DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
ii
ii
iii
iii
iv
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN KOMPRES DINGIN TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. P
DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEXTRA DI RUANG MAWAR
2 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
Dalam Penyusunan Karya Tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi
DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Nurul Devi Ardiani, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
4. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
vi
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
iv
vii
ix
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................
LANDASAN TEORI
A. Fraktur Femur.......................................................................
B. Nyeri.....................................................................................
17
27
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien.....................................................................
30
B. Pengkajian ............................................................................
30
36
vii
viii
D. Intervensi Keperawatan.......................................................... 37
E. Implementasi Keperawatan....................................................
38
F. Evaluasi................................................................................... 41
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian..............................................................................
44
B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 47
C. Intervensi Keperawatan.......................................................... 49
BAB V
D. Implementasi Keperawatan....................................................
52
E. Evaluasi..................................................................................
57
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
viii
63
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skala Analog Visual ...................................................................
24
25
25
31
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Asuhan Keperawatan
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
BAB I
PENDAHULUAN
sejumlah 250 kasus (28,9%) diikuti daerah tulang panggul sejumlah 39 kasus
(4,5%) dan tulang belakang 26 kasus (3,1%).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap
atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang
(Rendy, M.C dan Margareth, 2012).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Pada
umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah nyeri yang hebat.
Nyeri fraktur tersebut bersifat tajam dan menusuk karena terjadinya spasme
otot (Muttaqin, 2008).
Tournaire dan Theau-Yonneau (2007) dalam Judha, dkk (2012),
mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan, baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan risiko atau aktualnya
kerusakan jaringan tubuh.
Klasifikasi nyeri ada dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi. Nyeri akut
berlangsung dalam waktu singkat, kurang dari 6 bulan. Sedangkan nyeri
kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
sampai ujung kaki dengan beban 4 kg. Hasil rontgen pada ekstremitas bawah
sebelah kanan menunjukkan adanya close fraktur transversal pada 1/3 femur
proksimal dextra.
Berdasarkan pengkajian
diatas,
maka
penulis
tertarik
untuk
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Melaporkan pemberian kompres dingin terhadap penurunan skala
nyeri pada Tn. P dengan Fraktur Femur 1/3 Proksimal Dextra di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan fraktur femur
1/3 proksimal dextra.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan
fraktur femur 1/3 proksimal dextra.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. P
dengan fraktur femur 1/3 proksimal dextra.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. P dengan fraktur
femur 1/3 proksimal dextra.
C. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Pendidikan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini sebagai sumber informasi bagi
institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatkan mutu
pendidikan di masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Fraktur Femur
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Rendy, M.C dan Margareth, 2012). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare,
2002).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,
kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau
osteoporosis (Muttaqin, 2008). Femur merupakan tulang terpanjang yang
ada dalam tubuh manusia, fraktur tulang femur dapat terjadi mulai dari
proksimal sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang
dewasa, diperlukan gaya yang besar. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada
pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian. Biasanya klien ini mengalami trauma multipel (Helmi, 2012).
2. Etiologi
Penyebab dari fraktur femur adalah sebagai berikut (Arif Muttaqin,
2008) :
a. Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan)
b. Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita
kanker atau infeksi yang disebut fraktur patologis.
c. Fraktur stress atau fatigue fraktur akibat peningkatan drastic latihan
pada seorang atlit atau pada permulaan aktifitas fisik baru sehingga
kekuatan otot meningkat secara lebih cepat dibandingkan kekuatan
tulang.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari fraktur femur adalah sebagai berikut
(M.Clevo Rendy dan Margareth, 2012) :
a. Nyeri, setelah terjadi patah tulang akan mengakibatkan terjadinya
spasme otot yang menambah rasa nyeri. Nyeri dapat timbul pada saat
aktifitas dan hilang pada saat istirahat, atau terdapat nyeri tekan pada
daerah fraktur (tenderness).
b. Deformitas : perubahan bentuk tulang.
c. Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas yang tidak alami.
d. Pembengkakan
di
sekitar
fraktur
akan
menyebabkan
proses
peradangan.
e. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat.
f. Dapat
terjadi
gangguan
sensasi
atau
rasa
kesemutan,
yang
stupor),
tachypnea,
tachycandia,
(petechie).
c. Nekrosis avaskuler (nekrosis aseptik)
Fraktur menganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga
fragmen tersebut kemudian mati.
d. Trombo embolic complication
Terjadi pada individu yang mobilisasi dalam waktu yang lama.
e. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka dan dapat disebabkan melalui
logam bidai.
f. Delayed union-non union
Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak
menyambung kembali.
