Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM
FENOMENA DISTRIBUSI

OLEH :
NAMA

: M. ALFIAN PARTANG

NIM

: N11107010

KELOMPOK : I
ASISTEN

MAKASSAR
2008

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi

seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi


cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat
didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi
ialah kerja obat pada tempat / organ target serta distribusi dan
absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.
Koefisien

distribusi

didefenisikan

sebagai

suatu

perbandingan

kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak
saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien partisi
yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal
penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat
melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil
dan hidrofob.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan
cara mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak
saling bercampur. Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui
tentang fenomena distribusi suatu obat jika terdapat dalam tubuh

I.2

Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan


Mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu
zat di dalam dua pelarut yang saling tidak bercampur.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam
pelarut air serta dalam pelarut minyak kelapa yang tidak saling bercampur.
I.3

Prinsip Percobaan
Penentuan koefisien distribusi/koefisien partisi dari asam borat dan

asam benzoat berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam


dua pelarut yang tidak saling bercampur yakni dalam minyak dan air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya
tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan
ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan
mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi
jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam
jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut
akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi
tertentu.(1)
Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air
dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya
(E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa
dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan
ini menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan
pelarut tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E
= 78,5) pada suhu 25oC, merupakan pelaruit yang baik untuk zat-zat yang
bersifat polar, tetapi juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zatzat non polar. Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik
yang rendah merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan
merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat berpolar (2).

Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi


sangat penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini
sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini
adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak
spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh. (1)
Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase
tersebut. Hukum distribusi digunakan hanya

untuk yang

umum

konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana


dari zat tersebut.(3)
Apabila ditinjau dari suatu zat tunggal yang tidak bercampur dalam
suatu corong pisah maka dalam sistem tersebut akan terjadi swuatu
keseimbangan sebagai suatu zat terlarut dalam fase bawah dan zat
terlarut dalam fase atas. Menurut hukum Termodinamika, pada keadaan
seimbang dan rasio aktivitas species terlarut dalam kedua fase itu
merupakan suatu ketetapan atau konstanta. Hal

ini disebut sebagai

Hukum Distribusi Nerst. Nilai K tergantung pada suhu, bukan merupakan


fungsi konstanta absolut zat atau volume kedua fase itu (4).
Kerja pengawetan dari asam lemah dalam system air. Larutan,
makanan dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim
mikroorganisme, yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian.
Enzim-enzim yang dihasilkan oleh ragi, kapang dan bakteri harus
dimatikan

atau

dihambat

pertumbuhannya

untuk

mencegah

pengrusakan. Sterilisasi dan penambahan zat kimia pengawet adalah hal

umum digunakan dalam bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat


dari serangan berbagai mikroorganisme. Asam benzoat dalam bentuk
garam larut yaitu Natrium benzoat, kadang-kadang digunakan untuk
tujuan ini karena efeknya yang tidak membahayakan untuk manusia jika
dimakan dalam jumlah kecil.(3)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat
dalam larutan, yaitu : (5)
1.

Temperatur

Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan


suhu 10oC.
2.

Kekuatan Ion

Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3.

Konstanta Dielektrik

Efek

konstanta

dielektrik

terhadap

konstanta

laju

reaksi

ionik

diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh


kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan
berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk
reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.
4.

Katalisis

Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis


dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme
reaksi sehingga kecepatan bertambah.

5.

Katalis Asam Basa Spesifik

Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa.


Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion
hidrogen atau hidroksi.
6.

Cahaya Energi

Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk


terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang
cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul molekul
Mekanisme kerja dari pengawet atau bakteriostatik dari asam benzoat
dan asam-asam lainnya disebabkan hampir seluruhnya atau oleh asam
yang terdisosiasi dan tidak dalam bentuk ionik. Para peneliti menemukan
bahwa ragi saccaromyces ellipsoideus yang tumbuh secara normal pada
pH

2.5 7 dengan adanya asam atau garam organik kuat, ditahan

pertumbuhannya apabila konsentrasi asam sampai 25 mg/100ml. Kerja


pengawetan dari asam benzoat tidak terdisosiasi jika dibndingkan dengan
efektivitas dari ion asam benzoat diduga disebabkan oleh mudahnya
molekul tidak terionisasi relatif menembus membran hidup dan
sebaliknya, sulitnya ion melakukan hal itu. Molekul tidak terdisosiasi,
yang terdiri dari bagian non polar yang besar, larutan dalam membran
lipid dari mikroorganisme dan menembus membran ini dengan cepat. (3)
C
(HA)w= -------------------------------Kq + 1 + Ka/(H3O=)

