Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Ny. N

No. RM

: 11-62-64

Umur

: 70 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku/Bangsa

: Makassar/Indonesia

Agama

: Islam

Pekerjaan

:-

Pendidikan

:-

Alamat

: Jl. Maccini Baru No. 35

Tanggal MRS

: 27 Februari 2015 23:09:19

Perawatan Bagian

: Assifa

Anamnesis

Keluhan Utama

Riwayat Penyakit Sekarang :


Dialami sejak dua hari yang lalu, disertai menggigil dan lemas. Terdapat nyeri
ulu hati, tidak ada mual dan muntah. Pasien merasa sesak bila berbaring lurus.
Batuk (-) pusing (-) sakit kepala (-). Polifagia (+) polidipsi (+) poliuria (+).
Penglihatan tampak kabur dialami lebih dari 6 bulan. Pasien sering merasa
kesemutan pada kedua kakinya. BAK lancar. Nokturia (+). BAB biasa.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


DM sejak 5 tahun yang lalu dan selalu kontrol di tempat praktik dokter
spesialis penyakit dalam.
Pernah dirawat di RS. Plamonia 1 tahun yang lalu untuk operasi kaki
diabetik.
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat penyakit keluarga:

: Demam

Ayah dari pasien mengalami DM.


Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Sakit sedang, gizi lebih

Kesadaran

: Kompos mentis (GCS 15)

Tanda Vital

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 36,8 oC

Pernafasan

: 20 x/menit

Status Generalis
Kepala

:
: Anemis (+), ikterus (-), perdarahan subkonjungtiva (-)
DVS R+0, Pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
epistaksis (-), perdarahan telinga (-), perdarahan gusi (-)
Tonsil T1 T1, hiperemis (-) , Faring hiperemis (-), lidah
kotor (-)

Thorax

: Simetris, suara napas vesikuler, ronchi (-/-) wheezing (-/-)


Cor : BJ I/II murni, reguler, bising (-)

Abdomen

: Peristaltik (+) kesan normal. Nyeri tekan epigastrium (+)


Hepar dan lien tidak teraba, distended (-).

Ekstremitas

: Edema pretibial (+/+)

Laboratorium

Parameter

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

WBC

19.6

10^3/L

4.0-12.0

LYM

1.4 10^3/L

10^3/L

1.0-5.0

MON

1.3

10^3/L

0.1-1.0

GRA

16.9

10^3/L

2.0-8.0

LYM%

7.0

25.0-50.0

MON%

6.6

2.0-10.0

GRA%

86.4

50.0-80.0

RBC

3.43

10^6/L

4.00-6.20

HGB

9.4

g/dl

11.0-17.0

HCT

28.9

35.0-55.0

MCV

84.3

m^3

80.0-100.0

MCH

27.4

pg

2.60-34.0

MCHC

32.5

g/dl

31.0-35.5

RDW

12.1

10.0-16.0

PLT

315

10^3/L

150-400

MPV

6.6

m^3

7.0-11.0

PCT

0.208

0.200-0.500

PDW

13.6

10.0-18.0

Kesimpulan : anemia normositik normokrom dan leukositosis

Tes

Nilai

Satuan

Nilai Rujukan

Glukosa sewaktu

236

mg/dL

2-140

Glukosa puasa

119

mg/dL

2-110

HbA1c

7.6

4-6

AST/SGOT

21

U/L

2-38

ALT/SGPT

10

U/L

2-41

Creatinine

1.0

mg/dL

0.1-1.3

Urea UV

34

mg/dL

10-50

Natrium

127.9

mmol/L

136-145

Kalium

4.26

mmol/L

3.5-5.1

Klorida

96.8

mmol/L

94-110

Kesimpulan : hiperglikemia

Pemeriksaan radiologi foto thorax


Hasil:

Vaskuler kedua paru baik, tidak tampak spesifik aktif


Cor : membesar dengan CTR>50%. Aorta dilatasi
Sinus dan diafragma baik

Kesan: Cardiomegaly et dilatatio aortae

Tanggal

Perjalanan Penyakit

Tindakan
4

Jumat,

Subjective:

Infus NaCl 0.9% 32 tpm

27-2-2015

KU: Demam

Farmadol 500 mg

22:16 (UGD)

Dialami sejak 2 hari lalu,


menggigil (+), nyeri perut
sebelah kanan, mual (-), muntah
(-), batuk (-), sesak napas (-),
BAB dan BAK lancar.
Objective:
TD: 130/100 mmHg; N: 60x/m;
P:24x/m; S:37,80C
Sakit sedang/gizi lebih/sadar
Jalan nafas: paten
Gerakan dada: simetris
Pernafasan: normal
Kulit/mukosa: normal
Akral: hangat
Kesadaran: E4M6V5
GDS 244 mg/dL
Assassment:

Febris
DM tipe 2
Anemia
Suspek CKD

Sabtu,

Subjective:

Diet DM 100 kkal

28-2-2015

KU: Demam

Infus NaCl 0.9% 28 tpm

(Ruang

Dialami sejak 2 hari lalu,

Paracetamol 500 mg

Perawatan)

menggigil (+), nyeri ulu hati (+),


mual (-), muntah (-), batuk (-),
sesak napas (-), BAB dan BAK
lancar.

3x1

Sakit sedang/gizi lebih/sadar

Ceftriaxon 2 gr/24 jam

Objective:

Clobazam 0-0-1

Ranitidin 1 amp/12
jam/IV

TD: 130/80 mmHg; N: 84x/m;


P:20x/m; S:37,80C
Kepala: Anemis (+); ikterus (-);
DVS + 0
Abdomen: peristaltik kesan
normal; nyeri tekan epigastrium
Ekstremitas: edema +/+
GDS 244 mg/dL
Assassment:

Febris pro evaluasi


DM tipe 2
Anemia
Dispepsia

Senin,

Subjective:

Diet DM 1500 kkal

2-3-2015

Demam perbaikan, sesak bila


berbaring lurus

Infus NaCl 0.9%


500cc/hari

Objective:

Ceftriaxon 2 gr/24 jam

TD: 140/70 mmHg; N: 80x/m;


P:20x/m; S: 36,70C

Ranitidin 1 amp/12 jam


Clobazam 0-0-1

Anemis (+); Ikterus (-); DVS


R+2

Suara pernapasan vesikuler;


Rhonki (-) ; wheezing (-)
Bunyi jantung I/II murni, reguler,
murmur (-)
Peristaltik(+);shifting dullness (-)
Edema -/GDP 119 mg/dL
Assassment:

Suspek CAP
DM tipe 2
CHF

Selasa,

Subjective:

Diet DM 1500 kkal

3-3-2015

Lemas (+), demam (-), batuk (-)

Infus NaCl 0.9%


500cc/hari

Objective:
TD: 140/70 mmHg; N: 90x/m;
P:18x/m; S:36,70C

Ceftriaxon 2 gr/24 jam


Ranitidin 1 amp/12 jam

Anemis (-); Ikterus (-)

Clobazam 0-0-1

Suara pernapasan vesikuler;


Rhonki (-) ; wheezing (-)

Levemir 0-0-10

Bunyi jantung I/II murni, reguler,


murmur (-)
Peristaltik (+); shifting dullness
(-)
Edema -/GDP 119 mg/dL

Foto thorax cardiomegaly


Assassment:

CHF NYHA II
DM tipe 2 Obese
Suspek ISK

DIABETES MELITUS TIPE 2

PENGERTIAN
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari jumlah
penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat dalam 10
tahun terakhir. Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari 6.536.163
jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2010.4 Di Indonesia,
kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa tempat yaitu di
Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
(GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan
Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman
diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl
pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dl.
Alur penegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada skema di gambar.

KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA
2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.
b. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
9

dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut


dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik.
Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering
terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya DM tipe lain
dapat dilihat pada tabel dibawah.

d. Diabetes Melitus Gestasional


DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.
KOMPLIKASI
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di
Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease
(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak

10

ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah


ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut
bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan
diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat
diabetes yang tidak terkendali adalah:
Kerusakan saraf (Neuropati)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal
ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan
baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy).
Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat
kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang
terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada populasi klinik berkisar
3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 12.8% s/d 54%.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati pada populasi klinik
berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 13.1% s/d
45.0%.
Kerusakan ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh
darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah.
Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal
bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk
ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun
tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor keluar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena
tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau
kerusakan saraf.

11

Prevalensi mikroalbuminuria dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d


37.6% pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada populasi
klinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 18.9%
s/d 42.1%.Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe 1 berkisar
0.7% s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian pada
populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi overt nephropathy pada
populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 9.2% s/d 32.9%.
Kerusakan mata (Retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh
diabetes, yaitu:
1) Retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah
kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak
pembuluh darah retina.
2) Katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan
adanya glukosa darah yang tinggi.
3) Glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak
saraf mata.
Prevalensi retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0%
pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada populasi.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi klinik
berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar 10.1% s/d
55.0%.
Penyakit jantung koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan
penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah.
Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat,
sehingga kematian mendadak bisa terjadi.
Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan
2) berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam
penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit jantung

12

koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d
22.3% dengan Diabetes tipe 2.

Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi.
Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan
Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang dramatis
seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi
dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau
stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita
diabetes juga terkena hipertensi.
Penyakit pembuluh darah perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan
Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih
cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes.
Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila
diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat
mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan
saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya
sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
Gangguan pada hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa
bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu
akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita
diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau
hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit
hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan
hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi
karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang.

13

Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan
hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan
gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya
penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.
Penyakit paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan
orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosio-ekonomi cukup.
Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan
glukosa darah.
Gangguan saluran cerna
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol
glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai
saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena
infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai
pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal
serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare
juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambungdan
usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obatobatan yang diminum.
Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsikekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paruparu, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang
tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita
terhadap adanya infeksi.
PENATALAKSANAAN
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan
sebagian besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tata-laksana DM tipe2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor
risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2
di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4
pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
intervensi farmakologis.

14

A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku
sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien.
Upaya edukasi dilakukan secara komphrehensif dan berupaya
meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien
penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan
pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan
dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan
diet tinggi lemak.
B. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu
makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing
individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat 45 % -65%, lemak 20% -25%, protein 10 % -20%, Natrium
kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing
selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat
aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini
ada antara lain:
I. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea

15

Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas


Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua,
gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid

Terdiri dari repaglinid dan nateglinid


Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan
pada sekresi insulin fase pertama.
Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial

Peningkat sensitivitas insulin:


a. Biguanid

Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah


Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
gemuk, disertai dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindion

Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah


protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan
glukosa perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin)

Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga


mengurangi produksi glukosa hati.
Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis

16

Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti


golongan sulfonylurea.
Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa:


Acarbose

Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.


Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonilurea.
Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
kembung dan flatulens.
Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4). Glucagon-like
peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi bila
ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang kuat
bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara
cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin
dan menghambat penglepasan glukagon.

II. Obat Suntikan


Insulin
a.
b.
c.
d.
e.

Insulin kerja cepat


Insulin kerja pendek
Insulin kerja menengah
Insulin kerja panjang
Insulin campuran tetap

Agonis GLP-1/incretin mimetik

Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan


hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glukagon
Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea
Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah

17

DAFTAR PUSTAKA

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan


diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011. hlm.4-10, 15-29
American Diabetes Association. Diagnosis And Classification Of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care 2011;34:s62-9.
Suyono S. Diabetes melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hlm.1874-8
Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: Mekanisme terjadinya, diagnosis dan
strategi pengelolaan. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadi-brata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hlm.1874-8
Sugondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2.
Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.hlm.1882-5

18

Anda mungkin juga menyukai