10
g. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring.
6. Pemeriksaan
Pemeriksaan diagnostik fraktur femur adalah sebagai berikut (Arif
Muttaqin, 2008) :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb dan Hct sedikit disebabkan perdarahan
2) LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak sangat luas.
3) Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress normal setelah
trauma.
4) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
b. Pemeriksaan penunjang
1) Sinar X, untuk melihat gambaran fraktur deformitas
2) CT scan, memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur,
3) Venogram, menggambarkan arus vaskularisasi
4) Radiograf, untuk menentukan integritas tulang
5) Antroskopi, untuk mendeteksi keterlibatan sendi
6) Angiografi, bila dikaitkan dengan cidera pembuluh darah
7) Konduksi saraf dan elektromigram, untuk mendeteksi cidera saraf
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan fraktur femur antara lain (Arif Muttaqin, 2008) :
a. Penatalaksanaan non farmakologis
11
12
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur meliputi (Arif
Muttaqin, 2012) :
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Perawat perlu menentukan: data identitas, riwayat terjadinya trauma
(bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis) dimana
terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma.
2) Obat-obatan yang sering digunakan
3) Kebiasaan yang sering dilakukan
4) Nutrisi
5) Hoby atau pekerjaan
b. Pemeriksaan fisik
1) Kaji seluruh sistem tubuh yang besar, kepala, dada, abdomen.
2) Inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien.
3) Integrasi kulit (laserasi kulit, perubahan warna, perdarahan,
pembengkakan lokal).
4) Nyeri (berat dan tiba-tiba saat cidera, spasme/kram otot)
5) Neuro sensasi
a) Hilangnya gerakan atau sensasi, spasme otot.
b) Kesemuatan/parestesis
c) Deformitas tulang
d) Krepitasi
13
yang
berhubungan
dengan
kompresi
saraf,
kerusakan
yang
berhubungan
dengan
kompresi
saraf,
kerusakan
14
mobilisasi
yang
adekuat
dapat
mengurangi
15
Intervensi :
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi peningkatan kerusakan
Rasional
mengetahui
tingkat
kemampuan
klien
dalam
melakukan aktivitas.
2) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
Rasional
untuk
memelihara
fleksibilitas
sendi
sesuai
kemampuan
3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang sakit
Rasional
peningkatkan
kemampuan
dalam
mobilisasi
16
Intervensi :
1) Pertahankan imobilisasi pada daerah paha
Rasional
mencegah
perubahan
posisi
dengan
tetap
17
Rasional
C. Nyeri
1. Definisi
Asosiasi Internasional untuk penelitian nyeri (International
Association for The Study of Pain, IASP, 1979) sebagaimana dikutip dalam
Suzanne C. Smeltzer (2002), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori
subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan
dalam kejadian kejadian saat terjadi kerusakan. Melzack dan Wall
(1988) dalam Judha, dkk (2012), mengatakan bahwa nyeri adalah
pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi
18
19
cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut berlangsung dari
beberapa detik hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan
tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya (Potter dan Perry, 2005).
2. Berdasarkan Asal
Nyeri diklasifikasikan berdasarkan asalnya dibedakan menjadi
nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan
nyeri yang dapat terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit,
tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain lain. Hal ini dapat terjadi
pada nyeri post operatif dan nyeri kanker.
Nyeri
neuropatik
merupakan
hasil
suatu
cedera
atau
20
3. Berdasarkan Lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi sebagai
berikut (Potter dan Perry, 2006) :
a. Superficial atau Kutaneus
Nyeri superficial adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi.
Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam. Contohnya
tertusuk jarum dan luka potong kecil atau laserasi.
b.
Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ
organ internal. Karakteristik nyeri bersifat difus dan dapat
menyebar ke beberapa arah. Pada nyeri ini menimbulkan rasa
tidak menyenangkan, dan berkaitan dengan mual atau gejala
gejala otonom. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik
tergantung organ yang terlibat. Contohnya sensai pukul seperti
angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
c.
Nyeri Alih
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri
dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan
dapat dengan berbagai karakteristik. Contohnya nyeri yang terjadi
pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang dan
lengan kiri.
