Anda di halaman 1dari 21

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DEWASA

PAPER

Oleh
M Tutus Prasetyo
NIM 122310101071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DEWASA

PAPER

disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Klinik VA


dengan dosen: Ns. Rondhianto, M.Kep

Oleh
M Tutus Prasetyo
NIM 122310101071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN DEWASA


1. Jelaskan anatomi fisiologi system perkemihan dewasa!
Anatomi dan Fisiologi Sisfem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari:
a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke
vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu
uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010).
Gambar 2.l. Anatomi Saluran Kemih

1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis
ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3.Bentuk ginjal seperti biji kacang.Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan

basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak perirenal, dan c) kapsula
yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis
di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna
cokelat lebih terang dibandingkan korteks.Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
yang disebut papilla renalis (Panahi, 2010).
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah,
pembuluh limfe, ureter dan nervus.Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang
diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari
banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam
setiap ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan
tubulus urinarius (Panahi, 2010).
5. Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin
a. Proses filtrasi, di glomerulus.
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein.Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa,
air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonatdan lain-lain, diteruskan ke tubulus ginjal.Cairan
yang disaring disebut filtrat glomerulus.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida
fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
di tubulus proximal.Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium
dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.

c. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008).
6. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis,
arteri ini berpasangan kiri dan kanan.Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta.Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus.Kapiler darah yang
meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 201l).
7. Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor).Saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Barry, 2011).
8. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya
25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan
sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
9. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin.Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi).Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.Vesika urinaria dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet.
10. Uretra

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air
kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah
atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi,
2010).
11. Urin.
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor
lainnya.
b. Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya.
d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e. Berat jenis 1,015-1,020.
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari:
a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin.
c. Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.
d. Pigmen (bilirubin dan urobilin).
e. Toksin.
f. Hormon (Velho, 2013).
12. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi
melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui
nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan tahap ke-2.

b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang).Sebagian besar
pengosongan diluar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari latih. Sistem saraf simpatis :
impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan
spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor
berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi (Roehrborn, 2009).
13. Ciri-ciri urin normal.
a. Rata-rata dalam satu hari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.
b. Warnanya bening tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6 (Velho, 2013).

Lower Urinary Tract Symptom (LUTS)


Gejala saluran kemih bawah dapat dibagi menjadi dua yaitu : gejala berkemih dan gejala
penyimpanan, dan laki-laki mungkin hadir dengan kombinasi dua kelompok gejala tersebut.

Gejala berkemih mencakup aliran urin yang lemah, keraguan, dan tidak lengkap mengosongkan
atau mengejan dan biasanya karena pembesaran kelenjar prostat.Gejala penyimpanan meliputi
frekuensi, urgensi dan nokturia dan mungkin karena aktivitas yang berlebihan otot detrusor.Pada
pria lansia yang hadir dengan gejala saluran kemih bawah, indikasi untuk rujukan awal untuk
ahli urologi termasuk hematuria infeksi berulang, batu kandung kemih, retensi urin dan
gangguan ginjal.Dalam kasus tanpa komplikasi, medis terapi dapat dilembagakan dalam
pengaturan perawatan pertama.Pilihan untuk terapi medis termasuk alpha blocker untuk
mengendurkan otot polos prostat, inhibitor 5 alfa reduktase untuk mengecilkan prostat, dan
antimuscarinik untuk mengendurkan kandung kemih.
International Prostate Score Symptom (IPSS) adalah bermanfaat dalam menilai gejala
dan respon terhadap pengobatan.Jika gejala kemajuan meskipun dengan terapi medis atau pasien
tidak dapat mentoleransi terapi medis, rujukan urologi dibenarkan (Arianayagam et al, 2011).
Penurunan keadaan umum termasuk menurunnya fungsi persarafan pada usia tua proses ini akan
merangsang timbulnya LUTS. Timbulnya LUTS didasari oleh 2 keadaan :
1. Perubahan fungsi buli-buli yang menyebabkan instabilitas otot detrusor atau penurunan
pemenuhan buli-buli sehingga terjadi gangguan pada proses pengisian. Secara klinis
menunjukkan gejala : frekuensi, urgensi dan nokturia.
2. Pada tahap lanjut menyebabkan gangguan kontraktilitas otot detrusor sehingga terjadi
gangguan pada proses pengosongan. Secara klinis menunjukkan gejala: penurunan kekuatan
pancaran miksi, hesitensi, intermitensi dan bertambahnya residu urin.
Dari uraian di atas diasumsikan terdapat hubungan yang jelas antara LUTS dengan
pembesaran prostat dan BOO, namun bukti statistik menyatakan LUTS dengan kedua komponen
BPH lainnya mempunyai hubungan yang lemah atau bahkan tidak ada hubungan yang
signifikan, sehingga masih ada ahli yang berpendapat proses BPH masih belum banyak diketahui
(Nugroho, 2002).
Benign Prostate Hiperplasia BPH
Anatomi Prostat
Prostat adalah organ genital yang hanya ditemukan pada pria karena merupakan
penghasil cairan semen yang hanya dihasilkan oleh pria.Prostat berbentuk piramid, tersusun atas
jaringan fibromuskular yang mengandung kelenjar. Prostat pada umumnya memiliki ukuran
dengan panjeng 1,25 inci atau kira-kira 3 cm, mengelilingi uretra pria. Dalam hubungannya

