1. Pendahuluan
Keganasan kolorektal (KKR) menempati posisi ketiga diagnosis terbanyak pada pria
dan kedua terbanyak pada wanita di dunia, dengan 1,2 juta kasus baru serta 608.700
kematian pada 2008.1
KKR lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Insiden meningkat
secara signifikan antara usia 40 50 tahun dan risiko akan meningkat dua kali lipat
setiap dekade berikutnya. Di Indonesia, insiden tertinggi terjadi pada usia produktif,
yaitu 30-50 tahun, dimana sebagian besar penderita darang dalam kondisi stadium
lanjut atau telah terjadi komplikasi.2
2. Anatomi dan Patologi
Kolorektal
a. Anatomi
Usus besar memiliki panjang 1,5 meter dengan diameter 6,5 cm, terbentang
dari ileum hingga anus. Usus besar terbagi empat bagian, yaitu caecum, kolon,
rektum, dan kanalis analis.3
Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid.
Kolon
transversum dan sigmoid intraperitoneal. Kolon sigmoid dimulai dari kolon dekat
krista iliaka kiri, ke midline, hingga mencapai rektum pada posisi vertebra S3.
Polip
Jinak
Polip merupakan pertumbuhan berlebih dari stroma ataupun kelenjar mukosa,
berupa massa pada permukaan mukosa yang menonjol ke dalam lumen usus.
1) Polip non-neoplastik
Yang termasuk polip jenis ini adalah polip reaktif (tumbuh akibat jejas
kronik) dan polip hamartomatosa.
2) Polip hiperplastik/metaplastik
Pada polip hiperplastik dapat ditemukan mutasi gen ras. Karakteristik poli ini
adalah hiperplasia, pemanjangan kripti, dan proliferasi epitel, yang kemudian
membentuk tonjolan pseudostratifikasi sel epitel ke dalam lumen kripti, yang
memberikan gambaran histologik shaw tooth. Pada polip hiperplastik belum
ditemukan displasia, inti sel terletak di basal, monomorfik, dengan
sitoplasma bervakuola berisikan musin.
3)
inflamatorik
Polip
atau
divertikulitis.
Gambaran
histologi
menunjukkan
4)
hamartoma
Polip
- Polip Neoplastik/Adenoma
Adenoma merupakan lesi prekanker yang menunjukkan ciri neoplasma, yaitu
disregulasi pertumbuhan dan kegagalan diferensiasi. Disregulasi pertumbuhan
ditandai adanya area proliferatif yang bergerser ke permukaan mukosa dan
kegagalan pematangan sel epitel kripta, serta ditemukannya sel imatur atau
basaloid di permukaan mukosa.
Pada bagian atas kripta, tidak ditemukan lagi sel absorbtif matur yang ditandai
dengan tidak ditemukannya musin di sitoplasma dan tidak tampak lagi sel goblet
matur.
1) Adenoma tubular
Umumnya pedunculated atau datar. Gambaran mikroskopi berupa proliferasi
kripta yang dilapisi epitel kolumnar yang displastik. Lamina propria
bersebukan limfosit, sel plasma, dan eosinofil.
2) Adenoma vilosum
Berupa proloferasi kelenjar yang membentuk pola seperti jari atau papil
runcing, yang dilapisi sel epitel yang displastik.
3) Adenoma tubulovilosum
Merupakan campuran bentuk tubular dan vili, dapat juga berupa adenoma
vilosum yang mengandung struktur tubuler. Struktur vili berkisar 35 75%.
4
4)
serrated
Adenoma
6) Adenoma hipersekretorik
Merupakan varian vilosum, yang memproduksi mukus. Vili dilapisi oleh
sel displastik dan ditemukan sel goblet proliferatif dengan susuanan maupun
bentuk sel tidak normal atau kehilangan polaritas. Sel goblet ini disebut
distrofik, dengan ukuran bervariasi dan inti terletak eksentrik, tidak terletak
di basal, seperti sel goblet normal.
- Polip Ganas
Istilah
yang
sering
digunakan
untuk
menyebut
polip
ganas
adalah
Karsinoid
Dibagi menjadi tumor neuroendokrin berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk
(small cell carcinoma pada usus).
adenokarsinoma
dan
karsinoid
bergabung.