21
d. Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal cedera ke bagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa
seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian
tubuh. Contohnya nyeri punggung bagian bawah akibat diskus
intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang
tungkai dari iritasi saraf skiatik.
3. Respons Terhadap Nyeri
a. Respons Fisiologis
Menurut Smeltzer, S.C & Bare B.G (2002) dalam Andarmoyo
(2013), respons fisiologis harus digunakan sebagai pengganti untuk
laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan
untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu.
Respons fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan
individu. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke
batang otak dan hipotalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai bagian dari respons stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada
sistem saraf otonom menghasilkan respons fisiologis. Apabila nyeri
berlangsung terus-menerus, berat, dalam, dan melibatkan organ-organ
dalam maka sistem saraf simpatis akan menghasilkan suatu aksi.
Respons stimulasi simpatik contohnya peningkatan frekuensi denyut
jantung, dilatasi pupit, dan peningkatan kadar glukosa darah.
22
Sedangkan
stimulasi
respons
parasimpatik
contohnya
pucat,
23
b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespons
terhadap
nyeri.
Hanya
saja
beberapa
kebudayaan
24
Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan
25
26
Keterangan :
0
tapi
masih
merespon
terhadap
tindakan,
dapat
27
a. Manajemen farmakologis
1) Analgesik narkotik
2) Analgesik non narkotik
b. Manajemen non farmakologis
1) Bimbingan antisipasi
2) Terapi es dan panas / kompres panas dan dingin
3) Distraksi
4) Relaksasi
5) Imajinasi terbimbing
6) Hipnosis
7) Akupuntur
8) Umpan balik biologis
9) Masase
10) Kompres Dingin
D. Kompres Dingin
1. Definisi
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat
dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air dingin atau air es
sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan
memberikan kompres dingin adalah menghilangkan rasa nyeri akibat
oedema atau trauma, mempersempit pembuluh darah, mengurangi arus
darah lokal, dan menurunkan respon inflamasi jaringan (Istichomah,
2007).
28
29
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama klien Tn. P, usia
50 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), pekerjaan
sebagai tukang becak, beralamat di Karanganyar, dirawat di RSUD Dr.
Moewardi dengan diagnosa medis fraktur femur 1/3 proksimal dextra, dan
nomor registrasi 01248xxx. Identitas penanggung jawabnya adalah Ny. M
berusia 45 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), bekerja sebagai
buruh pabrik, alamat di Karanganyar, hubungan dengan klien adalah istri.
B. Pengkajian
Keluhan utama klien saat dikaji, klien mengeluhkan nyeri. Riwayat
penyakit sekarang klien mengatakan jatuh di kamar mandi pada tanggal 04
April 2014, klien merasakan sakit yang begitu hebat pada paha sebelah kanan.
30
31
Saat itu juga klien dibawa oleh keluarga ke RSUD Dr. Moewardi untuk
diperiksa. Pada saat di IGD, klien segera dipasang traksi pada kaki kanannya
dengan beban 4 kg. Klien dipasang infus dengan cairan RL 20 tpm dan diberi
injeksi ranitidine 50 mg. Kemudian klien dirawat inap di ruang Mawar 2.
Dari hasil Pengkajian tanggal 07 April 2014 diperoleh data : tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 22x/menit, dan suhu 36,5C.
Riwayat penyakit dahulu, istri klien mengatakan pernah dirawat di
RSUD Karanganyar 2 tahun yang lalu karena sakit asam urat. Klien belum
pernah mengalami kecelakaan maupun operasi. Klien tidak mempunyai alergi
terhadap makanan maupun obat-obatan.
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
32
: meninggal
: tinggal dalam satu rumah
Riwayat kesehatan keluarga, istri klien mengatakan bahwa di dalam
keluarganya maupun keluarga klien tidak ada penyakit keturunan seperti
Diabetes Melitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, istri
klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat
pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik.
Hasil pengkajian menurut pola Gordon, pada pola persepsi dan
pemeliharaan kesehatan klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan
berharga, menurut klien sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman, apabila
ada anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau
dokter.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien makan 3x sehari
dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih, klien tidak memiliki keluhan dan
makan satu porsi habis. Selama sakit klien makan 3x sehari dengan makanan
yang disediakan rumah sakit (nasi lembek, sayur, teh atau air putih, klien
hanya makan porsi karena tidak nafsu makan.
Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit klien
tidak memiliki keluhan. Klien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau
khas, dan warna kuning kecokelatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit
klien mengatakan BAK 4-6x sehari 150cc sekali BAK dengan warna
kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit, klien
33
mampu BAK 5-7x sehari 120 cc sekali BAK dengan kuning jernih, bau
amoniak, dan tidak ada keluhan.
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit klien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri (score 0). Selama sakit untuk makan/minum,
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi/ROM, klien
memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan untuk toileting klien
memerlukan bantuan orang lain dan alat (score 3).
Pola istirahat tidur, sebelum sakit klien mengatakan dapat tidur
dengan nyenyak baik malam maupun siang hari, tidur malam 6 jam dan
siang hari 1 jam. Selama sakit klien mengatakan dapat tidur pada malam
hari 7 jam dan siang hari 1,5 jam namun merasa kurang nyaman karena
merasa nyeri pada kakinya.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit klien mampu berbicara
dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, klien juga mampu berjalan
dengan normal. Selama sakit klien mengalami gangguan pada kaki kanannya,
klien mengatakan nyeri karena fraktur femur, nyeri terasa seperti tertusuk
benda tajam dengan skala nyeri 6, nyeri terasa di femur 1/3 proksimal dextra,
nyeri muncul selama 3 menit setiap ada gerakan.
Pola persepsi konsep diri, gambaran diri klien menerima dengan
keadaan sakitnya saat ini, idela diri klien ingin segera sembuh dan pulang ke
rumah agar bisa melakukan aktivitasnya kembali, harga diri klien tidak
merasa rendah diri dengan penyakitnya, peran diri klien seorang kepala
keluarga dan saat ini tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
34
keluarga, sedangkan identitas diri klien berjenis kelamin laki-laki dengan usia
50 tahun, bekerja sebagai tukang becak.
Pola hubungan peran, klien mengatakan sebelum sakit maupun selama
sakit hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan
tidak ada masalah. Pola seksual reproduksi, klien berusia 50 tahun sudah
menikah dan mempunyai 4 orang anak, klien tidak ingin menambah anak
lagi.
Pola mekanisme koping, klien mengatakan untuk menghilangkan
kepenatannya dengan beristirahat dan berkumpul bersama keluarga atau
tetangga, apabila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarga, jika ada
anggota keluarga yang sakit selalu diperiksakan ke puskesmas atau dokter.
Pola nilai dan keyakinan, klien beragama Islam selalu menjalankan sholat 5
waktu, tetapi selama sakit klien tidak mampu menjalankan sholat dan
menerima penyakitnya sebagai ujian dari Allah SWT.
Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan klien lemas dengan
kesadaran composmentis, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 72x/menit
teraba kuat dan irama teratur, respirasi 22x/menit irama teratur, dan suhu
36,5C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih. Rambut kuat, hitam,
sedikit beruban, dan tidak berketombe. Pada pemeriksaan mata, didapatkan
data mata simetris kanan-kiri, fungsi penglihatan baik, konjungyiva tidak
anemis, dan sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan hidung, bersih, tidak ada
polip, dan tidak terdapat sekret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir
lembab. Gigi sejajar dan bersih. Telinga simetris, tidak ada serumen, dan
35
36
33-45), leukosit 11.8 ribu/ul (nilai normal 4.5-11.0), trombosit 182 ribu/ul
(nilai normal 150-450), eritrosit 4.68 juta/ul (nilai normal 4.50-5.90), laju
endap darah 110 mm/jam (nilai normal 0-15), alkali fosfatase 380 u/l (nilai
normal 53-128), golongan darah A, GDS 111 mg/dl, HbsAG non creative.
Hasil pemeriksaan rontgen tanggal 04 April 2014 menunjukkan terdapat
adanya close fraktur transversal pada 1/3 femur proksimal dextra.
Selama dirawat di ruang Mawar 2, klien mendapat therapy infus RL
20 tpm untuk mengembalikan cairan elektrolit, injeksi ketorolac 30 mg/8 jam
untuk pengelolaan nyeri berat dalam jangka pendek, dan injeksi ranitidine 50
mg/12 jam untuk pengobatan tukak lambung jangka pendek.
37
traksi dengan beban 4 kg. Berdasarkan data di atas maka penulis merumuskan
masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskuloskeletal.
D. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan rumusan masalah keperawatan yang diperoleh di atas,
maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam nyeri berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil mampu mengontrol nyeri dengan teknik non
farmakologi, melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
manajemen nyeri (skala 2), mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan adalah kaji
nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat
dikaji dengan menggunakan skala nyeri, berikan posisi yang nyaman atau atur
posisi imobilisasi paha dengan rasional imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab
nyeri, berikan kesempatan waktu istirahat jika terasa nyeri dengan rasional
istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga meningkatkan
kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin) dengan
rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari klien sehingga saat nyeri
muncul klien mampu menontrol nyeri secara mandiri, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30mg/8jam) dengan rasional
analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
38
39
40
41
F. Evaluasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis kemudian
dievaluasi pada hari Senin tanggal 07 April pukul 14.30 dengan metode
SOAP. Klien mengatakan nyeri karena fraktur femur, nyeri terasa seperti
tertusuk benda tajam dengan skala nyeri 5, nyeri terasa di femur 1/3
proksimal dextra, nyeri muncul selama 3 menit setiap ada gerakan. Ekspresi
wajah klien meringis kesakitan, hasil rontgen menunjukkan adanya close
fraktur transversal pada 1/3 femur proksimal dextra. Hasil analisa masalah
keperawatan nyeri akut belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan
belum tercapai. Intervensi perlu dilanjutkan yaitu kaji nyeri klien (PQRST),
berikan kompres air dingin, berikan posisi yang nyaman, serta kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgesik (ketorolac dan ranitidine).
42
43
makan dan minum sendiri dengan sedikit bantuan, klien terlihat mulai
melakukan aktivitas sesuai kemampuannya, klien masih memerlukan sedikit
bantuan keluarga maupun perawat. Hasil analisa masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan
belum tercapai. Intervensi perlu dilanjutkan yaitu kaji kemampuan mobilitas
klien, monitoring vital sign, dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal Pemberian
Kompres Dingin Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn.
P Dengan Fraktur Femur 1/3 Proksimal Dextra di Ruang Mawar 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta yang dilakukan pada tanggal 07 - 08 April 2014. Penulis juga
akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori
dengan asuhan keperawatan pada Tn. P dengan fraktur femur 1/3 proksimal
dextra.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan
waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan
waktu sebelumnya (Carpenito, 2005).
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 April 2014 pukul 08.30 WIB
dengan keluhan utama klien mengatakan nyeri. Tournaire dan Theau
Yonneau (2007) dalam Judha, dkk (2012), mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman yang tidak menyenangkan, baik sensori maupun emosional yang
berhubungan dengam risiko atau aktualnya kerusakan jaringan.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, klien mengatakan nyeri
pada kaki kanannya karena jatuh di kamar mandi. Saat di IGD klien dipasang
infus dengan cairan RL 20 tpm, injeksi ranitidine 50 mg, klien juga dipasang
44
45
berpakaian,
mobilitas
di
tempat
tidur,
berpindah,
46
pada kaki kanannya. Klien mengatakan nyeri karena fraktur femur, nyeri terasa
seperti tertusuk benda tajam dengan skala nyeri 6, nyeri terasa di femur 1/3
proksimal dextra, nyeri muncul selama 3 menit setiap ada gerakan.
Pengkajian nyeri meliputi (PQRST). P (Provocate) yang berarti
penyebab atau stimulus - stimulus nyeri, Q (Quality) yang berarti kualitas nyeri
yang dirasakan, R (Region) yang berarti lokasi nyeri, S (Severe) yang berarti
tingkat keparahan nyeri, T (Time) yang berarti awitan, durasi dan rangkaian
nyeri (Prasetya, 2010).
Pada pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan
otot tangan kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri mampu bergerak
bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena terpasang infus RL 20 tpm,
perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill< 2 detik.
Sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil
kekuatan otot kaki kanan 1 (ada sedikit gerakan terhadap tekanan), kaki kanan
terpasang traksi dari lutut sampai ujung kaki sehingga tidak bebas digerakkan,
kekuatan kaki kiri 5 (bergerak bebas), perabaan akral hangat, tidak ada
oedema, dan capilary refill< 2 detik. Kekuatan otot diuji melalui pengkajian
kemampuan klien untuk melakukan fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil
dilakukan penahanan (Muttaqin, 2008).
