Anda di halaman 1dari 8

OPTIMASI PENENTUAN ZONA PADA PROTOKOL ROUTING

HOPNET DENGAN TEKNIK MIN-SEARCHING


Surateno, NRP. 5108 201 021
Pasca Sarjana Teknik Informatika - ITS

Abstrak
Algoritma routing untuk MANET (Mobile Ad-Hoc Network) dapat diklasifikasikan kedalam
tiga kategori yaitu: proaktif, reaktif dan hibrid. Salah satu contoh algortima hibrid pada
MANET adalah HOPNET (A hybrid ant colony optimization routing algorithm for MANET).
Proses dalam algoritma ini terdiri dari pencarian rute lokal secara proaktif dalam satu zona
dan komunikasi reaktif untuk antar zona sebagaimana proses pada algoritma ZRP (zone
routing protocol) yang menjadi salah satu dasar HOPNET disamping ACO (Ant colony
optimization). Parameter yang sangat berpengaruh pada penentuan zona pada HOPNET
adalah radius, sehingga diperlukan perbaikan algoritma yang mampu menentukan radius
optimalnya.
Penelitian ini memanfaatkan teknik min-searching untuk melakukan optimasi pada
penentuan radius zona yang digunakan dalam algoritma HOPNET. Teknik ini menemukan
nilai total trafik minimal yang dihitung dari trafik dalam zona dan antar zona. Penghitungan
ini dilakukan pada masing-masing nilai radius yang diberikan secara increment pada waktu
tertentu. Pengembangan dilakukan pada lingkungan simulator Glomosim (global mobile
simulator).
Hasil penelitian dalam simulasi menunjukkan bahwa perbaikan yang dilakukan pada
algoritma sebelumnya mampu menentukan nilai radius yang optimal untuk skenario yang
diberikan. Pada simulasi dengan waktu simulasi 5 menit dan dalam rentang radius 1 sampai
6 hop dapat ditentukan nilai radius yang optimal untuk membentuk zona yaitu nilai radius 6
untuk jumlah node 25. Sedangkan untuk jumlah node 50 dan 100, zona optimal didapat
pada nilai radius 4 dan 3. Nilai ini sesuai dengan penghitungan nilai trafik yang dilakukan
dengan memberikan nilai radius secara manual pada algoritma sebelumnya. Namun
demikian masih ada yang perlu diperbaiki dalam hal penghalusan penentuan waktu simulasi
sehingga didapat hasil yang lebih akurat.
Katakunci: Routing, HOPNET, min-searching

node dalam zona zona. ZRP menggunakan


proses proaktif untuk update informasi routing ke
node lokal dan menggunakan proses reaktif
untuk update informasi routing antar zona (Wang,
2008).
Parameter yang sangat menentukan optimal
tidaknya pembagian zona dalam HOPNET
adalah radius. Dalam algoritma yang sudah
dikembangkan sebelumnya penentuan radius
zona dilakukan secara manual. Hal ini
menyebabkan kurang fleksibel untuk jaringan
MANET yang cenderung dinamis / berubah
topologinya. Untuk itu diusulkan penggunaan
teknik
min-searching
untuk
mengoptimasi
penentuan radius zona pada protokol HOPNET.
Teknik min-searching telah digunakan oleh
Donggeon Noh dalam megembangkan protokol
SPIZ, yang menekankan pada keefektifan
layanan proses discovery pada MANET (Noh,
2007).

1. Pendahuluan
Routing dalam MANET merupakan suatu
tantangan yang menarik karena MANET memiliki
fitur yang dinamis, dia dibatasi oleh bandwidth
dan power/energi. Jika suatu node sering
berpindah, maka topologi jaringan akan sering
berubah, sehingga jalur routing yang baik
mungkin akan tidak tersedia untuk beberapa
saat. Hal ini menyebabkan tiap node terus sering
melakukan update terhadap tabel routingnya,
akibatnya terlalu banyak kontrol paket yang
membuat jaringan kebanjiran dan konsumsi
sumberdaya jaringan yang terlalu boros. Oleh
karena itu, untuk proses discovery dan
pemeliharaan routing pada lingkungan MANET
merupakan hal yang sulit (Abolhasan, 2003).
Algoritma HOPNET merupakan kombinasi
algoritma Hibrid yang berusaha mengatasi
kelemahan kelemahan diatas dengan
mengombinasikan protokol routing jenis reaktif
dan proaktif. Salah satu protokol yang digunakan
didalam algoritma HOPNET ini adalah zona
routing protokol (ZRP). Algoritma ZRP membagi

node sumber me-reinisiasi RREQ untuk


menemukan jalur baru. Protokol routing dalam
kategori ini antara lain AODV, DSR, ABR dan
TORA. AODV (Ad Hoc On Demand Distance
Vector) menyimpan jalur routing pada node
intermediate sepanjang jalur yang membuatnya
menjadi algoritma yang skalabel. Tetapi node
perlu waktu tunggu yang lama sebelum jalur
routing ke tujuan terbentuk.
Protokol routing hibrid semisal zone routing
protocol (ZRP) mengombinasikan keuntungan
kedua protokol routing proaktif dan reaktif (Haaz,
1997). Pada ZRP, jaringan dibagi menjadi zonazona yang mana node masuk dalam zona routing
tersebut. Tiap node secara proaktif memelihara
tabel routing untuk node dalam zonanya dan
secara reaktif menemukan jalur routing ke
tujuannya jika node tujuan berada pada seberang
zonanya (Beijar, 2002). Zona pada ZRP dapat
dikonfigurasi untuk mengubah topologi jaringan
dengan parameter tunggal, radius zona. Radius
zona memainkan peran siknifikan pada ZRP.
Sebagai contoh, jika sebuah jaringan terdiri atas
beberapa nodes yang pergerakannya rendah
atau kebutuhan routingnya tinggi, maka zona
routing yang besar mungkin diperlukan. Dilain
pihak, jika pergerakan node dalam jaringan
tinggi atau ketika kebutuhan routingnya rendah,
maka zona routing kecil mungkin lebih baik. Zona
routing ini bisa di-reset dengan mengatur radius
zona. Dengan mengatur parameter ini maka
keseimbangan proaktif dan reaktif dapat diatur.
Pada jaringan ad-hoc, node bergerak secara
terus menerus, menyebabkan topologi jaringan
sering berubah. Hal ini membutuhkan perubahan
update informasi yang sering diantara node
jaringan yang mengakibatkan meningkatnya lalu
lintas jaringan. Pada protokol proaktif, update
informasi dikirim ke semua node dalam jaringan.
Tetapi ZRP membatasi wilayah kerja prosedur
proaktif ini hanya pada node yang berada pada
tetangga lokal (zona). ZRP didasarkan pada ide
bahwa perubahan pada topologi jaringan harus
hanya berdampak lokal. Oleh kaeran itu, jika
node berpindah, atau jika node baru
ditambahkan, jaringan yang ada tidak perlu
diinformasikan perubahan ini. Hanya node dalam
zona saja yang perlu diinformasikan yang
tentunya akan mengurangi biaya update topologi
ini.
Proses discovery pada ZRP tidak didasarkan
pada banjir broadcast tetangga sebagaimana
protokol reaktif. Komponen reaktif dari ZRP
didasarkan pada bordercasting. Ide dari
bordercasting pada ZRP sangat penting dalam
mengurangi permintaan paket routing karena ia
tidak secara buta mengirim kesemua node tetapi
hanya pada node periferal/border (node yang
berada pada tepi zona) sehingga menurunkan
overhead.

2. Kajian Pustaka
2.1 Algoritma Routing
routing
untuk
MANET
dapat
Algoritma
diklasifikasikan kedalam tiga kategori yaitu:
proaktif, reaktif dan hibrid (Friedman, 2008).
Gambar 1 menunjukkan jenis protokol routing
pada MANET.Pada protokol routing proaktif, tiap
node secara periodik melakukan broadcast tabel
routingnya pada tetangga dan mengijinkan
semua node untuk melihat konsistensi jaringan.
Keuntungan dari protokol ini adalah waktu respon
yang pendek untuk menentukan jalur terbaik dari
sumber ke tujuan yang disebabkan oleh adanya
topologi jaringan yang up to date tiap node.
Waktu respon yang pendek ini harus dibayar
mahal oleh konsumsi bandwidth yang besar pada
kontrol paket yang tidak produktif untuk maintain
jaringan tiap node. Lebih jauh, banyak jalur
routing yang ada tidak pernah digunakan, yang
menjadi sampah dan mengotori sumberdaya
jaringan.
Beberapa
protokol
yang
menerapkannya antara lain DSDV, Fisheye dan
WRP (abolhasan, 2003).

Gambar 1. Protokol routing pada MANET

Kebalikannya, pada protokol routing reaktif, node


tidak perlu secara periodik melakukan broadcast
tabel routing yang dengan cara demikian akan
memperbaiki konsumsi bandwidth pada jaringan.
Node menetapkan jalur routing ketujuan hanya
berdasarkan permintaan. Tetapi, node harus
menderita karena waktu tunggu yang lama
sebelum ia dapat mentransmisikan paket data
sepanjang node tidak tahu tetangga yang mana
untuk dipilih sebagai next-hop untuk memforward paket pada topologi jaringan yang
dinamis.
Konsekuensinya,
node
harus
menemukan jalur routing baru ke tujuan.
Protokol reaktif ini terdiri dari dua fase, yaitu route
discovery dan route maintenance. Node sumber
mengirimkan route request packet (RREQ) untuk
menemukan node tujuan. Ketika paket sampai
pada intermediate node akan dicek apakah node
tersebut mempunyai jalur ke tujuan dan
mengirimkan route reply packet (RREP) ke node
sumber jika jalur ditemukan. Setelah
node
sumber menerima RREP, ia akan mengirim paket
dengan jalur baru yang terbentuk. Jika paket
sampai ke node dan jalurnya putus maka akan
dilakukan inisiasi route maintenance. Pada fase
route maintenance, node mengirim paket error
pada node sumber. Ketika menerima paket error
dan node sumber tetap memerlukan jalur ke
node tujuan serta tidak ada jalur alternatif maka

2.2 Algoritma HOPNET


Algoritma HOPNET: A hybrid ant colony
optimization routing algorithm for MANET
merupakan algoritma hibrid yang memanfaatkan
algoritma ACO ( Ant Colony Optimization) dan
zone routing protocol (ZRP). Algoritma ACO

didasarkan pada sifat sekumpulan ant tiruan


dalam mencari jalur terpendek dari sumber ke
tujuan. Ant tiruan ini bekerja sebagaimana ant
sesungguhnya di alam yang mencari makanan
dari sarang ke tujuan. Ant menyimpan substansi
kimia yang disebut Pheromone yang mana ant
yang lain dapat mengerti perjalanan mereka ke
tujuan. Ant berinterkasi dengan lainnya dan
lingkungannya
menggunakan
kosentrasi
Pheromone. Seperti beberapa parfum, jika tidak
dipakai ulang, maka baunya akan menguap.
Dalam kerjanya ACO menggunakan dua ant yaitu
forward ant dan backward ant. Algoritma ini juga
sudah banyak dikembangkan untuk aplikasi
peralatan bergerak (Kadono, 2009).
Algoritma HOPNET terdiri dari pencarian rute
lokal proaktif dalam satu node tetangga dan
komunikasi reaktif untuk antar tetangga. Jaringan
dibagi kedalam zona-zona sebagi tetangga lokal.
Ukuran dari zona ditentukan oleh radius atau
hop. Oleh karena itu, sebuah routing zona terdiri
dari node dan semua node dengan panjang
radius yang telah ditentukan. Sebuah node dapat
terdapat dalam zona pada berbagai ukuran.
Node dapat digolongkan menjadi node interior
dan node boundary (peripheral). Node boundary
adalah node terjauh dari node pusat sedangkan
node interior adalah sisanya. (Wang, 2008).

