Anda di halaman 1dari 16

MEMPERKAYA PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT-BASED

LEARNING) DENGAN TEKNOLOGI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pengantar Pendidikan
Yang dibina oleh Bapak Drs. Setiadi C.P., M.Pd., M.T

oleh
Whyna Agustin
140533692676

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA
November 2014

A. JUDUL
Memperkaya Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) Dengan
Teknologi
B. PENDAHULUAN
Pembelajaran berbasis proyek diresmikan sebagai metode pembelajaran oleh John
Dewey dan para pengikutnya. Proyek-proyek yang memperjuangkan prinsip-prinsip progresif
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang akan menggantikan pendekatan yang
lebih pasif. Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) berakar pada prinsip
pendidikan yang digagas oleh Dewey yaitu learning by doing experiencing. Pandangan
Dewey ini menempatkan sekolah sebagai laboratorium tempat pemecahan masalah bagi
kehidupan nyata siswa. (Dewey, 1916).
Sejak dahulu, pendidikan merupakan salah satu aspek yang tidak lepas dari
pemanfaatan teknologi, dimana produk inovasi yang ada diaplikasikan untuk membantu
kegaitan belajar mengajar seperti radio, tape-recorder, film, televisi, direct broadcast satelite,
video dan komputer. Dalam bidang pendidikan, TIK menyebabkan terjadinya pergerakan
informasi tanpa batas yang dapat dilakukan dengan cepat. Hal ini menyebabkan perubahan
mendasar dan penyesuaian dalam hal cara mengajar guru, belajar murid, dan manajemen
sekolah dari yang ada sebelumnya.
Dengan kedatangan abad ke-21, pengembangan alat-alat teknologi maju pesat,
terutama di luar sekolah. Generasi muda memulai jaringan social (Facebook, LinkedIn),
menulis di wiki, mendengarkan podcast, dan menulis di blog, bahkan jauh sebelum guru
paling canggih mulai bereksperimen dengan alat-alat elektronik di dalam kelas, siswa harus
tahu bagaimana menggunakan alat-alat ini untuk bekerja dengan teman mereka. Organisasi
professional seperti, Asosiasi untuk Pendidikan Komunikasi dan Teknologi atau Association
for Educational Communications and Technology (AECT; www.aect.org), Masyarakat
internasional untuk Teknologi Pendidikan atau Internasional Society for Technology
Education (ISTE; www.iste.org), dan Kemitraan Keterampilan Abad 21 (Partnership for 21st
Century Skills), serta didorong maju oleh kampanye elektronik presiden Barack Obama yang
dinamis pada tahun 2008, telah mamacu meningkatnya minat dalam bagaimana teknologi
dapat memperkaya pengajaran dan pembelajaran (Bellanca, 2012).
Maksud dari kata memperkaya pembelajaran berbasis proyek adalah belajar melalui
proyek-proyek dengan bantuan alat elektronik, menggunakan praktik penelitian terbaik yang
didukung untuk mempromosikan cara berpikir dan kolaborasi serta fokus pada evaluasi diri
diarahkan dalam proyek-proyek sekolah menengah atas. Proyek-proyek ini dapat jauh lebih

kompleks daripada proyek sederhana berdasarkan pengalaman yang direkomendasikan


Dewey untuk siswa SD. Dalam memperkaya pembelajaran berbasis proyek terutama untuk
memperkaya integrasi perangkat digital yang semakin meningkat maka diperlukan alat digital
dari perkembangan teknologi. Hal tersebut dikarenakan alat teknologi dapat memberikan
kontribusi besar terhadap pengayaan belajar siswa dalam proyek.
Berdasarkan paparan diatas, Makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana
teknologi dapat memperkaya pembelajaran berbasis proyek serta kendala-kendala yang harus
dihadapi untuk menerapkan teknologi dalam pembelajaran, baik dampak positif maupun
dampak negatifnya.
C. PERMASALAHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran berbasis proyek?
2. Bagaimana memperkaya pembelajaran berbasis proyek dengan teknologi?
3. Bagaimana menerapkan teknologi dalam memperkaya pembelajaran berbasis proyek?
4. Bagaimana kendala yang dialami dari diterapkannya teknologi dalam memperkaya
pembelajaran berbasis proyek?
D. SOLUSI
1. Mengetahui konsep dan karakteristik pembelajaran berbasis proyek
2. Memperkaya pembelajaran berbasis proyek dengan teknologi yaitu dengan
menggunakan alat-alat digital. Penggunaan teknologi dapat meningkatkan prestasi dan
pemikiran siswa ketika mereka di dorong untuk menggunakan alat digital dalam tugastugas yang mengharuskan mereka untuk berpikir, memecahkan masalah dalam format
proyek, atau menciptakan produk.
3. Menerapan teknologi dalam pembelajaran berbasis proyek dimulai dengan memilih
alat-alat elektronik yang memiliki potensi khusus untuk membantu siswa belajar,
berpikir dan bekerja lebih terampil. Ketika mempersiapkan sebuah pembelajaran
dengan proyek yang akan memperkaya pembelajaran siswa dengan alat elektronik,
sebaiknya guru meninjau terlebih dahulu alat-alat yang sesuai dengan tujuan proyek
serta menyelaraskannya dengan standar teknologi dan konten.
4. Mengetahui kendala yang harus dihadapai berbagai pihak dari penggunaan teknologi
dalam pembelajaran berbasis proyek.

E. KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning /
PBL)
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran
di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Proyek ini memuat tugas yang kompleks
berdasarkan pada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan menuntut
siswa bekerja melalui serangkaian tahap metode ilmiah (Thomas dalam wena 2010). PBL
(Project Based Learning) mengharuskan siswa untuk berpikir kritis, analitis,
menggunakan kemamuan berpikir yang tinggi, membutuhkan kolaborasi, komunikasi,
pemecahan masalah dan pembelajaran yang mandiri (Capraro & Slough, 2009). Buck
University of Education (2012) mengemukakan bahwa dalam definisi PBL terkandung
beberapa komponen seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.

Sumber

http://bie.org/blog/pbl_world_day_5_john_mergendoller_describes_gold_standard_pbl
Gambar 1. Komponen yang terkandung dalam definisi PBL
Gambar 1 mengandung arti bahwa PBL dimaksudkan untuk membentuk siswa
yang terampil sesuai dengan kebutuhan abad 21. PBL dilakukan untuk (a) mengajarkan
konsep yang penting, (b) memerlukan kemampuan berpikir kritis, kemampuan
memecahkan masalah, kolaborasi dan berbagai macam bentuk komunikasi, (c)
membutuhkan penyelidikan sebagai bagian dari pembelajaran dan menghasilkan sesuatu,
(d) terorganisasi pada sebuah pertanyaan penuntun, (e) menganalisa kebutuhan untuk
mengetahui konsep penting dan keterampilan, (f) memberikan kesempatan siswa untuk

berpendapat, memilih dan bertanggungjawab, (g) mencakup proses revisi dan refleksi, dan
(h) melibatkan guru, teman sekelas, serta orang lain sebagai public audience.
Pada materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 untuk Matematika
SMP/MTs yang diterbitkan oleh BPSDMPK dan PMP tahun 2013 menjelaskan bahwa
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan
berbagai bentuk hasil belajar.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu model pembelajaran
konstektual yang memiliki karakteristik meliputi belajar-mengajar berbasis masalah, kerja
proyek, mengembangkan self-regulation, terjadi di dalam multisetting dan menjangkau
pembelajaran dalam konteks kehidupan berbeda-beda siswa, menggunakan tim atau
struktur kelompok belajar kolaboratif yang saling tergantung sehingga siswa dapat belajar
dari siswa yang lain dan menggunakan pengukuran otentik dan multimetode untuk
pengukuran pencapaian belajar siswa (Sears & Hersh, 1998 dalam Kamdi, 2010).
Keberagaman definisi PBL dihubungkan dengan tidak adanya model dan teori
yang diterima secara universal yang muncul dalam berbagai variasi penelitian PBL dan
pengembangannya (Thomas, 2000). Hal yang lebih penting dan mengacu pada tepatnya
definisi PBL adalah bagaimana cara mengefektifkan PBL dalam pembelajaran. Terlepas
dari beragamnya definisi PBL, model pembelajaran ini didukung oleh teori belajar
konstruktivisme yang menyatakan bahwa struktur dasar suatu kegiatan terdiri atas tujuan
yang hendak dicapai yang berada dalam konteks suatu masyarakat dimana pekerjaan itu
dilakukan dengan perantara alat-alat, peraturan kerja, pembagian tugas yang bertumpu
pada kegiatan aktif dalam bentuk melakukan sesuatu.
2. Alat Teknologi Untuk Memperkaya Pembelajaran Berbasis Proyek
Krajcik et al.,(1994) menyatakan bahwa terdapat lima atribut dari PBL yang dapat
membantu kompleksitas komunikasi melalui inovasi pada terminologi yang umum di
kalangan guru-guru. Kelima atribut tersebut adalah pertanyaan awal, pemeriksaan, bahanbahan , kolaborasi, dan alat teknologi. Pendekatan ini dapat didukung oleh multimedia
dan teknologi jaringan seperti internet. Pengenalan mikrokomputer di dalam kelas telah
menghasilkan banyak hal seperti pembaharuan terhadap perubahan pengelolaan kelas,
struktur pelajaran dan penilaian siswa.Peralatan dengan hardware yang kuat dan software
yang canggih memungkinkn banyak orang untuk menjadi pelajar yang lebih aktif
mengenai lingkungan mereka (Jackson et al., 1997).

