Anda di halaman 1dari 28

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 65 TAHUN DENGAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Y.M Agung, Sp.PD

Diajukan Oleh :
Aulia Luthfi Kusuma, S.Ked
J510145078

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI 65 TAHUN DENGAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
Diajukan Oleh :

Aulia Luthfi Kusuma, S.Ked

J510145078

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada, April 2015

Pembimbing :
dr. Y.M Agung, Sp.PD
(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi


dr. D. Dewi Nirlawati

(.................................)

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif
nonreversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan
adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurangkurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya.
Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.
Pada prakteknya

cukup banyak penderita bronkitis kronis juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat


dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversible penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting dari PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain
itu, faktor risiko lain yang dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah
hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang, dan riwayat
terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.
Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986,
asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai
penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes
RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah
kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi
udara terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat

mortalitas akibat kasus PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter
umum harus dapat mengenali dan melakukan terapi pada PPOK.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: Bp.H

Usia

: 65 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Gesangan, 4/6 Kwadungan Kerjo

Pekerjaan

: Petani

Status Pernikahan

: Menikah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Tanggal Masuk RS

: 23 Maret 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 24 Maret 2015

No Rekam Medik

: 2613xx

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar pukul 14.58 WIB
dengan keluhan sesak, keluhan tersebut dirasakan sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS). Sesak dirasakan jika batuk dan di bagian
dada dengan rasa terengah-engah hingga mengganggu aktivitas, dalam
sehari sesak dirasakan terus menerus dan dalam waktu yang lama, serta
dari hari ke hari semakin memberat. Sesak dirasakan sedikit berkurang
jika pasien berbaring. Jika tidur pasien menggunakan 1 bantal.
Pasien juga mengeluhkan batuk yang dirasakan sejak

minggu yang lalu, batuk mengeluarkan dahak berwarna putih kental,


darah (-). Saat 1 hari SMRS sesak timbul dan semakin memberat,

batuk juga dirasakan semakin sering sehingga pasien merasa perlu


dirawat di Rumah Sakit.
Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pusing (+), susah
tidur (+), mual (+), muntah (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma

Riwayat Opname dengan keluhan sama : Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

: Disangkal

Riwayat Pengobatan OAT

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan

: Disangkal

Riwayat merokok

: Diakui (10 tahun

: Disangkal

yang lalu selama 30 tahun, dalam sehari habis 8 batang )


4. Riwayat Keluarga

Riwayat Sakit Serupa

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

: Disangkal

Riwayat Pengobatan OAT

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat dan Makanan

: Disangkal

5. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Adanya Penderita Batuk Lama

Adanya penderita dengan sakit yang sama : Disangkal

: Disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Sekarang pasien tinggal bersama istri dan anaknya dengan kondisi
ekonomi cukup. Dalam satu pekarangan berisi 3 rumah dan dalam 1
rumah berisi 3 orang.
7. Pohon Keluarga

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
KU

: Tampak sesak

Kesadaran

: Compos Mentis

BB

: 47 Kg

TB

: 160 cm

Gizi

: Cukup

2. Vital Sign
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x / menit

Pernafasan

: 24 x / menit

Suhu

: 36,20 C

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi
(-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-)
b. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya direct
dan indirect (+/+), pupil isokor (+), oedem palpebra (-/-)
c. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
d. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
e. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah tremor (-),
stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-).
f. Leher
Simetris, deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-/-), pembesaran
kelenjar getah bening (-/-), nyeri tekan (-/-), benjolan (-/-).
g. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi (-), spider naevi (-), ketertinggalan
pergerakan paru (-).
Pulmo
Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)
Palpasi : pergerakan dada simetris (+), ketertinggalan gerak dada
(-), fremitus dada simetris (+)
Perkusi : hipersonor
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler melemah, Suara dasar bronkial
(+/+) ekpirasi memanjang, Rhonki (+/+), Whezing
(+/+).

Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V linea mid clavicularis


sinistra

Perkusi

batas kiri atas

: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas

: SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah

: SIC V 1 cm

medial Linea Medio Clavicularis


Sinistra

batas kanan bawah

: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

Auskultasi : bunyi jantung 1-2 murni reguler, bising jantung (-),


gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), scar bekas operasi (-), pembesaran


organ (-), venectasi (-)

Auskultasi

: peristaltik usus dbn, metalik sound (-) .

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (+), defans muculer (-).

Perkusi

: timpani

i. Ekstremitas
Oedem tangan dan kaki (-), akral dingin (-)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 23-3-2015
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit

Angka
14,5
43,5
6,29
156

Satuan
g/DL
%
X10^3uL
X10^3uL

Nilai Normal
14.00-18.00
42.00-52.00
5-10
150-300
9

Eritrosit

4,70

X10^6/uL

4.50-5.50

MPV
PDW
MCV
MCH
MCHC
Limfosit%
Monosit%
Gran%
GDS

7,8
16,4
92,5
30,9
33,4
19,4
9,6
69,4
122

Fl
%
fL
Pg
g/dL
%
%
X10^3uL
Mg/100ml

6.5-12.00
9.0-17.0
82.0-92.0
27.0-31.0
32.0-37.0
25.0-40.0
3.0-9.0
1.25-4.0
70-150

Satuan
Mg/100ml
Mg/dL
Mg/100ml

Nilai Normal
70-150
10-50
0,8-1,1

Tanggal 24-3-2015
Pemeriksaan
GDS
Ureum
Creatinin

Angka
135
28,4
0,92

b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 24-4-2015 :

10

Pulmo
Gambaran hiperlusen
Gambaran diafragma mendatar
Sela Iga melebar

Cor
Gambaran jantung : Tear Drop Appereance, CTR<50%

c. Pemeriksaan EKG

Terdapat deviasi aksis ke kanan tidak terdapat RVH


D. RESUME
1. ANAMNESIS
a. Sesak nafas (+)
Pada bagian dada
Terengah-engah, rasa berat saat bernafas
Dirasakan saat batuk dan aktivitas
Dirasakan sejak 4 hari yang lalu, dengan frekuensi terus menerus,
dan dalam waktu yang lama
Semakin hari makin memberat terutama untuk bergerak
11

Berkurang jika istirahat dengan berbaring


b. Batuk berdahak(+)
c. Pusing cekot-cekot (+)
d. Sulit tidur
2. PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign:
Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x / menit

Pernafasan

: 24 x / menit

Suhu

: 36,20 C

Cor

: Dalam batas normal

Pulmo:
Simetris, perkusi hipersonor, suara dasar vesikuler /, SDB (+/+)
ekspirasi memanjang, suara tambahan ronkhi (+/+), wheezing (+/+)
Abdomen : Dalam batas normal, NT(-)
Ekstremitas : oedem (-/-)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Rontgen

Pulmo
Gambaran hiperlusen
Gambaran diafragma mendatar
Sela Iga melebar

Cor
Tear Drop Appereance
CTR < 50%

b. Pemeriksaan EKG : Right atrium deviasi (RAD) tidak terdapat RVH


E. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
-

Asma Bronchial

12

CPC

Decomp Cordis

F. ASSESMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
G. PLANNING
O2 3L/mnt
Neb. Ventolin+Flexotid/ 8 jam
Inf. RL 20tpm + aminophilin 1amp
Inf. Levofloxacin 1 fl/hr
Inj. Norages 1A/8j
Inj. Ranitidin 1A/12j
Ambroxol syr 3xCI

H. FOLLOW UP
24/3/2015

S/ sesak dari kemarin, ampeg di bag.

P/ O2 3L/mnt
Neb.
Ventolin+Flexotid/ 8
jam

Dada, bergerak sedikit sesak, ga


bisa tidur, mual muntah (+), batuk
berdahak (+), riwayat penyakit

Inf. RL 20tpm +
aminophilin 1amp

sama dan di opname (+), riw.


Magh (+).

