Departemen Matematika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha no. 10, Bandung, Indonesia. mailto:theo@math.itb.ac.id
Daftar Isi
1 Sistem Bilangan Real
1.1 Himpunan . . . . . . . . . . . . . . .
1.2 Aksioma Bilangan Real . . . . . . .
1.3 Fungsi dan Relasi . . . . . . . . . . .
1.4 Bilangan Asli dan Bilangan Rasional
.
.
.
.
5
5
6
9
11
Himpunan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
15
18
19
3 Ukuran Luar
3.1 Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2 Ukuran Luar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
21
21
22
4 Keterukuran
4.1 Himpunan Terukur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
27
31
31
35
41
43
45
47
49
51
53
13 Teorema Kekonvergenan
55
59
61
62
63
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
DAFTAR ISI
Bab 1
1.1
Himpunan
Himpunan merupakan suatu objek yang sangat sederhana dalam arti hanya ada keanggotaan di
dalamnya, tidak ada interaksi antar anggota. Suatu himpunan dapat dinyatakan dengan cara:
1. mendaftarkan anggota-anggotanya: {1, 2, 3, 4, . . .},
2. menuliskan formula atau aturan yang mendefinisikannya: {2n|n bilangan asli}.
Jika a anggota dari himpunan A, kita tuliskan a A. Jika A, B dua buah himpunan, maka
A B jika: anggota A adalah anggota B. Kita memiliki sebuah himpunan yang istimewa yaitu:
. Perhatikan bahwa karena tidak memiliki anggota, maka kalimat setiap anggotanya adalah
anggota dari himpunan lain senantiasa dipenuhi.
Lemma 1.1. Himpunan adalah bagian dari semua himpunan.
Definisi 1.2. Misalkan A dan B adalah dua buah himpunan. Maka
1. gabungan dari A dan B: A B = {x | x A atau x B}.
2. irisan dari A dan B: A B = {x | x A dan x B}.
3. jumlah A dan B: A + B = {x | x A atau x B, tetapi x
/ A B}. Operasi ini dikenal
dengan exclusive or dalam logika matematika.
4. komplemen dari A: Ac = {x | x
/ A}.
5. pengurangan A oleh B: A\B = A B c = {x | x A tetapi x
/ B}.
Definisi 1.3. Misalkan An , n N adalah himpunan-himpunan. Maka
An = {x | n N sehingga x An } ,
dan
An = {x | x An n N}.
Definisi ini dapat diperluas dengan mudah untuk himpunan sebarang sebagai indeks.
5
A = {x | J sehingga x A } ,
dan
\
A = {x | x A J }.
Dalam Definisi 1.3 J dapat berupa interval subset dari himpunan bilangan real.
Lemma 1.5. (Hukum de Morgan) Jika A dan B adalah dua buah himpunan, maka
c
(A B) = Ac B c dan (A B) = Ac B c .
Lebih umum,
!c
[
!c
=
1.2
(A ) dan
(A )
Bilangan real adalah himpunan bilangan yang sangat abstrak 1 . Ada beberapa pendekatan yang
dikenal untuk mengkonstruksi bilangan real, misalkan dengan menggunakan Dedekind cuts. Pada
Bab ini kita akan memperkenalkan bilangan real secara aksiomatis, yaitu dengan mendaftarkan
sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh himpunan tersebut.
1.2.1
Aksioma Lapangan
Misalkan R adalah himpunan bilangan real. Himpunan bilangan ini kita lengkapi dengan operasi
penjumlahan + dan perkalian . Sistem (R, +, ) memenuhi: A. Aksioma Lapangan:
A1 . x + y = y + x, untuk setiap x dan y di R.
A2 . (x + y) + z = x + (y + z), untuk setiap x, y, z di R.
A3 . 0 R sehingga x + 0 = x untuk setiap x R.
A4 . untuk setiap x R terdapat w R sehingga x + w = 0.
A5 . xy = yx untuk setiap x dan y di R.
A6 . (xy)z = x(yz) untuk setiap x, y, z di R.
A7 . 1 6= 0 sehingga x 1 = x untuk setiap x R.
A8 . Untuk setiap x 6= 0 terdapat v sehingga xv = 1.
A9 . x(y + z) = xy + xz.
Sifat A1 sampai dengan A4 dapat dituliskan sebagai: (R, +) adalah grup komutatif. Sifat A5 sampai dengan A8 adalah: (R\{0}, ) membentuk grup komutatif. Sifat A9 adalah hukum distributif.
Elemen w pada sifat A4 kita tuliskan sebagai: x sedangkan elemen v pada sifat A8 kita tuliskan
sebagai: x1 .
1 Padahal
Contoh 1.6. Contoh dari sebuah lapangan adalah: bilangan rasional Q. Pandang Z himpunan
bilangan bulat yang dilengkapi dengan operasi penjumlahan seperti yang biasa kita kenal. Maka
(Z, +) membentuk grup komutatif. Z dapat dilengkapi dengan operasi perkalian seperti yang biasa
kita kenal. Tetapi (Z\{0}) tidak dapat membentuk grup komutatif terhadap operasi perkalian ini
(karena sifat A8 ) tidak terpenuhi). Maka definisikan:
o
na
Q=
a, b Z, b 6= 0 .
b
Operasi penjumlahan pada Z diperluas ke Q, dengan cara:
a
c
ad + bc
+ =
.
b
d
bd
Perhatikan bahwa jika b = d = 1, maka kita mendapatkan penjumlahan bilangan bulat sesuai
dengan penjumlahan di Z. Demikian pula dengan operasi perkalian pada Z kita perluas ke Q
dengan cara:
ac
ac
= .
bd
bd
Untuk b = d = 1 kita peroleh kembali perkalian pada Z. Perhatikan bahwa: setiap bilangan
rasional ab 6= 0 memiliki invers perkalian yaitu: ab , karena
ab
ab
ab
=
=
= 1.
ba
ba
ab
Dapat ditunjukkan bahwa hukum distributif berlaku pada bilangan rasional.
1.2.2
Aksioma Urutan
Selain memenuhi aksioma lapangan di atas, bilangan real juga diasumsikan memenuhi: B. Aksioma Urutan. Misalkan P adalah suatu himpunan bagian dari R yang memenuhi:
B1 . Jika x dan y di P maka: x + y P .
B2 . Jika x dan y di P maka: xy P .
B3 . Jika x P maka x 6 P .
B4 . Jika x P maka entah x = 0 atau x P atau x P .
Setiap himpunan yang memenuhi Aksioma Lapangan dan Aksioma Urutan disebut: lapangan
terurut.
Akibat dari Aksioma Urutan, kita dapat mendefinisikan sebuah relasi: < yaitu:
a < b jika b a P,
a, b R.
Proposisi 1.7. Misalkan x < y dan z < w maka: x + z < y + w.
Bukti. Karena x < y maka y x P , dan karena z < w maka w z P . Dari B1 kita simpulkan
bahwa:
(y x) + (w z) = (y + w) (x + z) P,
dimana sifat-sifat lapangan telah kita gunakan. Jadi: x + z < y + w.
Proposisi 1.8. Misalkan 0 < x < y dan 0 < z < w maka xz < yw.
1.2.3
Aksioma Kelengkapan
Kita menuliskan a b jika entah a < b atau a = b, dengan a, b R. Pandang S sebuah himpunan
bagian dari R yang tak kosong. r R kita sebut sebagai batas atas dari S jika berlaku: x S,
x r. Misalkan R = {r R | x r, x S}. Elemen r R sedemikian sehingga: r r untuk
setiap r R, disebut batas atas terkecil atau supremum dari S, dan dinotasikan sebagai: sup(S).
Sebaliknya: misalkan T = {t R | t x, x S}. Elemen-elemen dalam T disebut batas bawah
dari S, dan jika ada t T sehingga t t untuk setiap t T , maka t disebut batas bawah
terbesar atau infimum dari S, yaitu inf(S).
Contoh 1.10. Misalkan
L adalah himpunan
bilangan rasional positif yang memenuhi q L maka
q 2 < 2 dan G = q Q | 2 < q 2 < 4, q > 0 . Keduanya adalah subset dari bilangan rasional yang
terbatas. Misalkan 0 < p Q, dan pandang:
q =p
p2 2
p+2
Akibatnya:
2
q 2
2
p2 2
p
2
p+2
2
2p + 2
2
p+2
4p2 + 8p + 4 2p2 + 8p + 8
(p + 2)2
(p + 2)2
2(p2 2)
.
(p + 2)2
Jadi, p L jika dan hanya jika q L (demikian pula p G jika dan hanya jika q G).