Dimana : (HA)w = Kadar asam dalam air


C

= Kadar asam total

= Koefisien disribusi

= Perbandingan volume kedua cairan

Ka

= Konstanta asam

II.2 Uraian Bahan


1. Air suling (6;96)
Nama resmi

: Aqua destillata

Nama lain

: Aquadest, air suling

Rumus molekul

: H 2O

Berat molekul

: 18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


dan

tidak berasa

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut, media distribusi

2. Asam benzoat (6,5)


Nama resmi

: Acidum bonzoicum

Nama lain

: Asam benzoat

Rumus molekul

: C7H6O2

Berat molekul

: 122,12

Pemerian

: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna,


tidak

Kelarutan

berbau

: Larut dalam kurang lebih 350 bagian air,


dalam kurang lebih 3 bagian etanol (95 %) P.
Dalam 8 bagian kloroform P, dalam 3 bagian
eter P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

3. Asam borat (6,5)


Nama resmi

: Acidum boricum

Nama lain

: Asam borat

Rumus molekul

: H3BO3

Berat molekul

: 61,83

Pemerian

: Hablur, serbuk hablur putih atau sisik


mengkilap, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak asam dan pahit kemudian manis

Kelarutan

: Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air


mendidih, dalam 6 bagian etanol (95 %) P
dan dalam 3 bagian gliserol P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Khasiat

: Antiseptikum ekstern

Kegunaan

: Sebagai sampel

Penetapan kadar : 1 ml natrium hidroksida setara dengan 61,83


mg H3BO3

4. Fenolftalein (4,5)
Nama resmi

: Phenolphtalein

Nama lain

: Fenolftalein

Rumus molekul

: C20H14O4 /318,00

Rumus bangun

O
O

OH
OH

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan


lemah, tidak berbau, stabil di udara

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

etanol, agak

sukar larut dalam eter

Perubahan warna: Tidak berwarna dalam suasana asam dan


alkali lemah

dan memberikan warna merah dalam larutan

alkali

kuat

Range pH

: 8,3 10,0

Kegunaan

: Sebagai indikator

5. Minyak kelapa (4,5)


Nama resmi

: Oleum cocos

Nama lain

: Minyak kelapa

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, kuning pucat,

bau

khas tidak tengik.

Kelarutan

: Larut dalam 2 bagian etanol (95 %) P,


sangat mudah larut dalam kloroform P
dan dalam eter

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai pelarut, media distribusi

6. Natrium hidroksida (4,5)


Nama resmi

: Natrii hydroxidum

Nama lain

: Natrium hidroksida

Rumus molekul

: NaOH

Berat molekul

: 40,00

Pemerian

: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau


keping, kering, keras, rapuh, putih, mudah
meleleh basah, sangat alkalis dan korosif,
segera menyerap CO2.

Kelarutan
etanol

: Sangat mudah larut dalam air dan dalam


(95 %) P

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai larutan penitrasi

II.3 Prosedur Kerja


Timbang seksama 100 mg asam borat, larutkan dalam 100 mL
aquadest. Pipet 50 mL dari larutan

tadi, masukkan dalam corong

pisah, tambah dengan 50 mL minyak kelapa. Kocok dan biarkan


selama 15 meit. Ambil sebanyak 25 mL, titrasi dengan NaOH dan
tambahkan indikator PP secukupnya hingga larutan barubah menjadi
warna merah muda. Lakukan hal yang sama dengan asam benzoat.

BAB III
METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan


Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
batang pengaduk, baskom, botol semprot, buret 25,0 ml, corong pisah,
erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 250 mL; 500 mL, gelas ukur 50 mL, pipet
tetes, sendok tanduk, statif dan klem,timbangan analitik

III.1.2 Bahan yang digunakan


Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
aquadest, asam borat, asam benzoat, aluminium foil, indikator fenolftalein
0,5, minyak kelapa, NaOH 0,5694 N, kertas timbang

III.2 Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang 100 mg asam borat di atas timbangan analitik/timbangan
miligram, lalu dimasukkan dalma erlenmeyer 250 mL
3. Dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga tidak ada partikel
sampel yang tertinggal pada dasar (melarut seluruhnya), kemudian
dicukupkan volume larutan hingga 100 mL dengan aquadest
4. Diambil 25 mL dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong
pisah, dan ditambahkan dengan 25 mL minyak kelapa ke dalam
corong pisah

tersebut.

5. Dikocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah


tadi, dan didiamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan
memisah satu sama lain
6. Dibuka tutup corong pisah, lalu ditampung cairan, yang berada
sebelah bawah corong pisah, dalam sebuah erlenmeyer 250 mL,
cairan lainnya dibuang.
7. Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes ke dalam
erlenmeyer berisi cairan/asam borat yang dikeluarkan dari corong
pisah.
8. Dititrasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai
terjadi perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.
9. Diambil 25 mL larutan no. 2 di atas, kemudian dititrasi dengan
larutan baku NaOH 0,1 N, serta ditambahkan pula dengan indikator
fenolftalein sebanyak 3 tetes
10. Titrasi dihentikan setelah tercapai titik akhir titrasi, ditandai dengan
perubahan warna indikator dari bening menjadi merah muda.
11. Dicatat volume titrasi yang digunakan
12. Diulang prosedur di atas untuk sampel asan benzoat sebanyak 100
mg
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

No
1
2

Asam Borat
Dengan
Tanpa

Asam Benzoat
Dengan
Tanpa

minyak
1,8 ml
1,6 ml

minyak
0,5 ml
0,5 ml

minyak
2,0 ml
1,9 ml

minyak
1,1 ml
1,9 ml

IV.2 Reaksi
1. Asam borat
H3BO3 + H2O HBO2 + 2H2O
H3BO3 + NaOH Na3BO3 + 3H2O
2. Asam benzoat
COOH

COO + H2O

+ H3O+

COONa

COOH
+ NaOH

+ H2

Reaksi indikator fenolftalein


OH

OH

OH + H2O

OH + H3O+

HO
O
C

H2In, fenolftalein

O-

HIn -, tidak berwarna

tidak berwarna

OH + H3O+

C
O

O-

In 2-, merah

IV.3 Perhitungan
1. Kadar Asam Borat

Dengan penambahan minyak


C=%K

= V x N x Bst x fp

100%

Bs x fk
% K1

= 1,8 x 0,0713 x 61,83 x 4 x 100%


100 x 1
= 31,741 %

% K2

= 1,6 x 0,0713 x 61,83 x 4 x 100%


100 x 1
= 28,214 %

CA = % Krata-rata = % K1 + % K2
2
= ( 31,741 + 28,214 ) %
2
= 29,98 %

% K1

Tanpa penambahan minyak


= 2,0 x 0,0713 x 61,83 x 4 x 100%
100 x 1
= 35,26 %

% K2

= 1,9 x 0,0713 x 61,83 x 4 x 100%


100 x 1
= 33,5 %

CB = % Krata-rata = % K1 + % K2
2
= ( 35,26 + 33,5 ) %
2
= 34,38 %
Koef. Distribusi = CB - CA = ( 34,38 29,98 )
CA

29,98
= 0,147 minyak terhadap air

2. Kadar Asam Benzoat

Dengan penambahan minyak


C=%K

= V x N x Bst x fp x 100%
Bs x fk

% K1

= 0,5 x 0,0713 x 12,21 x 4 x 100%


100 x 0,1
= 17,41 %

% K2

= 0,5 x 0,0713 x 12,21 x 4 x 100%


100 x 0,1
= 17,41%

CA = % Krata-rata = % K1 + % K2
2
= ( 17,41 + 17,41 ) %
2
= 17,41 %

% K1

Tanpa penambahan minyak


= 1,1 x 0,0713 x 12,21 x 4 x 100%
100 x 0,1
= 38,31 %

% K2

= 1,9 x 0,0713 x 12,21 x 4 x 100%


100 x 0,1
= 66,16 %

CB = % Krata-rata = % K1 + % K2
2
= ( 38,31 + 66,16 ) %
2
= 52,24 %

Koef. Distribusi = CB - CA = ( 52,24 17,41 )


CA

17,41
= 2,0 minyak terhadap air

BAB V
PEMBAHASAN

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang
berbeda atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi
ke dalam dua pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien
distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua
pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi
koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan
pelarut 2, dirumuskan :
K=

