Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Identitas Penderita
Nama

: Ny. R.H

Umur

: 29 tahun

Alamat

: Tompaso baru

Status

: Menikah

Agama

: Katolik

Bangsa

: Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

Nama suami

Umur suami

: 30 tahun

Pendidikan suami

: SMA

Pekerjaan suami

: Petani

MRS

: 12 Februari 2014, jam 12.00 WITA

Anamnesis Utama
Keluhan utama

: Penderita dikirim dari RS Cantia Tompasubaru dengan diagnosa


P1A0, 29 tahun dengan suspek mioma uteri. Pasien merasakan
keluar darah dari jalan lahir 3 minggu yang lalu SMRS.
Pembesaran perut 2 minggu SMRS disertai nyeri perut seperti
diiris-iris, hilang timbul.

Anamnesis

Perdarahan dari jalan lahir sedikit-sedikit dialami penderita sejak 3 minggu


SMRS. Pembesaran perut 2 minggu SMRS.

Nyeri perut (+).

Riwayat terlambat haid (+).

Mual dan muntah (+).

Sebelumnya penderita sudah diperiksa di RS Cantia Tompaubaru dengan suspek


mioma uteri.

BAB/BAK biasa.
1

Penurunan berat badan (+)

Nafsu makan menurun (+)

Anamnesis Obstetrik Ginekologi


A. Riwayat Perkawinan dan Kehamilan Dahulu.
Kawin 1 kali, umur tahun.

Kehamilan: G2P1A0.

P1: pada tahun 2005, lahir bayi perempuan, BBL 3.200 gram, hidup, di RS Cantia
Tompasu Baru.

B. Riwayat Haid.
Menarche pada umur 16 tahun, siklus teratur, lamanya 3 hari.
Sakit waktu haid hingga tidak dapat bekerja: tidak.
HPHT: 15 Oktober 2013.
C. Penyakit, Operasi dan Pemeriksaan Dahulu.
Batuk (-)
Penurunan berat badan : (+)
Nafsu makan : menurun
Nyeri saat BAK : (+)
Riwayat KB : Suntik 3 bulan, terakhir tahun 2011
Pemeriksaan PA dahulu: tidak pernah.
Pemeriksaan Fisik
Status Praesens:
Keadaan umum

: cukup

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 84 x/menit.

Respirasi

: 24 x/menit.

Suhu badan

: 36,5 oC.

Warna Kulit

: Kuning langsat.

Edema

: (-)

Kepala

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-.

Lidah

: beslag (-).
1

Gigi

: caries (+)

Kerongkongan

: T1/T1, hiperemis (-).

Leher

: pembesaran KGB (-).

Dada

: nipple hiperpigmentasi (+).

Jantung

: SI-SII normal, murmur (-)

Paru-paru

: rhonki -/-, wheezing -/-.

Hati

: tak teraba

Limpa

: tak teraba

Kelamin

: normal

Ekstremitas

: edema -/-, akral hangat.

Neurologis

: Refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis (-).

Status Lokalis
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi

: datar

Palpasi

: lemas, TFU 2 jari dibawah pusat, ballotement (-).

Perkusi

: WD (-).

Auskultasi

: peristaltik normal, BJA (-)

Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi

: fluksus (+),fluor (-), vulva tak ada kelainan.

Inspekulo

: fluksus (+), fluor (-), vagina t.a.k, portio licin, erosi (-), livide (-), OUE
tertutup.

Pemeriksaan dalam:
Fluksus (+)
Portio licin, kenyal, nyeri goyang (-), OUE tertutup.
CU sebesar kehamilan 14-16 minggu
A/P bilateral lemas, massa (-), Nyeri tekan (-).
CD tidak menonjol.
Pemeriksaan lain:
USG (28-02-2004): uterus membesar, Gestational Sack (+), tak tampak gambaran
janin, kedua adneksa baik. Kesan: kehamilan tidak baik.
Hb: 10,3 gr/dl, Leukosit: 7.300/mm3, Trombosit: 302.000/mm3.

