitor atau video display terminal (VDT).
Kumpulan gejala kelelahan pada mata ini disebut Computer Vision Syndrome
(CVS). Gejala-gejala yang termasuk dalam CVS ini antara lain penglihatan kabur,

dry eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan punggung. Sedangkan sindrom
dry eye adalah gangguan defisiensi air mata baik kuantitas maupun kualitas.
Selain penggunaan VDT, faktor risiko sindrom dry eye pada pekerja adalah faktor
pekerja dan lingkungan kerja. Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin,
kebiasaan membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor lingkungan kerja
meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi meja, tinggi kursi dan jarak mata
ke monitor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomis lapisan air mata
Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya,
lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari:
a. Lapisan tipis superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi
utamanya adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan penyebaran
air mata
b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi oleh kelenjar
lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti halnya kelenjar lakrimalis
asesoris dari kelenjar Krause dan Wolfring.
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet
konjunctiva dan epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan permukaan
okuler melalui ikatan jaringan longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva.
Adanya musin yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke
epitel kornea.

Lapisan lemak yang diproduksi oleh kelenjar meibomian berperan sebagai


Lapisan
air mata
surfaktant, samaGambar
seperti 1.
lapisan
aqueous
(mempertahankan terjadinya evaporasi

dari lapisan aqueous) dan juga sebagai pelindung permukaan mata. Selain itu,
lapisan lemak dapat berperan sebagai barier melawan partikel asing dan dapat
juga berperan sebagai antimikroba. Kelenjar ini bersifat holokrin dan kelenjar
dapat mensekresi lipid polar (interaksi aquaous-lipid) dan lipid nonpolar (interaksi
permukaan air mata- udara) yang merupakan materi berisi protein. Semua lapisan
tersebut diikat menjadi satu dengan ikatan ion, ikatan hidrogen dan tekanan van
der Waal.
Sekresi dari lapisan air mata bersifat neuronal ( sumber parasimpatik,
simpatik dan persarafan sensoris), hormonal ( reseptor androgen dan estrogen)
dan regulasi vaskuler. Terjadinya evaporasi kebanyakan disebabkan karena
disfungsi kelenjar meibomian.
Komponen lapisan aqueous diproduksi oleh kelenjar lakrimalis. Komponen
ini meliputi sekitar 60 persen protein, elektrolit dan air. Jumlah lisozim cukup
banyak (20-40% dari total protein) dan juga merupakan protein basa di dalam air
mata. Enzim ini bersifat glikolitik yang mampu memecahkan dinding sel bakteri.
Laktoferin berperan sebagai antibakterial dan antioksidan dan epidermal growth
faktor (EGF) yang berperan dalam mempertahankan permukaan okuler normal
dan mencetuskan proses penyembuhan kornea. Selain itu pada lapisan air mata
juga ditemukan adanya komponen albumin, transferin, immunoglobulin A (IgA),
immunoglobulin M (IgM) dan immunoglobulin G (IgG).
Defisiensi lapisan aqueous merupakan penyebab utama dari dry eye dan ini
disebabkan karena insufisiensi produksi air mata. Sekresi kelenjar lakrimalis
dikontrol oleh refleks neuralis dengan lengkung reflek saraf aferen ( serat saraf
sensoris trigeminal) di kornea dan konjunctiva yang kemudian melewati
pons( nukleus salivatorius superior), kemudian dari pons keluar jalur serat eferen,