Misalkan p L, maka p2 2 < 0. Jadi
qp=
p2 2
> 0.
p+2
1.3
Misalkan X dan Y adalah dua buah himpunan. Kita dapat membentuk himpunan baru dengan
melihat hasil kali Cartesius dari kedua himpunan, yaitu:
X Y = {(x, y) | x X dan y Y }.
Contoh 1.11. Misalkan A = {1, 2, 3, 4} dan B = {a, b, c}. Maka
A B = {(1, a), (1, b), (1, c), (2, a), (2, b), (2, c), (3, a), (3, b), (3, c), (4, a), (4, b), (4, c)}.
Contoh 1.12. Misalkan X = [1, 3] dan Y = [1, 4]. Maka X Y adalah himpunan
{(x, y) | 1 x 3, 1 y 4}
seperti pada Gbr 1.1.
Gbr. 1.1: Pada sumbu X terdapat interval [1, 3] dan pada sumbu y diletakan interval [1, 4].
Daerah yang dibatasi oleh persegipanjang dengan titik sudut (1, 1), (3, 1), (1, 4) dan (3, 4) adalah
himpunan X Y .
Pandang Gf (X, Y ) X Y sedemikian sehingga: jika (x, y1 ) Gf (X, Y ) dan (x, y2 ) Gf (X, Y )
maka y1 = y2 . Pemasangan x 7 y (jika (x, y) Gf (X, Y )) disebut sebuah fungsi. Jadi fungsi
adalah pengaitan:
f : X Y
x 7 y
sedemikian sehingga x dipetakan dengan tepat satu elemen y. Himpunan Gf (X, Y ) disebut grafik
dari f . Secara umum, himpunan bagian R X Y mendefinisikan sebuah relasi. Jadi, fungsi
10
Gbr. 1.2: Seperti pada Gbr 1.1, daerah yang dibatasi oleh persegipanjang dengan titik sudut (1, 1),
(3, 1), (1, 4) dan (3, 4) adalah himpunan X Y . Perhatikan terdapat dua kurva dalam daerah
tersebut. Kurva yang digambarkan dengan garis tegas mendefinisikan sebuah fungsi, sedangkan
yang dengan garis putus-putus bukan.
adalah sebuah relasi khusus dimana setiap anggota x X hanya dipetakan (dipasangkan) satu
kali. Lihat Gambar 1.2.
Suatu himpunan bagian A dari X sedemikian sehingga f terdefinisi untuk setiap x A disebut
domain dari f , dan dinotasikan oleh Df . Sebaliknya, sebuah himpunan bagian B dari Y , sehingga
untuk sebarang y B terdapat x A sehingga y = f (x) disebut range dari f , dinotasikan oleh:
Rf . Perhatikan kembali Gambar 1.2. Misalkan f didefinisikan sehingga grafiknya Gf (X, Y ) adalah
kurva yang digambar dengan garis tegas. Maka domain dari f adalah: Df = [1, 2] sedangkan range
dari f : Rf = [1, 4].
Pandang A X sebarang, maka:
f (A) = {y Y | x A sehingga f (x) = y}.
Kita tergoda untuk mendefinisikan f (A) = {f (x) jika x A}. Ini benar jika A Df . Kembali
perhatikan Gambar 1.2, jika A = [ 23 , 25 ], maka f ( 21
10 ) tidak terdefinisi, sehingga menggunakan
alternatif kedua tidak memungkinkan. Sekarang pandang B Y sebarang. Maka:
f 1 (B) = {x Df | f (x) B}.
Himpunan ini dinamakan, prapeta dari B.
1.3.1
Relasi Ekivalen
11
[x].
xX
1.4
Untuk sementara, kita akan membedakan dua buah satu: 1 N dan 1 R. Misalkan : N R,
adalah sebuah fungsi yang memenuhi: (1) = 1 dan (n + 1) = (n) + 1. Fungsi adalah fungsi
satu ke satu dari N ke R. Perhatikan bahwa:
(p + q)
=
=
=
=
=
=
..
.
(p + q 1) + 1
(p + q 1) + (1)
(p + q 2) + 1 + (1)
(p + q 2) + (1) + (1)
(p + q 2) + (1 + 1)
(p + q 2) + (2)
(p) + (q).
=
=
=
=
=
=
..
.
(p(1 + 1 + . . . + 1))
(p + p + . . . + p)
(p) + (p) + . . . + (p)
(p)(1 + 1 + 1 + . . . + 1)
(p)([(1) + (1)] + (1) + . . . + (1))
(p)([(1 + 1)] + (1) + . . . + (1))
=
=
(p)(1 + 1 + 1 + . . . + 1)
(p)(q).
Jadi mendefinisikan suatu pemetaan satu ke satu dari N ke R yang mempertahankan kedua
operasi pada N. Kedua operasi tersebut kemudian dapat diperluas ke Z dan ke Q.
12
Proposisi 1.14. Sebarang lapangan yang terurut X (memenuhi Aksioma Lapangan dan Aksioma
Urutan) memiliki subset yang isomorfik dengan N, Z dan Q. Dalam pengertian ini kita katakan:
N X (atau lapangan terurut lainnya), Z X dan Q X. Lebih jauh lagi, Q adalah sublapangan
dari X.
Proposisi 1.15. Aksioma Archimedes.
Diberikan x R sebarang, maka terdapat suatu bilangan asli n sehingga x < n.
Bukti. Misalkan x < 0 maka pilih n = 0. Bukti selesai.
Untuk x yang lain, pandang S = {k Z | k x}. Himpunan S terbatas di R oleh x, sehingga
menurut Aksioma Kelengkapan memiliki batas atas terkecil, misalkan y. Maka y 21 bukanlah
batas atas. Jadi, ada k S sehingga: k > y 21 . Akibatnya: k + 1 > y + 12 > y. Jadi k 6 S. Ini
berarti: k > x. Pilih n = k.
Misalkan diberikan dua buah bilangan real x dan y, dan misalkan 0 x. Dengan menggunakan
Aksioma Archimedes, dapat dipilih suatu bilangan asli: q sedemikian sehingga:
1
1
< q, yang berakibat < y x.
yx
q
Misalkan
S = {n N | yq n}.
Jelas: S 6= , juga diakibatkan oleh Aksioma Archimedes. Himpunan S terbatas dibawah oleh yq
sehingga: inf(S) ada, misalkan p. Jadi:
p 1 < yq p, yang identik dengan:
Perhatikan bahwa:
x = y (y x) <
Jadi:
x<
p1
p
<y .
q
q
p 1
p1
=
.
q
q
q
p1
< y.
q
Proposisi 1.16. Di antara dua buah bilangan real senantiasa terdapat bilangan rasional.
Definisi 1.17. Himpunan bilangan real yang diperluas: R adalah himpunan bilangan real yang
dilengkapi dengan dan . Aturan untuk operasi yang melibatkan kedua bilangan tambahan
tersebut adalah:
1. x + = , jika < x < .
2. x = jika < x < .
3. x = , jika 0 < x < .
4. x = , jika 0 < x < .
5. + = .
6. = .
7. = .
8. = .
9. = .
Selanjutnya ketika kita menuliskan R yang kita maksud adalah R .
13
Latihan
S
S
1. Tunjukkan bahwa: f ( Ak ) = f (Ak ).
T
T
2. Periksa apakah: f ( Ak ) = f (Ak ).
3. Misalkan f : X Y , A X dan B Y . Tunjukkan bahwa: f (f 1 (B)) B dan
f 1 (f (A)) A.
4. Gunakan Aksioma Kelengkapan untuk membuktikan proposisi berikut.
S
Proposisi 1.18. Jika R = L U , dan untuk setiap l L dan u U berlaku: l < u, maka
entah L memiliki elemen terbesar atau U memilikit elemen terkecil.
5. Tunjukkan bahwa 1 P (P seperti pada Aksioma Urutan).
6. Gunakan Aksioma Kelengkapan untuk menunjukkan bahwa setiap subset terbatas dibawah
memiliki batas bawah terbesar.
14
Bab 2
f: N
n
R
an .
Fungsi seperti ini disebut: barisan pada R. Jika domain dari sebuah barisan adalah seluruh N maka
barisan disebut barisan tak berhingga. Jika domain dari barisan tersebut adalah: {1, 2, 3, . . . , N }
untuk N N, maka barisan dikatakan berhingga.
Kita definisikan fungsi:
| |: R
|x| =
x
x
x 0,
x < 0.
16
Secara umum, konvers (kebalikan) dari Teorema di atas tidak berlaku. Sebagai contoh: pandang barisan bilangan rasional:
qn+1 = qn
qn 2 2
, n = 1, 2, 3, . . .
qn + 2
dengan q1 = 1. Jika barisan {qn } konvergen, maka titik limitnya adalah bilangan positif q yang
memenuhi: q 2 2 = 0. Tetapi tidak ada bilangan rasional yang bisa
memenuhi persamaan tersebut. Sebagai barisan bilangan real, barisan tersebut konvergen ke 2, sehingga {qn } Cauchy.