C1
C2

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu


senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung
pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam
dua fase yaitu struktur molekul.
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya
tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat
ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka
zat tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masingmasing menjadi jenuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan
jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah

suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan


fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang
dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu,
sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah
zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang
seharusnya pada temperatur tertentu.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien distribusi dari
asam benzoat dan asam borat dengan cara perbandingan persen kadar
minyak dengan persen kadar air.
Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak kelapa, dimana
kedua pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel dapat larut
dalam kedua sampel tersebut. Hal ini disebabkan karena air merupakan
pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar. Hal
ini

disebabkan

karena

pada

minyak

terdapat

karbon

sehingga

menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki


momen dipol. Momen dipol menentukan suatu zat itu bersifat polar atau
kurang polar.
Perlakuan dimana asam borat dan asam benzoat ditambahkan
minyak kelapa lalu dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian
dilakukan pengocokan. Hal ini dilakukan agar zat dapat mengadakan
keseimbangan antara yang larut dalam air dan yang larut dalam minyak
kelapa. Pada percobaan ini dilakukan pengocokan yang kuat dan agak

lama agar gugus polar dan non (kurang) polar dari asam borat maupun
dari asam benzoat dapat bereaksi dengan fase air minyak sehingga dapat
dilihat pada pelarut mana kelarutannya paling besar. Gugus benzen dari
asam benzoat merupakan gugus karbon yang memiliki momen dipol yang
kecil sehingga konsentrasi dielektiknya juga kecil dan gugus ini akan
bereaksi dengan minyak. Air memiliki momen dipol dan konstanta
dielektriknya yang besar sehingga bersifat polar jadi mudah menarik
gugus polar dari asam benzoat.
Setelah dikocok, campuran dibiarkan beberapa saat. Hal ini
bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna.
Setelah itu lapisan air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam
gelas ukur, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Ini dikarenakan
lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan minyak
yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan
berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan
titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat
diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari
bening menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu p.p
sebelum dititrasi di mana trayek pH dari p.p adalah 8,3-10,0.
Mekanisme

perubahan

warna

yang

terjadi

pada

titrasi

alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam
yang telah ditambahkan indikator p.p dititrasi dengan titran yang bersifat

basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam borat
atau asam benzoat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan
garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis
bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini,
belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan
NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening
menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa
dengan indikator p.p.
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak
bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa
tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan
fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut
cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.
Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan dimana sampel yang
digunakan

yaitu

asam

borat

dan

asam

benzoat

mempunyai

kecenderungan untuk menuju ke salah satu fase yaitu fasa air. Dimana
kita ketahui bersama bahwa air merupakan pelarut yang polar dan pelarut
yang ideal untuk senyawa-senyawa tertentu (kecuali yang tidak dapat larut
dalam pelarut air tapi larut dalam pelarut organik lainnya).
Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan
koefisien partisi untuk asam borat adalah 0,147 dan asam benzoat adalah
2,0

Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang


diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena
Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.
Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat
pengambilan fasa air untuk titrasi.
Kesalahan dalam menitrasi.
Pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak
menggunakan pipet tetes dalam Erlenmeyer, masih ada bagian
minyak yang ikut bersama dengan fase air sehingga mempengaruhi
titik akhir titrasi.
Kelarutan sampel yang tidak sempurna.

Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk


menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk
menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh.
Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut
dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka
fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak
menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi
obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan
salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan
efek yang diinginkan.

Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada


larutan yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat
dalam satu pelarut dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya.

Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam


pelarut air dan minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak.
Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya bahwa zat tidak terdistribusi
merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung untuk
menuju ke salah satu pelarut yaitu air.

BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Koefisien distribusi dari asam borat adalah 0,147
2. Koefisien distribusi dari asam benzoat adalah 2,0

VI.2 Saran
Sebaiknya kita juga menguji bahan-bahan yang lain sehingga
praktikan dapat membandingkan koefisien distribusi dari dua zat yang
berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Martin, Alfred, (1993),Farmasi Fisik, jilid I Edisi III, UI-Press,


Jakarta

2.

Rivai, H., (1995), Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta. Hal


29.

3.

Martin, Alfred, (1993),Farmasi Fisik, jilid II Edisi III, UI-Press,


Jakarta.

4.

Runate, FA., (1996), Analisis Instrumental Farmasi I, Jurusan


Farmasi,
F-MIPA, Unhas, Makassar. Hal 19.

5.

Cammarata, S., (1995), Farmasi Fisika, UI-Press, Jakarta. Hal


778,779,792.

6.

Ditjen POM., (l995), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI.,


Jakarta. Hal 49,96,456.

7.

Ditjen POM., (l995), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI.,


Jakarta. Hal 589, 662.

Anda mungkin juga menyukai