dengan organ lain, batas atas prostat bersambung dengan leher bladder atau kandung kemih. Di
dalam prostat didapati uretra.Sedangkan batas bawah prostat yakni ujung prostat bermuara ke
eksternal spinkter bladder yang terbentang diantara lapisan peritoneal.Pada bagian depannya
terdapat simfisis pubis yang dipisahkan oleh lapisan ekstraperitoneal.Lapisan tersebut dinamakan
cave of Retzius atau ruangan retropubik.Bagian belakangnya dekat dengan rectum, dipisahkan
oleh fascia Denonvilliers (Groat, 2010).
Prostat memiliki lapisan pembungkus yang disebut dengan kapsul. Kapsul ini terdiri dari
2 lapisan yaitu :
1. True capsule : lapisan fibrosa tipis pada bagian luar prostat
2. False capsule : lapisan ekstraperitoneal yang saling bersambung, menyelimuti bladder atau
kandung kemih. Sedangkan Fascia Denowilliers berada pada bagian belakang (Groat, 2010).
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli
dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra
pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada normal dewasa 20 gram (Pumomo, 2001).

Normal Prostate
Gambar 2.3. Kelenjar prostat

Histologi Prostat

Enlarged Prostate

Sebelum melanjutkan perbahasan secara lebih dalah mengenai penyakit BPH dan kanker
prostat, harus dilihat terlebih dahulu prostat itu sendiri secara normal. Histologi prostat penting
diketahui supaya mudah dalam melihat perbedaan apabila adanya kelainan pada gambaran
mikroskopik prostat.Secara umumnya kelenjar prostat terbentuk dari glandular fibromaskuler
dan juga stroma, dimana prostat berbentuk piramida berada di dasar musculofascial pelvis
dimana dan dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat (Groat, 2009).
Lanjutan dari yang di atas, secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3 bagian atau zona
yakni perifer, sentral dan transisi. Zona perifer, memenuhi hampir 70% dan bagian kalenjar
prostat dimana ia mempunyai duktus yang menyambung dengan uretra prostat bagian distal.
Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil 25% ruang prostat dan juga seperti zona perifer
tadi, ia juga memiliki duktus akan tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah,
sesuai dengan bagiannya. Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kalenjar prostat terdiri
dari dua lobus, dan juga seperti dua zona sebelumnya, juga memiliki duktus yang mana
duktusnya menyambung hampir ke daerah sphincter pada uretra prostat dan menempati 5%
ruangan prostat.Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori kolumnar
dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari membrana basal (Schoor,
2009).

Pengertian BPH

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada
pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya
merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel
kelenjar prostat. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosterone, yang di
dalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim 5-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung
memicu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang
memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar prostat. Pada usia lanjut beberapa pria
mengalami pembesaran sel prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60
tahun dan 80% pria yang berusia 80 tahun.Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan
terganggunya aliran urine sehingga menimbulkan gangguan miksi (Purnomo, 2001).
Patofisiologi BPH
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi perlahan.
Pada tahap awal pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika.
Keadaan ini menyebabkan tekanan intravesikal meningkat, sehingga untuk mengeluarkan urin,
kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tahanan tersebut.Kontraksi yang
terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik yaitu hipertrofi otot detrusor.Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi dinding otot. Apabila keadaan berlanjut, otot
detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi. Apabila kandung kemih menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi obstruksi total,
sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat
kandung kemih tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus
meningkat. Apabila tekanan kandung kemih menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesikoureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Pada waktu miksi, penderita seringkali mengedan sehingga lama-kelamaan biasa menyebabkan
hernia atau hemoroid (Rodrigues, 2008).

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi.Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih adalah penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis
miksi.Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor yaitu bertambahnya frekuensi
miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria.Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputusputus.Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau
pembesaran prostat merangsang kandung kemih sehingga sering berkontraksi meskipun belum
penuh.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih.Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.Batu tersebut dapat
pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis (Samira, 2011).
Menurut Brown (1982), Blandy (1983), Burkit (1990), Forrest (1990), dan Weinerth (1992)
dalam Furqan (2003) gejala-gejala klinik BPH dapat berupa :
1. Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan pancaran dan
kaliber aliran urin, oleh karena lumen uretra mengecil dan tahanan di dalam uretra meningkat,
sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan
urin.
2. Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum
kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intravesika yang cukup tinggi.
3. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih
tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urin dapat berhenti
dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi. Untuk meningkatkan usaha
berkemih pasien biasanya melakukan menauver valvasa sewaktu berkemih.
4. Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkan urin secara
sempurna, sejumlah urin tertahan dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering berkemih
(frequency) dan sering berkemih malam hari (nocturia).
5. Infeksi yang menyertai residual urin akan memperberat gejala karena akan menambah
obstruksi akibat inflamasi sekunder dan edema.
6. Residual urin juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih.
7. Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan pembuluh darahnya
menjadi rapuh.

8. Bladder outlet obstruction juga dapat menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran
kemih bagian atas yang akhirnya menimbulkan hidroureteronefrosis.
9. Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejala-gejala
uremia berupa mual, muntah, somnolen atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat
badan.
Gejala dan tanda ini dievaluasi menggunakan International Prostate Symptom Score (IPSS)
untuk menentukan beratnya keluhan klinis (Furqan, 2003).
2.4. International Prostate Symptom Score (IPSS)
Ini adalah nilai skala beratnya keluhan dalam tujuh kategori (pengosongan lengkap, frekuensi,
intermittensi, urgensi, pancaran lemah, mengejan, nokturia) dengan total skor 35 menunjukkan
gejala terberat.Ada juga skala enam poin untuk menilai kualitas hidup.Dengan demikian,
pedoman AUA baru ini diterbitkan merekomendasikan menunggu waspada untuk untuk pasien
dengan gejala ringan (skor gejala dari 0 hingga 7).Manajemen medis umumnya rekomendasi
pertama untuk pasien dengan skor gejala lebih besar dari 7, jika mereka terganggu oleh gejalanya
(Vaughan, 2003).
IPSS mempunyai manfaat untuk :
1. Menilai tingkat keparahan gejala.
Tujuh index gejala IPSS masing-masing mempunyai skala 0 sampai 5, sehingga skor total yang
diperoleh berkisar antara 0-35. Dinyatakan dengan IPSS ringan : skor 0-7. IPSS sedang : skor 819, IPSS berat : skor 20-35, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7. Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urin.Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Timbulnya
dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain:
a. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama,
mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), minum
air dalam jumlah yang berlebihan.
b. Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami
infeksi prostat akut.
c. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang
dapat mempersempit leher buli-buli (Purnomo, 2011).

2. Menentukan cara penanganan.

3. Evaluasi perkembangan penyakit pada penderita yang menjalani pengawasan (watchful


waiting).
Menurut Netto (1999) dalam penelitiannya terhadap 479 pasien, mendapati 50 pasien dengan
IPSS berat dimana 16 pasien (32%) diantaranya dengan BOO. Setetah menjalani pengawasan
(watchfull waiting) selama periode 9-22 bulan, 16 pasien tersebut dievaluasi.13 pasien (81%)
stabil, dan 3 pasien (l9%) mengalami peningkatan IPSS menjadi sedang dimana dua pasien
memilih terapi medikamentosa dan 1 pasien menjalani TURP.
4. Menilai hasil terapi.
Index gejala pada IPSS telah terbukti sensitif terhadap suatu perubahan, Barry (1992)
melaporkan terdapat penurunan IPSS preoperative rata-rata 17,6 menjadi 7,1 pasca prostatektomi
(p<0,001).
5. Menilai pengaruh gejala yang dialami penderita terhadap kualitas hidup.
6. Sebagai alat pengukuran yang konsisten dan telah teruji, memungkinkan untuk
membandingkan satu penderita dengan penderita lain (Nugroho, 2002).
Cara pengisian kuesioner IPSS ada 2, yaitu pasien atau responden mengisi sendiri (self
administered) atau dengan cara wawancara, dimana keduanya mempunyai keuntungan dan
kerugian. Apabila mengisi sendiri keuntungannya adalah : lebih efisien karena memerlukan
waktu lebih singkat, mengurangi bias pewawancara memungkinkan pasien menjawab pertanyaan
yang bersifat pribadi (sensitif). Sedangkan kekurangannya adalah kesulitan dalam memahami

setiap pertanyaan. Jika dilakukan dengan cara wawancara keuntungan dan kerugiannya adalah
sebaliknya yang tersebut di atas (Schoor, 2004).
2. Bagaimana peran ginjal dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit !
Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu:
volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan.Ginjal mempertahankankeseimbangan
ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untukmengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri
denganmenurunkan

volume

plasma.Sebaliknya,

peningkatan

volume

cairan

ekstrasel

dapatmenyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume


plasma.Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka
panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sbb.:
a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) airUntuk
mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus adakeseimbangan antara
air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadikarena adanya pertukaran cairan
antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkunganluarnya.Water turnover dibagi dalam:
1. External fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar. (Gambar 3)
1.1. Pemasukan air melalui makanan dan minuman 2200 ml
air metabolisme/oksidasi 300 ml
2500 ml
1.2. Pengeluaran air melalui insensible loss (paru-paru & kulit) 900 ml
urin 1500 ml
feses 100 ml
-------------

2500 ml
2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses
filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
b. Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankansehingga
asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseoranghampir tidak pernah
memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuaidengan kebutuhannya. Tetapi,
seseorang

mengkonsumsi

kebutuhan.Kelebihan

garam

garam

sesuai

yang

dengan

dikonsumsi

seleranyadan

cenderung

harusdiekskresikan

dalam

lebih
urin

dari
untuk

mempertahankan keseimbangan garam.


Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah

Na+

yang

direabsorbsi

juga

bergantung

pada

sistem

yang

berperan

mengontroltekanan darah.Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+


danretensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi airsehingga
meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan daraharteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atauhormon
atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.Hormon ini disekresi olehsel atrium jantung
jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma.Penurunan reabsorbsi natrium dan air
di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urinsehingga mengembalikan volume darah kembali
normal.
2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatularutan.
Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakinrendah konsentrasi
air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosisdari area yang konsentrasi
solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yangkonsentrasi solutnya lebih tinggi
(konsentrasi air lebih rendah).Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang
tidak dapat menembusmembran plasma di intrasel dan ekstrasel.Ion natrium merupakan solut

yang banyakditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukanaktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium
bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yangtidak
merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion inibertanggung
jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.Pengaturan osmolaritas
cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritasyang
pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuhsecara keseluruhan
di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotic di tubulus proksimal ( 300
mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangatpermeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapilerperitubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadihiperosmotik.Dinding tubulus ansa henle pars asenden
tidak permeable terhadap air dan secara aktifmemindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini
menyebabkan reabsorbsi garam tanpaosmosis air.Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal
dan duktus koligen menjadihipoosmotik.Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasibergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk
diduktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH)
Peningkatan

osmolaritas

cairan

ekstrasel

(>

280

mOsm)

akan

merangsang

osmoreseptordi hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus


yangmenyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalamdarah
dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressindengan resptornya
di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air dimembrane bagian apeks
duktus koligen.Pembentukan aquaporin ini memungkinkanterjadinya reabsorbsi cairan ke vasa
recta.Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk diduktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalamtubuh tetap dapat dipertahankan.Selain itu,
rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatanosmolaritas cairan ekstrasel
juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamussehingga terbentuk perilaku untuk
mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembalinormal.Pengaturan Neuroendokrin dalam

Keseimbangan Cairan dan ElektrolitSebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan


elektrolit diperankan olehsystem saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi
adanya perubahankeseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus
karotiikus,osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di
atrium.Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh
mengalamikekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH
denganmeningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan
volumecairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi
volumenatrium dan air .
Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Sebagaicontoh Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.
3. Bagaimana peran ginjal dalam pengaturan tekanan darah !
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
1. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yangakan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekana darah ke normal.
2. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehinggavolume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
3. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebutrenin,
yang memicu pembentukan hormone angiotensi, yang selanjutnya akan memicupelepasan
hormone aldosterone .tekanan darah akan menjadi tinggi karena melalui proses terbentuknya
angiotensin II dariangiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme. ACE memegang peran
fisiologis pentingdalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi di hati.renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paruparu, angiotensin Idiubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalammenaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama .
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik dan rasa haus.ADH
diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volumeurin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh,sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairanekstraseluler


akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteronmerupakan hormon steroid yang
memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengaturvolume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl dengan caramereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembalidengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akanmeningkatkan volume dan tekanan darah.Jadi natrium
dan klorida merupakn ion utama cairan ekstraselluler. Kandungan Na yangtinggi menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairanekstraseluler meningkat. Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnyavolume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi.Sebaliknya kalium merupakan ion utama di dalam
cairan intraseluler. Cara kerja kaliumadalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang
banyak akan meningkatkankonsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung
menarik cairan dari bagianekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
4. Bagaimana Peran Ginjal Dalam Dalam Pengaturan Keseimbangan Asam Basa Di
dalam tubuh !
Ginjal mengontrol pH tubuh dengan mengontrol keseimbangan asam basa melalui
pengeluaran urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam
dalam cairan ekstraseluler, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari
cairan ekstraseluler. Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asamatau basa oleh ginjal adalah
sebagai sebagai berikut: Sejumlah besar ion bikarbonat disaring secara terus menerus ke dalam
tubulus, dan bila ion bikarbonat diekskresikan ke dalam urin, keadaan ini menghilangkan basa
dari darah. Sebaliknya, sejumlah besar ion hidrogen juga disekresikan ke dalam lumen tubulus
oleh sel-sel epitel tubulus, jadi menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak ion hidrogen
yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari
cairan ekstraseluler. Sebaliknya, bila lebih banyak bikarbonat yang disaring daripada hidrogen
yang diekskresikan, akan terdapat kehilangan basa. Selain itu, ginjal juga dapat memproduksi

HCO3- untuk mengatasi persediaan yang rendah. Level HCO3- yang normal yaitu 22 hingga 26
mEq/L. Ketika darah menjadi asam, ginjal akan mereabsorbsi HCO3- dan mengeksresikan H+.
saat darah menjadi alkali (basa), ginjal akan mengeksresikan HCO3- dan menahan H+. Tidak
seperti paru-paru, ginjal dapat memberikan efek hingga 24 jam sebelum kembali ke pH yang
normal.

Pengaturan keseimbangan konsentrasi ion hydrogen ini dilakukan ginjal melalui tiga
mekanisme dasar yaitu:
PERAN
Pengaturan
keseimbangan
Pengaturan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
asam
basa dalam t
Pengaturan
tekanan
darah
1. Sekresi ion ion hydrogen
2. Reabsorbsi ion-ion bikarbonat yang disaring
3. Produksi ion-ion bikarbonat yang baru
5. Buatlah concep map peran dan fungsi dari ginjal !

FUNGSI
Mengatur
keluaran
garam
dandengan
air dalam
urindan air
Tekanan
darah
fungsi
ginjal
Ginjal
akan
mengontrol
menambah
pH tubuh
pengeluaran
garam
mengontrol
keseimba
1. Buatlah concept
map peran
dan
ginjal!

Mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme

Mempertahankan keseimbangan asam basa dengan mengatur keluaran ion hydrogen da


Tekanan darah ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air

Mengekskresikan zat-zat yang jumlahnya berlebi

paru mengeksresi ion hydrogen dan CO2


Ginjaldan
dapat
system
dengan
buffer menghasilkan
kimia dalam cairan
enzimtubuh
renin

Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osm

Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan keleb

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik Volume
2. Jakarta: EGC
Scanlon,Valerie C dan Sanders, Tina. 2006. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Syarifuddin. 1992. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai