Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH REFERAT

STRIKTUR URETRA

Disusun oleh :
Nandang Sudrajat
030.07.178

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 17 OKTOBER 25 DESEMBER 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita,
uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga
penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa
yang menyerupai alat penyiram bunga.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih,
mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin
keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak
komplikasi, dengan komplikasi terberat adalah gagal ginjal.
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia
tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada
wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat
menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal tersebut
jarang terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI URETRA
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli
sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria
dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi
menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi
meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra lakilaki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan
wanita 9 mm.

1. Uretra bagian anterior


Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari
meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang
lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif
mudah.

2. Uretra bagian posterior


Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar
prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang
memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian
ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat
menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah
dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra
membranasea.

B. DEFINISI
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra yang disebabkan fibrosis pada dindingnya.

C. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
3. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat
terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga
jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada penis,
instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti pemasangan
kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.
4.

Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra,
seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.

5.

Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti
infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non

gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang


sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini terletak di pars
membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang
merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.

D. PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa
pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri
dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan
berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak
sama dengan semula.
Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga
terjadi striktur uretra.

E. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA7


Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang
dikenal dengan spongiofibrosis.

F. GEJALA KLINIS
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria,

inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat,
abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.

G. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
A. Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab
striktur uretra.
B. Pemeriksaan fisik dan lokal:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
-

Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi

Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

B. Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi.
Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25
ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada
obstruksi.
C. Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan
dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang
striktur adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari

uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting
untuk perencanaan terapi atau operasi.
D. Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan
kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan
ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter
ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
E. Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan
adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti
striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta
derajat penyempitan dari lumen uretra.
I. PENATALAKSANAAN
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang
datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan
urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan
striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta
derajat penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya
glukosa dan protein dalam urin.
Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang
ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,
mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.

Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan
antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan
cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam
uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk
mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie
filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain
sampai bougie dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan
dilatasi menggunakan bougie lurus (Gbr.3E).
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus
ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar
tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat
kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat
mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah
(false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic
dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.
Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F); dilatasi
strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (HJ).

2.

Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan

sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari
pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan
striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra
anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm
serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien
dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali
selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.

3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan
anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat
dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.

Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat
di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis
pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan
pembuatan uretra baru.
Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm
atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse.
Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi,
uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft
yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya.

J. KOMPLIKASI
A. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau
diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah.
Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase

kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan
antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam
otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
B. Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu.
Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah
kencing masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
C. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui
uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan
terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter
bahkan sampai ginjal.
D. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan
timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.Adanya kuman yang
berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut
maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

E. Infiltrat urine, abses dan fistulasi


Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul
inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar
dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat
urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari
striktur.

K. PENCEGAHAN
-

Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis

Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter

Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular


seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai
kondom

Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan
gagal ginjal

L. PROGNOSIS
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan
observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

M. STRIKTUR URETRA PADA WANITA


Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktura uretra pada
wanita radang kronis. Biasanya di derita wanita usia diatas 40 tahun dengan sindroma sistitis
berulang yaitu disuria, frekuensi dan urgensi.
Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan
bougie aboule adalah pada waktu dilepas terdapat flik/hambatan.
Pengobatan dari striktura uretra pada wanita dengan dilatasi, kalo gagal dengan otis
uretrotomi.

DAFTAR PUSTAKA

a.i.1.

Purnomo Basuki B. Striktura uretra, dalam: Dasar-dasar UROLOGI. Ed 2. CV.

Sagung, Jakarta, 2003. Hal; 153-156.


a.i.2.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah

Ed. Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal; 1018-1019.
a.i.3.

Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan

Bedah Umum di Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.
Hal;165-166.
a.i.4.

Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian

Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara,


Jakarta, 1995. Hal; 152-156.

Anda mungkin juga menyukai