Penggunaan komputer multimedia dan internet dalam dunia pendidikan tidak


terbantahkan. Laporan terbaru dari Institute of Education Sciences (NCES, 2010)
menyebutkan bahwa di Amerika Serikat ratarata sekolah di jenjang dasar dan menengah
terdapat mempunyai 189 buah computer dimana 98%-nya mempunyai koneksi internet.
Lebih dari 95% siswa dari usia awal sekolah disana sudah menggunakan computer
dengan rasio yang cukup tinggi: 1 komputer untuk tiga siswa (NCES, 2010). Di Negara
berkembang pun inisiatif TIK dalam pendidikan telah menjadi arah kebijakan utama,
Malaysia misalnya sejak tahun 1999 menerapkan kebijakan Smart School, yang tidak
lain adalah pengintegrasian TIK dalam sistem sekolah secara komprehensif (Puteh &
Vicziany, 2004; Abdullah, 2006).
Teoritikus dan pendidik sedang mempromosikan proyek yang berpusat pada
kehidupan nyata dan aktivitas lain sebagai jalan untuk mengajak siswa dalam
pembelajaran yang penuh dengan arti (Eskrootchi & Oskrochi, 2010).

Berdasarkan

Pengalaman pendidik maka dapat disimpulkan bahwa cara belajar yang paling baik
adalah melalui pendekatan berbasis proyek yang mungkin bagi mereka untuk mengetahui
sesuatu untuk mereka sendiri serta mengambil keuntungan dari peralatan teknologi
(Blumenfeld et al., 1991; Clinchy, 1989; Linn, et al., 2000; Lebow, & Wager, 1994).
Penelitian telah menunjukkan bahwa siswa dapat membuat perubahan yang
signifikan ketika komputer disatukan dalam proses pembelajaran (Eskrootchi &
Oskrochi, 2010). Teknologi berbasis komputer disatukan dalam pembelajaran berbasis
proyek untuk membangun pembelajaran (Roschelle et al., 2000). Siswa dapat dengan
segera melihat hasil dari percobaan mereka. Teknologi komputer mendukung
pembelajaran; hal ini berguna terutama dalam perkembangan golongan keterampilan
yang lebih tinggi dari pemikiran yang kritis, analisis dan penyelidikan ilmiah (Roschelle
et al., 2000).
Tetapi kehadiran komputer di dalam kelas saja tidak menjamin kefektifan dalam
penggunaan mereka. Banyak faktor yang memengaruhi bagaimana dan siapa yang belajar
di dalam kelas yaitu: (1) pertemuan aktif, (2) partisipasi di dalam kelompok, (3) frekuensi
interaksi dan pengaruh timbale balik, dan (4) Hubungan konteks dengan dunia nyata
(Eskrootchi & Oskrochi, 2010). Omale et al., (2009) melakukan sebuah penyelidikan
untuk meneliti bagaimana perlengkapan-perlengkapan teknologi 3D memengaruhi
kehadiran partisipan, teori dan presentasi mengajar dalam lingkungan PBL. Hasilnya
mengindikasikan bahwa peralatan teknologi 3D dapat menaikkan presentase kehadiran
partisipan, teknik tambahan dan bahan-bahan pelajaran dari lingkungan 3D dibutuhkan
untuk memajukan teori selanjutnya dan memimpin kehadiran mengajar untuk

keseluruhan pengalaman pembelajaran. Beberapat perintis dalam penelitian pembelajaran


mempercayai bahwa ketika simulasi komputer digunakan secara efektif makadapat
berpotensial untuk memanggil faktor yang berhubungan(Blake & Scanlon, 2007).
Selama teknologi dapat mendukung siswa dan guru dalam menuntut proyek
dengan kemampuan berpikir yang lebih tinggi (Blumenfeld et al., 1991), maka jenisjenis teknologi bukanlah sesuatu yang paling penting melainkan bagaimana teknologi
tersebut digunakan (Dyrli & Kinnman, 1994; Ehrmann, 1995; Green & Gilbert, 1995).
3. Efektifitas Penggunaan Teknologi di Sekolah
Menurut Tearle (dalam Marwan & Sweeney, 2010) kesuksesan integrasi teknologi
pendidikan dalam kegiatan belajar dan mengajar bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Dalam konteks sekolah menengah di Inggris teridentifikasi tiga tema
yang menonjol yaitu segi individu, proses implementasi dan organisasi sekolah (Tearle
dalam Marwan & Sweeney, 2010). Tema individu terbagi dalam empat faktor yaitu
keterbukaan terhadap teknologi, sikap guru, pengetahuan dan ketrampilan, dan waktu dan
beban kerja guru. Berbagai faktor ini menunjukkan bila terdapat satu atau lebih yang
tidak mendukung akan menyebabkan efektivitas integrasi pembelajaran terganggu malah
sampai gagal (Abubakar et al., 2008; Marwan & Sweeney, 2010).
Terdapat empat faktor yang berhubungan dengan proses implementasi yaitu
perencanaan strategis, rasa memiliki, sumber daya yang ada dan pengembangan
professional (Marwan dan Sweeney, 2010). Bajunid (2008) misalnya menulis bahwa ide
program Smart School di Malaysia walaupun berasal dari kelompok yang berpandangan
futuristis, namun proses sosialisasi di kalangan birokrasi dan sekolah memakan waktu
supaya hal tersebut menjadi bagian perencanan strategis di departmen yang akan
mengimplementasikannya. Keberadaan sarana dan fasilitas yang disertai dengan
pelatihan yang terfokus tentunya akan menguatkan rasa memiliki dan mengubah pola
kerja guru. Riset yang dilakukan Butler & Selbom (Marwan dan Sweeney, 2010)
mendapati bahwa penggunaan peralatan yang terbaharui disertai dengan dukungan teknis
akan terus mendukung guru dalam integrasi teknologi dalam pendidikan. Lee & Sellapan
(1999) yang melakukan analisis fiskal dalam hal penggunaan teknologi di sekolah
mendapati bahwa, rasio komputer dan biaya pembaharuannya menunjukkan beban
finansial yang tinggi kepada sekolah, sehingga pola perancangan dan distribusi sumber
daya harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah.
Sedangkan dalam konteks organisasi sekolah, terdapat tiga faktor lain yang
berpengaruh yaitu kepemimpinan, kultur organisasi dan pengalur eksternal (Marwan dan
Sweeney, 2010). Puteh dan Vicziany (2004) mendapati bahwa beberapa sekolah yang