RESUME MASUK
G2P1A0, 26 tahun, MRS tanggal 1 Maret 2005 jam 12.00 WITA, dikirim dari Poli
Ginekologi RSU Prof. Kandou dengan diagnosa G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu,
dengan kehamilan tidak baik. Rencana terminasi kehamilan tidak baik. Perdarahan (+)
sedikit-sedikit, kadang ada yang bergumpal, riwayat terlambat haid (+), mual dan muntah
(+). HPHT 28-11-2004. Hasil USG tanggal 28-02-2005 kesan: kehamilan tidak baik.
Status praesens: T: 120/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, respirasi: 24 x/menit, suhu: 36,4 0C.
Status Obstetrik: TFU 2 jari bawah pusat, BJA (-), ballotement (-).
Status Ginekologi:
Inspeksi

: fluksus (+), v/v t.a.k

Inspekulo

: fluksus (+), v/v t.a.k, portio licin, erosi (-), livide (-), OUE tertutup.

PD

: fluksus (+), v/v t.a.k, portio licin, kenyal, nyeri goyang (-), OUE tertutup,
CU sebesar kehamilan 14-16 minggu, A/P bilateral lemas, massa
(-), CD tidak menonjol.

Diagnosis Sementara : G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak
baik.
Sikap:
Masuk Rumah sakit.
Periksa laboratorium lengkap.
Terminasi kehamilan, lapor konsulen (Dr. ML, SpOG-K) advis: terminasi kehamilan
dengan misoprostol 3 x tablet pervaginam.
OBSERVASI
1 Maret 2005 jam 14.00 WITA
Kes: CM, T: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, R: 24 x/menit.
His: (-)
PD: fluksus (+), portio tebal, lunak, arah axial, pembukaan (-).
Sikap: misoprostol tablet pervaginam
14.00-22.00

His (-)

22.00

PD: fluksus (+), portio tebal, lunak, arah axial, pembukaan (-).
Sikap: misoprostol tablet pervaginam.

22.00-06.00

His (-)

06.00

PD: fluksus (+), portio tebal, lunak, arah axial, pembukaan (-).

Sikap: misoprostol tablet pervaginam.


2 Maret 2005
Keluhan

: perdarahan dari jalan lahir (+) sedikit.

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 120/70 mmHg, N: 80x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,5 0C.
Kepala

: konjungtiva anemis -/-, skelra ikterus -/-.

Abdomen

: TFU 3 jari bawah pusat.

Ekstremitas

: akral hangat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - terminasi kehamilan.
misoprostol dilanjutkan 3 x tab. Pervaginam.

3 Maret 2005
Keluhan

: perdarahan dari jalan lahir (+) sedikit.

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 120/70 mmHg, N: 80x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,5 0C.
Kepala

: konjungtiva anemis -/-, skelra ikterus -/-.

Abdomen

: TFU 2 jari bawah pusat.

Ekstremitas

: akral hangat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - terminasi kehamilan.
- roboransia
advis visite besar: titrasi HCG.

Lapor konsulen (Dr. ML, SpOG-K) advis: -HCG kuantitatif.


4 Maret 2005
Keluhan

: perdarahan (+) (2 x ganti pembalut).

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 120/80 mmHg, N: 84x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,5 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - roboransia.

- antibiotika
- tunggu hasil -HCG
- IVFD RL:D5% = 1:1 8gtt/mnt
5 Maret 2005
Keluhan

: perdarahan (+) (2 x ganti pembalut).

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 110/70 mmHg, N: 88x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,7 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - IVFD RL:D5% = 1:1 8gtt/mnt.


- roboransia
- antibiotika
- lapor konsulen (Dr. ML, SpOG-K) advis: tunggu hasil -HCG.

6 Maret 2005.
Keluhan

: perdarahan (+) (2 x ganti pembalut).

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 110/70 mmHg, N: 88x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,7 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - IVFD RL:D5% = 1:1 8gtt/mnt ekstravasasi aff infus.


- roboransia
- antibiotika
- tunggu hasil -HCG.

7 Maret 2005.
Keluhan

: perdarahan (+) (2 x ganti pembalut).

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 120/80 mmHg, N: 84x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,8 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan tidak baik.

Sikap

: - roboransia

- antibiotika
Hasil -HCG: 569.041 mIU/mL.
Advis visite besar: konsul di meeting
Hasil konsul di meeting: rawat sebagai mola hidatidosa, kuretase hisap setelah periksa
laboratorium lengkap, EKG, X-Foto thorax dan sedia donor.
8 Maret 2005.
Keluhan

: perdarahan (+)

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 120/80 mmHg, N: 84x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.

Sikap

: - Laboratorium lengkap.
- EKG, X-foto thorax.
- sedia donor
- R/ kuretase hisap
- roboransia

Hasil laboratorium:

Hb

: 8,8 gr/dl

Leukosit

: 5.700/mm3

Trombosit : 267.000/mm3

Ureum

Kreatinin

Asam urat : 9,4 mg/dl

SGOT

: 16 U/L

SGPT

: 18 U/L

: 21 mg/dl
: 0,9 mg/dl

9 Maret 2005.
Keluhan

: perdarahan (+) sedikit.

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 130/80 mmHg, N: 88x/mnt, R: 24x/mnt, Sb:
36,8 0C.
Status lokalis

: abdomen: TFU 2 jari bawah pusat.

Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.


1

Sikap

: - Cek hasil EKG, & X-foto toraks.


- IVFD.
- Balance cairan.
- R/ kuretase hisap
- roboransia

Hasil X-foto toraks: Cor dan pulmo dalam batas normal.


EKG: mild inferior myocard ischemia e.c anemia. DD: imbalance vegetatif.
10 Maret 2005.
Jam 09.30
Keluhan

: keluar darah banyak dari kemaluan.


(penderita langsung dipindahkan ke kamar tindakan).

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM, T: 90/60 mmHg, N: 120x/mnt, R: 32x/mnt, Sb:
36,8 0C.
Kepala

: konjungtiva anemis /

Toraks

: Jantung dan paru-paru dalam batas normal.

Abdomen

: datar, lemas, TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+).

Ekstremitas

: akral dingin

Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi

: fluksus (+), vulva t.a.k. Tampak keluar gelembung mola campur darah

500 cc.
Inspekulo : fluksus (+), v/v t.a.k, portio licin, erosi (-), livide (+), OUE terbuka,
tampak gelembung mola dan jaringan keluar dari OUE.
Diagnosa

: G2P1A0, 26 tahun, dengan abortus mola hidatidosa + pre syok.

Sikap

: - IVFD 2 jalur
- sedia donor, informed consent.
- konsul penyakit dalam.
- kuretase hisap
- lapor konsulen setuju kuretase hisap.

Jam 10.15
Kuretase hisap dimulai:

Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi di meja ginekologi.

Dilakukan tindakan antisepsis pada vulva dan sekitarnya.

Dilakukan pengosongan kandung kencing dengan folley kateter.

Dipasang spekulum cocor bebek.

Portio dan sekitarnya di desinfeksi.

Portio dijepit dengan ring tang pada arah jam 11.00.

Masukkan canul suction (bersamaan dengan injeksi metilergometin), dilakukan


kuretase hisap secara sistematis dan hati-hati sampai yakin bersih.

Ringtang dilepas.

Kontrol perdarahan.

Spekulum dilepas.

Jaringan 500 cc (periksa PA), perdarahan 1000 cc


Gelembung mola 4-5 cm, janin (-).
Jam 10.30
Kuretase hisap selesai.
KU post kuretase: T: 100/70 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 24 x/mnt.
Status lokalis

: abdomen: TFU tak teraba

Status ginekologis : PD: portio lunak, CU sebesar umur kehamilan 8-10 mgg.
A/P kanan/kiri: massa (-), Nyeri tekan (-).
Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, post kuretase hisap a.i. abortus mola

Sikap

: - antibiotika
- metilergometil 3 x 1 tab
- transfusi
- cek Hb
- advis konsulen (dr. ML, SpOG): pasang kateter.

Hasil laboratorium Hb: 8,4 gr/dl


Kateter dilepas karena merembes dan penderita merasa kesakitan.
11 Maret 2005
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/70 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,7 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, post kuretase hisap a.i. abortus mola.

Sikap

: - cefadroxil 3 x 500 mg

- SF 2 x 1 tab
- IVFD
- transfusi
- balance cairan
- lapor konsulen (dr. ML, SpOG-K)
advis: pasang ulang kateter, konsul interna, lasix 1 ampul.
Kateter dilepas karena merembes dan penderita mengeluh kesakitan.
Lapor konsulen advis: - tampung urin.
- asam mefenamat.
12 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 130/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 24 x/mnt, Sb: 36,5 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa


post kuretase hisap hari II.

Sikap

: - cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 2 x 1 tab
- IVFD
- transfusi
- cek Hb
- balance cairan (tampung urin 24 jam)
- konsul interna.

Hasil lab Hb: 8,9 gr/dl


13 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 130/80 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,7 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.


post kuretase hisap hari III

Sikap

: - cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 2 x 1 tab
- IVFD

Hb sahli: 9 gr/dl.
14 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 130/80 mmHg, N: 88 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,7 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.


post kuretase hisap hari IV

Sikap

: - cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 2 x 1 tab
- cek hasil PA

Jam 14.35 hasil meeting: kuret II dan rencana MTX.


15 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,5 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.

Sikap

: - cefadroxil 3 x 500 mg
- SF 2 x 1 tab
- advis konsulen (dr. ML,SpOG-K)
periksa -HCG urin kualitatif sebelum kuret II & -HCG
kuantitatif setelah kuret II.
- rencana kuret tajam (kuret II) tgl 17 Maret 2005.
- roboransia.

Hasil -HCG urine (+).


16 Maret 2005.

Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 84 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.

Sikap

: - roboransia
- rencana kuret II besok (17 Maret 2005)

Hasil PA (Kuret I): villi khorialis dengan degenerasi hidropik dan sel-sel trofoblast, tampak
juga bagian perdarahan. Kesan: mola hidatidosa.
17 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 84 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,2 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.

Sikap

: - rencana kuret II
- roboransia
- uterotonika

Jam 11.45.
Dilakukan kuretase II (kuretase tajam).
Penderita dibaringkan terlentang dalam posisi litotomi di atas meja ginekologi.
Antisepsis vulva dan sekitarnya.
Pasang spekulum cocor bebek.
Portio dan sekitarnya dilakukan antisepsis dengan kasa betadin.
Dilakukan anestesi paraservikal blok di arah jam 4 dan jam 8.
Portio dijepit dengan tenakulum di arah jam 11.
Dilakukan sondase, uterus antefleksi, ukuran 6 cm.
Dilakukan kuretase tajam sesuai arah jarum jam sampai yakin bersih. Kontrol
perdarahan (-).
Diberikan injeksi methergin IM 1 ampul.
Tenakulum dilepas, kontrol perdarahan ulang (-).

Portio dibersihkan dengan kasa betadine.


Spekulum dilepas.
Kuretase selesai.
Perdarahan : 100 cc
Jaringan

: 20 cc diperiksa PA.

KU post kuretase: T: 130/80

N: 84 x/mnt

R: 20 x/mnt.

18 maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/70 mmHg, N: 84 x/mnt, R: 24 x/mnt, Sb: 36,5 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa post kuret II hari I.

Sikap

: - roboransia
- antibiotika
- uterotonika
- rencana periksa -HCG kuantitatif (tgl 21 Maret 2005).

19 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,5 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa, post kuret ke-2 hari II

Sikap

: - roboransia
- antibiotika
- uterotonika
- rencana kemoterapi profilaksis dengan MTX.

20 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
1

Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa, post kuret ke-2 hari III

Sikap

: - roboransia
- antibiotika
- uterotonika
- rencana kemoterapi dengan MTX.
- Laboratorium lengkap dan -HCG besok.

21 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.

Sikap

: - roboransia
- antibiotika
- rencana kemoterapi dengan MTX.
- Laboratorium lengkap dan -HCG.

Laboratorium:

Hb

: 10,6 gr/dl

Leukosit : 8.100/mm3

Trombosit: 357.000/mm3

Ureum

Kreatinin : 0,7 mg/dl

SGOT

: 9 U/L

SGPT

: 12 U/L.

: 18 mg/dl

22 Maret s/d 24 Maret 2005.


Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa.


1

Sikap

: - roboransia
- antibiotika
- rencana kemoterapi dengan MTX.

Advis meeting: tunda dulu MTX.


25 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa (post kuret ke-2 hari VIII)

Sikap

: - roboransia
- kemoterapi profilaksis dengan MTX obat sudah ada.

Hasil -HCG post evakuasi: 14.961 mIU/ml


Hasil PA (kuret II):
Mikroskopik: tampak potongan-potongan jaringan terdiri dari bekuan darah, dan
potongan-potongan jaringan endometrium, jaringan nekrotik dengan radang, jaringan
dengan sel-sel desidua, tidak tampak villi khorialis maupun tanda-tanda keganasan.
Kesimpulan: jaringan nekrotik + sel-sel desidua
26 Maret s/d 28 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa (post kuret ke-2 hari VIII)

Sikap

: - roboransia

Jam 20.00 (28 Maret 2005) Lapor konsulen (dr. ML, SpOG-K)
Advis: - pulang.
- kontrol tiap 2 minggu.
29 Maret 2005.
Keluhan

: tidak ada

Status praesens : KU: cukup, Kes: CM


T: 120/80 mmHg, N: 80 x/mnt, R: 20 x/mnt, Sb: 36,6 0C.
Status lokalis

: abdomen : TFU tak teraba.

Diagnosa

: P1A1, 26 tahun, dengan mola hidatidosa (post kuret ke-2 hari VIII)

Sikap

: - R/ pulang.

DISKUSI
Permasalahan yang akan didiskusikan pada kasus ini adalah:
1. diagnosis
2. penanganan
3. komplikasi
4. prognosis
Diagnosis
Permasalahan utama pada kasus ini adalah adanya kesalahan diagnosis pada
awalnya sebelum diagnosis mola hidatidosa ditegakkan.
Secara ringkas gambaran diagnostik yang berhubungan dengan mola hidatidosa
adalah sebagai berikut:
Perdarahan pervaginam sedikit-sedikit yang ireguler, dapat juga profus yang
dimulai setelah kehamilan 2 bulan.
Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Pada pemeriksaan palpasi maupun radiologis tidak ditemukan adanya janin
seperti pada kehamilan normla.
Denyut jantung janin tidak ditemukan.

Pola khusus pada pemeriksaan USG.


Gejala-gejala

kehamilan

muda

yang

berlebihan

seperti

hiperemesis,

hipertiroidisme dan preeklampsia.


Kadar HCG yang tinggi lebih dari 100.000 mIU/ml.
Pada awalnya (13 Februari 2005) penderita ini memeriksakan diri di poli
ginekologi RSU Prof. R. D. Kandou, dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Setelah
dilakukan anamnesa diketahui penderita ini memiliki riwayat amenore dimana hari
pertama haid terakhir pada tanggal 28 November 2004. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik, didapatkan adanya pembesaran uterus sebesar umur kehamilan 14-16 minggu dimana
teraba berupa massa padat yang berbenjol-benjol, serta tidak ditemukan tanda-tanda
kehamilan berupa balotemen dan detak jantung janin. Setelah dilakukan pemeriksaan hCG
urin secara kualitatif hasilnya ternyata negatif, sehingga saat itu pada penderita ini
didiagnosa sebagai suspek mioma uteri. Untuk memastikan diagnosa tersebut maka
direncanakan untuk dilakukan USG.
Setelah dilakukan USG (28 Februari 2005) hasilnya ternyata bukan mioma uteri
tetapi kehamilan tidak baik karena pada saat di USG ditemukan adanya kantung kehamilan
(gestational sack) namun tidak terdapat gambaran janin. Sehingga saat itu juga diagnosa
pada pasien ini berubah menjadi G2P1A0, 26 tahun, hamil 14-16 minggu, dengan kehamilan
tidak baik, dan direncanakan untuk dilakukan terminasi kehamilan tidak baik dengan
misoprostol.
Diagnosa suspek mioma uteri pada awalnya didasarkan pada pemeriksaan fisik
dimana terdapat pembesaran uterus berupa massa padat dengan permukaan berbenjolbenjol. Diagnosa kehamilan disingkirkan karena walaupun terdapat riwayat amenore tetapi
setelah dilakukan pemeriksaan hCG urin kualitatif hasilnya negatif, selain itu tanda
kehamilan seperti balotemen tidak ditemukan. Berdasarkan kepustakaan pada mioma uteri
juga dapat terjadi amenore.2
Pemeriksaan hCG urin kualitatif dengan hasil yang negatif sangat tidak sesuai
dengan hasil USG yang berupa kehamilan tidak baik, sehingga untuk mengkonfirmasi hal
tersebut maka dilakukan pemeriksaan hCG darah secara kuantitatif (titrasi hCG) dan hasil
yang didapat adalah kadar -hCG yang sangat tinggi jauh dari normal yaitu 569.041
mIU/ml. Pada kehamilan yang normal kadar -hCG biasanya kurang dari 100.000 mIU/ml,
dan kadar

yang lebih dari 100.000 mIU/ml dapat dicurigai sebagai suatu mola

hidatidosa.4,5 Karena tingginya kadar dari -hCG pada penderita ini sehingga mulai tanggal

8 Maret 2005 dirawat sebagai mola hidatidosa dan direncanakan untuk dilakukan evakuasi
mola hidatidosa dengan kuretase hisap.
Diagnosa mola hidatidosa pada penderita ini belum dapat ditegakkan sejak awal
karena pada awalnya tidak ditemukan gejala maupun tanda yang dapat menunjang
diagnosa mola hidatidosa. Gejala yang ada pada penderita ini hanya berupa perdarahan
dari jalan lahir yang sedikit-sedikit yang bisa juga ditemukan pada kelainan ginekologi lain
seperti pada mioma uteri. Gejala lain yaitu gejala kehamilan muda yang berlebih yang
merupakan gejala dari mola hidatidosa seperti hiperemesis, hipertiroidisme, dan
preeklamsi juga tidak menonjol. Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran uterus tetapi
bila dilihat dari keterlambatan haid (riwayat amenore), pembesaran uterusnya sesuai
dengan umur kehamilan. Pada mola hidatidosa salah satu tanda klasiknya adalah
pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan. Namun tidak semua penderita
mola hidatidosa dapat menunjukkan pembesaran uterus yang lebih besar dari usia
kehamilan. Berdasarkan penelitian hanya kira-kira 50% dari penderita mola hidatidosa
yang menunjukkan pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan. 5 Bahkan ada
juga penderita mola hidatidosa dengan besar uterus lebih kecil dari usia kehamilan yang
bisa ditemukan pada jenis dying mole.2 Selain itu, dengan pemeriksaan hCG urin kualitatif
di poliklinik ginekologi hasilnya negatif.
Diagnosa mola hidatidosa baru dapat ditegakkan dengan pasti bila kita melihat
lahirnya gelembung mola. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar
biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung mola umumnya disertai
perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. 2 Pada penderita ini
gelembung mola baru terlihat setelah diagnosa mola hidatidosa ditegakkan dari
pemeriksaan -hCG.
Untuk membantu dalam mendiagnosa mola hidatidosa, salah satu pemeriksaan
yang dianggap memiliki ketepatan dan sensitifitas yang tinggi yaitu dengan USG. Dari
USG suatu mola hidatidosa dapat terlihat berupa gambaran khas yaitu menyerupai badai
salju (snow flake pattern) atau gambaran sarang tawon (honey comb appereance) dan
terlihat gambaran seperti rangkaian buah anggur (grape de raisins) bila gelembung mola
mempunyai diameter yang lebih besar.6,10,11 Namun USG pada penderita ini tidak
menunjukkan gambaran khas tersebut, yang terlihat hanya berupa kantung kehamilan
(gestational sack) tanpa ada gambaran janin sehingga didiagnosa sebagai suatu kehamilan
tidak baik. Tidak ditemukannya gambaran khas dari mola hidatidosa dengan USG pada