Pada
tipe
Keterlibatan KGB regional merupakan bentuk penyebaran tersering dari KKR dan
biasanya mendahului metastasis jauh atau perkembangan karsinomatosis (metastasis
peritoneal difus). Kecenderungan metastasis KGB meningkat seiring dengan ukuran
tumor, derajat diferensiasi, invasi limfovaskular, dan kedalaman invasi. Lesi kecil
pada dinding usus (T1 dan T2, lihat penentuan stadium) dihubungkan dengan
metastasis KGB pada 5-20% kasus, sementara pada tumor T3 dan T4 dijumpai
metastasis KGB pada 50% kasus. Keterlibatan empat atau lebih KGB memberikan
gambaran prognosis buruk. Metastasis terjadi secara hematogen melalui sistem vena
porta.2
3. Faktor Risiko dan Faktor Protektif
7
Sindrom KKR yang diturunkan. Faktor genetik ini diturunkan secara autosomal
dominan, tersering adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan Sindrom
Lynch (HNPCC (Hereditary Nnpolyposis Colorectal Cancer)), yang terjadi sekitar
5% dari KKR. Pada kelompok HNPCC, terdapat tingkat risiko untuk menderita
KKR (kriteria Amsterdam):
Tabel 2.2 Klasifikasi Risiko Karsinoma Kolorektal pada Populasi
Umum2
8
Risiko
Tinggi
Kriteria
Minimal 3 anggota keluarga menderita KKR atau dua dengan KKR
dan satu dengan karsinoma endometrial pada minimal dua
generasi. Satu dari anggota keluarga telah menderita KKR pada
usia < 50 tahun dan salah satu anggota yang didiagnosis adalah
silsilah pertama.
Sedang
Rendah
atau sedang.
Apabila tidak dilakukan terapi, 7% penderita FAP akan menderita adenoma pada
usia 21 tahun, 50% pada usia 39 tahun, dan 90% pada usia 45 tahun.
2) Riwayat penyakit atau riwayat keluarga dengan KKR sporadik atau polip
adenomatosa. Riwayat keluarga derajat pertama dengan KKR meningkatkan
risiko
sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan populasi umum.
3) Kolitis Ulseratif. Risiko KKR meningkat 8 10 tahun setelah diagnosis awal
pankolitis dan 15 20 tahun pada kolitis kolon kiri. Probabilitas
meningkat seiring dengan peningkatan durasi kolitis, mencapai 30% pada
dekade ke-4 pankolitis. Penyakit Crohn, masih dalam penelitian lebih lanjut.
4) Ras/etnik dan jenis kelamin. Mortalitas KKR 20% lebih tinggi pada etnik AfrikaAmerika sehingga skrining dimulai pada usia 45 tahun dan menggunakan
kolonoskopi. Mortalitas KKR 25% lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita,
dimana pada wanita, adenoma ataupun KKR terjadi lebih proksimal.
Menghambat
produksi
prostaglandin,
melalui
hambatan
COX.
klinis
timbul
manakala
didapatkan
riwayat
perdarahan
Keadaan tumor. Ekstensi lesi pada dinding rektum, letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung
os coccyges. Pada wanita, perlu dilakukan palpasi melalui vagina untuk
mengetahui apakah mukosa di atas tumor licin, dapat digerakkan, ada
perlekatan, atau ulserasi, serta untuk menilai batas atas dari lesi anular.
11
Mobilitas tumor. Lesi awal biasanya masih dapat digerakkan apda lapisan
otot dinding rektum. Pada lesi denga ulserasi lebih dalam, terjadi perlekatan
dan fiksasi karena penetrasi/perlekatan ke struktur ekstrarektal, seperti prostat,
vesika urinaria, dinding posterior vagina, atau dinding anterior uterus.
Terdapat dua gambaran khas pada colok dubur, yaitu indurasi dan penonjolan pada
tepi, yang dapat berupa:
-
Pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi, seperti cakram kecil dengan
permukaan licin dan batas tegas
Bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi nodular yang menonjol dengan
kubah yang dalam (bentuk paling sering)
b. Penunjang
Terdapat tiga macam pemeriksaan penunjang yang efektif dalam diagnosis KKR:
- Barium enema dengan kontras ganda
Pemeriksaan enema barium dengan kontras ganda memiliki keunggulan,
yaitu sensitivitas yang cukup tinggi (65 95%), aman, tingkat keberhasilan
prosedur tinggi, tidak memerlukan sedasi, dan telah terjangkau. Kelemahan
pemeriksaan enema barium dengan kontras ganda disebabkan oleh lesi T1 sering
tidak terdeteksi, akurasi diagnosis lesi rektosigmoid dengan divertikulosis dan
caecum rendah, akurasi diagnosis lesi tipe datar rendah, sensitivitas diagnosis
polip < 1 cm rendah (70 95%), dan pasien terpapar radiasi.