sukses melaksanakan program Smart School di Malaysia, mempunyai karakteristik yang


khas yaitu selain melimpahnya dukungan teknis dan sumber daya, juga dipimpin oleh
kepala sekolah yang berkualitas yang melaksanakan budaya sekolah yang terbuka dengan
pemanfaatan teknologi. Sedangkan Abdullah (2006) mencatat bahwa implementasi dalam
sekolah hal yang tidak terlepas dari membuat kultur sekolah dan kebersamaan dengan
pihak lain untuk menjadikan hal ini menjadi titik trasnformasi yang kritis dalam integrasi
TIK.
Pertanyaan berikutnya adalah isi teknologi seperti apa yang bisa mendukung
inetgrasi ini menjadi sesuatu yang berarti? Kessler (2010) berpendapat, berdasar kajian
yang dia teliti terdapat delapan cara dimana teknologi bisa meningkatkan kualitas
pendidikan, yaitu: 1) model dan simulasi yang lebih baik; 2) global learning; 3)
manipulasi virtual; 4) penyelidikan dan sensor; 5) penilaian yang lebih efisien; 6)
multimedia dan mendongeng; 7) buku elektronik; dan 8) permainan perencanaan.
Kesemuanya mengindikasikan bahwa isi dan proses teknologi harus didasarkan
interaktivitas dan kedekatan dengan lingkungan dan pengetahuan siswa. Riset yang
dilakukan oleh Halim et al., (2005) mendapati betapa disain dan konsep perangkat lunak
pendidikan dalam Smart School yang diteliti banyak menunjukkan kelemahan yang
menyebabkan guru dan siswa tidak tertarik untuk terus menggunakannya. Dalam lingkup
pemanfaatan internet, Stevens dan Stewarts (2005), mengajukan model pembelajaran
yang disebutnya cybercells yang merupakan model pembelajaran kelompok secara aktual
dan virtual. Interaktivitas, disain laman web dan pola jejaring yang menunjukkan lebih
kompleks dibandingkan model klasikal menjadi ciri utamanya, sesuatu yang juga
ditawarkan oleh Conrad dan Donaldson (2004).
F. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Pembelajaran Berbasis Proyek
Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi PBL yang dijabarkan dalam kajian
pustaka, maka dapat disimpulkan bahwa PBL adalah suatu metode pembelajaran yang
menggunakan proyek-proyek sebagai media pembelajaran. Melalui PBL, proses
penyelidikan dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question)
dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai materi dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta
didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah
disiplin yang sedang dikajinya.

Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang


berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis
Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan
berharga bagi minat dan usaha peserta didik.
Pembelajaran berbasis proyek diterapkan untuk mengembangkan keterampilan
berpikir dan bertindak. Guru yang menerapkan Pembelajaran Berbasis Proyek secara
sadar menetapkan tujuan pembelajaran tidak hanya berorientasi pada hard skills dalam
arti keterampilan kognitif dan teknikal, akan tetapi juga soft skills yang mencakup
sdimensi-dimensi sikap sebagai pekerja yang baik.
Pembelajaran berbasis proyek sulit dilakukan dengan baik oleh karena itu
diperlukan desain yang memenuhi keterampilan abad ke-21. Hal ini membutuhkan tolok
ukur yang tepat, penilaian sementara dan akhir, dan memfasilitasi guru secara signifikan.
Sebuah proyek yang efektif akan lebih baik dari waktu ke waktu, disempurnakan melalui
pelaksanaan di kelas dan kegiatan berjenjang. Untuk mendukung keterampilan mediasi
guru terhadap pemikiran kritis dan pemecahan masalah siswa, maka diperlukan
penggunaan alat-alat digital.
Dengan memilih strategi yang efisien dan menggabungkannya dalam sebuah
proyek, maka seorang guru dapat memberikan siswa manfaat dari prestasi yang
signifikan (Marzono, Pickering & Pollock, 2001). Guru dapat membantu siswa dalam
memelajari dan mengembangkan keterampilan yang ditargetkan dengan lebih efektif dan
efisien. Namun darimanakah efektifitas itu berasal?. Efektifitas berasal dari bagaimana
siswa belajar menggunakan alat-alat elektronik dan taktik agar lebih terampil, tidak hanya
digunakan dalam tugas proyek-proyek langsung tetapi juga untuk pembelajaran produktif
seumur hidup. Dalam penerapan permbelajaran berbasis proyek dapat dilihat bagaimana
mudahnya semua siswa yang terlibat meningkatkan apa dan bagaimana mereka belajar,
membuat kemajuan menuju prestasi yang lebih tinggi, dan menemukan kecenderungan
pembelajaran mereka menjadi lebih bermakna dan lebih relevan.
2. Memperkaya Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Teknologi
Memperkaya pembelajaran berbasis proyek dapat dilakukan dengan cara
memodifikasi wawasan dengan memilih instruksi strategi berkinerja tinggi, perlengkapan
digital dan praktik-praktik penilaian terbaik yang paling mungkin untuk meningkatkan
prestasi siswa, berpikir kritis dan kreatif, kolaborasi dan komunikasi, serta menggunakan
teknologi dalam proyek dan pembelajaran berkelanjutan. Tapi mengapa harus teknologi?.