IntraRT. Ketika ant sampai pada E,C, dan H, ant


akan dihancurkan karena peripheral node tidak
mempunyai tetangga untuk melanjutkan paket
keluar. Pada node J, dilakukan pengecekan pada
tabel IntraRT apakah U berada dalam satu zona.
Pada contoh ini U tidak terdapat dalam tabel.
Oleh karena itu , J akan mengirim ant ke node
periferal ( M,O ). J tidak akan mengirim ant pada
node peripheral yang lain ( A ) karena ant datang
dari F, dimana ant yang dikirim dari node tersebut
akan dihancurkan, padahal untuk mencapai node
periferal A harus melewati F.
Ini adalah
mekanisme pengaturan routing ( duplikasi dan
beban routing yang penuh ). Mekanisme ini akan
membantu ant berjalan langsung dari node asal.
Mekanisme ini mencegah banjir ants pada
jaringan. Node J menambahkan alamat tersebut
pada field path dan mengirim ant pada node
border / periferal M (<J,L,M>) dan O (<J,K,O>).
Dengan cara yang sama , ant pada M akan
dihancurkan sedangkan node O tidak dapat
menemukan U pada zona tersebut. Oleh karena
itu Node O mengirim ant ke node peripheral
(T,Q). Node T mengetahui bahwa U berada
pada zona dalam mereka. T selanjutnya
mengirim forward ant dengan menambahkan
alamat menuju U melalui jalur yang diindikasikan
menuju node U yang terdapat dalam tabel
IntraRT. Backward ant melewati jalur kebalikan
(U,T,O,J,A) menuju node asal A dari node tujuan
U dengan tipe field pada struktur data diubah dari
1 menjadi 2.
Algoritma HOPNET dapat
digunakan mencari multiple path dari node asal
ke node tujuan.
Mekanisme routing yang sudah dijelaskan dalam
HOPNET tersebut juga dilakukan jika zona
routing mengalami perubahan. Pada gambar 4
ditunjukkan sebuah contoh ilustrasi suatu
jaringan HOPNET dengan zona yang berubah
yang ditandai dengan perubahan nilai radius /
hop dari 2 menjadi 3. Pada kondisi ini node
periferal dari node A untuk mencapai node U
adalah node K dan node N. Karena node N tidak
mempunyai jalur keluar maka ant yang masuk ke
node N akan dihapus. Selanjutnya node K akan
mengirim ant ke node periferal O dan T. Sesuai
dengan mekanisme sebelumnya maka yang akan
melanjutkan ant adalah node T. Node T
mengetahui bahwa node U berada pada zona
dalam mereka. Node T selanjutnya mengirim
forward ant dengan menambahkan alamat
menuju U melalui jalur yang diindikasikan menuju
node U yang terdapat dalam tabel IntraRT.

Gambar 2. Contoh Jaringan HOPNET dengan radius 2

Pada gambar 2. dimisalkan radius dari zona node


A adalah 2, maka node E,H,J,K adalah node
boundary dan node B,C,D,F,G, dan I adalah
node interior. Dalam menentukan suatu zona dan
penentuan node border, node terlebih dahulu
harus mengetahui node terdekatnya. Hal terebut
dapat diketahui melalui balasan dari pesan hello
yang dikirim tiap node.

Gambar 3. Proses routing antar zona

Berdasar gambar 3, yang digunakan sebagai


contoh route discovery antar zona dengan
asumsi node asal adalah A , dengan node tujuan
U. Node U tidak berada dalam satu zona dengan
node A. Node A akan mengirim external forward
ant
menuju
node
peripheral
(E,C,H,J)
menggunakan rute yang terdapat pada tabel

Gambar 4. Proses routing dengan radius 3

Dari uraian tersebut maka terlihat bahwa nilai


radius dari suatu zona HOPNET sangat
berpengaruh terhadap proses routing yang
terjadi. Jika nilai radius zonanya kecil maka
proses routing dalam zona (IntraRT) menjadi
sangat efisien, tetapi routing antar zona (InterRT)
mejadi sangat lambat. Begitu juga sebaliknya jika
nilai radius zonanya diperbesar seperti gambar 4,
maka proses routing antar zona (InterRT)
menjadi lebih cepat tetapi proses routing dalam
zona (IntraRT) menjadi lambat karena banjir
paket akibat proses proaktif.

3. Metoda Penelitian
3.1 Desain Protokol
Permasalahan yang telah dianalisa dijabarkan
dalam sebuah alur sistematis untuk dapat
dipecahkan.
Penyusunan kerangka
untuk
pengembangan protokol ada diperlihatkan dalam
gambar 6.

2.3 Teknik Min-Searching


Pendekatan untuk melakukan estimasi radius
zona yang optimal adalah dengan melakukan
penyetelan terhadap nilai radius itu sendiri
terhadap traffic minimumnya. Ide teknik min
searching ini cukup sederhana. Teknik ini akan
mencari nilai minimum traffic yang diperoleh
dengan menaikkan atau menurunkan radius tiap
kali nilai hop dinaikkan.
Selama
proses
estimasi,
nilai
traffic
dibandingkan. Jika traffic pada hop saat ini lebih
kecil dari traffic hop sebelumnya maka dapat
dikatakan bahwa nilai radius bisa dinaikkan. Jika
yang terjadi sebaliknya maka nilai radius
dikembalikan ke nilai radius sebelumnya (Noh,
2007).
Contoh proses ini disajikan dalam gambar 5
berikut. Inisialisasi dimulai dari hop ke-1 dengan
nilai radius sama dengan 1. Kemudian dinaikkan
satu hop, nilai radius dinaikkan menjadi 2.
Karena pada hop ini nilai traffic turun maka
proses dilanjutkan dengan menaikkan hop
menjadi 3, nilai traffic masih turun maka nilai
radius dinaikkan menjadi 4 tetapi ternyata nilai
traffic di hop ini naik, maka nilai radius
dikembalikan ke nilai 3. Pada gambar 5 juga
tampak bahwa untuk nilai radius yang rendah
akan didominasi oleh trafic dari proses IEIP (
Inter Integrated Protocol ), sedangkan untuk
radius yang lebih besar didominasi oleh IAIP (
Intra Integrated Protocol ).