- Endoskopi
Jenis endoskopi yang digunakan adalah sigmoidoskopi rigid, fleksibel, dan
kolonoskopi. Untuk visualisasi kolon dan rektum, sigmoidoskopi fleksibel lebih
12
Keunggulan
kolonoskopi
antara
diagnostik
melalui
biopsi
dan
terapi
pada
polipektomi,
dapat
Grade III
Grade IV
Awalnya, staging KKR menggunakan sistem Dukes, namun saat ini sudah
ditinggalkan. Staging dan pembagian stadium klinis KKR mengacu pada revisi
panduan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-7 tahun 2010,
sebagai berikut:
13
Tumor (T)
Tx
T0
Tis
propria
T1
T2
T3
T4a
T4b
N0
N1
N1a
N1b
N1c
N2
N2a
N2b
-
Metastasis (M)
M0
M1
M1a
M1b
peritoneum.
Perlu diketahui bahwa klasifikasi Tis meliputi sel kanker yang terbatas dalam
membran basal kelenjar mukosa (intraepitelial) atau lamina propria mukosa
(intramukosal) tanpa ekstensi dari mukosa pars muskularis ke submukosa. Invasi
langsung pada klasifikasi T4 yang dimaksud adalah infiltrasi massa tumor ke
jaringan sekitar melalui serosa, seperti invasi kolon sigmoid oleh karsinoma
pada
sekum,
atau
tumor
pada
dinding
posterior
menginfiltrasi ginjal kiri atau dinding abdomen lateral. Pada beberapa klasifikasi,
kadang dicantumkan tulisan cTNM dan pTNM, di mana c yang dimaksud adalah
clinical atau klasifikasi klinis dan pathological atau klasifikasi patologis, secara
berturut- turut.
d. Deteksi Dini (Skrining), Metode, Indikasi, dan Rekomendasinya
KKR memiliki peranan penting dalam meningkatkan angka survival dan menurunkan
morbiditas serta mortalitas. Skrining merupakan investigasi pada individu
15
asimtomatik, yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini
sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.2 Indikasi dilakukannya skrining adalah:
-
Uji darah samar feses setiap tahun. Uji ini menurunkan mortalitas KKR
adenoma sehingga setiap lesi perlu diangkat. Tindakan polipektomi telah terbukti
menurunkan risiko KKR.
Metode deteksi dini pada populasi dengan risiko tinggi:
1) Penderita kolitis ulseratif atau penyakin Crohn > 10 tahun. Bila > 20 tahun
atau ditemukan displasia, kolonoskopi dilakukan setiap tahun
2) Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal.
Bila telah menjalani polipektomi adenoma kolorektal: follow up kolonoskopi;
bila ukuran polip < 1 cm pada follow up maka dilakukan kolonoskopi setiap 5
tahun; bila ditemukan > 3 adenoma atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm
atau adanya displasia berat maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun.
3) Riwayat keluarga KKR.2
Tabel 2.3 Rekomendasi Deteksi Dini Menurut Tingkat Risiko2
Risiko
Tinggi
Sedang
Kriteria
Kolonoskopi setiap 2 tahun;
tawarkan
Usia skrining
30 70 tahun; untuk Ca
gaster
Rendah
Penyuluhan
pada
penderita
menerapkan
gaya hidup sehat
untuk
Tidak perlu
5. Penatalaksanaan
Berkaitan dengan terapi, karsinoma kolorektal, khususnya di Indonesia, sebagian
besar didiagnosis pada stadium lanjut atau manakala telah terjadi komplikasi ke
struktur/organ sekitar. Akibatnya, hasil akhir dari penatalaksanaan akan jauh dari
yang diharapkan. Beberapa
risiko
utama
dari
penatalaksanaan
karsinoma
Seperti yang telah disebutkan, untuk rektum sepertiga tengah, dapat dilakukan
eksisi lokal untuk tumor rektal. Eksisi dilakukan pada area distal sepanjang 10 cm
pada rektum karena area tersebut dapat diakses secara transanal. Salah satu
contohnya adalah eksisi transanal untuk adenoma jinak nonsirkumferensial.
Namun
karena
segala
keterbatasan
dari
terapi
lokal
tersebut,
lebih
18
dilakukan intraoperatif.
19
Denonvilliers.
panduan
pengelolaan
adenokarsinoma
kolorektal
dari
Pokja
20
Obstruksi usus
Tepi sayatan positif untuk tumor atau tepi sayatan dengan penentuan batas
yang terlalu dekat dengan tumor atau sulit ditentukan.
2
Capecitabine tunggal: 2500 mg/m /hari terbagi dalam 2 dosis; hari 1-14
diikuti dengan 7 hari istirahat dan diulangi tiap 3 minggu
2
Protokol Mayo: leucovorin 20 mg/m bolus intravena hari 1-5; 5-FU 425
2
mg/m bolus intravena 1 jam setelah leucovorin hari 1-5, diulangi setiap 4
minggu.
Protokol Roswell-Park: leucovorin 500 mg/m
intravena selama 2
jam hari 1, 8, 15, 22, 29, dan 36; 5-FU 500 mg/m
intravena 1 jam
(100 mg/m
2
mg/m intravena selama 22 jam kontinyu, hari 1 dan 2; ulang setiap 2
minggu.
- Radioterapi
Radiasi dalam kasus karsinoma kolorektal dapat diberikan pada tumor yang
bersifat resektabel maupun nonresektabel. Tujuan dari pemberian radiasi antara
lain:
Mengurangi risiko rekurensi lokal, terutama pada pasien dengan
prognosis dari histopatologis yang buruk
Meningkatkan kemungkinan preservasi sfingter
Meningkatkan kemungkinan resektabilitas tumor lokal jauh atau
nonresektabel sebelumnya
Mengurangi beban sel tumor sehingga mengurangi kemungkinan
kontaminasi sel tumor secara hematogenus saat operasi.
Radiasi dapat dilakukan secara eksternal, baik pre- maupun pascaoperatif,
brakiterapi/internal, baik intrakavitas maupun interstitial. Radiasi eksternal
pascaoperatif direkomendasikan untuk diberikan bersama infus 5-FU dan
leucovorinpada karsinoma T3N0. Pemberian brakiterapi endokaviter ditujukan
sebagai alternatif pembedahan pada kanker stadium 0. Kombinasi radiasi eksterna
22
Rekurensi lokoregional
Kekambuhan lokoregional pada karsinoma di rektum mencakup kekambuhan
anastomosis, tumor bed, dan KGB. Pasien dengan kanker kolorektal sangat
memerlukan pemantauan yang intensif dan komprehensif, terutama pada
pasien yang telah menjalani reseksi tumor primer sesuai prosedur. Alasan
yang mendasari hal tersebut adalah karena 50% akan rekurensi dalam 18 bulan
pascapembedahan dan 90% dalam 3 tahun. Beberapa metode pemeriksaan
yang dapat dilakukan antara lain dengan CT scan (sensitivitas 95%),
namun perlu kehati-hatian karena terdapat granulasi pascapembedahan,
edema, perdarahan, dan fibrosis yang dapat membuat kerancuan dengan
massa tumor yang dimaksud. Kelemahan lain dari CT-scan (dan MRI) adalah
tidak dapat membedakan tumor jinak
dan
intraluminer,
digunakan
modalitas
(sensitivitas
endoskopi
97%).
ganas.
Penggunaan
Untuk
antigen
kekambuhan
karsinoembrionik
hepar, dapat
dilakukan
pemeriksaan
ultrasonografi
dengan
sensitivitas 57% (berkurang menjadi 20% pada ukuran tumor lebih kecil dari 1
cm). Modalitas diagnostik lain adalah CT scan dengan kontras yang memiliki
sensitivitas tinggi (78-90%).
Situs metastatik lainnya adalah ke organ paru, yang memiliki insiden kurang
lebih 10%. Sampai saat ini belum ada metode diagnostik pilihan untuk kasus
metastasis paru sehingga sejauh ini dapat dilakukan foto polos thoraks rutin untuk
mendeteksi kasus asimptomatik. Situs metastasis lainnya adalah tulang dengan
insidensi 4%. Untuk kasus tersebut, bone scan merupakan pilihan metode paling
sensitif.
24
25