Teknologi akan membuat sebuah proyek yang ditugaskan kepada siswa dalam
pembelajaran berbasis proyek yang sangat sulit menjadi memungkinkan. Alat teknologi
dapat memberikan kontribusi besar terhadap pengayaan belajar siswa dalam proyek.
Dalam sebuah studi yang diprakarsai oleh Informasi atau software and information
industry Association, Sivin-Kachala dan Bialo meninjau 311 peneltian tentang efektifitas
teknologi dalam prestasi siswa. Hasilnya termasuk prestasi yang signifikan, keuntungan
yang konsisten dengan penggunaan teknologi. Studi ini melihat di semua tingkatan kelas
dan siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus (Sivin-Kachala dan Bialo, 2000).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa siswa mendapatkan manfaat dari metode belajar
kolaboratif yang didorong oleh teknologi dan proses pembelajaran interaktif (Cooper,
2001).
Tetapi apakah manfaat yang dapat diperoleh dengan digunakannya teknologi untuk
memperkaya pembelajaran berbasis proyek?. Alat digital menambah tingkat keuntungan
dan keterlibatan dalam pembelajaran berbasis proyek. Alat tersebut memberikan proyek
empat keuntungan yang berbeda atas proyek-proyek yang tidak memasukkan alat digital
yaitu: (1)Alat-alat digital memudahkan guru untuk mengelola proyek-proyek dan
mengatur tugas di kelas. Berbagai situs web membantu guru dalam pelacakan kontribusi
dari siswa, memberikan umpan balik individu dan seluruh kelas, mengendalikan jadwal,
mendorong siswa untuk berkomunikasi satu sama lain secara online, mendokumentasi
folder siswa untuk mengingat dengan cepat, pengiriman portofolio proyek, dan
menerjemahkan kajian data menjadi nilai, (2) Alat-alat digital membantu guru
meningkatkan keterlibatan siswa dalam proyek-proyek. Saat sebuah proyek memberikan
tantangan pada siswa-siswi dengan konten yang lebih ketat, hal itu akan mendorong
pemikiran kritis, komunikasi, dan kolaborasi. Ini akan memandu mereka dalam
menyelesaikan masalah dan mendorong mereka menciptakan solusi kreatif dengan alat
dan aplikasi untuk membantu mereka mengatur proses berpikir yang lebih efisien, (3)
Proyek-proyek adalah alat penghubung hebat yang memungkinkan guru untuk lebih
mudah mengintegrasikan teknologi dengan materi mata pelajaran. Guru perlu untuk
mempersiapkan sebuah pelajaran singkat yang akan menginstruksikan siswa tentang cara
untuk menjembatani penggunaan alat-alat tersebut ke dalam tugas mereka, namun
teknologi tetap ditempatkan sebagai alat. Alat-alat digital biasanya bukan produk akhir,
melainkan merupakan sarana untuk meningkatkan pembelajaran, dan (4) Alat digital dapat
merubah siswa menjadi pelajar yang lebih efisien setelah mereka menguasainya. Guru
dapat meningkatkan efisiensi belajr siswa dalam dua cara. Pertama, dengan memberi
mereka kesempatan untuk menguasai alat-alat digital dalam proyek untuk penjadwalan,

