Anda di halaman 1dari 13

Anemia Defisiensi Besi pada Anak

Singgih Arto*
10-2012-005
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
*Alamat Korespendensi:
Singgih Arto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: singgih.arto@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling
sering ditemui. Saat ini di Indonesia anemia defeisiensi besi masih merupakan salah satu
masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium. Selain
berfungsi sebagai sintesis hemoglobin , besi juga juga berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam berkerjanya
membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui gejala-gejala penyakit ini
sehingga dapat membantu mengobati sebelum stadium lebih lanjut dan menimbulkan suatu
komplikasi.1

Anamnesis
Dilihat dari gejala nya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan
suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di
bawah 7-8 g/dL.
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
1

gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, diet yang tidak seimbang, atau riwayat pernah menderita
penyakit yang kronis.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah butiran kopi.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah,
dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit kronis
(reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar,
perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin seperti
neuropati perifer (defisiensi vitamin B12).1
Riwayat keluarga
Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan penyakit sel
sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter. 1
Lain-lain
Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit seperti
malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang menyebabkan erosi lambung atau
supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik, penurunan berat badan yang drastis baru-baru
ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.2

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakfah pasien sakit ringan atau berat, sering
merasa sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan
2

ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada
anemia defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan
kadar trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia
defisiensi besi. 2
Palpasi
1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua kelopak
mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan
konjuctiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai
warnanya.
Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat
berwarna pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu sindrom
anemia.2
2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan bentuk
dan lesi yang ada.
Patologis: Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok). 2
Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi
atau keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang
membesar dank eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang
membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.2
3. Palpasi hati , limpa, abdomen
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi.2

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menunjang diagnosis diperlukan diadakan pemeriksaan penunjang. Beberapa


pemeriksaan penunjang yang dapat diperiksa untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi
besi:
1. Darah lengkap: Hb menurun (<12g/dl), eritrosit menurun, hematokrit menurun,
leukosit dan trombosit pada umumnya normal tetapi pada granulositopenia ringan
dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Trombositosis dapat dijumpai pada
ADB dengan episode pendarahan akut. Pada ADB akibat infeksi dapat ditemukan
leukosit yang menurun.3
2. Indeks eritrosit:
a. Mean Corpuscular Volume (MCV). Merupakan volume rata-rata eritrosit yang
akan menurun apabila terjadi kekurangan zat besi. Dihitung dengan membagi
hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100fl. Mikrositik
bila < 70 fl dan makrositik bila > 100 fl.1
b. Mean Corpuscular Haemoglobin (MCH). Adalah berat hemoglobin rata-rata
dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg. mikrositik hipokrom < 27 pg
dan makrositik >31 pg. pada ADB didapatkan mikrositik hipokrom.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) adalah konsentrasi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-33% dan hipokrom <30%.
3. Indeks retikulosit biasanya normal. Pada keadaan berat karena pendarahan, jumlahnya
meningkat.3
4. Red cell Distribution Width (RDW) merupakan variasi dalam ukuran sel darah merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan RDW disertai
MCV yang rendah merupakan pertanda dari kekurangan zat besi dan apabila disertai
dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostic. Nilai normal 15%.
5. Free Eritrosit Protoporphirin. Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke
eritroid sumsum tulang dapat diketahui dengan pemeriksaan FEP. Bila sintesis heme
terganggu karena defisiensi besi, maka protoporphirin akan menumpuk pada eritrosit.
Nilai normalnya 30mg/dl dan pada ADB protoporphirin bebas dalam darah lebih dari
100mg/dl. Peningkatan FEP disertau ST yang menurun merupakan tanda ADB yang
progresif. Kadarnya dapat kembali normal dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah terapi besi.4
6. Apusan darah tepi: menunjukan anemia hipokrom mikrositer, anisositosis,
poikilositosis. Makin berat derajat anemia maka semakin berat pula derajat
hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat
anemia, berbeda dengan thalasemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim,
4

maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell) atau
memanjang seperti elips diesbut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell).
Kadang-kadang dijumpai sel target.3
7. Status besi: serum iron menurun (<50 g/dl), total iron binding capacity (TIBC)
meningkat (>350 g/dl). Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang
terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang
berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi
transferin= ST) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x
100%. ST merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid
sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara
plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila ST < 16% menunjukkan suplai besi yang
tidak adekuat untuk mendukung eritropoiesis. ST < 7% diagnosis ADB dapat
ditegakkan. Pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB dengan
didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.
8. Feritin serum merupakan suatu ukuran simpanan besi retikuloendotelial yang sangat
berguna. Penilaian kadarnya dapat digunakan sebagai indicator awal dari anemia
akibat defisiensi besi. Kadarnya menurun pada anak kurang dari 5 tahun < 12g/l
sedangkan pada anak lebih darua 5 tahun < 15 g/l.
9. Pemeriksaan sumsum tulang. Merupakan gold standard untuk penilaian cadangan
besi. Cadangan besi (hemosiderin) berkurang atau kosong. Namun akhir-akhir ini
pemeriksaan sumsum tulang banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang
lebih praktis. Kepadatan sel di sumsum tulang juga meningkat (hiperseluler).
10. Analisis tinja. Untuk mencari apakah ada pendarahan pada GIT.

Kriteria diagnostik anemia defisiensi besi menurut WHO :


1.
2.
3.
4.

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N: 32-35%)
Kadar Fe serum <50 g/dl (N:80-180 g/dl)
Saturasi transferin <15% (N: 20-50%) 3

Diagnosis Kerja
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada
5

akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Selain dibutuhkan untuk pembentukan


hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga
terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,
neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi.
Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan
mengurangi aktivitas kerja.3,4
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis
yang sering tidak khas. Pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan pucat tanpa tanda-tanda
perdarahan (petekie, ekimosis, atau hematoma) maupun hepatomegali. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin yang rendah. Jumlah leukosit, hitung jenis, dan
trombosit normal, kecuali apabila disertai infeksi. Diagnosis pasti ditegakkan melalui
pemeriksaan kadar besi atau feritin serum yang rendah dan pewarnaan besi jaringan sumsum
tulang.3,4

Diagnosis Banding
1) Anemia penyakit kronis. Gambaran morfologi biasanya normositik normokrom tetapi
bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia penyakit kronis
disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe
serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga
nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin sangat berguna dalam membedakan kedua
penyakit ini. Pada anemia penyakit kronis TfR normal karena pada inflamasi
kadarnya tidak terpengaruh sedangkan pada ADB kadarnya menurun.
2) Anemia sideroblastik merupakan kelainan yng disebabkan oleh gangguan sintesis
heme, bisa didapat atau herediter. Gambaran morfologi hipokrom mikrositik dnegan
peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik.
Kadar Fe serum dan ST meningkat, pada sediaan apus sumsum tulang didapatkan sel
darah merah berinti yang menganding granula besi (agregat besi dalam mitokondria)
yabg disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.
3) Thalasemia Minor. Merupakan kelainan yang diakibatkan kekrangan protein beta.
Namun kekurangannya tidoak terlalu signifikan sehingga fungsi tubuh dapat tetap
normal. Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan sehingga dokter seringkali
salah mendiagnosis. Penderita thalasemia minor sering didiagnosis mengalami
6

kekurangan zat besi. Pada thalasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB.
Salah stau cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan
melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan
mikrositosis. Sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan
penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi
nilai MCVdengan jumlah eritrosit. Bila nilainya kurang dari 13 menunjukan talasemia
minor dan bila nialinya kebih dari 13 menunjukan ADB. Pada thalasemia minor
didapatkan basophilic stippling, peniingkatan kadar bilirubin plasma dan dan
peningkatan kadar HbA2.
Untuk melihat adanya persamaan dan perbedaan yang berkaitan dengan diagnosis kerja
sehingga dimasukkan sebagai diagnosis banding dapat dilihat pada tabel 1.4
Tabel 1. Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
Perbedaan

Anemia

Anemia akibat

defisiensi besi

penyakit

Thalasemia

Anemia
sideroblastik

kronik
Derajat anemia

Ringan sampai

Ringan

Ringan

berat

Ringan sampai
berat

MCV

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

MCH

Menurun

Menurun <50

Normal/meningka

Normal/meningka

Menurun <300

Normal / turun

Normal / turun

Meningkat >20%

Meningkat >20%

Positif kuat

Positif dgn ring

TIBC

Meningkat >
360

Saturasi

Menurun <

Menurun/N

transferin

15%

10-20%

Besi sum-sum

Negatif

Positif

tulang
Protoporfirin

sideroblast
Meningkat

Meningkat

Normal

Normal

Menurun < 20

Normal 20-

Meningkat > 50

Meningkat > 50

eritrosit
Feritin serum

Elektroforesis

g/dl

200 g/dl

g/dl

g/dl

Hb A2 meningkat

Hb

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:4,5

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


-

Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

Perdarahan kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab yang utama.
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan,
peggunaan pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang

lama kesemuanya menunjukkan perdarahan yang berlebih.


Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah

daging).
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui dan
pada wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada
kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan
kesetimbangan besi negative akibat pertumbuhan. Susu formula bersuplemen serta makan
campuran yang diberikan sejak usia 6 bulan, khusunya dengan makanan yang ditambah besi
dapat mencegah difisiensi besi.Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa
eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, transfer 300 mg besi ke janin, dan karena
perdarahan pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga meningkat, terapi besi serigkali
diperlukan bilah hemoglobin turun sampai kurang dari 10 g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada
trimester ketiga.

Kurangnya Besi yang Diserap


- Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat. Seorang bayi pada 1 tahun
pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak mengandung besi.
Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200mg besi selama 1 tahun pertama
(0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang
mendapat ASI eksklusif jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama.
Hal ini disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap
dibandingkan susu yang terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi
dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat
-

diabsorbsi.
Malabsorbsi besi. Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa
ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang
telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai anemia defisiensi
besi walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan
berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas
usus halus, tempat utama penyerapan besi dan non heme.

Epidemiologi
Defisiensi besi merupakan penyebab anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30% penduduk
dunia menderita anemia dan lebih kurang 500-600 juta menderita anemia defisiensi besi.
Prevalensi yang tinggi terjadi di negara yang sedang berkembang, disebabkan kemampuan
ekonomi yang terbatas, masukan protein hewani yang rendah, dan infestasi parasit. Insiden
anemia defisiensi besi di Indonesia 40,5% pada balita, 47,2% pada anak usia sekolah, 57,1%
pada remaja putri, dan 50,9% pada ibu hamil. Dee Pee dkk pada tahun 2002 melakukan
penelitian tentang prevalensi anemia pada bayi usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Jawa Timur menunjukkan 37% bayi memiliki kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL dan
71% memiliki kadar Hb di bawah 11 g/dL. Di negara maju seperti Amerika Serikat prevalensi
defisiensi besi pada anak umur 1-2 tahun 9% dan 3% diantaranya menderita anemia.5
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap defisiensi besi, yaitu:4,5
I.

Tahap pertama
9

Tahap

ini

disebut iron

depletion atau storage

iron

deficiency, ditandai

dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non
heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
II.

Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron

limited erythropoiesis didapatkan

suplai

besi

yang

tidak

cukup

untuk

menunjang

eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan
free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
III.

Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap
ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.

Gejala klinik
Diawali dengan gejala umum anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar
hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang
pucat, terutama pada konjungtiva terlihat anemis.
Selain gejala-gejala di atas terdapat gejala-gejala khas anemia defisiensi besi yang tidak
dijumpai pada anemia jenis lain, yaitu: 5
koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan

menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.


Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
10

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring


Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorhidia
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti : tanah liat, es, lem.

Penatalaksanaan
a) Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pada kasus perdarahan saluran cerna
akibat penggunaan obat-obat NSAID, dapat di ganti obat-obatan tersebut dengan golongan
lain. 6
b) Pemberian Preparat Besi6
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman.
Preparat yang tersedia salah satunya adalah sulfas ferosus, merupakan preparat pilihan
pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap
200mg sulfas ferosus mengandung 66mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200
mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis 2-3
x normal. Preparat besi oral sebaikna diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping
lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami
intoleransi,sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan. Efek samping
utama adalah gangguan gastrointestinal. Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan. Dapat
ditambahkan vitamin C untuk membantu penyerapan besi.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi
sebesar 500 sampai 1000mg. Dosis yang dapat diberikan dihitung melalui rumus:
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang)xBBx2,4 + 500 atau 1000 mg. Preparat yang
tersedia ialah iron destran complex, iron ferric gluconate dan iron sucrose. Dapat diberikan
secara intramuskular dalam atau IV pelan. Pemberian secara IM memberiakn rasa nyeri
dan warna hitam pada kulit. Efek samping yang timbul adlaah reaksi anafilaksis, meskipun
jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual,muntah,
nyeri perut dan sinkop.
c) Tranfusi Darah6
Jarang diperlukan,hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang
disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Pemberian RBC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb smapai tingkat
aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat
dengna kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali
pemberian disertai pemberian diuretik seperti furosemid. 2,3

11

Pencegahan
Tindakan pencegahan dapat berupa:6
1. Pemberian ASI minimal 6 bulan, tambahan makanan/ bahan yang meningkatkan
absorbs besi (buah-buahan, daging, unggas), suplementasi besi pada anak usia 2-12
tahun: 1mg/kg/hari 2x/minggu selama 3 bulan setiap tahun.
2. Menunda pemakaian susu sapi sampa usia 1 tahun sehubungan dengan resiko
terjadinya pendarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi
3. Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan
asam askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan (usia 4-6 bulan)
4. Memberikan suplementasi Fe pada bayu kurang bulan
5. Pemakaian PASI (susu formula yang mengandung besi)
6. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah
diserap

Komplikasi
Dapat terjadi anemia berat.
Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku. Gangguan
perkembangan neurologis pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada anak usia sekolah.
IQ anak-anak sekolah dengan defisiensi zat besi terlihat lebih rendah daripada anak
seusianya. Gangguan perilaku dapat bermanifestasi sebagai gangguan defisit perhatian.
Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi besi. Semua manifestasi dapat membaik
pada terapi besi.4
Prognosis
Baik bila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya
serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinik
lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.6
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang

12

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang sehingga pasien anemia


defisiensi besi akan datang dengan keluhan sering merasa lelah dan tampak pucat
Pada kasus ini, hal yang penting harus dilakukan adalah melengkapi hasil
pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan

pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan

konsentrasi Besi Serum, TIBC (Total Iron Binding Capacity), pemeriksaan apus darah tepi,
dan dapat diklakukan pemeriksaan feses untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi yang
mungkin di sebabkan oleh karena pendarahan pada saluran cerna
Bila dengan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut masih belum terlalu meyakinkan
diagnosis, dapat dicoba untuk melihat cadangan besi sumsum tulang dengan pewarnaan biru
Prussia. Setelah ditemukan adanya hasil yang menunjang diagnosis pasti anemia defisiensi
besi, perlu dicari etiologi pasti penyebab anemia yang diderita pasien. Dan untuk
penangannannya dapat di berikan preparat besi oral seperti sulfas ferosus.
Daftar Pustaka
1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2005. H. 78 79.
2. Sudoyo W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : FKUI;2006.h.634 40
3. Permono Bambang H, Sutaryo,Ugrasena IDG, Windiastuti Endang, Abdulsalam
Maria. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Edisi ke 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2006.h.30 43
4. Corwin J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta: penerbit buku kedokteran
EGC;2009.h.427 428.
5. Sudoyo, Aru W. Anemia pada Penyakit Kronis. Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ;
2006. h.641-42
6. Iron deficiency anemia. Edisi 2012. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-followup#a2649. 18 April 2015

13

Anda mungkin juga menyukai