BAB I
PENDAHULUAN
dry eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan punggung. Sedangkan sindrom
dry eye adalah gangguan defisiensi air mata baik kuantitas maupun kualitas.
Selain penggunaan VDT, faktor risiko sindrom dry eye pada pekerja adalah faktor
pekerja dan lingkungan kerja. Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin,
kebiasaan membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor lingkungan kerja
meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi meja, tinggi kursi dan jarak mata
ke monitor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomis lapisan air mata
Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya,
lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari:
a. Lapisan tipis superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi
utamanya adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan penyebaran
air mata
b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi oleh kelenjar
lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti halnya kelenjar lakrimalis
asesoris dari kelenjar Krause dan Wolfring.
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet
konjunctiva dan epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan permukaan
okuler melalui ikatan jaringan longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva.
Adanya musin yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke
epitel kornea.
dari lapisan aqueous) dan juga sebagai pelindung permukaan mata. Selain itu,
lapisan lemak dapat berperan sebagai barier melawan partikel asing dan dapat
juga berperan sebagai antimikroba. Kelenjar ini bersifat holokrin dan kelenjar
dapat mensekresi lipid polar (interaksi aquaous-lipid) dan lipid nonpolar (interaksi
permukaan air mata- udara) yang merupakan materi berisi protein. Semua lapisan
tersebut diikat menjadi satu dengan ikatan ion, ikatan hidrogen dan tekanan van
der Waal.
Sekresi dari lapisan air mata bersifat neuronal ( sumber parasimpatik,
simpatik dan persarafan sensoris), hormonal ( reseptor androgen dan estrogen)
dan regulasi vaskuler. Terjadinya evaporasi kebanyakan disebabkan karena
disfungsi kelenjar meibomian.
Komponen lapisan aqueous diproduksi oleh kelenjar lakrimalis. Komponen
ini meliputi sekitar 60 persen protein, elektrolit dan air. Jumlah lisozim cukup
banyak (20-40% dari total protein) dan juga merupakan protein basa di dalam air
mata. Enzim ini bersifat glikolitik yang mampu memecahkan dinding sel bakteri.
Laktoferin berperan sebagai antibakterial dan antioksidan dan epidermal growth
faktor (EGF) yang berperan dalam mempertahankan permukaan okuler normal
dan mencetuskan proses penyembuhan kornea. Selain itu pada lapisan air mata
juga ditemukan adanya komponen albumin, transferin, immunoglobulin A (IgA),
immunoglobulin M (IgM) dan immunoglobulin G (IgG).
Defisiensi lapisan aqueous merupakan penyebab utama dari dry eye dan ini
disebabkan karena insufisiensi produksi air mata. Sekresi kelenjar lakrimalis
dikontrol oleh refleks neuralis dengan lengkung reflek saraf aferen ( serat saraf
sensoris trigeminal) di kornea dan konjunctiva yang kemudian melewati
pons( nukleus salivatorius superior), kemudian dari pons keluar jalur serat eferen,
saraf intermedius yang akan menuju ganglion pterigopalatina dan post ganglionik
simpatetik dan parasimpatetik yang kemudian berakhir di kelenjar lakrimalis.
Keratoconjunctivitis sicca (KCS) merupakan penyakit pada permukaan
okuler. KCS dibagi menjadi sindroma Sjogren yang dapat atau tanpa berkaitan
dengan KCS. Pasien dengan defisiensi lapisan air mata aqueous memiliki gejala
Sjogren sindrom jika keluhan disertai dengan xerostomia dan atau penyakit
jaringan ikat. Pasien dengan Sindroma sjogren biasanya menderita penyakit
autoimun sistemik dan bermanifestasi dengan ditemukannya serum autoantibodi
dan defisiensi cukup berat dari lapisan aqueous dan penyakit lapisan okuler.
Kebanyakan pasien tersebut berjenis kelamin perempuan, teridentifikasi sebagai
penyakit jaringan ikat okuler. Pasien dengan Sindroma sjogren primer jarang
mengalami disfungsi imunitas sistemik namun tetap memperlihatkan kelainan
klinis pada okuler. Sindroma sjogren (SS) sekunder dikenal dengan penyakit
Keratokonjuntivis sicca (KCS) yang berkaitan dengan penyakit jaringan ikat yang
dapat didiagnosis, kebanyakan menderita artritis reumatoid tetapi dapat juga
mengalami SLE dan sklerosis sistemik.