tabulasi data, berpikir kritis, perencanaan, dan mengomunikasikan ide-ide mereka untuk
perkembangan. Kedua, dengan mengalokasikan waktu untuk membantu mereka
mempertajam fungsi kognitif penting seperti kontrol impuls, akurasi presisi, dan penalaran
logis.
3. Memilih Alat Digital Untuk Diterapkan dalam Pembelajaran Berbasis Proyek
Tempat kerja dengan teknologi tinggi saat ini sangat berbeda dari dunia kerja yang
dianjurkan Frederick Taylor untuk sekolah dan pabrik, seiring dengan semakin banyak
sekolah berteknologi tinggi yang baru dimana siswa bekerja dalam tim, didukung oleh alat
teknologi canggih, dan terlibat dalam proyek-proyek kolaboratif dan tugas belajar lainnya
yang menantang mereka untuk berpikir kritis, dan memecahkan masalah yang kompleks.
Misalnya di Sekolah Tinggi High Tech di San Diego, siswa menyelesaikan studi mereka
dengan membuat video atau struktur fisik yang menunjukkan apa yang mereka pahami.
Dalam salah satu proyek fisika dan matematika, Pool Hall Junkies, siswa membuat table
meja billiard kecil yang merupakan puncak dari studi fisika mereka. Dalam proyek
tersebut, mereka belajar tentang bagaimana impuls, momentum, dan sudut memengaruhi
gerak. Medianya adalah permainan billiard.
Perkembangan baru dalam kolaborasi proyek, proyek digital menghubungkan siswa
dari berbagai negara. Alat apa yang menciptakan kebudayaan kolaboratif?. Dalam ruang
kerja modern, kolaborasi meningkat ketika untuk menyelesaikan tugas mereka, para
pekerja menggunakan teknologi perangkat elektronik seperti: (1) Blog, (2) Ruang
Berbincang, (3) Peta kosep, (4) Sistem manajemen konten / Content management system,
(5) Konferensi data, (6) Kalender elektronik, (7) E-mail, (8) Ekstranet, (9) Internet, (10)
Moodle, (11) Podcast, (12) Sistem manajemen proyek /Project management system, (13)
Jejaring social, (14) Pesan singkat, (15) Twitter, (16) Konferensi video, (17) voiceover
internet protocol / Skype, dan (18) Papan tulis online / whiteboards. Berbagai teknologi
tersebut memiliki banyak pengaruh misalnya, dengan e-mail mereka dapat berbicara satu
sama lain, dengan konferensi video atau konferensi data mereka dapat mendiskusikan isuisu kritis dan memecahkan masalah umum, meskipun para kolaborator itu berada di
negara yang terpisah dengan sistem manajemen konten seperti Bitrix dan Documentum,
mereka dapat bekerja sama untuk mengelola desain website dan menggunakannya.
Saat ini, semakin banyak guru yang sadar bahwa banyak alat elektronik yang sama
dengan yang digunakan di ruang kerja modern dapat memperkaya pengalaman belajar
siswa mereka terutama dalam memperkaya model pembelajaran berbasis proyek. Tidak
seperti proyek-proyek di ruang kerja yang focus pada produk akhir seperti perangkat
lunak atau software baru, proyek di dalam kelas dirancang terutama untuk meningkatkan

prestasi siswa, untuk mengembangkan sasaran pengetahuan dan keterampilan, dan


membantu memajukan kreatifitas mereka dalam merancnag produk baru. Oleh karena itu,
seorang guru harus memilih terlebih dahulu perangkat elektronik yang berguna untuk
merubah proyek pembelajaran menjadi pengalaman pembelajaran yang diperkaya secara
dignifikan meningkatkan prestasi siswa.
4. Kendala dari Diterapkannya Teknologi dalam Memperkaya Pembelajaran
Berbasis Proyek
Teknologi dapat membantu siswa dalam menyelesaikan tugas proyek yang
diberikan namun disamping itu terdapat beragam kesulitan yang dihadapi guru dalam
pembelajaran dengan teknologi, mulai dari aspek teknis seperti kepemilikan komputer
oleh sekolah maupun pribadi, daya listrik yang bisa digunakan, ketersediaan proyektor,
sampai kepada serangan program virus yang mengancam efektivitas pengajaran; secara
khusus kendala waktu dalam hal penyiapan bahan ajar maupun kemampuan bahasa
Inggris untuk memahami program perangkat lunak menunjukkan aspek lain yang harus
dihadapi guru. Berbagai paket program perangkat lunak sudah banyak oleh mayoritas
guru, walaupun kebanyakannya adalah program ketrampilan dasar komputer dalam hal
mengetik, mengolah data dan presentasi dengan program Microsoft Office.
Sehingga pertanyaan besar yang berikutnya adalah bagaimana mengatasi berbagai
kendala dalam diterapkannya teknologi untuk memperkaya pembelajaran berbasis
proyek? Banyak guru yang membicarakan tentang kurangnya dukungan administratif
sebagai alasan untuk tidak lebih banyak menggunakan pengalaman pembelajaran berbasis
proyek. Sehingga persetujuan kepala sekolah saja tidak cukup, ijin eksplisit juga
diperlukan. Untuk mengatasi kendala tersebut maka kepala sekolah harus bekerja secara
kolaboratif dengan guru untuk membuat rencana pembaruan proyek belajar dalam tahun
ajaran sekolah. Berapa banyak waktu yang harus mereka alokasikan? Kapan? Dimana?
Dan Mengapa? Pemimpin tim proyek harus memenuhi manfaat bagi siswa, orangtua, dan
guru sendiri.
Disamping itu terdapat beberapa orang guru yang telah memanfaatkan program
pengajaran berbasis multimedia baik dari luar maupun tanah air untuk pengajaran sains,
dan beberapa malah sudah bereksperimen membuat media pembelajaran melalui animasi
dengan macromedia flash. Dengan begitu sikap guru terhadap pembelajaran dengan TIK
menunjukkan hal yang positif dengan tanggapan bahwa ini meningkatkan ketrampilan
mengajar. Pada saat yang sama beberapa guru yang berpengalaman dalam menggunakan
komputer multimedia juga sudah menyadari keterbatasan model pembelajaran ini dan
menjadikannya sebagai alternatif pilihan metoda mengajar secara klasikal.

G. KESIMPULAN
(1) PBL mempunyai definisi yang beragam karena banyaknya variasi dalam pelaksanaan
penelitian dan pengembangannya. Namum pada intinya, PBL adalah model pembelajaran
sistematik yang mengajak siswa untuk berpikir kritis, analitis, menggunakan kemampuan
berpikir yang tinggi, membutuhkan kolaborasi, komunikasi, pemecahan masalah guna
membangun pengetahuannya sendiri melalui serangkaian metode ilmiah melalui penugasan
terstruktur berupa proyek yang terencana dengan baik.
(2) PBL dapat diperkaya dengan kontribusi teknologi yang berpengaruh besar terhadap
pengayaan belajar siswa dalam proyek. Dalam memperkaya pembelajaran berbasis proyek
terutama untuk memperkaya integrasi perangkat digital yang semakin meningkat diperlukan
teknologi. Alat teknologi merupakan bagian dari perangkat keras, perangkat lunak, atau situs
internet. Beberapa alat pembelajaran itu sudah termasuk ke dalam perangkat komputer. Para
siswa dapat menemukan cara-cara baru untuk mengadaptasikan alat-alat digital. Beberapa
perangkat tersebut dapat membantu mereka melakukan tugas-tugas belajar dengan lebih
efisien. Mereka mungkin menguasai spreadsheet, bergabung dengan jaringan sosial atau
mendengarkan podcast. Mereka mungkin berkolaborasi dengan rekan-rekan dalam kelompok
kelompok kecil atau mengambil kursus melalui Moodle.
(3) banyak pendidik menyatakan keprihatinan tentang potensi teknologi pendidikan untuk
mengecualikan mereka yang mungkin tidak memiliki akses ke sana, atau tidak mungkin dapat
menggunakannya. Terlepas dari penelitian apa yang dapat menunjukkan efek positif dari
teknologi pada pemelajaran siswa, teknologi akan memiliki penggunaan yang terbatas dalam
mencapai tujuan jika teknologi tersebut tidak tersedia bagi semua siswa. Hal ini terutama
berlaku jika semua siswa dapat menggunakan alat elektronik yang paling efektif, seperti yang
disarankan oleh penelitian, tidak hanya meningkatkan kinerja, tetapi untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, pemecahan masalah, dan kolaborasi.
(4)Sekolah yang memiliki siswa yang tinggal dalam kemiskinan cenderung menggunakan
teknologi untuk aktifitas yang lebih tradisional yaitu berbasis memori dan perbaikan,
sementara sekolah-sekolah yang memiliki komunitas yang lebih kaya cenderung untuk
berfokus pada komunikasi dan ekspresi. Alat-alat teknologi yang digunakan dalam sekolah
dengan status ekonomi rendah berhubungan terutama dengan penggunaan teknologi untuk
memperkuat keterampilan dan kemampuan remediasi, sementara pengajaran di sekolah
dengan status ekonomi yang lebih tinggi berkorelasi dengan menganalisis informasi dan
menyajikan informasi kepada penonton.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, A.T.S. 2006. Deconstructing Secondary Education: The Malaysian Smart School
Initiative. 10th SEAMEO Innotech conference. Pear Hall 15-17 November 2006.
Abubakar, Z., Kamaruddin, M.I., Ibrahim, M.A. and Ab Samad, R.S. 2008. Kemahiran ICT di
kalangan guru pelatih IPTA Malaysia (Kemahiran ICT pada calon guru di universitas
universitas negeri di Malaysia). Shah Alam, Selangor: Arah Publications.
Bajunid, I.A. (ed.). 2008 . Malaysia, from Traditional to Smart School; the Malaysian
Educational Odyssey. Shah Alam: Oxford-Fajar.
Bellanca, James. 2012. Proyek Pembelajaran yang Diperkaya. Jakarta: PT Indeks.
Blumenfeld, P. C., Soloway, E., Marx, R. W., Krajcik, J. S., Guzdial, M., & Palincsar, A.
1991. Motivating project-based learning: Sustaining the doing, supporting the learning.
Educational Psychologist, 26 (3&4), 369-398.
Buck University of Education. 2014. Project Based Learning for 21st Century.
http://bie.org/about/what_pbl?
sitelink=WhatIsPBL&gclid=Cj0KEQiAkdajBRCJ_7_j6sCck7wBEiQAppb2iyX7edGxm
FzKWnXQO5TGMx8hsuK8EwJh8sN7cAE-tcUaAoKy8P8HAQ diakses 20 November
2014.
Capraro, RM & Slough, SW. 2010. Project Based Learning (An Integrated Science,
Technology, Engineering, and Mathemathics Approach). Rotterdam: Sense Publisher.
Clinchy, E. 1989. Education in and about the real world. Equity and Choice, 3, 19-29.
Conrad, R. And Donaldson, J.A. 2004. Engaging the Online Learner, activities and resources
for creative instruction. San Fransisco: Jossey Bass.
Cooper, L. W. 2001. Suatu perbandingan dari kelas aplikasi online dan tradisional. Teknologi
Horizons dalam Pendidikan (A comparidon of online and traditional computer apllication
classes. Technological Horizons in Education), 28, 52-58.
Dewey, J. 1916. Demokrasi dan Pendidikan. (Democracy and education). New York:
Macmillan.
Dyrli, O.E. & Kinnaman, D.E. 1994. Integrating technology into your classroom curriculum.
Technology and Learning, 14(5), 38-44.
Eskrootchi, R., & Oskrochi, G. R. 2010. A Study of Efficacy of Project-based Learning with
Computer-based Simulaton STELLA. Educatonal Technology & Society, 13(1), 236245.
Ehrmann, S.C. 1995. Asking the right questions. Change, 27(2), 20-27.

