Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

AGE-RELATED MACULAR DEGENERATION

NAMA PEMBIMBING :
dr. BAMBANG RIANTO, Sp.M

DISUSUN OLEH
Atika Qisty Desmawan
(1102010040)

BAGIAN ILMU MATA


RSUD SUBANG
PERIODE APRIL - MEI
2015

I.

PENDAHULUAN
Degenerasi macula adalah suatu keadaan dimana macula mengalami kemunduran

sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan


hilangnya fungsi penglihatan sentral. Macula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian
yang paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat
lapang pandang. Tanda utama dari degenerasi pada makula adalah didapatkan adanya bintikbintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara
perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan
penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bolamata.
Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan penglihatan
atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan,
15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula itu. Terdapat 2 jenis tipe
dasar dari penyakit-penyakit tersebut yakni Standar Macular Degeneration dan Age Related
Macular Degeneration (AMD). Bentuk yang paling sering terjadi adalah AMD. Degenerasi
makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina.
Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah
(eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan.
Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina. Degenerasi
makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk
membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar
dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena

hanya penglihatan pada pusat lapang pandang. Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan
fungsi penglihatan secara tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala
awalnya berupa gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya
lurus terlihar bergelombang.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata. Sejauh
ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Suplemen seng hanya mampu
membantu memperlambat progresivitas gangguan. Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa
membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi,
tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat
dan prosedur operasi baru antara lain terapi foto dinamik. Faktor resiko gangguan ini selain
karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras kaukasia serta merokok.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA


Anatomi
Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan:

1. Lapisan epitel pigmen


2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1
mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior
terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan
cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrane
Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti
luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis
yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.
Fisiologi
Retina
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks,
dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor
mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan

serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung
jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian
besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin
penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel
ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan
seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna
(penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik
dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.
Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan
fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal

Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi
menjadi bentuk ali-trans. Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di
lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak
oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada
spektrum

cahaya.

Penelitian-penelitian

sensitivitas

spektrum

fotopigmen

kerucut

memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing
untuk sel kerucut peka-biru, -hijau, dan merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis retinal
yang terikat ke berbagai protein opsin.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak
dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spectral
retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi
warna. Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang
menyerap panjang-panjang gelombang dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan
panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan
siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut
dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya AMD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Beberapa teori yang
diajukan, antara lain:
1. Proses penuaan
bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk keeping sering di makan oleh
epitel pigmen retina (EPR) dengan pola diurnal, yaitu keping terluar sel batang dimakan

pada siang hari dan keping terluar sel kerucut dimakan pada malam hari. keping yang tidak
terfagosit akan tertimbun dalam EPR yang disebut lipohfuhsin. Lipohfusin akan
menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi ekspresi
gen yang mengatur keseimbangan antara vascular endothelial growth factor (VEGF)
dengan produksi pigment epithelial derived factor yang merupakan zat anti angiogenik,
serta bersifat fotoreaktif, akibatnya menimbulkan terjadinya apoptosis EPR. Lipohfusin
yang tertimbun dalam sel EPR akan mengurangi volume sitoplasma, sehingga makin
menurunkan kemampuan EPR untuk memfagosit keping-keping sel fotoreseptor.
Lipohfuhsin tertimbun diantara sitoplasma dan membrane basalis sel EPR, membentuk
lapisan yang disebut basal laminar deposit, yang ikut bertanggungjawab dalam penebalan
membrane Bruch.
2. Teori iskemi
Angiogenesis terjadi karena adanya iskemik pada jaringan yang memacu timbulnya suatu
agen angiogenik antara lain VEGF. Pada penelitian didapatkan fakta yang menunjukkan
bahwa pada AMD iskemia tidak memegang peranan yang penting. Sel fotoreseptor hanya
terpapar oleh sedikit oksigen, sedangkan EPR terpapar olek oksigen dalam konsentrasi
yang sangat tinggi. Pada kenyataannya, sel fotoreseptor tidak memproduksi VEGF, justru
sel EPR yang memproduksi VEGF dalam jumlah besar. Disamping itu ditemukan pula
tanda-tanda adanya sel-sel radang pada jaringan coroid neovascular (CNV) yang dieksisi,
sehingga diduga bahwa lebih besar kemungkinannya CNV tumbuh sebagai reaksi
perbaikan luka dari pada sebagai reaksi terhadap iskemi.
3. Teori kerusakan oksidatif
Kerusakan oksidatif terjadi karena terbentuknya zat yang disebut reactive oxygen
substance (ROS) yang dihasilkan oleh oksidasi pada mitokondria. Adanya ROS
menimbulkan gangguan metabolism intrasel antara lain metabolism protein dan lemak.

Lemak yang sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif adalah asam lemak tak jenuh
ganda. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif akan memproduksi VEGF dalam
jumlah besar, yang memacu timbulnya CNV. Retina sangat mudah mengalai kerusakan
oksidatif karena beberapa alasan:
- Bagian luar fotoreseptor mengandungi sangat banyak asam lemak tak jenuh ganda
- Bagian dalam sel batang mengandung sangat banyak mitokondria yang dapat
-

membocorkan ROS
Penyediaan oksigen yang sangat tinggi pada koroid
Paparan terhadap sinar menimbulkan preses foto-oksidatif oleh ROS

IV. ETIOLOGI
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat diperberat oleh beberapa
factor resiko, diantaranya :
1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah
umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian
menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi di banding dengan
orang muda. 2% saja yang dapat menderita degenerasi makula pada orang muda, tapi
resiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas 70 tahun.
2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau faktor
komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH terkait
dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.

3. Merokok, Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenrasi makula.


4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi makula di banding
dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula adalah
50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan degenerasi
makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan degenerasi
makula.
6. Hipertensi dan diabetes. Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes,
atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
(trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah
merah dan penebalan pembuluh darah halus
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet, Obesitas dan kadar kolesterol tinggi
V. KLASIFIKASI

1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) atau non-neovaskular

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus
Ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang.
Pada gambaran fundus, macula tampak lebih kuning atau pucat dikelilingi oleh bercakbercak dan pembuluh darah tampak melebar. Bercak-bercak ini disebut drusen iaitu

bangunan khas yang berbentuk bulat, berwarna kekuningan. Secara histopatologi drusen
terdiri atas kumpulan materi eosinofilik yang terletak diantara epitel pigmen dan
membran Bruch sehingga drusen dapat menyebabkan pelepasan fokal dari epitel pigmen.

Bentuk ini muncul dalam bentuk timbulnya drusen serta kelainana EPR. Drusen
merupakan suatu timbunan material ekstraseluler yang terletak diantara membrane basal
EPR denganmembran Bruch. Secara klinis, drusen tampak sebagai lesi kekuningan yang
terletak pada lapisan luar retina, di polus posterior. Drusen mempunyai ukuran yang
sangat bervariasi. Ukuran drusen dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan
caliber vena besar disekitar papil iaitu sekirat 125 mikron. Menurut ukurannya, drusen
dibagi menjadi:
-

Kecil (kurang dari 64 um)


Sedang (antara 64 -125 um)
Besar (lebih dari 125 um)

Menurut bentuknya, drusen dibagi menjadi keras dan lunak. Beberapa drusen dapat
bergabung menjadi satu yang disebut drusen confluent. Drusen keras merupakan residual
bodies yang bertanggungjawab terhadap penebalan membrane Bruch, yang berhubungan
dengan adanya deposit laminar basal yang terdiri dari hialin. Drusen lunak merupakan
timbunan membranosa dan vesicular yang berhubungan dengan deposit laminar basal.
Biasanya ukurannya lebih besar dari drusen keras dan batasnya kurang tegas. Pada
angiografi fluoresin, drusen keras akan tampak sebagai bercak-bercak hiperfluoresensi
yang cemerlang pada stadium midvena, dan memudar setelah memudarnya corakan latar
belakang fluoresin koroid, sedangkan drusen lunak akan muncul sebagai daerah
hiperfluoresensi lebih lambat dan kurang cemerlang disbanding drusen keras.

Drusen keras ditemukan pada 95,5% individu berumur lebih dari 49 tahun, tetapi
sebagian besar hanya brupa drusen kecil yang jumlahnya tidak banyak. Drusen keras bisa
mengalami regresi spontan, dapat membesar atau menyatu dengan drusen disebelahnya
atau menimbulkan atrofi sel EPR yang ada diatasnya, yang dapat menimbulkan atrofi
geografk EPR apabila daerahnya luas, sehingga corak pembuluh darah koroid
dibawahnya dapat terlihat, serta retina diatasnya tampak tipis, yang berlanjut menjadi
atrofi fotoreseptor, dan menyebabkan atrofi geografik retina, atau berkembang
membentuk neovaskularisasi koroid CNV.
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah hipopigmentasi dan hiperpigmentasi.
Hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel makrofag yang mengandung
pigmen melanin mengalami migrasi kearah fotoreseptor. Hipopigmentasi terjadi karena
depigmentasi di sekitar EPR yang mengalami hiperpigmentasi. Secara klinis, strofi retina
geografis tampak sebagai daerah hipopigmentasi atau depigmentasi atau hilangnya EPR
yang berbentuk bulat atau oval dan berbatas tegas. Atrofi geografik merupakan penyebab
kehilangan ketajaman sentral sebesar 12% sampai 21% dari seluruh kehilangan
penglihatan sentral yang diakibatkan AMD. Kemampuan membaca akan menurun bukan
hanya karena adanya skotoma parasentral saja, melainkan juga karena penurunan
sensitivitas adaptasi gelap pada fovea, kemunduran ketajamana penglihatan pada keadaan
redup, serta menurunkan sensitivitas kontras.
2. Degenerasi Makula tipe eksudatif ( tipe basah) atau neovaskular

Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di
bandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi
makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan
adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia
yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan
kabur, distorsi atau suatu skotoma baru.
Pada keadaan ini terjadi pembentukan pembuluh darah baru subretinal dan terjadi
kerusakan macula yang disertai eksudat. Cairan serosa dari koroid bocor melalui defek
pada membrane bruch sehingga menyebabkan pelepasan epitel pigmen. Pemeriksaan
fundus menunjukkan adanya pendarahan dan eksudat subretina, lesi berwarna hijau
keabu-abuan pada macula dan tampak adanya neovaskularisasi.
Bentuk AMD neovaskular adalah neovaskularisasi koroid (CNV) dan semua
manifestasi yang menyertainya antara lain;
-

Ablasi EPR
Robekan EPR
Pendarahan subretina
Pendarahan vitreus
Sikatrik disiforms

Adanya kerusakan pada membrane Bruch memungkinkan pembuluh darah


neovaskularisasi yang berasal dari kapiler koroid menembus membrane Bruch. Pembuluh
darah neovaskular ini diserai oleh jaringan fibrosa, membentuk satu kompleks
fibrovaskular yang dapat mengganggu dan merusak membrane Bruch, kapiler koroid,
serta EPR.
Gejala yang dialami oleh pasien dengan CNV saja, berupa gangguan penglihatan
sentral seperti penurunan visus, mikropsia, makropsia ataupun skotoma sentral. Walaupun
demikian apabila kelainan terjadi diluar fovea, maka dapat tanpa gejala penglihatan
sentral sama sekali. Pada fundus tampak adanya bayangan hijau keabu-abuan dengan
ablasi EPR diatasnya. Walaupun demikian CNV kadang hanya memberikan tanda berupa
ablasi EPR yang datar saja.
VI. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara lain :
1. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat
3.
4.
5.
6.

penglihatan.
Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan
tanpa rasa nyeri.

VII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan oftalmoskopi yang
mencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai berikut :

1. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip dengan kertas
milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu fungsi penglihatannya.
Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil dengan lensa khusus.
2. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan
warna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan
kerusakan pada makula.
3. Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter spesialis
mata menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang kemudian akan
mengalir ke mata dan dilakukan pemotretan retina dan makula. Zat warna ini
memungkinkan melihat kelainan pembuluh darah dengan lebih jelas.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid

IX. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan dimaksimalkan dengan
alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski
penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer.
Ini penting karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.

Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram fluorosen
memperlihatkan membrane neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat)
terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membrane tersebut dengan terapi laser argon.
Membrane vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser
argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan dengan menyuntikkan
secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser\ nontermal saat
sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membrane subfovea. Molekul yang teraktivasi
menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi ini dapat
terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk
pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa
parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat
membrane neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (? 200 um dari bagian tengah
zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat ditentukan
dengan tepat lokasi dan batas-batas membrane neovaskular yang kemudian diablasi secara total
oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di
atasnya tetapi bermanfaat apabila membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea (? 200
um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah
fotokoagulasi membrane neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di
dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.
Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat dengan
Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatan

sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu
penglihatan kurang.
Tindakan bedah yang mungkin dikerjakan adalah pengambilan CNV subretina, serta
translokasi

makula. Beberapa penelitian mengenai ekstraksi membrane CNV subretina

mendapatkan bahawa hasil akhir visus tidak lebih dari 6/60. Tetapi cara ini dapat disarankan
pada penderita yang tidak berhasil dengan PDT. Terdapat tindakan bedah lain yang mungkin
dikerjakan iaitu translokasi makula. Translokasi makula adalah suatu istilah yang merujuk
kepada tindakan mengablasi makula dengan sengaja dari epitel pigmen dibawahnya, untuk
selanjutnya memindahkannya ke tempat lain. Walaupun teknik ini menjanjikan untuk kondisi
tertentu khususnya CNV, teknik optimal dan prognosis jangka panjangnya belum diketahui
Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan follow
up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan mengkomsumsi
multivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin C, beta caroten, asam cupric dan
zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran
hijau terbukti bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaan
merokok dikurangi dan dan pembatasn hipertensi.
Konsumsi obat-obat antioangiogenesis seperti VEGF-A, yang merupakan substansi
angiogenik utama dalam terbentuknya neovaskularisasi pada AMD. Obat yang pertama kali
digunakan adalah Na-pegabtanib (Macugen), obat ini memberikan perbaikan ketajaman
penglihatan pada 6% pasien. Setelah itu digunakan obat lain yaitu ranibizumab, yang lebih
memberikan kenaikan ketajaman penglihatan, karena mengikat kesemua bentuk aktif VEGF.
Bevacizumab, yang merupakan antibody monoclonal seperti ranibizumab, ternyata memberikan
hasil yang lebih menjanjikan karena mempunyai 2 binding sites terhadap VEGF.

X. PROGNOSIS

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan total sehingga aktivitas
dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudat lebih buruk di banding
dengan degenerasi makula tipe non eksudat. Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum
ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

Degenerasi makula. Diunduh dari: www.medicastore.com. 22 Maret 2011


Degenerasi makula. Diunduh dari: www.tanyadokter.com. 22 Maret 2011
Degenerasi makula. Diunduh dari: www.totalkesehatananda.com. 22 Maret 2011
Riley H D. Armsler grid testing. Diunduh dari : www.opt.indiana.edu. 24 Maret 2011

Anda mungkin juga menyukai