Inf. Levofloxacin 1
fl/hr

O/ TD: 130/90 HR: 104 RR: 32 S:


36,4 CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)

Inj. Norages 1A/8j

P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh

Inj. Ranitidin 1A/12j

(+/+) Wz(+/+)

Ambroxol syr 3xCI

J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)


Abd: NT (-)
25/3/2015

A/ PPOK
S/ Sesak (+) buat bergerak sesak,
pusing cekot2, sulit tidur, batuk

P/ - O2 3L/mnt
Neb.

13

Ventolin+Flexotid/ 8
jam

berdahak (+)
O/ KU: tampak sesak

Inf. RL 20tpm +
aminophilin 1amp

TD: 130/70 HR: 104 RR: 32 S:


36,4 CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)

Inf. Levofloxacin 1
fl/hr

P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh


(+/+) Wz(+/+)

Inj. Norages 1A/8j

J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)


Abd: NT (-)

Inj. Ranitidin 1A/12j

A/ PPOK

Ambroxol syr 3xCI

26/3/2015

S/ Sesak, batuk kadang-kadang,


pusing (-)
O/ TD:120/80 HR: 100 RR:24
S:36,4
CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)
P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh
(+/+) Wz(+/+)
J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)
Abd: NT (-)
A/ PPOK

P/ O2 3L/mnt
Neb.
Ventolin+Flexotid/ 8
jam
Inf. RL 20tpm +
aminophilin 1amp
Inf. Levofloxacin 1
fl/hr
Inj. Norages 1A/8j
Inj. Ranitidin 1A/12j
Ambroxol syr 3xCI

14

27/3/2015

S/ Sesak, batuk kadang-kadang,

P/ O2 3L/mnt
Neb.
Ventolin+Flexotid/ 8
jam

pusing (-), sulit tidur karena sesak


(+), perut senep(+), mual (+)
O/ TD:130/80 HR: 88 RR:24 S:36,2

Inf. RL 20tpm +
aminophilin 1amp

CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)


P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh

Inf. Levofloxacin 1
fl/hr

(+/+) Wz(+/+)
J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)

Inj. Norages 1A/8j

Abd: NT (-)

Inj. Ranitidin 1A/12j

Ext: oedem tangan (+)min

Ambroxol syr 3xCI

Oedem kaki (+)


A/ PPOK
28/3/2015

S/ Sesak, batuk kadang-kadang,


pusing (+), sulit tidur karena

P/ O2 3L/mnt
-

sesak (+), sakit perut(+)

Ventolin+Flexotid

O/ TD:164/100 HR: 73 RR:33


S:36,4

Neb.
tiap 8 jam

If. RL 20tpm

CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)

Ij. Ceftriaxon 2x1amp

P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh

Metyl Prednisolone

(+/+) Wz(+/+)

2x62,5mg

J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)

Ij. Omeprazol 2x1

Abd: NT (-)

Ij. Ondansentron 3x1

Ext: oedem tangan (+)min

Aminophilin drip

Oedem kaki (+)

16tpm

A/ PPOK
29/3/2015

Gastritis
S/ Sesak sudah berkurang banyak,
batuk kadang-kadang, pusing

P/ O2 3L/mnt
-

(+),sakit perut berkurang

Ventolin+Flexotid

O/ TD:160/102 HR: 70 RR:24


S:36,4

Neb.
tiap 8 jam

If. RL 20tpm

15

CA (-/-) SI(-/-), PKGB(-)

Ij. Ceftriaxon 2x1amp

P: SDV(melemah), SDB (+/+), Rh

Metyl Prednisolone

(+/+) Wz(+/+)

2x62,5mg

J: BJ I/II murni reguler, suara tam(-)

Ij. Omeprazol 2x1

Abd: NT (-)

Ij. Ondansentron 3x1

Ext: oedem tangan (+)min

Aminophilin drip

Oedem kaki (+)

16tpm

A/ PPOK
Gastritis

16

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK (PDPI, 2003)
B. .PERMASALAHAN DI INDONESIA
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab
kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI
1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian
di Indonesia ( PDPI, 2003)
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

17

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun


60-70 %)