saraf intermedius yang akan menuju ganglion pterigopalatina dan post ganglionik
simpatetik dan parasimpatetik yang kemudian berakhir di kelenjar lakrimalis.
Keratoconjunctivitis sicca (KCS) merupakan penyakit pada permukaan
okuler. KCS dibagi menjadi sindroma Sjogren yang dapat atau tanpa berkaitan
dengan KCS. Pasien dengan defisiensi lapisan air mata aqueous memiliki gejala
Sjogren sindrom jika keluhan disertai dengan xerostomia dan atau penyakit
jaringan ikat. Pasien dengan Sindroma sjogren biasanya menderita penyakit
autoimun sistemik dan bermanifestasi dengan ditemukannya serum autoantibodi
dan defisiensi cukup berat dari lapisan aqueous dan penyakit lapisan okuler.
Kebanyakan pasien tersebut berjenis kelamin perempuan, teridentifikasi sebagai
penyakit jaringan ikat okuler. Pasien dengan Sindroma sjogren primer jarang
mengalami disfungsi imunitas sistemik namun tetap memperlihatkan kelainan
klinis pada okuler. Sindroma sjogren (SS) sekunder dikenal dengan penyakit
Keratokonjuntivis sicca (KCS) yang berkaitan dengan penyakit jaringan ikat yang
dapat didiagnosis, kebanyakan menderita artritis reumatoid tetapi dapat juga
mengalami SLE dan sklerosis sistemik.
Keratokonjuntivitis non-SS sering ditemukan pada wanita postmenopause,
wanita hamil, wanita yang mengkonsumsi kontrasepsi oral, atau pada wanita
dengan terapi hormon pengganti terutama pil estrogen. Penanda dari terjadinya
KCS adalah penurunan jumlah hormon androgen, serta terjadinya penurunan
fungsi ovarium pada wanita postmenopause atau terjadi peningkatan kadar
hormon seks binding globulin pada wanita hamil dan pengontrolan kehamilan
dengan menggunakan pil. Androgen juga dipercaya berpengaruh terhadap kelenjar
lakrimalis dan meibomian. Selain itu andregen juga berpotensi sebagai anti

inflamasi melalui aktivitas produksi dari Transforming growth factor beta (TGFbeta), penekanan infiltrasi limfositik.
Lipokalin ( lapisan air mata yang berisi prealbumin spesifik) ditemukan
pada lapisan mukus merupakan lapisan lemak yang mengikat protein yang
diproduksi oleh kelenjar lakrimalis yang menurunkan tegangan permukaan air
mata normal. Lipokalin ini menjaga kestabilan lapisan air mata dan juga
menjelaskan terjadinya peningkatan tegangan permukaan air mata yang sering
terlihat pada sindroma dry eyes yang ditandai dengan defisiensi kelenjar
lakrimalis. Defisiensi lipocalin dapat memicu presipitasi lapisan air mata dan
membentuk kumpulan mukus yang terlihat pada penderita dry eyes yang
bergejala.
Glikokalik dari epitel kornea meliputi musin transmembran MUC1, MUC2,
MUC 16. Membran musin tersebut berinteraksi dengan musin soluble, sekresi,
gel-forming yang diproduksi oleh sel goblet (MUC5AC) dan juga oleh MUC2.
Kelenjar lakrimalis juga menghasilkan MUC7 yang menempel pada lapisan air
mata.
Musin yang soluble bergerak bebas pada lapisan air mata ( sebuah proses
yang difasilitasi dengan pengikatan dan repulsi elektrostatik secara tekanan
negatif dari musin transmembran), berfungsi sebagai protein pembersih
( mengangkut kotoran mata, debris dan patogen), mempertahankan kadar air mata
karena musin yang bersifat hidrofilik dan sebagai mekanisme pertahanan terhadap
molekul yang disebabkan karena kelenjar lakrimalis. Musin transmembran
mencegah penempelan patogen dan juga dapat sebagai pelumas mata. Menurut
penelitian terbaru, musin bercampur dengan lapisan air mata ( sifat hidrofilik),
larut dalam air, dan bergerak bebas pada lapisan.

Defisiensi musin (disebabkan karena kerusakan sel goblet atau epitel


glikokalik) seperti ditemukan pada Stevens-Johnson syndrome atau sesudah luka
bakar karena kimiawi dapat memicu permukaan kornea menjadi kering dengan
terjadinya kerusakan sel epitel dan produksi aqueous berkurang.
Ciri histopatologik pada sindrom dry eye termasuk timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel
goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non goblet, peningkatan
stratifikasi sel dan penambahan keratinisasi. Ciri paling khas pada pemeriksaan
slitlamp adalah terputusnya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat
dalam forniks konjungtiva inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan
yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat
bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan kornea
yang rusak terpulas dengan Rose Bengal 1%, dan defek epitel kornea terpulas
dengan fluorescein. Pada tahap lanjut akan terlihat satu ujung pada setiap filamen
melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas.