Gambar 6. Kerangka pengembangan

Protokol HOPNET dikembangkan secara hibrid


dari
protokol
ACO
dan
ZRP.
Dalam
implementasinya, radius zona HOPNET yang
merupakan hal penting dalam menghasilkan
routing yang optimal ditentukan secara manual.
Dalam penelitian ini diusulkan penggunaan teknik
min-searching untuk menentukan nilai radius
yang optimal untuk jaringan MANET yang
dinamis. Untuk selanjutnya protokol baru yang
diusulkan ini disebut HopNetOR ( HOPNET - with
optimal radius). Sedangkan rancangan algoritma
proses pengembangannya disajikan dalam
gambar 7.

Gambar 7. Rancangan Algoritma


Gambar 5. Contoh penentuan radius dengan minsearching

3.2 Pengembangan Protokol


Pengembangan protokol dilakukan dengan
mengintegrasikan teknik min-searching dalam
protokol HOPNET. Inputan dari teknik ini adalah
total trafic jaringan untuk beberapa nilai radius
zona / hop yang dibangkitkan dalam waktu
tertentu. Sedangkan outputnya diharapkan
berupa nilai radius zona optimal yang bisa
digunakan untuk topologi MANET pada saat itu.
Alur kerja dari program yang dikembangkan pada
simulator Glomosim (Nuevo, 2004) adalah
sebagai berikut:
1. Memanggil parsec_main pada program
utama dalam file driver.pc.
Proses pemanggilan parsec_main dilakukan
sebanyak 6 kali sebagaimana banyaknya
hop maksimum yang ditentukan. Setiap nilai
hop dari 1 sampai dengan 6 akan digunakan
untuk menyimulasikan proses routing yang
akan dihitung nilai trafik routing dalam zona
dan antar zonanya untuk kemudian
ditentukan total trafik minimumnya.
2. Menjalankan RoutingHopNetORInit.
Salah satu proses inisiasi routing HopNetOR
yang dilakukan adalah penentuan nilai radius
zona.
Pada
algoritma
sebelumnya
(HOPNET) penentuan zona dilakukan
secara manaual pada file konfigurasi.
Sedangkan pada pengembangan HopNetOR
nilai radius/hop ditentukan secara increment
pada program utama. Hal ini diharapkan
agar simulator dapat secara iteratif
melakukan simulasi proses routing pada
masing masing nilai radius / hop tertentu.
Karena
pada
routing
HOPNET
menggunakan
algoritma
ZRP
yang
didalamnya terdapat proses routing dalam
zona (IARP/Intra Routing Protocol) dan
routing antar zona (IERP/Inter Routing
Protocol) maka pada saat inisialisasi routing
HopNetOR juga dilakukan inisiasi kedua
routing tersebut.
Pada tahap inisiasi ini juga dilakukan
pemanggilan fungsi untuk memulai proses
pencatatan statistik trafik yang disimpan
pada file log yang nantinya pada akhir
simulasi akan dihitung nilai total trafiknya.
3. Menjalankan RoutingHopNetOrFinalize.
Semua informasi trafik yang disimpan pada
file log yang dimulai pada saat proses inisiasi
diambil untuk diproses pada tahapan
finalisasi routing. Trafik routing dalam zona
pada semua node dihitung dan disimpan
pada array untuk masing masing nilai
radius / hop. Demikian juga dilakukan untuk
trafik rouitng antar zona.
4. Menentukan radius zona optimal.
Setelah proses penghitungan trafik routing
dalam zona dan antar zona selesai maka
program utama akan menentukan radius
yang mana yang paling optimal dalam
pembentukan zona pada lingkungan simulasi
saat itu.
Nilai trafik routing dalam zona dan routing
antar zona yang sudah disimpan pada tahap
finalisasi untuk masing masing hop / radius
diproses untuk ditentukan total trafik yang

paling minimum. Teknik min-searching


digunakan untuk melakukan proses ini.

4. Pembahasan Hasil
Ujicoba
dilakukan
dengan
menggunakan
simulator jaringan Glomosim. Jumlah traffic akan
dihitung untuk menguji kehandalan unjuk kerja
protokol yang diusulkan sehingga traffik
minimumnya ditemukan untuk masing - masing
jumlah node berbeda yang diujikan.
Lingkungan kerja simulasi Glomosim yang
digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Waktu simulasi masing-masing node ditentukan
selama 5 menit. Inisiasi dilakukan secara random
dari nilai 1. Luas area simulasi adalah 1500m x
1500m. Jumlah node yang disimulasikan yaitu
25, 50, dan 100 node. Node dalam simulasi
jaringan diletakkan secara random.
Mobilitas jaringan dalam simulasi menggunakan
model RANDOM WAYPOINT. Pada model ini,
node secara random memilih tujuan dari area
simulasi. Node tersebut bergerak pada arah
tujuan dengan kecepatan yang secara seragam
dipilih diantara nilai MOBILITY-WP-MIN-SPEED
dan MOBILITY-WP-MAX-SPEED (meter/detik).
Setelah node tersebut mencapai tujuannya, node
tersebut tidak berpindah selama periode yang
ditentukan pada MOBILITY-WP-PAUSE. Selain
model RANDOM WAYPOINT, masih ada
beberapa model mobilitas jaringan yang bisa
dipakai dalam Glomosim. Salah satu diantaranya
adalah model RANDOM DRUNKEN. Pada model
ini, jika sebuah node berada pada posisi (x,y),
maka dia mempunyai kemungkinan untuk
bergerak ke (x-1,y), (x,y-1), (x+1,y), dan (x, y+1)
sepanjang posisi tersebut masih dalam area
simulasi.
Jenis radio yang digunakan adalah model
standar (RADIO-ACCNOISE) dengan frekuensi
2,4 GHz dengan bandwidth 2 Mbps. Memiliki tipe
penerimaan paket SNR-BOUNDED dimana untuk
paket yang memiliki Signal to Noise Ratio lebih
besar dari nilai ambang yang diberikan maka
paket akan diterima dengan baik. Namun jika
selainnya maka paket akan dihancurkan.
Kekuatan pemancaran sinyal adalah 15 dBm.
Protokol MAC (Medium Access Layer) yang
digunakan adalah standar 802.11 dengan
protokol komunikasi data IP (Internet Protocol).
Protokol routing yang digunakan adalah protokol
hasil pengembangan (HOPNETOR). Penentuan
nilai radius 1 hanya untuk inisiasi. Untuk
selanjutnya nilai radius ini akan diubah secara
increment. Statistik yang dicatat adalah proses
pada lapisan network.
Simulasi untuk menghitung nilai trafik dalam zona
dan antar zona dilakukan untuk beberapa nilai
hop / radius yang diberikan secara manual pada
file konfigurasi sebagaimana yang dilakukan
pada algoritma sebelumnya. Gambar 8
menunjukkkan hasil simulasi trafik routing dalam
zona dan antar zona untuk nilai hop dari 1
sampai dengan 6 dengan jumlah node sebanyak
25.

Dari gambar 10, jika node A mempunyai radius


zona dengan nilai 6 maka node yang menjadi
node periferal / border hanyalah node I,
sedangkan node lainnya menjadi node tetangga
dalam zona.
Simulasi selanjutnya dilakukan untuk node
dengan jumlah 50. Lingkungan kerja simulasi
masih sama dengan simulasi sebelumnya.
Gambar 11 menunjukkan hasil simulasi
perhitungan trafik dengan 50 node.
Gambar 8. Trafik routing dalam zona dan antar zona
untuk 25 node

Pada gambar 8 tersebut terlihat bahwa pada nilai


hop / radius yang rendah didominasi oleh nilai
trafik routing antar zona, sedangkan untuk hop /
radius dengan nilai yang lebih besar didominasi
oleh trafik routing dalam zona. Untuk hop dengan
nilai 1 maka topologi jaringan bisa diilustrasikan
seperti pada gambar 9 dengan penyederhanaan
jumlah node sebanyak 5 node.
Gambar 11. Trafik routing dalam zona dan antar zona
untuk 50 node

Beban trafik untuk jaringan MANET dengan 50


node masih memiliki karakteristik yang sama
dengan simulasi sebelumnya ( 25 node ) dimana
dominasi trafik routing dalam zona ada pada nilai
hop / radius yang besar sedangkan untuk nilai
hop / radius yang kecil didominasi trafik routing
antar zona.
Simulasi jaringan MANET dengan 100 node yang
hasil perhitungan trafiknya ditunjukkan pada
gambar 12 juga mempelihatkan karakteristik
yang dominasi beban trafiknya saling berbalik
antara trafik routing dalam zona dan routing antar
zona.

Gambar 9. Ilustrasi jaringan untuk hop dengan nilai 1

Pada gambar 9 tampak bahwa untuk jaringan


dengan hop bernilai 1 beban trafik yang dihitung
hanya untuk beban trafik antar zona. Hal ini
terjadi karena untuk hop / radius dengan nilai 1,
tiap node tidak punya tetangga dalam zona. Yang
dimiliki hanyalah node periferal / border. Dengan
demikian tidak ada proses routing proaktif dalam
zona tetapi hanya routing reaktif antar zona.
Hal sebaliknya terjadi pada saat hop / radius
bernilai 6. Trafik routing antar zona pada topologi
ini bernilai 0. Hal ini terjadi karena ketika jumlah
node tidak terlalu besar maka ada kemungkinan
topologi hanya terbentuk dalam satu zona.
Karena topologi hanya terbentuk menjadi 1 zona
maka beban trafik yang diperhitungkan hanyalah
trafik routing dalam zona yang bersifat proaktif.
Ilustrasi ini ditunjukkan pada gambar 10.

Gambar 12. Trafik routing dalam zona dan antar zona


untuk 100 node

Proses simulasi yang dijalankan pada tahapan


sebelumnya dilakukan dengan penyetelan radius
zona secara manual sebagaimana algoritma
sebelumnya (HOPNET). Sedangkan pada
algoritma yang diusulkan dilakukan proses iteratif
penentuan nilai hop / radius zona untuk
mendapatkan total trafik yang paling rendah.
Simulasi dilakukan pada lingkungan yang sama
dengan simulasi sebelumnya untuk node
sebanyak 25, 50 dan 100 pada kisaran nilai hop /
radius zona 1 sampai dengan 6.
Statistik total trafik hasil simulasi untuk skenario
tersebut disajikan dalam tabel 1. Hop / radius
zona yang ditebali menunjukkan radius zona

Gambar 10. Ilustrasi jaringan untuk hop dengan nilai 6

yang optimal dengan nilai total trafik paling


rendah / minimum. Sedangkan tampilan grafiknya
disajikan dalam gambar 13.

menemukan trafik minimum yang dijadikan acuan


dalam memilih zona yang optimal. Yang menjadi
catatan adalah bahwa nilai trafik yang diperoleh
menjadi tidak sama untuk skenario lingkungan
simulasi yang berubah parameternya, semisal
waktu simulasi, luasan area, tipe radio, dan
lainnya. Sebagai contoh statistik trafik hasil
simulasi untuk 25 node dengan waktu simulasi
yang dipersingkat dari 5 menit menjadi 2 menit
tiap node (parameter yang lainnya tetap)
menunjukkan radius optimal diperoleh pada saat
hop/radius bernilai 1. Penyetelan waktu yang
terlalu kecil ( kurang dari 2 menit) diduga
menyebabkan konvergensi jaringan tidak optimal.
Sedangkan penyetalan waktu yang terlalu besar
(lebih dari 5 menit) menjadikan proses menjadi
lama dan menjadi kurang adaptif terhadap
perubahan lingkungan semisal perubahan jumlah
node dan lainnya.

Tabel 1. Statistik Total Trafik


JUMLAH
NODE

25

50

100

HOP

TRAFIK
DALAM
ZONA

TRAFIK
ANTAR
ZONA

TOTAL
TRAFIK

1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1

0
257
414
480
532
530
0
1711
2988
3986
4881
5420
0

1890
970
450
200
50
0
5690
3740
2200
940
200
0
33690

1890
1227
864
680
582
530
5690
5451
5188
4926
5081
5420
33690

14486

18690

33176

21813

10090

31903

26537

7220

33757

30558

2050

32608

32965

32965

5. Kesimpulan
Penentuan hop / radius zona secara manual
pada
algoritma
sebelumnya
(HOPNET)
berpotensi menghasilkan beban trafik yang tidak
optimal karena pengguna tidak mengetahui
apakah nilai hop/radius yang dimasukkan
tersebut menghasilkan trafik yang tinggi atau
tidak. Algoritma yang diusulkan (HOPENTOR)
memberikan alternatif pemecahan untuk masalah
tersebut dimana pengguna tidak perlu melakukan
penyetelan nilai hop / radius zona. Algoritma
akan menemukan sendiri hop / radius yang
optimal untuk kondisi saat itu. Berdasarkan hasil
simulasi yang dilakukan dengan rentang nilai hop
1 sampai 6 didapatkan hasil sebagai berikut.
Untuk jumlah node 25 didapatkan total trafik
minimum pada hop ke -6. Dengan demikian hop
ke-6 dinyatakan sebagai radius zona optimal.
Pada simulasi dengan node sebanyak 50, trafik
minimum diperoleh pada saat hop ke-4, dan pada
simulasi dengan 100 node didapatkan nilai trafik
minimum pada hop ke-3.
Hal yang cukup penting diperhatikan adalah
penyetelan waktu simulasi. Penyetelan waktu
yang terlalu kecil(kurang dari 2 menit) diduga
menyebabkan konvergensi jaringan tidak optimal.
Sedangkan penyetalan waktu yang terlalu besar
(lebih dari 5 menit) menjadikan proses menjadi
lama dan menjadi kurang adaptif terhadap
perubahan lingkungan semisal perubahan jumlah
node dan lainnya

Gambar 13. Total Trafik untuk node 25,50, dan 100

Evaluasi dilakukan dengan menganalisa unjuk


kerja penentuan radius zona pada HOPNET yang
telah dicoba dengan jumlah node yang berbedabeda. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan
dengan rentang nilai hop 1 sampai 6 didapatkan
hasil sebagai berikut. Untuk jumlah node 25
didapatkan total trafik minimum pada hop ke -6.
Dengan demikian hop ke-6 dinyatakan sebagai
radius zona optimal. Pada simulasi dengan node
sebanyak 50, trafik minimum diperoleh pada saat
hop ke-4, dan pada simulasi dengan 100 node
didapatkan nilai trafik minimum pada hop ke-3.
Jika diamati dari hasil simulasi, maka
kecenderungan jaringan dengan jumlah node
yang kecil akan lebih efektif jika dibentuk dalam
satu zona yang beban trafiknya hanya dihitung
dari routing proaktif dalam zona. Sedangkan
untuk node dengan jumlah besar akan lebih
optimal
dengan
radius
sedang
yang
menyeimbangkan antara trafik routing dalam
zona dan routing antar zona.
Pada kondisi lingkungan simulasi ini, algoritma
yang
diusulkan
(HOPNETOR)
mampu

7. Pustaka
Abolhasan,M, Wysocki,T,
dan Dutkiewicz,E.
(2004), A review of routing protocols for
mobile ad hoc networks, Ad Hoc Networks
Journal, Vol. 2, hal 1-22.
Beijar, N, 2002. Zone Routing Protocol,
http://www.tct.hut.fi/
opetus/s38030/k02/Papers/08-Nicklas.pdf.
Diakses tanggal 4 Januari 2010
Friedman,R, Shotland,A, Simon,G. (2009)
Efficient route discovery in hybrid networks,
Ad Hoc Networks Journal, Vol. 7, hal 1110
1124.

Haas,Z. (1999), A new routing protocol for the


reconfigurable wireless Networks,
IEEE
Journal
on
Selected
Areas
in
Communication, Vol. 17, No. 8, hal 13951414.
Kadono,D, Izumi,T, Ooshita,F, dan Kakugawa,H.
(2009), Toshimitsu Masuzawa An Ant
Colony Optimization Routing based on
Robustness for Ad Hoc Networks with
GPSs, Ad Hoc Networks Journal, doi:
10.1016/j.adhoc.2009.04.005
Noh,D, Shin,H. (2007), SPIZ: An Effective
Service Discovery Protocol for Mobile Ad
Hoc
Networks,
EURASIP
Journal
onWireless
Communications
and
Networking, Article ID 25167.
Nuevo,J. (2004), A Comprehensible GloMoSim
Tutorial, INRS - Universite du Quebec.
Wang,J, Osagi,E, dan Thulasiraman,P. (2009),
HOPNET: A hibrid ant colony optimization
routing algorithm for mobile ad hoc network,
Ad Hoc Networks Journal, Vol. 7, hal 690
705.

Anda mungkin juga menyukai