Pertambahan penduduk

Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun


1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an

Industrialisasi

Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di


pertambangan ( Antariksa, 2009)
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat

sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada


sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada
aktivitas, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik,
klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran
obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut
dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis
(SOPT) (PDPI, 2003)
Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di
Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti
pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya
manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti
spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari
jangkauan Puskesmas (PDPI, 2003)
Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK
sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman
Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan
medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini,
penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi (PDPI, 2003)
C. FAKTOR RESIKO

18

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang


terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu


perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja


3. Hipereaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.
(PDPI, 2003)
D. PATOGENESIS
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas.
Konsep pathogenesis PPOK

19

Perbedaan pathogenesis PPOK dan Asma

E. D
I
A
G
N
O
S
IS
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
a. Gambaran klinis
1. Anamnesis

Keluhan : sesak napas, batuk kronis, seputum yang


produktif, faktor resiko (+), PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala

Riwayat penyakit : riwayat penyakit sebelumnya,


riwayat eksaserbasi perawatan di RS sebelumnya,
dampak penyakit pada aktivitas

Faktor predisposisi

20

Gejala eksaserbasi akut: bertambahnya sesak napas,


kadang disertai mengi, bertambahnya batuk dan
meningkatnya produksi sputum.

2. Pemeriksaan fisis
- Pernapasan purs lip breathing
- Takipneu
- Dada barel chest
-Tampilan pink puffer dan blue bloater
-vesikuler melemah
- ekspirasi memanjang
- ronki kering atau whezing
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi, pemeriksaan spirometri,dll (Riyanto,
2007)
F. DIAGNOSIS BANDING

Asma

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)


Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan
pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :


bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas
yang sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang
tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

21

I. KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita,
oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin
tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

22

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :


1. Edukasi
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi ( Riyanto, 2007)
6. Rehabilitasi (PDPI, 2003)
PENATALAKSANAAN PPOK STABIL:
Kriteria PPOK stabil adalah :

Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik

23

Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa
gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg

Dahak jernih tidak berwarna

Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK


(hasil spirometri)

Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :

Mempertahankan fungsi paru

Meningkatkan kualiti hidup

Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai

evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil


dan mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan di rumah (PAPDI, 2006)
Terapi PPOK Stabil:
Terapi farmakologis :
a. Bronkodilator
-

Secara inhalasi (MDI)

Rutin (bila gejala menetap)

3 golongan : Agonis beta 2, anti kolinergik, metilxantin

b. Steroid
c. Obat tambahan lain : Mukolitik, anti oksidan, imunolegurator,
antitusif
Terapi non farmakologi : Rehabilitasi, terapi oksigen jangka panjang,
Nutrisi, dll (PAPDI, 2006)

Algoritma penanganan PPOK

24

25

26

Terapi PPOK eksaserbasi akut


Di rumah :
-

Bronkodilator seperti pada PPOK stabil dosis 4-6 kali 2-4 hirup

Steroid oral dapat diberikan 10-14 hari

Bila infeksi diberi antibiotik spektrum luas


Di rumah sakit :

Terapi oksigen terkontrol

Bronkodilator : inhalasi agonis beta 2 + antikolinergik

Steroid : Metyl Prednisolone 30-40mg PO 10-14 hari


Steroid IV pada keadaan berat

K. KOMPLIKASI
-

Gagal Napas

Cor Pulmonal Cronis

Septikemia
(PAPDI, 2006)

L. PROGNOSIS
Dubia tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, dan penyakit
komorbid lain

27

DAFTAR PUSTAKA
Antariksa Budhi, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Bagian Pulmonologi
& Ilmu Kedokeran Respirasi FKUI RS Persahabatan Jakarta : 2009.
Guntur H. A. 2006. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Solo: Sebelas Maret
University Press.
Harun, Sjarudin, Ika Prasetya Wijaya. 2007. Kor Pulmonal Kronik. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Hlm 1680-1
PAPDI. 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. Hlm 105-8.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK ) - Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
Riyanto, B.S & Barmawi Hisyam. 2007. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid I.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Hlm 984-5.
Yogiarto, Muhammad. 2004. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi.
Surabaya: Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Universitas
Airlangga

28

Anda mungkin juga menyukai