Barisan diatas adalah contoh yang sama yang kita gunakan untuk menunjukkan bahwa lapangan bilangan rasional tidak lengkap. Jadi, barisan Cauchy identik dengan barisan konvergen
apabila kita bekerja pada lapangan yang lengkap. Sebelum kita buktikan pernyataan ini, kita
akan membuktikan pernyataan berikut ini.
Lemma 2.3. Barisan Cauchy senantiasa terbatas.
Bukti. Misalkan {xn } adalah barisan Cauchy. Pilih N sedemikian sehingga, jika n, m > N 1,
|xn xm | < 1. Maka, khususnya jika m = N berlaku:
|xn xN | < 1, n > N.
Pernyataan ini identik dengan:
xN 1 < xn < xN + 1.
Pilih:
M = max{x1 , x2 , . . . , xN + 1} dan m = {x1 , x2 , . . . , xN 1}.
Maka {xn } terbatas di atas oleh M dan di bawah oleh m .
Teorema 2.4. Lapangan terurut F memenuhi Aksioma Kelengkapan jika dan hanya jika setiap
barisan Cauchy di F konvergen.
Bukti. Misalkan F adalah lapangan terurut yang memenuhi aksioma kelengkapan dan {xn } adalah
barisan Cauchy di F. Maka berlaku: xn > m untuk suatu m F.
Pandang:
Sn = {x F | m < x < xn }, n = 1, 2, 3, 4, . . . .
Jika barisan {xn } monoton naik, maka definisikan:
[
S=
Sn .
n
Karena {xn } barisan Cauchy maka xn terbatas, misalkan oleh M . Maka S adalah himpunan
terbatas, sehingga memiliki batas atas terkecil: misalkan m. Pilih: xnk {xn } sedemikian
sehingga:
1
|xnk m| < , k = 1, 2, . . . .
k
Ini dapat dilakukan, sebab m k1 bukan lagi batas bagi {xn } untuk setiap k. Jadi {xn } memiliki
subbarisan yang konvergen ke m. Maka xn konvergen ke m.
Jika Sebaliknya, misalkan setiap barisan bilangan Cauchy di F konvergen. Pandang S sebarang
subset dari F yang terbatas, misalkan di atas oleh y1 . Pilih x1 S sebarang. Definisikan:
xn1 +yn1
n1
jika xn1 +y
S
2
2
xn =
xn1 +yn1
xn1
jika
6 S
2
17
xn1 +yn1
2
yn1
jika
jika
xn1 +yn1
2
xn1 +yn1
2
6 S
S,
jika n = 2, 3, . . .. Barisan {xn } S adalah barisan Cauchy; demikian pula dengan {yn }. Maka
keduanya konvergen dengan titik limit yang sama, misalkan m. Perhatikan pula bahwa {xn }
adalah barisan monoton tak turun, sehingga:
xn m, untuk setiap m N.
Karena xn m, m , maka m adalah supremum dari S.
1
n, n
a1
a2
a3
Jadi ak =
1 1 1 1 1 1
sup{1, , , , , , , . . .} = 1
2 3 4 5 6 7
1
1 1 1 1 1 1
= sup{ , , , , , , . . .} =
2 3 4 5 6 7
2
1 1 1 1 1
1
= sup{ , , , , , . . .} = dst
3 4 5 6 7
3
=
1
= xk , k N Maka lim sup n1 = 0.
k
Teorema 2.6. Jika xn monoton turun, maka ak = sup xn adalah barisan yang sama dengan xn .
nk
1
xn = (1)n .
n
Maka:
{xk , k N} =
Jadi:
a1
a2
a3
1 1 1 1 1
1, , , , , , . . . .
2 3 4 5 6
1 1 1 1 1 1
1
sup{1, , , , , , , . . .} =
2 3 4 5 6 7
2
1 1 1 1 1 1
1
= sup{ , , , , , , . . .} =
2 3 4 5 6 7
2
1 1 1 1 1
1
= sup{ , , , , , . . .} =
3 4 5 6 7
4
=
18
Misalkan
n1
jika n ganjil
n
an =
1
jika n genap
n
Secara eksplisit, barisan an adalah: {0, 21 , 32 , 14 , 45 , 16 , 67 , . . .}.
Jadi:
1 2 1 4 1 6
x1 = sup{0, , , , , , , . . .} = 1
2 3 4 5 6 7
1 2 1 4 1 6
x2 = sup{ , , , , , , . . .} = 1
2 3 4 5 6 7
2 1 4 1 6
x3 = sup{ , , , , , . . .} = 1
3 4 5 6 7
Proposisi 2.9. Jika lim sup an = L, maka: untuk setiap N N dan > 0, ada k > N sehingga:
n
ak > L .
Bukti. Jika xn = sup ak maka ak xn untuk setiap k n. Karena lim sup an = L maka
n
kn
lim xn = L. Ambil > 0 sebarang. Pilih: N sehingga, jika n > N maka |xn L| < /2. Pilih
n
sebuah m > N yang memenuhi:
L < xm < L + .
2
2
Karena xm = sup an , pilih k m sehingga: xm ak < /2. Jadi: xm /2 < ak . Akibatnya:
L < xm
nm
2 < ak .
Proposisi 2.10. Jika lim sup an = L, maka: untuk setiap > 0, ada N N sehingga ak L + ,
n
jika k > N .
Bukti. Karena xn = sup ak dan lim sup an = L = lim xn , maka pilih N sehingga: jika n > (N 1)
kn
berlaku: |xn L| < . Khususnya berlaku: xN < L + . Karena xn = sup ak , maka berlaku:
kn
2.2
Himpunan Terbilang
Pandang N yaitu himpunan bilangan asli. Sebelum mendefinisikan himpunan bilangan terbilang,
kita definisikan
JN = {n N | n N }
dengan N N.
Definisi 2.11. Sebuah himpunan X dikatakan berhingga jika entah dia kosong atau ada N N
seingga terdapat pemetaan satu satu dari X ke JN . Suatu himpunan X dikatakan terbilang jika
ada pemetaan satu-satu dari X ke N.
Proposisi 2.12. Setiap subset dari himpunan terbilang juga terbilang.
Pandang himpunan bilangan rasional:
na
o
Q=
a, b Z, dengan b 6= 0 .
b
Proposisi 2.13. Himpunan Q terbilang.
2.3
19
Aljabar Himpunan
Definisi 2.14. Sebuah koleksi A yang berisi himpunan-himpunan bagian dari X dikatakan aljabar
himpunan atau aljabar Boolean jika memenuhi kedua sifat berikut.
1. Jika A dan B A maka A B A .
2. Jika A A maka Ac A .
3. Jika A dan B A maka A B A .
Misalkan A dan B adalah dua buah aljabar himpunan dengan A B 6= . Jika A dan B anggota
A B, maka: A dan B berada di dalam A dan B. Maka A B, Ac dan A B berada dalam
A dan B. Jadi A B juga merupakan aljabar himpunan.
Proposisi 2.15. Misalkan C adalah sebarang koleksi dari subset dari X. Maka terdapat sebuah
aljabar himpunan A yang terkecil yang memuat C sedemikian sehingga, jika B aljabar himpunan
dan B C maka B A .
Aljabar himpunan terkecil yang memuat C disebut aljabar himpunan yang dibangun oleh C .
Bukti. Misalkan F adalah koleksi dari aljabar-aljabar himpunan F yang memuat C . Tulis:
\
A =
F.
F F
Aj =
j=1
Bj .
j=1
B n = An \
!
Aj
, n = 2, 3, . . . .
!c
A,
Aj
sehingga:
B n = An \
n1
[
!
Aj
= An
n1
[
!c
Aj
A.
!c
Aj
n1
\
Aj c .
20
Perhatikan bahwa:
A (B Ac ) = (A B) (A Ac ) (A B) X = A B.
Misalkan n N sebarang, maka:
B1 B2 . . . Bn
Definisi 2.17. Sebuah aljabar himpunan A disebut: aljabar- (atau disebut lapangan Borel),
jika setiap gabungan dari koleksi terhitung (countable collection) dari himpunan di A juga ada
di A .
Jadi, aljabar- adalah aljabar himpunan di mana kita diijinkan mengambil irisan dan gabungan
dari tak berhingga banyaknya himpunan di dalamnya, asalkan terhitung (countable). Pada sebuah
aljabar-, Proposisi 2.16 tetap berlaku.