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 04 April 2014 diperoleh hasil:
hemoglobin 11.3 g/dl (nilai normal 13.5-17.5), hematokrit 35% (nilai normal
33-45), leukosit 11.8 ribu/ul (nilai normal 4.5-11.0), trombosit 182 ribu/ul
(nilai normal 150-450), eritrosit 4.68 juta/ul (nilai normal 4.50-5.90), laju
47
endap darah 110 mm/jam (nilai normal 0-15), alkali fosfatase 380 u/l (nilai
normal 53-128), golongan darah A, GDS 111 mg/dl, HbsAG non creative.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di atas menunjukkan
adanya penurunan nilai hemoglobin, peningkatan nilai leukosit, peningkatan
nilai laju endap darah dan peningkatan nilai alkali fosfatase. Penurunan kadar
hemoglobin biasanya disebabkan oleh anemia akibat perdarahan, sedangkan
peningkatan jumlah leukosit merupakan stress normal setelah trauma (Rendy,
M.C dan Margareth, 2012). Pemeriksaan LED mengukur kecepatan dimana
selsel darah merah mengendapkan darah yang tidak membeku dalam
milimeter per jam (mm/jam). LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak
sangat luas. Pada pemeriksaan alkali fosfatase meningkat karena adanya
kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang (Muttaqin, 2008).
Pemeriksaan foto rontgen atau sinar-X penting untuk mengevaluasi
klien dengan kelainan muskuloskeletal. SinarX tulang menggambarkan
kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang (Muttaqin,
2008). Pada hasil pemeriksaan rontgen tanggal 04 April 2014 pada ekstremitas
bawah sebelah kanan menunjukkan adanya close fraktur transversal pada 1/3
femur proksimal dextra.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual
dan potensial, atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005).
48
49
adanya
ketidaknyamanan
berkaitan
dengan
nyeri
yang
dirasakannya. Hal ini sesuai dengan teori hierarki Maslow yang menyebutkan
bahwa nyeri termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis
merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup dan harus
dipenuhi terlebih dahulu daripada kebutuhan yang lain (Mubarak, 2008).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan langkah berikutnya dalam proses keperawatan.
Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang
50
diharapkan
bagi
klien
dan
merencanakan
intervensi
keperawatan
(Andarmoyo, 2013).
Sesuai
dengan
prioritas
diagnosa
keperawatan
nyeri
akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur 1/3 proksimal dextra),
penulis membuat tujuan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24
jam nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil berdasarkan NOC
(Nursing Outcomes Classification) : mampu mengontrol nyeri dengan teknik
non farmakologi, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri (skala 2), mampu mengenali nyeri, dan menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang (Nurarif, 2013).
Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis
menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervetion
Classification) : kaji nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon
subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri, berikan posisi
yang nyaman atau atur posisi imobilisasi paha dengan rasional imobilisasi
yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi
unsur utama penyebab nyeri, berikan kesempatan waktu istirahat jika terasa
nyeri dengan rasional istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga
meningkatkan kenyamanan, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin)
dengan rasional teknik non farmakologi mudah dipelajari klien sehingga saat
nyeri muncul klien mampu menontrol nyeri secara mandiri, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik (ketorolac 30mg/8jam) dengan
51
: klien
meningkat
52
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan
merupakan
komponen
dari proses
53
54
jaringan sehingga
suhu
36,5C.Pada
pasien
fraktur
femur,
dapat
terjadi
ketidaknormalan pada tanda tanda vital karena ada ganggungan lokal, baik
fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008).
Pukul 11.20 WIB mengkaji kemampuan klien dalam mobilisasi.
Respon subyektif : klien mengatakan tubuh terasa lemah, hanya mampu
berbaring dan aktivitas dibantu keluarga. Respon obyektif klien terlihat lemah,
55
aktivitas klien terlihat dibantu keluarga. Adanya nyeri dan gerak yang terbatas
menyebabkan semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien butuh
banyak bantuan dari orang lain (Muttaqin, 2008).
Pukul 11.30 WIB melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan, respon
subyektif : klien bersedia dilatih dalam pemenuhan kebutuhannya. Respon
obyektif : klien terlihat duduk dan mampu minum sendiri. Gerakan aktif
mampu memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki unsi
jantung dan pernafasan (Muttaqin, 2012).
Pukul 11.45 WIB membantu pasien saat mobilisasi dan pemenuhan
kebutuhan, respon subyektif : klien mengatakan ingin duduk dan makan.
Respon obyektif : klien terlihat duduk dan makan dengan bantuan perawat.