SISTEM SEKRESI AIR MATA


Sistem lakrimalis meliputi struktur-struktur yang terlibat dalam produksi
dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Volume terbesar air mata dihasilkan
oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal
atas orbita. Selain kelenjar air mata utama terdapat kelenjar lakrimal tambahan.
Meskipun hanya sepersepuluh dari massa utama, namun mempunyai
peran yang penting.
Komponen lipid air mata disekresi oleh kelenjar Meibom dan Zeis di tepian
palpebra. Sekresi lipid ini dipengaruhi oleh serabut saraf kolinergik yang berisi
kolinesterase dan agonis kolinergik seperti pilokarpin. Selain itu sekresi kelenjar
dipengaruhi oleh hormon androgen seperti testosteron yang dapat meningkatkan
sekresi, sementara hormon antiandrogen dan estrogen akan menekan sekresi
kelenjar lipid. Refleks mengedip juga memegang peran penting dalam sekresi
oleh kelenjar Meibom dan Zeis. Mengedip menyebabkan lipid
mengalir ke lapisan air mata.
Komponen akuos air mata disekresi oleh kelenjar utama, kelenjar Krause
dan Wolfring. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama
namun tidak mempunyai sistem saluran. Mekanisme sekresi akuos dipersarafi
oleh saraf kranial V. Stimulasi reseptor saraf V yang terdapat di kornea dan
mukosa nasal memacu sekresi air mata oleh kelenjar lakrimalis. Kurangnya
sekresi air mata oleh kelenjar lakrima dan sindrom dry eye dapat disebabkan oleh
penyakit maupun obat-obatan yang berefek pada sistem otonom.

Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel Goblet konjungtiva dan
sel epitel permukaan. Mekanisme pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak
diketahui. Hilangnya sel Goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak
air mata dari kelenjar lakrimal.

SISTEM EKSKRESI AIR MATA


Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari komponen ekskresi.
Komponen ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus
lakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip risleting mulai dari lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya ke dalam
sistem ekskresi di sisi medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan. Oleh
sebab itu hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.

Gambar 2. Anatomi air mata, sistem sekresi dan eksresi air mata

2.2 Dry eyes

10

Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Dry eye sering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler.

Gambar 3. Dry eye sindrome

2.3 Patofisiologi
Keratokonjuntivitis (KCS) pada sindroma Sjogren (SS) dipredisposisi oleh
kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat.
Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan
akibatnya terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi
antinuklear, faktor reumatoid, fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik
M3, antibodi spesifik SS ( seperti anti RO, anti-LA, pelepasan sitokin
peradangan dan infiltrasi limfositik fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun
terkadang juga sel B) dari kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi

11

glandular dan induksi apoptosis pada kelenjar lakrimalis dan konjuncita. Keadaan
ini dapat menimbulkan disfungsi kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air
mata, penurunan respon terhadap stimulasi saraf dan berkurangnya refleks
menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada konjuntiva juga sering dilaporkan
pada KCS non SS.
Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan
meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen,
androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40
tahun yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron
sering berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi

(MUFA seperti

phosphatidiletanolamin,

asam

sfingomielin).

oleat),

dan

Kehilangan

lipid

polar

polaritas

lemak

seperti
(pada

hubungan antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya


kehilangan air mata atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh yang
akan meningkatkan produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi air mata
yang bersifat viskos sehingga dapat mengobstruksi duktus dan menyebabkan
stagnasi dari sekresi. Pasien dengan terapi antiandrogenik pada penyakit prostat
juga dapat meningkatkan viskositas sekret kelenjar meibom, menurunkan waktu
kecepatan penyerapan air mata dan meningkatkan jumlah debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler, meliputi
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF
alpha. IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari KCS dimana
dapat menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor opioid pada

12

membran neural dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui NF-K beta.


IL-2 juga dapat mengikat reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP
dan fungsi neuronal. Kehilangan fungsi neuronal akan menurunkan tegangan
neuronal normal, yang dapat memicu isolasi sensoris dari kelenjar lakrimalis dan
atrofi kelenjar lakrimalis secara bertahap.
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen related
peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal. Substansi P
juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan NFKb yang
memicu ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang mempromosi
munculnya limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah inflamasi. Siklosporin A
merupakan reseptor sel natural killer (NK)-1 dan NK-2 yang dapat menurunkan
regulasi molekul sinyal yang dapat digunakan untuk mengatasi defisiensi lapisan
aqueous air mata dan disfungsi kelenjar meibomian. Proses tersebut juga dapat
meningkatkan jumlah sel goblet dan menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin
di dalam konjuntiva.
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat
mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari
disfungsi kelenjar meibomian. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat pada
sel konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan karena
kaskade sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks metalloproteinase
(MMPs) juga ditemukan pada sel epitel.
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan
memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan tampak
adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu pada penderita
sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan dalam lapisan
mukus air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu perkembangan

13

sindroma dry eyes. Sindroma Steven-Johnson, defisiensi vitamin A akan memicu


kekeringan pada mata atau keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat
menimbulkan kehilangan sel goblet. Musin juga menurun pada penyakit tersebut
dan terjadi penurunan ekspresi gen musin, translasi dan terjadi perubahan proses
post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin,
fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.
2.4 Frekuensi
Sindroma dry eye biasanya terjadi pada pasien usia lebih dari 40 tahun dan
merupakan penyakit mata yang cukup sering terjadi, yaitu sekitar 10-30%
populasi. Di Amerika Serikat, diperkirakan ada sekitar 3.23 juta wanita dan 1.68
juta pria yang berusia 50 tahun keatas yang menderita sindroma dry eyes.
Frekuensi sindroma dry eyes di beberapa negara hampir serupa dengan
frekuensi di Amerika Serikat.
2.5 Mortalitas dan Morbiditas
Dry eyes juga dapat menimbulkan kornea yang steril atau terjadi ulserasi
kornea terinfeksi terutama pada pasien Sindroma Sjogren. Sifat ulkus kornea pada
dry eyes cukup khas yaitu berbentuk oval atau sirkular dengan diameter kurang
dari 3 mm dan berlokasi pada kornea sentral atau parasentral. Terkadang dapat
terjadi perforasi kornea. Pada kasus tertentu dapat menimbulkan kebutaan akibat
ulkus kornea terinfeksi. Komplikasi lainnya berupa defek epitel puntata (PED),
neovaskularisasi kornea dan jaringan parut kornea.
Mortalitas dan morbiditas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan suku
bangsa. Kebanyakan sindroma dry eyes terjadi pada wanita. KCS dengan SS
ditemukan pada 1-2% populasi dan mengenai hampir 90% wanita. Sedangkan

14

diagnosis dry eyes sering ditemukan pada penderita ras hispanik dan asia
kaukasia.
2.6 Pemeriksaan klinis
a. anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis
sindroma dry-eyes seperti ada tidaknya:
Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri ,
rasa adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya
gejala tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas
indoor, membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan
penggunaan mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan
disfungsi kelenjar meibomian kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata
dan konjuntiva tetapi pasien-pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala
terutama pada pagi hari.
Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang
mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata
seperti antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau

abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga mengeluh mulut kering


b. Pemeriksaan fisik
gejala dari sindroma dry eyes meliputi:
Dilatasi vaskuler konjuntiva bulbi
Penurunan meniskus air mata
Permukaan kornea yang ireguler
Penurunan absorbsi air mata
Keratopati epitel kornea punctata
Kornea berfilamen
Peningkatan debris pada lapisan air mata
Keratitis puntata superfisialis
Sekret mukus
Pada kasus berat, ulkus kornea

15

Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry eyes. Pada
kasus berat, juga ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau ulkus
kornea. Keratitis sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena steril
atau infeksi dapat terjadi.
c.Pemeriksaan diagnostik.
Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.

16

Gambar 4. Tes Schimmer

Tes Break-up Time

17

Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid
dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di
konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara
penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik
kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time.
Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan
defisiensi lipid pada airmata.

Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata ;
dilakukan dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca obyek
bersih.

Sitologi
Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.

Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat
basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas
daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.

18

Pemulasan Rose Bengal


Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea dan
konjungtiva.
Pengujian kadar lisozim air mata
Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.
Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca
dan pemakai lensa kontak; diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada
pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimalis

Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air mata dapat dilakukan
tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indikator tidak langsung untuk menilai
produksi air mata. Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan
air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eyes.disebabkan kerusakan
epitel permukaan bola mata sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang
berakibat pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai
stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time (BUT)
2.7 Penyebab

19

Internasional Dry Eye Workshop (DEWS) mengembangkan 3 bagian


klasifikasi dari dry eye, berdasarkan etiologi, mekanisme dan derajat keparahan

a.

o
o
o
o

penyakit.
Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan etiopatogenesis menurut DEWS:
Defisiensi produksi aqueous
Dry eyes dengan Sindroma sjogren (primer, sekunder)
Dry eyes tanpa sindroma sjogren
Defisiensi kelenjar lakrimalis
Obstruksi duktus kelenjar lakrimalis
Refleks hiposekresi
Obat-obatan sistemik
Evaporatif
Penyebab intriksi ( disfungsi kelenjar meibomian, kelainan lengkungan kelopak

mata, rata-rata kebutraan, aksi obat ( contoh accutan)


o Penyebab ekstrinsik ( defisiensi vitamin A, obat-obatan topikal, pemakaian kontak
lensa,penyakit permukaan okuler seperti alergi).
b. Berdasarkan defisiensi produksi aqueous dapat diklasifikasikan menjadi:
Sindroma non-sjogren
o Defisiensi primer kelenjar lakrimalis primer ( idiopatik, age related dry eye),
kongenital alkrima, disautonomia famili
o Defisiensi kelenjar lakrimalis sekunder ( infiltrasi kelenjar lakrimalis, sarkoidosis,
limfoma, AIDS, graft disease, amiloidosis, hemokromatosis, infeksi kelenjar
lakrimalis, sindroma limfadenopati, HIV difus, trakoma, defisiensi vitamin A,
ablasi kelenjar lakrimalis, denervasi kelenjar lakrimalis.
o Penyakit obstruksi lakrimalis ( trakoma, pemfigoid okuler, eritema multiformis
dan SSJ, luka bakar kimiawi+ termal, imbalan endokrin, fibrosis post radiasi)
o Obat-obatan antihistamin, beta bloker, fenotiazin, atropin, kontrasepsi oral,
ansiolitik, agen antiparkinson, diuretik, antikolinergik, antiaritmia, topikal pada
tetes mata, anestesi topikal, isotretinoin
o Hiposekresi refleks ( keratitis neurotropik, pembedahan kornea, keratitis herpes
simplek, agen topikal, obat sistemik (beta bloker, atropin), pemakaian kontak lens

20

kronis, diabetes, penuaan, toksisitas trikloretilen, kerusakan saraf kranial,


neuromatosis multipel.
Sindroma Sjogren
o Primer ( tidak berkaitan dengan penyakit jaringan ikat/ connetive tissue disease
(CTD)
o Sekunder (berkaitan dengan CTD) artritis reumatoid, SLE, skleredema, sirosis
biliaris primer, nefritis interstitial, polimiositis+ dermatomiositis, poliarteritis
nodosa,

tiroiditis

hasimoto,

penumonitis

limfositik

interstitial,

ITP,

hipergammaglobulinemia, granulomatosis wegener.


Klasifikasi berdasarkan kehilangan evaporasi, dibagi menjadi:
a. Penyebab intrinsik
Penyakit kelenjar meibomian (penurunan jumlah, replacement, disfungsi)
Penurunan pengelihatan akibat bekerja terlalu lama dengan komputer, gangguan

ekstrapiramidal seperti penyakit parkinson


Kelainan kelengkungan kelopak mata akibat eksposure (proptosis, ekssoptalmus),

paralisis kelopak mata, ektropion, koloboma kelopak.


Aksi obat ( akutan)

b. Penyebab ekstrinsik
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan topikal
Pemakaian kronis kontak lensa
Penyakit permukaan okuler
2.8 Penatalaksanaan
Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan diatasi berdasarkan
penyebabnya, tetapi sementara mencari penyebabnya dapat juga diatasi terlebih
dahulu keluhan lainnya seperti kering, gatal dan rasa terbakar.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah penggantian cairan
mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata buatan sebagai pelumas air mata
sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka panjang terutama saat tidur.

21

Terapi tambahan dapat dilakukan dengan memakai pelembab, kacamata pelembab


atau kacamata
berenang.
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan cepat dapat digunakan
punctal plug, dengan demikian mata akan lebih terasa lembab, tidak kering, tidak
gatal, tidak seperti terbakar.

Gambar 5. Plug punctal

Salmon merupakan sumber asam lemak omega 3 yang dapat mengurangi


resiko dry eyes. Sardine, herring dan minyak ikan dapat dicoba untuk dijadikan
suplemen sehari.
Jika menggunakan kontak lens, jangan sembarangan memakai kontak lensa
karena tidak semua tetes mata cocok digunakan untuk kontak lensa. Untuk
memberi tetes mata, maka sebaiknya kontak lensa dilepaskan dahulu dari mata
dan biarkan 15 menit tanpa kontak lensa.
Jika permasalahan timbul akibat lingkungan, maka dapat digunakan kacamata
hitam ketika beraktivitas di luar ruangan untuk mengurangi paparan sinar
matahari, angin dan debu.

22

Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis pada ujung mata
dapat menjaga air mata terdrainase lebih lambat sehingga menjaga kelembaban
mata. Alat ini dikenal dengan istilah lakrimal plug dan diletakkan tanpa nyeri oleh
spesialis mata. Untuk sebagian orang silicon plug terasa tidak nyaman di mata
maka saat ini dapat juga dilakukan puncta kauterisasi.
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis, kortikosteroid
topikal, tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis memiliki efek dalam
memproduksi cairan air mata sehingga mata dapat menghasilkan air mata alami
sehingga dapat mengurangi kekeringan pada mata yang disebabkan oleh proses
penuaan atau agen yang menyebabkan produksi menurun. Tindakan pembedahan
dilakukan jika terdapat kelainan anatomis dari bulu mata.

23

BAB III
KESIMPULAN

1. Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan permukaan
okuler

yang

menghasilkan

gejala-gejala

ketidaknyamanan,

gangguan

pengelihatan.
2. Karena bersifat multifaktorial, maka penyebab dry eyes sangat bervariasi dan
penanganannya disesuaikan dengan causanya.
3. Deteksi dini dry eyes diperlukan karena keluhan dry eyes ini sangat mengganggu
pengelihatan kita.

BAB IV

24

DAFTAR PUSTAKA

1. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overwiew, 22 Juli 2010


2. http//www.mayoclinic.com/health/dry-eyes/DS00463/DSECTION=causes, 22
juli 2010
3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000426.htm, 22 juli 2010
4. http://www.eyecaresource.com/conditions/dry-eyes/, 22 juli 2010
5. Nenjah Roestijawati, 2007. Sindroma Dry eye pada VDT.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_11_Sindromadryeye.pdf/154_11_si
ndromadryeye.html, 22 Juli 2010
6. http://www.allaboutvision.com/conditions/dryeye.htm, 22 Juli 2010

25

Anda mungkin juga menyukai