Proposisi 2.18. Diberikan C sebarang koleksi dari himpunan-himpunan bagian dari X. Maka
ada sebuah aljabar- A yang memuat C sehingga, jika B aljabar- yang memuat C maka B A .
Soal Latihan
1. Tunjukkan bahwa titik limit dari sebuah barisan konvergen tunggal.
2. Tunjukkan bahwa setiap barisan yang terbatas di R memiliki subbarisan yang konvergen.
3.
Bab 3
Ukuran Luar
3.1
Pendahuluan
Sebelum kita mendefinisikan ukuran luar Lebesgue, berikut adalah dua sifat dari himpunan buka
pada bilangan real yang kita butuhkan dalam definisi ukuran luar.
Proposisi 3.1. Setiap subset buka O dari R adalah gabungan terhitung dari interval-interval buka
yang saling lepas
Bukti. Misalkan O adalah himpunan buka. Maka jika x O, ada y > x sehingga (x, y) O dan
z < x sehingga (z, x) O. Definisikan b = sup{y | (x, y) O} dan a = inf{z | (z, x) O}. Ambil
w (a, b) sebarang, maka entah w = x atau a < w < x atau x < w < b. Dari definisi a dan b,
kita simpulkan w O. Jadi (a, b) O. Lebih jauh lagi, a 6 O dan b 6 O.
Karena O buka, maka setiap x O termuat didalam sebuah interval Ix yang cara pembentukannya
seperti di atas. Pandang:
I = {Ix | x O}.
S
Maka O Ix .
x
Ambil dua interval (a, b) dan (c, d) dari dalam koleksi I dan misalkan: (a, b) (c, d) 6= . Maka
a < d dan b < c. Karena c 6 O maka c 6 (a, b). Jadi c a. Sebaliknya karena a 6 O, maka
a 6 (c, d). Akibatnya: a c. Jadi: a = c. Dengan cara yang serupa: b = d. Ini berarti, I adalah
koleksi himpunan bagian yang saling lepas.
Pandang dua interval (a, b) dan (c, d) I yang berbeda. Maka ada bilangan rasional r1 (a, b)
dan r2 (c, d) sedemikian sehingga r1 6 (a, b) dan r2 6 (c, d). Jadi ada korespondensi satu satu
antara I dengan sebuah subset dari bilangan rasional. Jadi I terhitung.
Proposisi 3.2. (Lindel
of)
Misalkan C adalah sevarang koleksi himpunan buka di R. Maka terdapat subkoleksi terhitung dari
C sehingga:
[
[
O=
Ok .
OC
Bukti. Misalkan U =
k=1
OC
maka ada interval Ix sedemikian sehingga: x Ix O. Karena sifat bahwa di antara dua bilangan
real senantiasa ada bilangan rasional, maka kita dapat memilih Jx sedemikian sehingga:
x Jx Ix ,
dengan Jx adalah interval dengan titik ujung rasional. Karena himpunan
bilangan rasional terhiS
tung, maka koleksi: J = {Jx | x U } juga terhitung. Jelas U =
Jx . Untuk setiap Jx , kita
memilih O yang memuatnya, sehingga: U =
xU
Ok .
21
22
3.2
Ukuran Luar
Misalkan (a, b) adalah sebuah interval bilangan real. Maka kita dapat mendefinisikan:
l((a, b)) = b a.
Dari pendefinisian ini tentunya tidaklah sulit untuk mengenali bahwa: l : L [0, ], di mana
L = {(a, b) | a, b R}.
Definisi ini dapat diperluas ke sebarang himpunan buka dengan menggunakan Proposisi 3.1 dan
Proposisi Lindel
of. Perhatikan bahwa fungsi l ini menyatakan ukuran dari himpunan buka
A R. Kita juga ingin memperluas pendefinisian fungsi ukuran untuk himpunan bagian sebarang
dari R.
Definisi 3.3. Definisikan: m : P(R) [0, ], yaitu:
)
(
[
X
Ik , Ik interval buka di R .
m (A) = inf
l(Ik ) A
k=1
k=1
3.2.1
l(Ik ) > b a.
k=1
Ketaksamaan terakhir diperoleh karena fakta berikut. Yang pertama adalah l((a, b)) = b a.
S
P
Pandang himpunan buka O = Ik dan (a, b) [a, b] U . Maka haruslah:
l(Ik ) > b a.
1
k=1
Jadi:
m ([a, b]) b a.
3.2.2
23
Sifat sub-aditif
Proposisi 3.5. Misalkan {An } adalah koleksi terhitung dari himpunan bagian bilangan real. Maka
!
[
X
m
An
m (An ).
1
k=1
Bukti. Misalkan An adalah sebarang himpunan buka dalam koleksi terhitung tersebut. Maka, ada
S
In,k dan
koleksi terhitung {In,k |k = 1, 2, . . .} sedemikian sehingga: An
k=1
k=1
Maka:
1
X
1
2
=
n
2
1
1
2
1
.
2n
= 1.
X
X
X
[
1
m (An ) + .
l(In,k ) =
m (An ) + n =
m ( An )
2
n=1
n=1
n=1
k=1
Catatan 3.6. Misalkan In adalah barisan interval-interval pada bilangan real yang saling lepas,
maka:
!
X
[
l(In ).
l
In =
1
Membandingkan sifat ini dan sifat sub-aditif dari ukuran luar, tentunya kita tergoda untuk memperbaiki proposisi di atas dengan menambahkan sifat saling lepas. Namun ternyata kita tetap
tidak dapat menyimpulkan kesamaan:
!
[
X
m
An =
m (An ).
1
k=1
Kesamaan ini diperoleh ketika kita membatasi daerah definisi dari m , tidak pada seluruh P(R).
3.2.3
2
0, jika n .
n
1
2n .
Maka: {a} =
1
, n N.
n
T
1
(a n , a + n )
24
Maka m ({a}) = 0.
Misalkan A terhitung, maka:
A=
{an }, an R.
m ({an }) = 0.
Himpunan Cantor
Misalkan A adalah himpunan yang dibentuk dengan cara sebagai berikut. Misalkan
1 2
1
2
A1 = [0, 1]\
,
= 0,
,1 .
3 3
3
3
Himpunan A1 dibentuk dengan cara membagi tiga selang [0, 1] kemudian membuang bagian tengahnya. Himpunan A1 dapat juga dinyatakan oleh:
3
6 9
A1 = 0,
,
.
9
9 9
Kedua bagian pada himpunan A1 , masing-masing dibagi menjadi tiga bagian, kemudian dihilangkan bagian tengahnya,
[
1
2 3
6 7
8 9
A2 =
0,
,
,
,
.
9
9 9
9 9
9 9
Seperti sebelumnya, kita menuliskan A2 dengan cara yang berbeda:
3
6 9
18 21
24 27
A2 = 0,
,
.
27
27 27
27 27
27 27
Jika kita melanjutkan dengan pembentukan seperti ini, kita dapatkan:
1
2 3
6 7
8 9
A3 =
0,
27
27 27
27 27
27 27
18 19
20 21
24 25
26 27
,
,
27 27
27 27
27 27
27 27
Kita menuliskan kembali himpunan A3 sebagai:
3
6 9
A3 =
0,
81
81 81
18 21
24 27
,
81 81
81 81
60 63
54 57
,
81 81
81 81
72 75
78 81
,
,
81 81
81 81
25
Himpunan A4 adalah:
A4 =
1
2 3
6 7
8 9
0,
81
81 81
81 81
81 81
18 19
20 21
24 25
26 27
,
81 81
81 81
81 81
81 81
54 55
56 57
60 61
62 63
,
81 81
81 81
81 81
81 81
74 75
78 79
80 81
72 73
,
,
81 81
81 81
81 81
81 81
dan seterusnya.
Kita ingin menuliskan bilangan real x [0, 1] sebagai:
1
1
1
1
+ a2 2 + a3 3 + a4 4 + . . . ,
3
3
3
3
dengan ak = 0, 1, 2. Kemudian, kita menuliskan: x = 0, a1 a2 a3 a4 . . .. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Sebagai contoh, misalkan x1 = 51 . Kalikan dengan 3, kita dapatkan:
3
9
4
3
5 < 1. Pilih a1 = 0 dan x2 = 5 . Kemudian, kalikan x2 dengan 3, yaitu: 5 = 1 + 5 . Pilih a2 = 1
4
12
2
2
dan x3 = 5 . Kalikan kembali x3 dengan 3: 5 = 2 + 5 . Pilih: a3 = 2 dan x4 = 5 , dan seterusnya.
Jadi uraian terner untuk 51 adalah: 0, 012 . . ..
x = a1
Tingkat ke-n pada konstruksi himpunan Cantor berkorespondensi dengan suku ke-n pada uraian
terner-nya. Misalkan x A1 , maka:
1
2
1
atau x 1 atau x = .
3
3
3
Jadi x = 0, 0 . . . atau x = 0.2 . . . atau x = 0.1. Perhatikan bahwa 0.1 = 0.0222222 . . . sehingga
proposisi terbukti.
Di level-2, x A2 berarti
1
2 3
6 7
8 9
x 0,
atau x
,
atau x
,
atau x
,
.
9
9 9
9 9
9 9
0x<
Jika
1
2 3
x 0,
atau x
,
9
9 9
1
9
1
,
9
2
3
x ,
9
9
maka x = 0.02 . . .. Di sisi lain, jika:
x
6 7
,
9 9
atau x
8 9
,
,
9 9
maka uraian
cara yang sama kita dapat menunjukkan
ternernya diawali dengan: 0.2 . . .. Dengan
bahwa: 69 , 79 berkorespondensi dengan 0 dan 89 , 99 berkorespondensi dengan 2. Kita simpulkan
dalam proposisi berikut.
26
Proposisi 3.9. Jika anggota-anggota dari himpunan Cantor dituliskan dalam bilangan berbasis 3
(bilangan terner):
0, a1 a2 a3 a4 . . . an . . . ,
maka ak = 0, 2, k N. Sebaliknya, setiap bilangan terner 0, a1 a2 a3 . . . an . . .
Pandang himpunan Cantor: C = {0, a1 a2 a3 . . . | an = 0 atau 2, n N}. Kita membentuk suatu
himpunan baru:
n
o
an
B = 0, b1 b2 b3 . . . bn =
, N .
2
Dengan pemadanan:
1
1
1
0, b1 b2 b3 . . . 7 b1 + b2 2 + b3 3 + . . .
2
2
2
kita mendefinisikan suatu pemetaan satu ke satu antara C dengan interval [0, 1].
Proposisi 3.10. Himpunan Cantor C tak terhitung.
Perhatikan bahwa A1 adalah dua buah interval tutup yang masing-masing panjangnya 13 . A2
adalah empat buah interval tutup dengan panjang selang 312 . Jadi, untuk sebarang n, An adalah
2n buah interval tutup dengan panjang selang 31n . Akibatnya:
m (An ) =
Maka
n
2
.
3
n
2
= 0.
n 3
Himpunan Cantor C adalah contoh sederhana dari himpunan yang tidak terhitung, tetapi berukuran
nol. Contoh ini memperlihatkan bahwa kita tidak dapat membalik Teorema 3.8. Jadi himpunan
yang berukuran nol tidak identik dengan himpunan yang terhitung. Tetapi himpunan terhitung
memiliki ukuran nol.
Teorema Akibat 3.11. m (Q) = 0.
Teorema Akibat 3.12. Himpunan bilangan R tak terhitung.
Teorema 3.13. Misalkan A, B R himpunan tak kosong dengan m (B) = 0. Maka m (AB) =
m (A) + m (B).
Bukti. Dari sifat subaditif dari m kita dapatkan:
m (A B) m (A) + m (B).
Karena: A A B maka: m (A) m (A B). Karena m (B) = 0 maka:
m (A) + m (B) = m (A) m (A B).
Jadi: m (A B) = m (A) + m (B).
Bab 4
Keterukuran
Pada Proposisi 3.5 kita sudah memperlihatkan bahwa ukuran luar memenuhi sifat subaditif. Sifat
ini tidak dapat diperkuat menjadi aditif, dan pada bab ini kita akan memperlihatkan sebuah
contoh dimana sifat aditif tidak dipenuhi. Jadi, untuk mempertegas sifat subaditif menjadi aditif,
kita perlu membatasi daerah definisi dari m .
4.1
Himpunan Terukur
Perhatikan bahwa A = (A E) (A E c ). Jadi Caratheodory mengelompokan himpunanhimpunan bagian dari R sedemikian sehingga m bersifat aditif padanya. Himpunan-himpunan
bagian tersebut dinamakan himpunan terukur, dan
M = {E P (R) | E terukur}.
Tentu saja kita berharap: M membentuk sebuah aljabar-.
Definisi 4.2. Koleksi B adalah aljabar- terkecil yang memuat semua himpunan bagian buka
dari R.
Eksistensi dari B dijamin oleh Proposisi 2.16. Dari sifat aljabar, kita tahu bahwa B juga
memuat semua himpunan tutup (komplemen dari buka). Selain itu, Proposisi 3.1 dan 3.2 mengakibatkan B adalah aljabar- terkecil yang memuat interval. Kita tahu bahwa pada koleksi
interval, m memenuhi sifat aditif (karena pada interval m tidak lain adalah panjang selang).
Akibatnya: kita ingin B M .
Dengan perkataan lain, kita ingin semua himpunan buka,
semua himpunan tutup terukur.
Terakhir, kita ingat Teorema 3.13. Teorema tersebut menyatakan bahwa sifat aditif berlaku
ketika kita bekerja dengan himpunan berukuran nol. Jadi, kita berharap: himpunan berukuran
nol terukur.
Kita mulai dengan proposisi berikut.
27
28
BAB 4. KETERUKURAN
Proposisi ini memperlihatkan bahwa semua himpunan berukuran nol terukur. Dengan demikian,
sifat aditif yang telah dipenuhi oleh m , yaitu: m (A B) = m (A) + m (B) jika m (A) = 0
tetap dipertahankan.
Langkah selanjutnya adalah mencari struktur dari himpunan M . Kita mengharapkan M memiliki
struktur aljabar-. Sebelum membentuk aljabar-, M harus membentuk sebuah aljabar. Jadi
kita harus memeriksa apakah gabungan dari himpunan terukur juga terukur, dan komplemen dari
himpunan terukur juga terukur.
Lemma 4.4. Jika E1 dan E2 terukur maka E1 E2 terukur.
Bukti. Perhatikan bahwa: A (E1 E2 ) = (A E1 ) (A E2 ). Tetapi:
A E2
= A E2 R
= (A E2 ) (E1 c E1 )
= (A E2 E1 c ) (A E2 E1 ).
Akibatnya:
A (E1 E2 )
= (A E1 ) (A E2 E1 c ) (A E2 E1 )
= (A E1 ) (A E2 E1 c ),
karena (A E2 E1 ) (A E1 ). Jadi:
m (A (E1 E2 )) m ((A E1 )) + m ((A E2 E1 c )) .
Pandang E2 himpunan terukur, maka:
m (A E1 c ) = m (A E1 c E2 ) + m (A E1 c E2 c ).
Maka:
m (A (E1 E2 ))
+ m (A E1 c E2 c ) m ((A E1 ))
+ m ((A E2 E1 c )) + m (A E1 c E2 c )
= m ((A E1 )) + m (A E1 c ) = m (A).
29
m A
Ek
=
m (A Ek ) .
1
m A
Ek
=
m (A Ek ) .
1
Pandang:
m
"n
[
#!
Ek
"
= m
n
[
#!
!
En
Ek
+ m
"n
[
#!
Ek
"n
[
#!
Ek
En = A En ,
dan
A
"n
[
#!
Ek
En = A
"n1
[
#
Ek .
Akibatnya:
n
S
m A
Ek
=
1
n1
S
m (A En ) + m A
Ek
n
X
m (A Ek ) .
!
En c
30
BAB 4. KETERUKURAN
Bab 5
Integral Riemann
Pada saat kita belajar Kalkulus Fungsi, kita telah mengenal integral dari suatu fungsi yang didefinisikan sebagai berikut. Misalkan f adalah sebuah fungsi yang terbatas, dan terdefinisi pada [a, b].
Pandang:
P = {x0 , x1 , x2 , . . . , xn }
yaitu sebuah partisi untuk [a, b], dengan:
xk = xk1 + x, x =
ba
.
n
f (xk )x,
f (xk1 )x.
Maka
Zb
f (x)dx = lim
n
X
x0
Zb
n
X
f (xk )x,
atau:
f (x)dx = lim
x0
f (xk1 )x,
Urutan antara jumlah Riemann kiri, jumlah Riemann kanan dan integral, secara umum tidak
dapat dijelaskan. Itu sebabnya untuk menyatakan keteritegralan dari sebuah fungsi, kita perlu
melakukan lebih dari ini. Limit jumlah Riemann kiri maupun kanan sangatlah bermanfaat untuk
mempermudah perhitungan.
Pertama-tama, kita melepaskan pembatasan bahwa x = (ba)/n. Pandang: P = {x0 , x1 , . . . , xn }
sebarang partisi bagi [a, b], dengan x0 = a dan xn = b. Definisikan:
Mk =
sup
x[xk1 ,xk ]
f (x) dan mk =
inf
x[xk1 ,xk ]
31
f (x), k = 1, 2, . . . , n.
32
n
X
mk (xk xk1 ) .
n
X
Mk (xk xk1 ) .
(5.1)
Lebih lanjut lagi, jika P1 adalah penghalusan dari P2 (yaitu: P1 P2 ) maka berlaku:
SP1 SP2 ,
dan
SP1 SP2 .
Misalkan P = {P partisi bagi [a, b]}. Kita definisikan:
Zb
f dx = sup SP .
P P
Integral ini kita sebut: integral bawah. Kita juga mendefinisikan integral atas:
Zb
f dx = inf
P P
SP .
Zb
f dx
f dx.
a
Definisi 5.1. Misalkan f adalah fungsi yang terbatas dan terdefinisi pada [a, b]. f dikatakan
terintegralkan secara Riemann jika
Zb
Zb
f dx = f dx.
a
Pertanyaannya adalah, bagaimana membuktikan bahwa suatu fungsi terintegralkan? Pada kenyataannya, untuk menghitung infimum dan supremum diatas, tidaklah mudah. Jauh lebih mudah
menghitung jumlah Riemann kiri dan jumlah Riemann kanan.
33
Contoh 5.2. Misalkan f (x) = x2 pada interval [0, 3]. Misalkan Pn = {x = 1, . . . , xn = 3},
dimana:
31
2
x =
=
dan xk = 1 + kx, k = 0, 1, . . . , n.
n
n
Pandang pula: PN = {Pn | n N} dan P himpunan semua partisi bagi [1, 3]. Karena fungsi f
monoton naik pada [1, 3], maka:
Mk =
sup
f (x) = f (xk ),
x[xk1 ,xk ]
dan
mk =
Maka:
SPn
n
X
inf
x[xk1 ,xk ]
mk (xk xk1 )
1
n
X
1+
1
n
X
f (x) = f (xk1 ).
2(k 1)
n
2
2
n
2
n
n
n
n
X
2
4 X
8 X
=
+ 2
(k 1) + 3
(k 1)2
n
n
n
1
1
1
2+
(n 1)n 8 (n 1)n(2n 1)
+
n2
6
n3
adalah fungsi terhadap n yang monoton naik, sehingga:
=
n1
n1
8 X 2
4 X
k
+
k
n2 1
n3 1
2+2
Z3
x2 dx = sup SPn =
Pn PN
20
.
3
Sebaliknya:
SPn
n
X
Mk (xk xk1 )
1
n
X
1+
n
X
1
2k
n
2
2
n
4k 4k 2
1+
+ 2
n
n
2
n
n
n
n
X
2
4 X
8 X 2
=
+ 2
k+ 3
k
n n 1
n 1
1
(n + 1)n 8 (n + 1)n(2n + 1)
+
n2
6
n3
adalah fungsi terhadap n yang monoton turun, sehingga:
=
2+2
Z3
1
x2 dx =
inf
Pn PN
SPn =
20
.
3
34
Karena:
20
20
= sup SPn sup SP inf SP inf SPn =
,
P P
Pn PN
3
3
Pn PN
P P
20
.
3
x2 dx =
Pn PN
inf
Pn PN
SPn ,
dengan PN seperti di atas, maka fungsi f terintegralkan secara Riemann. Namun jika
sup SPn 6=
Pn PN
inf
Pn PN
SPn ,
inf
f (x) = 0,
x[xk1 ,xk ]
dan
Mk =
sup
f (x) = 1,
x[xk1 ,xk ]
Perhatikan bahwa
Zb
(x)dx =
n
X
ck (xk xk1 ).
P P
Zb
mk (xk xk1 ) =
sup
(x)f (x)
(x)dx.
a
P P
X
k
Zb
Mk (xk xk1 ) =
sup
(x)f (x)
(x)dx.
a
35
Gbr. 5.1: .
5.2
Kita ingin memperumum konsep fungsi tangga di atas menjadi fungsi sederhana. Jika fungsi
tangga adalah kombinasi linear dari fungsi-fungsi yang bernilai konstan pada suatu sub-interval,
maka fungsi sederhana, adalah kombinasi linear dari fungsi-fungsi yang bernilai konstan pada
suatu himpunan terukur. Pandang fungsi karakteristik:
1 x E,
E (x) =
0 x 6 E.
Suatu fungsi dikatakan sederhana jika Ek terukur dan
(x) =
n
X
k Ek (x).
Misalkan (x) adalah fungsi sederhana yang himpunan nilainya adalah: {a1 , a2 , . . . , an } dengan
ak 6= 0, k = 1, 2, . . . , n. Definisikan: Ak = {x | (x) = ak }. Maka representasi:
(x) =
n
X
ak Ak (x),
disebut representasi kanonik. Pada representasi kanonik, jelas kita miliki: Ai Aj = jika i 6= j.
Contoh 5.5. Fungsi tangga adalah fungsi sederhana.
Contoh 5.6. Fungsi f : [0, 1] R seperti pada contoh 5.4, yaitu:
1 xQ
f (x) =
0 x 6 Q
adalah fungsi sederhana. Pandang: Q[0, 1] = Q[0, 1]. Maka representasi kanonik untuk f adalah:
f (x) = Q[0,1] (x).
36
Definisi 5.7. Misalkan adalah fungsi sederhana dalam bentuk kanonik yang bernilai nol kecuali
di sebuah himpunan terukur yang ukurannya berhingga. Kita definisikan:
Z
n
X
(x)dx =
ak m(Ak ).
1
n
P
Lemma ini mengatakan bahwa jika representasi dari fungsi sederhana tidak kanonik, tetapi
himpunan Ek , k = 1, 2, . . . , n masih saling lepas, maka integralnya tidak berubah. Bukti Lemma
ini sederhana; dapat dicoba sendiri.
Lemma 5.9. Misalkan dan adalah dua buah fungsi sederhana, yang bernilai nol kecuali pada
suatu himpunan terukur E dengan m(E) < . Maka:
Z
Z
Z
+ = + .
E
n
X
ak Ek (x).
Misalkan pula ada, j dan i yang berbeda sedemikian sehingga: Ei Ej 6= . Untuk kemudahan,
kita asumsikan hanya mereka berdua yang irisannya tak kosong. Maka
ai Ei + aj Ej = ai Ei + aj Ej \Ei + aj Ei Ej .
Akibatnya, kita dapat menuliskan sedemikian sehingga representasinya kanonik, dan integralnya
tidak berubah. Jadi kondisi saling lepas untuk fungsi sederhana dapat diabaikan.
Definisi 5.10. Misalkan f adalah fungsi terbatas pada sebuah himpunan terukur E. Maka f
dikatakan teritegralkan Lebesgue jika:
Z
Z
sup = inf
.
f
f
E
Z
f = inf
37
Jadi, yang dilakukan oleh Lebesgue adalah memperumum fungsi tangga (yang digunakan Riemann) menjadi fungsi terukur.
Teorema 5.11. Misalkan f terbatas di sebuat himpunan terukur E dengan ukuran berhingga.
Maka:
Z
Z
sup = inf
,
f
f
E
m (Ek ) = m(E).
dan
n (x) =
n
MX
(k 1)Ek (x).
n n
Z
(x)dx
inf
f
E
n (x)dx =
E
n
MX
km(Ek ),
n n
dan
Z
Z
(x)dx
inf
f
E
n (x)dx =
E
n
n
n
MX
MX
MX
(k 1)m(Ek ) =
km(Ek )
m(Ek ).
n n
n n
n n
Akibatnya:
Z
Z
(x)dx inf
inf
(x)dx =
n
MX
M
m(Ek ) =
m(E)
n n
n
M
m(E).
Untuk sebarang n, kita dapat memilih fungsi sederhana: n dan n sedemikian sehingga:
n (x) f (x) n (x)
38
dan
Z
n (x)dx
n (x)dx <
1
.
n
Definisikan:
= inf n dan = sup n ,
n
maka:
(x) f (x) (x).
Ambil > 0 sebarang. Pandang:
=
1
.
x (x) < (x)
Karena
n (x) (x) (x) n (x),
maka
Karena
m
1
x n (x) < n (x)
.
1
Jadi = kecuali di himpunan berukuran nol. Maka f terukur karena baik maupun
terukur.
Teorema di atas mengatakan bahwa fungsi yang terintegralkan secara Lebesgue adalah fungsi
terukur, dan fungsi terukur terintegralkan secara Lebesgue. Pada Bab sebelumnya, kita telah
mempelajari bahwa ukuran luar Lebesgue yang kita definisikan, tidak dapat memenuhi sifat aditif
terhitung. Kecuali kita mengambil aljabar- M yang berisi himpunan-himpunan terukur, barulah
sifat aditif dapat dipenuhi. Jadi, keterukuran adalah sifat yang dibutuhkan untuk menjamin sifat
aditif terhitung pada ukuran luar, dan juga keterukuran adalah syarat perlu dan cukup agar suatu
fungsi terintegralkan secara Lebesgue.
sup
f,
f,
inf
f,
inf
f,
= I2
39
Teorema 5.12. Misalkan f adalah fungsi yang terbatas pada [a, b]. Jika f terintegralkan secara
Riemann, maka f terintegralkan secara Lebesgue dan kedua integral sama. Lebih lanjut lagi f
terukur.
Teorema 5.13. (Sifat-sifat Integral Lebesgue)
Misalkan f dan g fungsi terbatas dan terukur yang terdefinisi pada himpunan terukur E yang
berukuran hingga. Maka:
R
R
R
1. (f + g) = f + g.
E
f=
g.
R
E
R
g. Lebih lanjut lagi:
R
f |f |.
E
f B m (E)
E
5. Jika A B = maka:
Z
Z
f=
AB
Z
f+
f
B
Sifat-sifat ini dapat dibuktikan dengan mudah, dengan menerapkan definisi dari integral Lebesgue.
nx
fn (x) =
x0
0<x<
x
1
n
1
n
Perhatian bahwa jika x 1, maka fn (x) = 1 untuk setiap n, dan jika x 0, maka fn (x) = 0
untuk setiap n. Jika 0 < x < 1, maka kita dapat memilih N sedemikian sehingga: x N1 . Jadi,
fn (x) = 1 jika n > N . Jadi, kita simpulkan bahwa fn (x) f (x), n inf ty untuk setiap x R,
dengan
(
1
x>0
f (x) =
0
x0
Lihat Gbr 5.2 sebagai ilustrasi.
Pandang:
Z2
1
1
4n 1
fn (x)dx =
+ 2
=
2, jika n .
2n
n
2n
1
40
Gbr. 5.2: .
Teorema 5.14. Misalkan {fn } adalah barisan fungsi yang terukur yang terdefinisi pada suatu
himpunan terukur E yang berukuran hingga. Misalkan pula terdapat M > 0 R sehingga |f (x)| <
M untuk setiap n dan x E. Jika fn (x) f (x), jika n untuk setiap x E, maka
Z
Z
fn .
f = lim
n
Bab 6
41
42
Bab 7
43
44
Bab 8
45
46
Bab 9
47
48
Bab 10
49
50
Bab 11
51
Bab 12
53
54
Bab 13
Teorema Kekonvergenan
55
56
Daftar Pustaka
[1] Herstein, I.N., Topics in Algebra, 2nd ed., John Wiley & Sons, 1975, New York etc.
57
58
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran A
59
60
Maka himpunan G dengan kedua operasi: (G, +, ) membentuk struktur ring (gelanggang) dengan
Satuan. Elemen identitas terhadap operasi disebut 1.
Definisi A.3. Misalkan G dilengkapi dengan dua buah operasi, yaitu + dan . Misalkan sifat-sifat
di bawah ini dipenuhi.
1. (G, +, ) membentuk grup komutatif terhadap operasi +.
2. (G\{0}, ) juga membentuk grup komutatif.
3. Hukum distributif dipenuhi: (a (b + c) = ab + ac)).
Maka struktur aljabar yang dibentuk oleh G dengan kedua operasi tersebut adalah: lapangan.
Contoh klasik untuk struktur gelanggang adalah bilangan bulat (Z, +, ). Juga himpunan
semua polinomial juga memiliki struktur ini. Struktur Lapangan dimiliki oleh himpunan bilangan
rasional:
,
Z,
=
6
0
.
Q=
Ruang Vektor
Misalkan (F, +, ): lapangan. Elemen identitas dari + adalah 0 dan F adalah invers penjumlahan dari F . Elemen identitas terhadap operasi adalah 1 dan inversnya adalah 1 F ,
untuk 0 6= F .
Misalkan V adalah himpunan dari objek-objek tertentu (yang kita sebut vektor). Pada V kita
definsikan operasi penjumlahan sebagai berikut:
+
+:
V V
(v1 , v2 ) 7
V
v1 + v2 .
V
v = v.
Jika:
1. (v1 +
+v2 ) = v1 +
+ v2 = v1 +
+v2 ,
2. ( + ) v = v+
+ v = v+
+v,
3. 1 v = v ,
maka V membentuk suatu ruang vektor atas F .
Kita dapat membentuk suatu ruang vektor dari sebuah lapangan F , dengan cara membentuk
F n = F F . . . F . Operasi penjumlahan: +
+ didefinisikan sebagai berikut. Misalkan u =
(u1 , u2 , . . . , un ) F n dan v = (v1 , v2 , . . . , vn ) F n
u+
+v = (u1 + v1 , u2 + v2 , . . . , un + vn ),
dengan penjumlahan uk + vk , k = 1, . . . , n adalah penjumlahan di F . Dengan cara yang sama:
v = (v1 , . . . , vn ),
61
Jadi himpunan span(V) berisi semua kombinasi linear yang mungkin dari vekor-vektor di V. Dapat
diperlihatkan bahwa kriteria ruang vektor dipenuhi oleh span(V). Jadi span(V) adalah subruang
dari V , yaitu span(V) V (notasi yang sama kita gunakan untuk subset; pembaca diharapkan
untuk membedakannya secara kontekstual).
Himpunan vektor V di atas, dikatakan bebas linear jika semua kemungkinan kombinasi linear
dari vector-vector di V ke nol, yaitu:
X
i v i = 0,
i
hanya dipenuhi oleh i = 0. Suatu himpunan vektor V dikatakan membentuk basis bagi V jika V
bebas linear, dan span(V) = V .
A.1
Himpunan Terurut
Kita dapat mendefinisikan sebuah urutan pada himpunan A. Urutan adalah suatu relasi (yaitu
subset dari produk Cartesius; A A), dinotasikan oleh < yang memenuhi:
1. setiap pasang a dan b memenuhi: a < b atau b < a tetapi tidak keduanya.
2. tidak ada a di A yang memenuhi: a < a.
3. jika a < b dan b < c maka berlaku a < c.
Jika setiap pasang (a, b) di AA terurut dengan baik (memenuhi definisi urutan), maka himpunan
A dikatakan himpunan yang terurut secara linear (himpunan terurut total). Dengan urutan ini
kita dapat mendefinisikan interval sebagai berikut.
Definisi A.4. Misalkan a < b, maka interval (a, b) didefinisikan sebagai {x A|a < x < b}.
Definisi A.5. Misalkan B A adalah sebuah himpunan.
1. Batas atas B adalah u A yang memenuhi u x untuk setiap x B.
2. Batas atas terkecil atau supremum adalah suatu batas atas us yang memenuhi jika u adalah
batas atas maka u us ., dinotasikan. Cara lain mendefinisikan supremum adalah sebagai
berikut: us adalah supremum dari B jika, us adalah batas atas bagi B, dan untuk setiap
0 < 1, ada x B sehingga x > us .
Dengan cara yang serupa kita mendefinisikan batas bawah dan batas bawah terkecil atau infimum.
62
Definisi A.6. (Himpunan Lengkap) Suatu himpunan dikatakan lengkap jika setiap himpunan
bagian terbatas darinya yang tak kosong dan yang bukan keseluruhan himpunan, senantiasa memiliki infimum dan supremum.
Teorema A.7. Sifat Archimedes dari bilangan rasional.
Untuk setiap bilangan rasional q > 0, ada n N sehingga n 1 q n.
A.2
Perluasan lapangan
Kini kita ingin mengkonstruksi sebuah himpunan bilangan yang membentuk suatu lapangan dari
lapangan bilangan rasional Q. Perluasan lapangan F dari F , didefinisikan sebagai, mencari
lapangan F yang memuat F sebagai sublapangan proper. Perhatikan bahwa kita dapat memandang F sebagai ruang vektor atas F . Jika dim(F ) = n, maka kita katakan perluasan tersebut
berderajat n. Dalam hal n berhingga, kita katakan perluasan lapangan tersebut algebraic.
Definisikan:
o
n
2 = p + q 2 | p, q Q .
Q
Himpunan ini dapat dituliskan dengan cara:
Q
2 = {(p, q) | p, q Q} .
Keduanya
1
pq 2
p
q
= 2
2.
2
2
2
p
2q
p
2q
p+q 2 pq 2
63
dengan banyaknya digit 0 di antara 1, bertambah mengikuti pola: 1!, 2!, 3!, . . .. Selain bilanganbilangan yang dikonstruksi oleh Liouville, Hermite menunjukkan bahwa e adalah bilangan transenden. Untuk buktinya, dapat dilihat pada [1]. Nama-nama besar dalam Matematika seperti
David
2
Hilbert, Lindemann, Gelfond and Schneider terlibat dalam membuktikan bahwa: , 2 , dan
lain-lain adalah bilangan irasional yang transenden.
Adanya bilangan-bilangan ini menyebabkan bahwa Q , mungkin tidaklah cukup untuk menjamin sifat kelengkapan. Pada Bab III nanti kita akan membuktikan bahwa
n
1
= e.
1+
n
n
lim
Berapapun n N,
1+
1
n
n
Q.
n
1
1+
< e, n N.
n
Jadi bn adalah batas bawah bagi G untuk setiap n N. Tetapi G tidak memiliki batas bawah
terbesar karena untuk setiap > 0, selalu ada m sehingga |e bm | < . Jadi Q tidak lengkap.
Sayangnya teknik memperluas lapangan secara algebraic di atas, tidak memadai lagi.
A.3
Konstruksi bilangan real dari bilangan rasional yang akan kita perlihatkan ini sangatlah abstrak. Ingat bahwa untuk mengkonstruksi bilangan real dari bilangan rasional, kita harus melupakan bahwa kita sudah mengetahui adanya bilangan irasional, baik yang algebraic maupun yang
transenden.
Definisi A.8. Misalkan Q yang memiliki tiga sifat berikut.
1. 6= dan 6= Q.
2. Jika p , q Q, dan q < p, maka q .
3. Jika p , maka p < r untuk suatu r .
disebut potongan (cut).
Sifat (3) mengatakan bahwa tidak memiliki elemen terbesar. Sifat yang kedua mengakibatkan
1. Jika p dan q
/ , maka p < q.
2. Jika r
/ dan r < s maka s
/ .
Contoh A.9. Misalkan = {q Q | q < 12 }.
Definisikan R = { | potongan}. Pada R kita definisikan urutan sebagai berikut: < jika
.
A.3.1
Kelengkapan R
64
jadi memuat semua bilangan rasional p yang termuat sekurang-kurangnya di salah satu R.
Kita harus menunjukkan bahwa R, yaitu bahwa adalah potongan (memenuhi Definisi A.8).
1. Karena A tidak kosong, maka juga tidak kosong. Ambil q sebarang, maka q untuk
suatu A. Karena , untuk semua A, maka sehingga q . Jadi .
Karena 6= Q, maka 6= Q.
2. Ambil p dan q Q dengan q < p. p berakibat bahwa p 1 untuk suatu 1 A.
Karena 1 adalah potongan, maka q 1 . Jadi q .
3. Ambil p , maka p 1 untuk suatu 1 A. Karena 1 adalah potongan, maka ada
r 1 , sehingga p < r. Karena r 1 maka r . Jadi ada r sehingga p < r.
Jadi Definisi A.8 dipenuhi oleh . Berarti, R. Dari definisi , jelas bahwa untuk setiap
A. Jadi adalah batas atas bagi A.
Sekarang tinggal memperlihatkan bahwa jika < , maka bukan batas atas bagi A. Misalkan
< , maka ada r tetapi r
/ . Pilih 2 A sehingga r 2 (ini dapat dilakukan karena
r ). Karena r
/ , maka < 2 . Jadi bukan batas atas bagi A.
A.3.2
65
Sekarang kita perlu menunjukkan bahwa untuk setiap R, terdapat R sedemikian sehingga
+ = . Definisikan:
= {p | r > 0, p r
/ }.
Kita harus memperlihatkan bahwa R. Namun sebelum membuktikan bahwa adalah invers
penjumlahan dari , mari kita pelajari dahulu himpunan ini.
Pandang = {q Q | q < 0 atau q 2 2 < 0}. Perhatikan bahwa c = {q Q | q
0 dan q 2 2 0}. Jadi:
= {p Q | r > 0, sehingga (p + r) c }.
Ini berarti (p + r)2 2 0 dan p + r 0. Karena r > 0, haruslah p < 0. Jadi dalam kasus ini,
kita dapatkan: p2 2 < 0, dan p < 0.
Jika = {q Q | q < 1}, maka p ada r > 0 sehingga
p r = (p + r) 1.
Jadi p + r 1. Karena r > 0 maka haruslah p < 1. Jadi:
= {p Q | p < 1}.
Sekarang kita siap untuk memperlihatkan bahwa + = .
Untuk membuktikan bahwa adalah invers pernjumlahan dari , kita harus memperlihatkan
bahwa R. Yaitu membuktikan bahwa adalah potongan. Jika s
/ dan p = s 1, maka
p 1 = (s 1) 1 = s
/ .
Jadi 6= . Jika q , maka q
/ . Perhatikan bahwa jika q , maka
(q + r) = q r < q, untuk setiap r > 0.
Jadi q
/ sehingga 6= Q. Jadi R.
Ambil p + q + sebarang. Tentu saja ini berarti p dan q . Perhatikan bahwa
q berarti ada r > 0 sehingga: (q + r)
/ . Tetapi ini berarti (q + r) > p, sehingga:
p + q < r < 0.
66
Sifat komutatif dan asosiatif dari perkalian di R+ diturunkan langsung dari sifat komutatif dan
asosiatif pada perkalian di Q. Perhatikan bahwa untuk sebarang R+ ,
1 = {q Q | q < rs, r , s 1}.
Karena semua s < 1, jika s 1, maka
1 = {q Q | q < r, r } = .
Bagaimana kita akan mendefinisikan invers terhadap perkalian? Kita ingin mendapatkan:
sedemikian sehingga: = 1.
67
q |q <3
1
3
=1
= 1
Jadi kita mendefinisikan
=
1
q Q r > 1,
/ .
qr
/
qr
1
3
=
q r > 1,
qr
1
=
q r > 1, qr
3
1
=
q q <
.
3
Mari kita memperlihatkan bahwa = 1. Ambil q . Pilih p dan r sehingga,
q < pr. Karena r , maka pilih s > 1 sehingga:
1
1
1
< 1.
s
r
r+1
qr + q r qr
r+1
Ambil r 1 sebarang, maka 0 < r < 1. Karena 0 , maka pilih 0 < s1 . Untuk
=
s1 (1 r)
> 0,
r
pilih s2 , sehingga s2 +
/ . Pilih s = max{s1 , s2 }, maka
s + > 0, dan s +
/ .
68
Akibatnya:
1
1
sehingga s
.
s+
s+
Tetapi:
s
s+
=
s+
s1 (1r)
r
s+
s(1r)
r
>
= r.
Jadi 1 .
Sekarang kita perlu memperluas definisi perkalian di R+ ini ke seluruh R. Ini di lakukan dengan
mendefinisikan aturan sebagai berikut:
Rekapitulasi
Sampai di sini, kita sudah mendapatkan bahwa (R, +) memiliki struktur grup komutatif terhadap
operasi penjumlahan. Juga terhadap (R, ) memiliki struktur grup komutatif terhadap operasi
perkalian. Agar struktur lapangan dari R didapatkan, kita perlu memeriksa
( + ) = + , , , dan R.
Ini dapat diperlihatkan dengan cukup sederhana dengan memeriksa beberapa kasus.
Teorema A.11. Kita memadankan setiap bilangan rasional r Q dengan r = {q Q | q < r}.
Maka:
1. r + s = r+s ,
2. r s = rs , dan
3. r < s jika dan hanya jika r < s.
Bukti dari teorema ini ditinggalkan sebagai latihan.
Dengan Teorema A.11 kita dapat memandang Q sebagai sublapangan dari R. Secara persis,
pandang
Q = {r = {q Q | q < r} | r Q } .
Maka R adalah sebuah lapangan yang memuat Q sebagai sublapangannya.
Definisikan:
: Q Q = (Q)
r r Q
Pemetaan ini adalah pemetaan satu-satu pada. Perhatikan bahwa R lengkap, dalam arti setiap
himpunan bagian terbatas darinya memiliki supremum dan infimum. Karena anggota-anggota
69
dari R adalah himpunan-himpunan bagian dari Q maka supremum dan infimumnya dapat dikonstruksi dengan jelas, melalui operasi gabungan dan irisan. Dengan memperluas pemetaan secara
kontinu, yaitu dengan mendefinisikan:
!
rn = lim sup rn ,
n
kita mendapatkan (R) sebagai himpunan yang kita sebut: bilangan real R.
Sebagai contoh, misalkan
n
1
n = q Q q < 1 +
R.
n
Dengan mendefinisikan:
=
n ,
kita mendapatkan supremum dari {n |n N}. Supremum inilah yang kemudian dipadankan
dengan suatu bilangan, yaitu: () = e. Pandang
= {q Q | q 0 atau q 2 2 < 0}.
Kita mendefinisikan
2 = ().