Keratokonjuntivitis non-SS sering ditemukan pada wanita postmenopause,
wanita hamil, wanita yang mengkonsumsi kontrasepsi oral, atau pada wanita
dengan terapi hormon pengganti terutama pil estrogen. Penanda dari terjadinya
KCS adalah penurunan jumlah hormon androgen, serta terjadinya penurunan
fungsi ovarium pada wanita postmenopause atau terjadi peningkatan kadar
hormon seks binding globulin pada wanita hamil dan pengontrolan kehamilan
dengan menggunakan pil. Androgen juga dipercaya berpengaruh terhadap kelenjar
lakrimalis dan meibomian. Selain itu andregen juga berpotensi sebagai anti
inflamasi melalui aktivitas produksi dari Transforming growth factor beta (TGFbeta), penekanan infiltrasi limfositik.
Lipokalin ( lapisan air mata yang berisi prealbumin spesifik) ditemukan
pada lapisan mukus merupakan lapisan lemak yang mengikat protein yang
diproduksi oleh kelenjar lakrimalis yang menurunkan tegangan permukaan air
mata normal. Lipokalin ini menjaga kestabilan lapisan air mata dan juga
menjelaskan terjadinya peningkatan tegangan permukaan air mata yang sering
terlihat pada sindroma dry eyes yang ditandai dengan defisiensi kelenjar
lakrimalis. Defisiensi lipocalin dapat memicu presipitasi lapisan air mata dan
membentuk kumpulan mukus yang terlihat pada penderita dry eyes yang
bergejala.
Glikokalik dari epitel kornea meliputi musin transmembran MUC1, MUC2,
MUC 16. Membran musin tersebut berinteraksi dengan musin soluble, sekresi,
gel-forming yang diproduksi oleh sel goblet (MUC5AC) dan juga oleh MUC2.
Kelenjar lakrimalis juga menghasilkan MUC7 yang menempel pada lapisan air
mata.
Musin yang soluble bergerak bebas pada lapisan air mata ( sebuah proses
yang difasilitasi dengan pengikatan dan repulsi elektrostatik secara tekanan
negatif dari musin transmembran), berfungsi sebagai protein pembersih
( mengangkut kotoran mata, debris dan patogen), mempertahankan kadar air mata
karena musin yang bersifat hidrofilik dan sebagai mekanisme pertahanan terhadap
molekul yang disebabkan karena kelenjar lakrimalis. Musin transmembran
mencegah penempelan patogen dan juga dapat sebagai pelumas mata. Menurut
penelitian terbaru, musin bercampur dengan lapisan air mata ( sifat hidrofilik),
larut dalam air, dan bergerak bebas pada lapisan.
Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel Goblet konjungtiva dan
sel epitel permukaan. Mekanisme pengaturan sekresi musin oleh sel ini tidak
diketahui. Hilangnya sel Goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak
air mata dari kelenjar lakrimal.
Gambar 2. Anatomi air mata, sistem sekresi dan eksresi air mata
10
Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan
permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala ketidaknyamanan, gangguan
pengelihatan, air mata yang tidak stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan pada permukaan okuler. Dry eye sering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler.
2.3 Patofisiologi
Keratokonjuntivitis (KCS) pada sindroma Sjogren (SS) dipredisposisi oleh
kelainan genetik yang terlihat adanya prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat.
Kondisi tersebut dapat memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan
akibatnya terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi
antinuklear, faktor reumatoid, fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik
M3, antibodi spesifik SS ( seperti anti RO, anti-LA, pelepasan sitokin
peradangan dan infiltrasi limfositik fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun
terkadang juga sel B) dari kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi
11
glandular dan induksi apoptosis pada kelenjar lakrimalis dan konjuncita. Keadaan
ini dapat menimbulkan disfungsi kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air
mata, penurunan respon terhadap stimulasi saraf dan berkurangnya refleks
menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada konjuntiva juga sering dilaporkan
pada KCS non SS.
Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan
meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen,
androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40
tahun yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron
sering berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi
(MUFA seperti
phosphatidiletanolamin,
asam
sfingomielin).
oleat),
dan
Kehilangan
lipid
polar
polaritas
lemak
seperti
(pada
12
13
14
diagnosis dry eyes sering ditemukan pada penderita ras hispanik dan asia
kaukasia.
2.6 Pemeriksaan klinis
a. anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis
sindroma dry-eyes seperti ada tidaknya:
Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri ,
rasa adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya
gejala tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas
indoor, membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan
penggunaan mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan
disfungsi kelenjar meibomian kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata
dan konjuntiva tetapi pasien-pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala
terutama pada pagi hari.
Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang
mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata
seperti antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau
15
Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry eyes. Pada
kasus berat, juga ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau ulkus
kornea. Keratitis sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena steril
atau infeksi dapat terjadi.
c.Pemeriksaan diagnostik.
Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
16
17
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid
dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescein di
konjungtiva bulbi dan meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara
penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu sampai munculnya titik-titik
kering yang pertama dalam lapis fluorescein kornea adalah break-up time.
Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan
defisiensi lipid pada airmata.
Sitologi
Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel Goblet paling tinggi di kuadran infra nasal.
Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat derajat
basahnya air mata dan melihat meniskus air mata. Fluorescein akan memulas
daerah yang tidak tertutup oleh epitel selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
18
Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air mata dapat dilakukan
tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indikator tidak langsung untuk menilai
produksi air mata. Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan
air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada dry eyes.disebabkan kerusakan
epitel permukaan bola mata sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang
berakibat pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai
stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time (BUT)
2.7 Penyebab
19
a.
o
o
o
o
penyakit.
Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan etiopatogenesis menurut DEWS:
Defisiensi produksi aqueous
Dry eyes dengan Sindroma sjogren (primer, sekunder)
Dry eyes tanpa sindroma sjogren
Defisiensi kelenjar lakrimalis
Obstruksi duktus kelenjar lakrimalis
Refleks hiposekresi
Obat-obatan sistemik
Evaporatif
Penyebab intriksi ( disfungsi kelenjar meibomian, kelainan lengkungan kelopak
20
tiroiditis
hasimoto,
penumonitis
limfositik
interstitial,
ITP,
b. Penyebab ekstrinsik
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan topikal
Pemakaian kronis kontak lensa
Penyakit permukaan okuler
2.8 Penatalaksanaan
Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan diatasi berdasarkan
penyebabnya, tetapi sementara mencari penyebabnya dapat juga diatasi terlebih
dahulu keluhan lainnya seperti kering, gatal dan rasa terbakar.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah penggantian cairan
mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air mata buatan sebagai pelumas air mata
sedangkan salep berguna sebagai pelumas jangka panjang terutama saat tidur.
21
22
Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis pada ujung mata
dapat menjaga air mata terdrainase lebih lambat sehingga menjaga kelembaban
mata. Alat ini dikenal dengan istilah lakrimal plug dan diletakkan tanpa nyeri oleh
spesialis mata. Untuk sebagian orang silicon plug terasa tidak nyaman di mata
maka saat ini dapat juga dilakukan puncta kauterisasi.
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis, kortikosteroid
topikal, tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis memiliki efek dalam
memproduksi cairan air mata sehingga mata dapat menghasilkan air mata alami
sehingga dapat mengurangi kekeringan pada mata yang disebabkan oleh proses
penuaan atau agen yang menyebabkan produksi menurun. Tindakan pembedahan
dilakukan jika terdapat kelainan anatomis dari bulu mata.
23
BAB III
KESIMPULAN
1. Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air mata dan permukaan
okuler
yang
menghasilkan
gejala-gejala
ketidaknyamanan,
gangguan
pengelihatan.
2. Karena bersifat multifaktorial, maka penyebab dry eyes sangat bervariasi dan
penanganannya disesuaikan dengan causanya.
3. Deteksi dini dry eyes diperlukan karena keluhan dry eyes ini sangat mengganggu
pengelihatan kita.
BAB IV
24
DAFTAR PUSTAKA
25