Green, K., & Gilbert, S. 1995. Great expectations: Content, communications, productivity and
the role of information technology in higher education. Change, 27(2), 8-18.
Halim, A.H.A., Zain, M.ZM., Wong, S L. And Atan, H. (2005). The Taxonomical Analysis of
Science Educational Software in Malaysian Smart Schools. Malaysian Online Journal of
Instructional Technology. 2 (2) pp 106-113.
Jackson, D., Bourdeau, G., Sampson, A., & Hagen, T. J. 1997. Internet Resources for Middle
School Science: Golden Opportunity or Silicon Snake Oil? Journal of Science
Education and Technology, 6(1), 49-57.
Kamdi, Waras. 2010. Implementasi Project-Based Learning di Sekolah Menengah Kejuruan.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 17(1): 98-110.
Kemdikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
BPSDMPK dan PMP.
Krajcik,J.S., Blumenfield, P.C., Marx, R.W., & Soloway, E. 1994. A collaborative model for
helping teacher learn project based instruction. Elementary School journal, 94, 438-497.
Lee, K.H. and Sellappan, P. (1999). The Fiscal viability of Malaysias Smart School Project.
Malaysian Journal of Economic Studies. 36 (2) pp 65-90.
Lebow, D. G., & Wager, W. W. 1994. Authentic activity as a model for appropriate learning
activity: Implication for design of computer-based simulations. Paper presented at the
1994 National Convention of the Association for educational Communications Technology
Sponsored by the research and Theory Division, February 16-20, Nashville, TN, USA.
Linn, M. C., Kessel, C., Lee, K., Levenson, J., Spitulnik, M., & Slotta, J. D. 2000. Teaching
and learning k-8 mathematics and science through inquiry: Program reviews and
recommendations. Diakses 10 November 2014, dari
http://www.metiri.com/Solutions/k8ReportSubmitted.doc.
Marwan, A. and Sweeney, T. (2010). Teachers perception of educational technology
integration in an Indonesian polytechnic. Asia Pacific Journal of Education. Vol 30, No 4.
Pp. 463-476.
Marzono, R., Pickering, D., & Pollock, J. E. 2001. Instruksi kelas yang berhasil. (Classroom
introduction that works). Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum
Development.
NCES [National Center for Education Statistics]. 2010. Digest of Education Statistics: 2010.
Washington D.C.: Intitute of Education Sciences, U.S. Department of Education.
Omale N., Hung W., Luetkehans L., & Cooke-Plagwitz J. 2009. Learning in 3-D multiuser
virtual environments: Exploring the use of unique 3-D attributes for online problem-based
learning. British Journal of Educational Technology, 40(3), 480-495.

Pbl world day 5 john mergendoller describes gold standard pbl. 2014.
http://bie.org/blog/pbl_world_day_5_john_mergendoller_describes_gold_standard_pbl.
diakses 10 November 2014.
Puteh, M. and Vicziany, A.M. (2004). How Smart are Malaysias Smart SchoolS? SEAMEO
Conference Bangkok, Thailand 5-9 July 2004.
Roschelle, J. M., Pea, R. D., Hoadley, C. M., Gordin, D. N., & Means, B. M. 2000. Changing
How and What Children Learn in School with Computer-Based Technologies: The Future
of Children. Children and Computer Technology, 10(2), 76-101.
Sivin-Kachala, J., & Bialo, E. R. 2000. 2000 laporan penelitian terhadap efektifitas teknologi
di sekolah-sekolah (2000 research report on the effectivennes of technology in schools).
Washington, DC: Software & InfoSSSrmation Industry Association.
Stevens, K. And Steward, D. 2005. Cybercells, Learning in Actual and Virtual Groups.
Victoria, Australia: Dunmore Press.
Thomas, JW. 2000. A review of Research on Project-Based Learning. California: The
Autodesk Foundation.
Wena, M. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai