Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban Pecah Dini (premature rupture of membrane PROM) adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda - tanda persalinan.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 810% dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi sekitar 34% semua kelahiran
premature.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena
kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak
maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus
KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini
sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora
vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada
ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif
seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi
1

kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau


prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang
sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory
Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Defenisi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion sebelum terjadi

proses persalinan.
Dibedakan :

1. PPROM (preterm premature rupture of membranes) Ketuban pecah


pada saat usia kehamilan < 37 minggu
2. PROM (premature rupture of membranes) Ketuban pecah pada saat
usia > 37 minggu

Dalam beberapa literatur Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya


ketuban baik dalam kehamilan maupun persalinan sebelum pembukaan 3cm atau
sebelum fase aktif berlangsung, KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih
dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. KPD akan membuat volume likour amni
menurun bila berlangsung terus menerus. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, sehingga dapat menimbulkan gangguan
fungsi baik pada janin itu sendiri ataupun terhadap ibu.
2.2.

Epidemiologi
Beberapa peneliti melaporkan insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8-

10% dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %,
sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan terjadi sekitar 34% semua kelahiran
premature. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang
bulan dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi
yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan gejala

sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum
masaknya paru.
2.3.

Struktur Anatomi Selaput Ketuban


Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung

pembuluh darah atau saraf. Lapisan terdalam, terdekat janin, adalah epitel amnion.
Sel epitel ketuban mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein
noncollagenous (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal.
Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk
kerangka berserat utama amnion. Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh
sel-sel mesenchymal di lapisan fibroblast. Interstitial kolagen (tipe I dan III)
mendominasi dan membentuk bundel paralel yang menjaga integritas mekanik
amnion.
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri
dari sel-sel mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada
lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.
Lapisan intermediet (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara
amnion dan korion. Merupakan lapisan stress absorber. Pada lapisan ini banyak
terdapat proteoglikan dan glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak
seperti "spons" pada preparasi histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar
kolagen tipe III. Lapisan intermediet menyerap tekanan fisik dengan membiarkan
amnion untuk slide pada, dan melekat kuat pada desidua maternal.
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki gaya tarik yang
lebih besar. korion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas
yang diarahkan ke desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam
lapisan chorionic mengalami regresi.

Gambar 1. Selaput ketuban

2.4.

Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan

secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat


dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini.
2. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah
mendapatkan tekanan yang semakin tinggi.
3. Tekanan intra uterine yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli.

4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau


penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD
karena biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekomoni yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksusal misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu :
a. Faktor disproporsi antara kening dan panggul ibu
b. Faktor multi gravidita, merokok dan perdarahan anterpartum
c. Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin c
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar.

2.5.

Fungsi cairan amnion


1.
2.
3.
4.

Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
6

5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan


steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

2.6.

Patofisiologi KPD
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan

menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme serivikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang
dapat meningkatkan kontraksi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut
menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan
kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi
monosit/ makrofag yaitu sitokin, interleukin 1, faktor nekrosis tumor dan interleukin
6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin
yang ditemukan dalm cairan amnion juga akan merangsang sel-sel desidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.
Adanya kelamahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang diseksresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan
patogenik mempunyai kamampuan memproduksi protease dan kolagenase yang
menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear
secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa
infitrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi
bakteri dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipa III dan menyebabkan ketuban
pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk ketepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel

inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah


plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
Faktor Ibu
Faktor Janin

Serviks
Inkopeten

Gemeli

Multipara

Malposisi

Hidramnion

Berat Janin
berlebih

CPD, usia
Riwayat KPD

KELEMAHAN

Merokok

DINDING MEMBRAN
JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN AMNION


DAN KHORION SEBELUM TANDA
TANDA PERSALINAN

KETUBAN PECAH
DINI

INFEKSI PADA IBU

2.7.

Diangnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

laboratorium.
1. Anamnesis
8

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas
dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur
atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90%
sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar.
2. Pemeriksan Fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda-tanda infeksi, seperti suhu
badan meningkat dan nadi cepat.
3. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan vagina, bila
ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini
akan lebih jelas.
4. Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akan
tampak cairan dari orifisum uteri ekternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau lakukan
maneuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak cairan dari
ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior/posterior.
5. Pemeriksaan penunjang
b. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsistensi,
bau, pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban

mungkin juga urine atau secret vagina.


Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan tes lakmus
(nitrazine test). Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5.
Sekret vagina ibu memiliki PH 4 5, dengan kertas nitrazin ini tidak

terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif

palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.


Mikroskopis (tes pakis).

Jika
samar

tes
dapat

pemeriksaan

nitrazin masih
dilakukan
mikroskopis

dari cairan yang diambil dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan
diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning
menandakan cairan amnion
a. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion). Oligohidramnion
ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi
bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain
itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan
usia janin.

2.8.

Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin
bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari).

10

Jika umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air


ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.

Jika usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi,


tes busa negatif berikan dexametason IM 5mg setiap 6 jam sebanyak
4x, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi
pada usia kehamilan 37 minggu.

Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,


berikan tokolitik (salbutamol), deksametason IM 5mg setiap 6 jam
sebanyak 4x dan induksi persalinan setelah 24 jam.

Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan


lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin).

2. Aktif

Kehamilan 37 minggu dan taksiran berat janin (TBJ) 2500 gram, skor
pelvic 5, maka lakukan

induksi dengan oksitoksin. Bila gagal maka

lakukan seksio sesarea.

Pada kehamilan 37 dan taksiran berat janin (TBJ) 2500 gram, skor pelvic
5, keadaan ibu dan janin kurang baik ( terdapat tanda-tanda infeksi) dan
ketuban pecah 12 jam maka berikan antibiotic dosis tinggi dan kehamilan

PECAH
diakhiri denganKETUBAN
seksio sesarea.
Bila skor pelviks 5 lakukan induksi
persalinan.

DINI

-Anamnesis

-USG

-Faktor risiko

-Laboratorium

<37 Minggu

37 Minggu

<2500 gram

2500 gram

11

Konservatif

Aktif

Nilai pelvic

RAWAT :
-

Nilai tanda
infeksi
Antibiotic
Kortikosteroid

2.9.

Komplikasi

<5

>5

Seksio Sesarea

Pervaginam

Persalinan Prematur

12

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Korioamnionitis
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada
janin dan amnion chorion membran.
Tanda dan gejala
Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala korioamnionitis meliputi:
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 F atau> 37,8 C): Paling sering
2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)
3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)
4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina
5. Nyeri tekan pada uterus
6. Leukositosis ibu (jumlah leukosit darah hitung> 15,000-18,000 sel / uL)
Risiko sepsis neonatal meningkat ketika setidaknya 2 dari kriteria di atas

2.10.

Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang

mungkin timbul serta umur dari kehamilan, Semakin cepat dan tepat penanganannya
semakin baik prognosisnya. Begitu juga dengan umur kehamilan, semakin cepat

13

terjadinya Ketuban pecah dini pada kehamilan kurang dari 37 minggu semakin buruk
prognosisnya baik bagi ibu maupun janinnya.

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
14

Nama

: Ny. DMS

Umur

: 22 tahun

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMA

Nama suami

: Tn. RS

Umur

: 26 tahun

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Jawa

Pekerjaan

: Karyawan Swasta

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Jl. Dusun XVII Tambak Bayan

No RM

: 23/06/13

Tanggal masuk

: 06-04-2015

Pukul

: 04.15 WIB

ANAMNESIS
Ny. DMS, 22 tahun ,G1P0A0, istri dari Tn. RS, 26 tahun datang ke RS Haji Medan
pada tanggal 6 April 2015 pukul 04.15 WIB dengan :
KU

: Keluar air dari kemaluan

Telaah

: Hal ini dialami pasien sejak tanggal 06-04-2015 pukul 03.00 WIB.
Air berbau amis, warna putih jernih, dan tidak dapat ditahan. Os
mengatakan ganti celana > 2x dalam waktu tersebut. Os mengatakan
keluar cairan pada saat Os sedang beristirahat. Riwayat keluar lendir
darah dari kemaluan (-), riwayat mules-mules (-). BAK (+) normal,
BAB (+) normal. Riwayat keputihan selama kehamilan (-), riwayat

15

demam kahamilan (-), riwayat terjatuh terbentur di daerah perut (-),


riwayat berhubungan dengan suami pada saat kehamilan (+), riwayat
merokok (-).
RPO

: (+)

HPHT

: 20-06-2014

TTP

: 27-03-2015

Perkiraan usia kehamilan : 40 minggu 6 hari


ANC

: ke Bidan 4 kali

Riwayat persalinan

: 1. Hamil ini.

Riwayat KB

: tidak pernah

Riwayat Operasi

: tidak pernah

Status present
Keadaan Umum

: Baik, gizi kesan cukup

Sens

: CM

Anemis

: (-/-)

TD

: 120/80 mmHg

Ikterik

: (-/-)

HR

: 70 x/i

Dyspnoe

: (-)

RR

: 20 x/i

Sianosis

: (-)

: 36,50 C

Oedem

: (-)

TB
BB

: 160 cm
: 70 kg

Status Generalisata
Mata

: anemis -/-, ikterus -/-

Leher

: KGB tidak teraba

Thorax

: Cor : Bunyi jantung normal, reguler, bunyi tambahan (-)


Pulmo : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)
16

Abdomen

: distensi (-), BU (+) Normal, hepar tidak teraba, lien tidak


teraba

Ekstremitas

: akral hangat (+), edema (-/-)

Status Obstetri
Abdomen

: Membesar, asimetris

Leopold I

: 2 jari dibawah proc. Xypoideus (32cm)

Leopold II

: Kiri teraba punggung, kanan teraba bagian kecil

Leopold III

: Teraba bulat keras, melenting, bagian bawah kepala

Leopold IV

: Divergen, 4/5

Gerak janin

: (+)

HIS

: 2x20/10

DJJ

: 148 x/i, reguler

EBW

: 3100 gr

Inspeculo

Inspeksi

Dilakukan pemeriksaan nitrazin tes, dimana kertas lakmus merah berubah

: Tampak air menggenang di fornix posterior vagina

menjadi biru. Kesan : nitrazin tes (+) Air Ketuban (+)


VT

: Cervix 2cm
Promontorium tidak teraba
Linea Inominata teraba 2/3
Arcus Pubis Tumpul

17

Sacrum Cekung
Os Coccygeus mobile
ST

: Lendir darah (-), Air Ketuban (+)

Hasil laboratorium tanggal 06-04-2015 pukul 06.12 wib


Hematologi
Darah rutin
Nilai
Nilai Rujukan
Hemoglobin
11,9
12 16
Hitung eritrosit
4,2
3,9 - 5,6
Hitung leukosit
13.900
4,000- 11,000
Hematokrit
36,1
36-47
Hitung trombosit
243.000
150,000-450,000

Satuan
g/dl
10*6/l
/l
%
/l

Index eritrosit
MCV
MCH
MCHC

86,3
28,4
32,9

80 96
27 31
30 34

fL
pg
%

Hitung jenis leukosit


Eosinofil
Basofil
N.Stab
N. Seg
Limfosit
Monosit

1
0
0
86
10
3

13
01
2 6
5375
2045
48

%
%
%
%
%
%

Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu

80 mg/dL

Nilai Rujukan
< 140

Diagnosa Sementara
KPD + PG + KDR (40-42 minggu) + PK + JT+ AH + Inpartu
Lapor Supervisor dr. Muslich P, Sp.OG
Terapi :- IVFD RL 20 gtt/i
- Injeksi dexametason 3 amp singel dose
- Injeksi ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Rencana : - bed rest

18

- awasi vital sign, His, DJJ


Lapor supervisior dr. Muslich P, Sp.OG
Rencana Operasi : SC a/i Ketuban Pecah Dini
(Tanggal 6 April 2015 pukul 09.00 Wib)

Laporan SC a/i Ketuban Pecah Dini tgl 06-04-2015 Pukul 09.00 Wib
-

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan baik.
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan betadin dan alkohol 70% pada dinding

abdomen lalu ditutup dengan duck steril kecuali lapangan operasi.


Dibawah spinal anastesi dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, subkutis,

hingga tampak fascia.


Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting kekanan dan

kekiri, otot dikuakkan secara tumpul.


Peritonium dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting keatas dan kebawah

kemudian dipasang hack blast.


Tampak uterus primigravida, identifikasi SBR dan lig. Rotundum.
Lalu plica vesicouterina digunting kekiri dan kekanan dan disisihkan kebawah

arah blast secukupnya.


Selanjutnya dinding uterusd

iinsisi

secara

konkaf

sampai

menembus

subendometrium. Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan diperlebar


-

sesuai arah sayatan.


Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, apgar score 8-9, BB 3.400 gr, PB

52 cm, anus (+)


Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada fundus,

kesan lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dengan kassa steril terbuka

sampai tidak ada sisa selaput atau plasenta yang tertinggal. Kesan : bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus
dengan chromic catgut no.2.0,dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur

19

terkunci overhecting. Evaluasi tidak ada perdarahan. Reperitonealisasi dengan


-

plain catgut no.1.0


Klem peritonium dipasang, lalu kavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah

dan cairan ketuban. Kesan : bersih


Evaluasi tuba dan ovarium kanan kiri. kesan : normal.
Lalu peritoneum dijahit dengan plain catgut no.00. kemudian dilakukan jahitan
aproksimal otot dinding abdomen dengan plain cat gut no.00 secara simple /

continous
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan vycril

no.2/0.
Subkutis dijahit secara simple sutura dengan plain cat gut no.00
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vycril 2/0.
Luka operasi ditutup dengan kasa steril + betadin solusio.
Liang vagina dibersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga

bersih.
- Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda tanda perdarahan
Terapi : IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Cefotaxim
1amp/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25mg/12jam
Follow Up tanggal 7 April 2015 pukul 06.00 WIB
S : nyeri luka operasi
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 80x/menit
Dyspnoe
RR
: 24x/menit
Sianosis
T
: 36,5C
Oedem
SL : Abd
: Soepel
peristaltik
P/V
: TFU
: 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) via kateter
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Din i+ NH1

: -/: -/::::+

20

Terapi

: IVFD RL
Inj. Ceftriaxon
Inj. Ketorolac
Inj. Ditranex
Inj. Ranitidin

20gtt/menit
1gr/8jam
30 mg/8jam
500 mg/8jam
25 mg/12jam

Follow Up tanggal 8 April 2015 pukul 06.00 WIB


S : nyeri bekas operasi
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/80 mmHg
Ikterik
HR
: 88x/menit
Dyspnoe
RR
: 24x/menit
Sianosis
T
: 36,5C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+)
P/V
: TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) normal
BAB
: (-)
Flatus
: (+)
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH2
Terapi
: IVFD RL
20gtt/menit
Inj. Ceftriaxon
1gr/8jam
Inj. Ketorolac
30 mg/8jam
Inj. Ditranex
500 mg/8jam
Inj. Ranitidin
25 mg/12jam
Follow Up tanggal 9 April 2015 pukul 06.00 WIB
S : (-)
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 120/70 mmHg
Ikterik
HR
: 80x/menit
Dyspnoe
RR
: 22x/menit
Sianosis
T
: 36,7C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+)
P/V
:TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) normal
BAB
: (+) normal
Flatus
:+
ASI
: +/+

: -/: -/:::-

: -/: -/:::-

21

Diagnosa

: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH3

Follow Up tanggal 10 April 2015 pukul 06.00 WIB


S : (-)
O : Sensorium : Compos Mentis
Anemis
TD
: 110/70 mmHg
Ikterik
HR
: 82x/menit
Dyspnoe
RR
: 20x/menit
Sianosis
T
: 36,7C
Oedem
SL : Abd
: Soepel, peristaltik (+) N
P/V
:TFU
: 2 jari di bawah pusat
L/O
: Tertutup perban, kesan kering
BAK
: (+) N
BAB
: (+) N
Flatus
:+
ASI
: +/+
Diagnosa
: Post SC a/i Ketuban Pecah Dini + NH4

: -/: -/:::-

Rencana PBJ tanggal 14 April 2015

22

BAB IV
KESIMPULAN
Penyebab Premature ruptur of membran mempunyai dimensi multifaktorial
dan mempunyai banyak penyebab sesuai dengan penjabaran diatas. Untuk diagnosis
nya tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi pengeluaran cairan mendadak
disertai bau yang khas. Selain keterangan yang disampaikan dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar adalah air
ketuban, diantaranya adalah tes nitrazine.
Tata laksana penanganan, sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit. Diberikan
antibiotik,observasi tanda vital dan janin.Melakukan pemeriksaan air ketuban, kultur
dan bakteri. Bila pre term Prematur ruptur of membran terjadi berikan kortikosteroid
bila terdapat peningkatan suhu dan terjadi distres janin dapat dilakukan SC. Begitu
juga pada Prom Hamil aterm dengan kelainan obstetric yang tidak dapat dilakukan
per vaginam SC adalah tindakan yang tepat.
Pada kehamilan aterm tanpa kelainan obstetrik dapat dilakukan persalinan
pervaginam setelah melihat pematangan servik terlebih dahulu dengan bishop score.
Bila servik sudah matang dengan bishop score diatas 5 dapat langsung diinduks
dengan drip oksitosin, bila servik belum matang dapat dilakukan pematangan servik
dengan Prostglandin. Bila induksi berhasil dapat dilakukan persalinan pervaginam,
bila induksi gagal dengan berbagai macam penyebabnya dapat dilakukan SC.
Jadi pada pasien penyelesaian persalinan bisa :
-

Partus spontan

Ekstraksi vakum & Ekstraksi Forsep

Embriotomi bila anak sudah meninggal


23

Seksio sesarea bila ada indikasi obstetrik.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan

2.

Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta :Direktorat Kesehatan Keluarga, 2007.


Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono

3.

Prawirohardjo, 2008.
Sihombing
F.
Ketuban

4.

http://reppository.usu.ac.id/bitstream/Plasenta Previa.PDF Accessed 2015.


Harlayana C. KPD 2012. Available from http://scribd.com/bitstream/Refarat

5.

Plasenta Previa.PDF Accessed 2015.


Gabbe :Obstretics Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright 2002

6.

Churchil Livingstone, Inc.


Mochtar R. Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG.

Pecah

Dini

2012.

Available

from

Jakarta : EGC, 2002

24

Anda mungkin juga menyukai