penderita ini kemungkinan disebabkan oleh mola yang tidak terlalu besar sehingga tidak
terlihat dengan jelas. Berdasarkan kepustakaan pada kehamilan trimester I gambaran mola
hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik
atau mioma uteri. Gambaran spesifik biasanya terlihat pada trimester II.2
Dengan demikian diagnosa mola hidatidosa pada penderita ini sebelum evakuasi
mola hanya ditegakkan melalui pemeriksaan kadar -hCG darah yang tinggi (569.041
mIU/ml). Diagnosa yang pasti pada pasien ini baru dapat ditegakkan setelah terlihat
gelembung mola yang keluar, yang dipertegas dengan pemeriksaan PA terhadap jaringan
yang dievakuasi dengan kuretase hisap.
Penanganan
1. Perbaiki keadaan umum
Dengan ditegakkannya diagnosa mola hidatidosa pada penderita ini maka
dilakukan penanganan yang sesuai untuk mola hidatidosa. Pada penderita ini dilakukan
perbaikan keadaan umum terlebih dahulu yaitu dengan pemberian cairan IVFD dan
roboransia. Selain itu disiapkan juga donor darah untuk mengantisipasi perdarahan yang
banyak saat evakuasi mola. Disamping perbaikan keadaan umum, pada pasien ini juga
dilakukan pemeriksaan lain sebagai persiapan yaitu EKG, X-foto toraks dan laboratorium
lengkap.
2. Evakuasi
Tahap berikutnya adalah evakuasi jaringan mola. Pada pasien ini evakuasi pertama
dengan kuretase hisap (vakum kuretase). Kuretase hisap merupakan pilihan saat ini untuk
evakuasi mola karena memiliki beberapa keunggulan yaitu tindakan yang lebih cepat,
perdarahan kurang, tidak memerlukan pembukaan serviks yang terlalu besar dan tidak
memerlukan pembiusan.2,10
Sebelum dilakukan kuretase hisap, pasien sempat mengalami perdarahan
pervaginam yang banyak sehingga pada hari itu juga langsung diambil tindakan kuretase.
Setelah kuretase dilakukan perbaikan keadaan umum dengan pemberian transfusi. Untuk
mencegah infeksi maka diberikan antibiotika dan selain itu juga diberikan uterotonika
(metilergometil) untuk memperkuat kontraksi uterus sehingga dapat mencegah perdarahan
setelah evakuasi mola. Setelah kuretase yang pertama, jaringan diperiksa PA dan hasilnya
adalah mola hidatidosa. Setelah kuret yang pertama, satu minggu kemudian dilakukan
kuret kedua berupa kuret tajam untuk membersihkan sisa-sisa jaringan, dan hasilnya

dikirim lagi untuk pemeriksaan PA. Hasil pemeriksaan PA untuk jaringan hasil kuret kedua
yaitu sel-sel desidua dan jaringan nekrotik, tanda-tanda keganasan tidak ada.
Pada penderita ini setelah evakuasi mola, dilakukan pemeriksaan -hCG ulang dan
hasilnya kadar -hCG menurun menjadi 14.961 mIU/ml. Hal ini memberikan prognosa
yang baik karena terjadi penurunan kadar hCG dan diharapkan penurunannya terjadi terus
sampai normal.
3. Terapi profilaksis.
Penanganan tahap berikutnya yaitu pemberian terapi profilaksis dengan sitostatika.
Pada penderita ini sempat direncanakan tetapi karena ada perbedaan pendapat sehingga
sampai penderita pulang terapi ini belum diberikan. Terapi profilaksis biasanya diberikan
apabila pengamatan lanjutan sukar dilakukan dan pada kasus mola dengan resiko tinggi
akan terjadi keganasan, misalnya umur tua (> 35 tahun), paritas yang tinggi atau kasus
mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.2 Untuk pasien ini pengamatan lanjut
tidak sulit untuk dilakukan dan tidak termasuk pada mereka yang beresiko tinggi. Tujuan
profilaksis dengan sitostatika adalah untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
terjadinya koriokarsinoma. Ada beberapa ahli yang kurang sependapat dengan terapi
profilaksis dengan alasan bahwa kasus mola hidatidosa yang menjadi ganas tidak banyak
dan sitostatika adalah obat yang berbahaya.2,10
Terapi profilaksis yang kedua yang dapat dilakukan pada penderita pasca mola
hidatidosa adalah dengan histerektomi totalis. Indikasi tindakan ini adalah bila usia
penderita > 35 tahun dan jumlah anak cukup.14 Pada kasus ini terapi ini belum dianjurkan
karena umur penderita yang masih muda (26 tahun) dan belum memiliki anak.
4. Pengawasan lanjut
Saat pulang penderita disarankan untuk melakukan kontrol setiap 2 minggu dengan
tujuan untuk pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya keganasan. Lama pengawasan
ini dianjurkan berkisar satu sampai dua tahun. Selama pengawasan, secara berkala
dilakukan pemeriksaan ginekologi, kadar hCG dan radiologi. Selama pengawasan
penderita juga dianjurkan untuk jangan dulu hamil dengan menggunakan alat kontrasepsi
seperti kondom, diafragma atau pil KB agar tidak mengacaukan pemeriksaan selama
periode pengawasan.2,3 Jadwal pengawasan yang dianjurkan sesuai protap di bagian
Obstetri dan Ginekologi RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado yaitu 3 bulan I dua minggu
sekali, 3 bulan II 1 bulan sekali dan 6 bulan terakhir 2 bulan sekali.14 Pengawasan diakhiri

bila selama satu tahun setelah keluar dari perawatan kadar hCG pasien dalam batas normal,
atau bila telah hamil lagi.14
Komplikasi
Pada penderita mola hidatidosa kadang terjadi komplikasi-komplikasi yang dapat
membahayakan, seperti perdarahan hebat sampai syok, infeksi sekunder, perforasi karena
keganasan dan karena tindakan serta menjadi ganas pada kira-kira 18-20% kasus.3 Pada
kasus ini selama perawatan dan setelah evakuasi mola juga pada pemeriksaan PA tidak
ditemukan komplikasi yang membahayakan.
Prognosa
Prognosa pada penderita ini saat pulang adalah dubia ad bonam karena tidak
terdapat komplikasi yang membahayakan. Namun prognosa dapat saja berubah bila suatu
saat timbul keganasan yaitu koriokarsinoma. Prognosa yang baik tergantung pada
diagnosis yang cepat dan terapi yang tepat. Kematian pada kasus mola hidatidosa biasanya
disebabkan oleh adanya perdarahan yang banyak, infeksi, eklampsi, payah jantung dan
tirotoksikosis.1,2 Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3
tahun pasca mola, tetapi paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kejadian mola berulang
agak jarang. Martaadisoebrata, di RS Hasan Sadikin bandung hanya menemukan 4 dari
323 kasus atau 1,23%. Ada yang mengatakan bahwa mola berulang mempunyai resiko
lebih tinggi untuk menjadi koriokarsinoma. 2 Untuk menentukan kapan kembalinya fungsi
reproduksi agak sukar karena umumnya mereka diharuskan untuk memakai kontrasepsi.
Namun pada umumnya kemampuan reproduksi pasca mola tidak banyak berbeda dari
kehamilan lainnya dan anak-anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa ternyata
umumnya normal.2

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pada kasus ini dapat ditarik kesimpulan:
1. Diagnosa suatu mola hidatidosa tidaklah mudah untuk ditegakkan dan tidak semua
penderita dengan mola hidatidosa dapat menunjukkan gejala dan tanda yang khas
dari mola hidatidosa. Untuk itu dalam menegakkan suatu mola hidatidosa perlu
dilakukan rangkaian pemeriksaan yang lengkap dan teliti yang meliputi
pemeriksaan klinik, USG, pengukuran kadar hCG dan pemeriksaan histopatologi
serta amniografi.
2. Diagnosa mola hidatidosa yang cepat serta penanganan yang tepat akan dapat
membantu mencegah terjadinya komplikasi yang membahayakan sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dari mola hidatidosa.
3.

Pemberian terapi profilaksis dengan sitostatika setelah evakuasi mola masih


menimbulkan perbedaan pendapat karena pertimbangan untung dan ruginya.

4. Pada pasien ini tidak terjadi komplikasi yang membahayakan dan dari hasil PA
tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan.
Saran

Pemeriksaan terhadap pasien dengan mola hidatidosa harus dilakukan dengan teliti
dan terpadu sehingga diagnosa dapat ditegakkan lebih awal dan tidak terjadi
kesalahan dalam mendiagnosa. Bila mungkin dapat dilakukan pemeriksaan USG
lebih dari satu kali untuk memastikan diagnosa mola hidatidosa dan pengukuran
kadar -hCG bila memungkinkan dapat dilakukan lebih awal.

Pemberian terapi profilaksis dengan sitostatika sebaiknya dapat diberikan karena


bila dipertimbangkan untung ruginya maka keuntungannya lebih besar karena
dapat mencegah terjadinya keganasan walaupun tidak semua mola hidatidosa dapat
menjadi ganas, tetapi lebih baik kita mencegah daripada nantinya terlambat.

Dianjurkan pada penderita untuk tetap melakukan kontrol sampai selama 1 atau 2
tahun untuk menghindari kemungkinan keganasan dan seharusnya jangan dulu
hamil selama dalam masa pengawasan.

Anda mungkin juga menyukai