Perawatan diri sesuai toleransi dilakukan untuk memelihara fleksibilitas sendi
sesuai kemampuan (Muttaqin, 2012).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur 1/3 proksimal dextra)
pada hari kedua tanggal 08 April 2014 pukul 08.30 WIB adalah mengkaji
nyeri (PQRST). Respon subyektif : klien mengatakan masih merasa nyeri,
nyeri karena fraktur femur, nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan
skala nyeri 5, nyeri terasa di femur 1/3 proksimal dextra, nyeri muncul selama
3 menit setiap ada gerakan. Respon obyektif : ekspresi wajah klien meringis
kesakitan.
Pukul 08.45 WIB memberikan injeksi ketorolac 30 mg dengan respon
subyektif : klien bersedia diberi suntikan. Respon obyektif : klien terlihat
tenang, obat injeksi ketorolac sudah masuk melalui IV.
56
57
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan
dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan (Potter dan Perry, 2006).
Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik (fraktur femur 1/3 proksimal dextra) pada hari Senin tanggal 07 April
pukul 14.30 WIB dengan metode SOAP. Subyektif : klien mengatakan nyeri
karena fraktur femur, nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan skala
nyeri 5, nyeri terasa di femur 1/3 proksimal dextra, nyeri muncul selama 3
menit setiap ada gerakan. Obyektif : Ekspresi wajah klien meringis kesakitan,
hasil rontgen menunjukkan adanya close fraktur transversal pada 1/3 femur
proksimal dextra. Analisa : masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi.
Planning : kaji nyeri klien (PQRST), berikan kompres air dingin, berikan
posisi yang nyaman, serta kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgesik (ketorolac30mg/8jam).
Evaluasi hari pertama nyeri berkurang dari skala 6 menjadi 5 setelah
dilakukan tindakan keperawatan terutama kompres air dingin. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa pemberian kompres air dingin
berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri (Istichomah, 2007).
Pada pukul 14.40 WIB penulis juga melakukan evaluasi untuk
diagnosa
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
mengatakan bahwa
58
sudah mulai duduk dengan bantuan perawat. Obyektif : klien terlihat lemah,
klien mulai melakukan aktivitas sesuai kemampuan dengan bantuan perawat,
ekstremitas bawah sebelah kanan terpasang traksi dengan beban 4 kg.
Analisa: masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi.
Planning : kaji kemampuan mobilisasi klien, monitoring vital sign, bantu
klien saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan, serta kolaborasi dengan ahli
terapi fisik.
Hasil evaluasi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
fisik (fraktur femur 1/3 proksimal dextra) pada hari kedua, Selasa 08 April
2014 pukul 14.00 WIB dengan metode SOAP. Subyektif : klien mengatakan
nyeri karena fraktur femur, nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan
skala nyeri 3, nyeri terasa di femur 1/3 proksimal dextra, nyeri muncul selama
3 menit setiap ada gerakan, klien merasa nyaman diberi kompres air dingin.
Obyektif: Hasil rontgen menunjukkan adanya close fraktur transversal pada
1/3 femur proksimal dextra. Analisa : masalah keperawatan nyeri akut belum
teratasi. Planning : kaji nyeri klien (PQRST), berikan kompres air dingin,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian ketorolac 30mg/8jam.
Evaluasi hari kedua menunjukkan skala nyeri kembali berkurang
mulai dari skala 5 menjadi skala 3. Hal ini semakin membuktikan bahwa
pemberian kompres air dingin merupakan pilihan alternatif yang baik dalam
meredakan nyeri (Andarmoyo, 2013). Meskipun skala nyeri tersebut sudah
berkurang, namun hal tersebut menunjukkan belum tercapainya kriteria hasil
59
pada intervensi keperawatan, yaitu skala nyeri menurun menjadi 2. Maka dari
itu, tindakan keperawatan tetap harus dilanjutkan hingga nyeri hilang.
Hasil evaluasi diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskuloskeletal pada pukul 14.15 WIB juga dengan metode
SOAP. Subyektif : klien mengatakan tubuh terasa lemah, klien mengatakan
mulai mencoba sering duduk untuk makan dan minum sendiri dengan sedikit
bantuan. Obyektif : klien terlihat mulai melakukan aktivitas sesuai
kemampuannya, klien masih memerlukan sedikit bantuan keluarga maupun
perawat. Analisa : masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik belum
teratasi. Planning : kaji kemampuan mobilitas klien, monitorong vital sign,
dan kolaborasi dengan ahli terapi fisik.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Hasil pengkajian pada Tn. P dengan fraktur femur 1/3 proksimal dextra
diperoleh data subyektif : klien mengatakan nyeri karena fraktur femur,
nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam dengan skala nyeri 6, nyeri terasa
di femur 1/3 proksimal dextra, nyeri muncul selama 3 menit setiap ada
gerakan, klien mengatakan tubuh terasa lemas dan tidak bebas bergerak,
aktivitas dibantu keluarga. Data obyektif : Ekspresi wajah klien meringis
kesakitan, hasil rontgen menunjukkan adanya close fraktur transversal
pada femur 1/3 proksimal dextra, klien terlihat lemas, ADL klien terlihat
dibantu keluarga, ekstremitas bawah sebelah kanan terpasang traksi
dengan beban 4 kg.
2. Diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan fraktur femur 1/3 proksimal
dextra yaitu : nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur
femur 1/3 proksimal dextra), hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan muskuloskeletal
3. Intervensi atau rencana keperawatan untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur femur 1/3 proksimal
dextra) yaitu kaji nyeri (PQRST), berikan posisi yang nyaman dengan atur
posisi imobilisasi paha, berikan kesempatan waktu istirahat jika terasa
nyeri, ajarkan teknik non farmakologi (kompres dingin), kolaborasi dengan
60
61
62
dextra, nyeri muncul selama 3 menit setiap ada gerakan, klien merasa
nyaman diberi kompres air dingin. Obyektif : hasil rontgen menunjukkan
adanya close fraktur transversal pada 1/3 femur proksimal dextra. Analisa :
masalah keperawatan nyeri akut belum teratasi. Planning : kaji nyeri klien
(PQRST), berikan kompres air dingin, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian ketorolac 30 mg/8 jam. Evaluasi pada diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal. Subyektif :
klien mengatakan tubuh terasa lemah, klien mengatakan mulai mencoba
sering duduk untuk makan dan minum sendiri dengan sedikit bantuan.
Obyektif : klien terlihat mulai melakukan aktivitas sesuai kemampuannya,
klien masih memerlukan sedikit bantuan keluarga maupun perawat.
Analisa: masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi.
Planning : kaji kemampuan mobilitas klien, monitorong vital sign, dan
kolaborasi dengan ahli terapi fisik.
6. Analisa hasil pemberian kompres dingin pada Tn. P dengan fraktur femur
1/3 proksimal dextra yaitu efektif dalam menurunkan skala nyeri klien,
terbukti pada hari terakhir skala nyeri klien menurun menjadi 3. Hal ini
sesuai dengan teori Istichomah (2007), yang menyatakan bahwa
pemberian kompres dingin memberikan banyak perubahan terhadap
penurunan rasa nyeri akibat oedema atau trauma.
63
B. SARAN
1. Bagi Pendidikan
Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan
sehingga menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur
1/3 proksimal dextra.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang
memadai untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan fraktur
femur 1/3 proksimal dextra.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung
jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu
menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam
membantu proses penyembuhan pasien khususnya pada pasien fraktur
femur 1/3 proksimal dextra.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, dkk. 2011. Perbedaan Tingkat Mobilitas Pada Pasien Post Operasi
Fraktur Ekstremitas Bawah Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan
Kesehatan di Ruang Bougenville dan Teratai RSUD Dr. Soegiri
Lamongan,
(online),
http://stikesmuhla.ac.id/v2/wpcontent/uploads/jurnalsurya/noIX/0.pdf, diakses 15 April 2014 jam 19.30
Carpenito M dan Lynda J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Helmi, Z.N. 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta :
Salemba Medika
Istichomah. 2007. Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan
Skala Nyeri Pada Klien Kontusio di RSUD Sleman, (online),
http://p3m.amikom.ac.id/p3m/85%20%20PENGARUH%20TEKNIK%20PEMBERIAN%20KOMPRES%20T
ERHADAP%20PERUBAHAN%20SKALA%20NYERI%20PADA%20
KLIEN%20KONTUSIO%20di%20RSUD%20SLEMAN.pdf, diakses 2
April 2014 jam 21.00
Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta :
Nuha Medika
Khodijah, Siti. 2011. Efektiiftas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik, Medan, (online),
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24614/7/Cover.pdf,
diakses 5 April 2014 jam 21.30
Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Mubarak W.I dan Nurul C. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Buku Kedokteran EGC