Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh
udara dan dilapisi oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah
berbatasan dengan membran timpani, sedangkan pada bagian medial berbatasan
dengan dinding lateral telinga dalam. Teinga tengah terdiri dari dua bagian, yaitu
kavum timpani yang secara langsung berbatasan langsung dengan membran
timpani dan resessus epitimpanika pada bagian superior.
Telinga tengah terhubung dengan area mastoid pada bagian posterior dan
nasofaring melalui suatu kanal yang disebut tuba Eustachius (pharyngotympanic

Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah


(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K.,2010. Ear Infection Acute Images: Ear anatomy. Adam,
Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/images/adam/big/ 1092.jpg [Diakses 25 Maret
2011])

Universitas Sumatera Utara

tube) pada bagian anterior. Kondisi ini memungkinkan transmisi getaran dari
membran timpani melalui telinga tengah hingga mencapai telinga dalam. Hal ini
dapat tercapai oleh adanya tulang-tulang yang dapat bergerak dan saling
terhubung sehingga menjembatani ruang di antara membran timpani dan telinga
tengah. Tulang-tulang ini disebut juga osikulus auditorius, terdiri dari malleus
(terhubung dengan membran timpani), incus (terhubung dengan malleus melalui
persendian sinovial), dan stapes (terhubung dengan incus melalui persendian
sinovial dan melekat pada bagian lateral telinga dalam pada jendela oval).
Osikulus auditorius tersebut berfungsi untuk mentransmisikan getaran suara yang
dihantarkan dari membran timpani ke telinga dalam (Tortora dkk, 2009; Drake
dkk, 2010).

2.2 ANTRUM MASTOID & TUBA EUSTACHIUS


Ada beberapa daerah yang berdekatan dan secara langsung terhubung
dengan telinga tengah. Kedua daerah ini adalah antrum mastoid dan tuba
Eustachius. Berbeda dengan yang lain, kedua area ini tidak memiliki membran
pembatas sehingga langsung terhubung dengan telinga tengah.
Area mastoid yang berada di dekat telinga tengah adalah antrum mastoid
yang merupakan kavitas yang terisi dengan sel-sel mastoid yang berisi udara di
sepanjang pars mastoideus dari tulang temporal, termasuk bagian prossessus
mastoideus. Sesuai dengan yang disebutkan diatas, antrum mastoid berhubungan
dengan resessus epitimpanika pada bagian posterior melalui aditus. Antrum
mastoid juga berbatasan dengan fossa kranial media hanya oleh tegmen timpani.
Membran mukosa yang melapisi sel udara mastoid bersambungan dengan
membran mukosa yang melapisi telinga tengah. Oleh karena itu, otitis media
dapat dengan mudah menyebar ke area mastoid.
Seperti yang sudah disebutkan, tuba Eustachius (pharyngotympanic tube)
menghubungkan nasofaring dan telinga tengah serta menyetarakan tekanan pada
kedua sisi membran timpani. Muara tuba Eustachius yang terletak di telinga
tengah berada pada dinding anterior dan dari sini akan memanjang ke arah depan,

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Antrum Mastoid


(sumber: Adaptasi dari Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M., 2010. Head and Neck. In :
Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. Grays Anatomy for Students International Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 908.)

medial, dan ke bawah hingga memasuki nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari
dua bagian, yaitu :
1.bagian yang memiliki struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga mendekati
telinga tengah
2.bagian yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua pertiga
yang mendekati nasofaring
Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup. Dengan adanya
kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba Eustachius dapat terbuka pada saat
menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan tekanan
atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani (Levine dkk, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Tuba Eustachius


(sumber: Adaptasi dari Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M., 2010. Head and Neck. In :
Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. Grays Anatomy for Students International Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 909.)

2.3 OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


2.3.1 Definisi & Etiologi OMA
Otitis media akut (OMA) atau Otitis Media Supuratif Akut (OMSA)
adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid yang berlangsung kurang dari tiga minggu. (Aboet, 2006; Djaafar,
2007; Donaldson, 2010).
Salah satu penyebab OMA yang cukup sering adalah infeksi oleh berbagai
mikroorganisme. Aboet (2006) dan Ramakrishnan,dkk (2007) menyatakan bahwa
S. pneumoniae, H. influenzae, dan M. catarrhalis merupakan penyebab utama
OMA. Hal yang sama juga didapati oleh Donaldson (2010), yang mendapati
bahwa ketiga organisme tersebut merupakan patogen yang paling sering

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan OMA, ditambah dengan Streptococcus pyogenes. Donaldson


mendapati bahwa patogen tersebut merupakan mikroorganisme yang sering

Gambar 2.4. Otitis Media Akut (OMA)


(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection Acute Images: Middle ear infection
(otitis media). Adam, Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/ images/adam/big/19324.jpg
[Diakses 25 Maret 2011]

menyebabkan OMA pada anak-anak, terutama pada pasien usia kurang dari 6
minggu. S. pneumoniae dan H. influenzae merupakan patogen yang paling sering
menyebabkan OMA dan invasif pada anak-anak dan paling sering menyebabkan
rekurensi OMA. S. pneumoniae sendiri sebenarnya merupakan patogen yang
paling sering menjadi penyebab OMA untuk berbagai usia. Sementara itu, H.
influenzae terutama terjadi pada anak-anak usia pra-sekolah. M. catarrhalis juga
dilaporkan menyebabkan OMA, meskipun tidak sering dan pada dasarnya
merupakan flora normal dari traktus respiratorius atas. Streptococcus pyogenes
merupakan patogen yang juga dilaporkan memicu OMA, meskipun tingkat

Universitas Sumatera Utara

kekerapannya tidak setinggi tiga patogen sebelumnya. Meskipun demikian,


patogen ini dapat memicu nekrosis yang cukup cepat dan signifikan dibandingkan
patogen lainnya pada telinga tengah, yaitu perforasi yang moderat atau besar.
Patogen lain yang pernah ditemukan memicu OMA adalah Staphylococcus
aureus, Streptococcus viridans, M. tuberculosis, Chlamydia pneumonia, dan
Pseudomonas aeruginosa.

Tabel 2.1. Mikroorganisme Yang Pernah Dilaporkan Menyebabkan OMA


Mikroorganisme

(%)

Deskripsi Tambahan

S. pneumoniae

40 - 50

Paling sering adalah serotipe 19F, 23F, 14, 6B,


6A, 19A, dan 9V

H. influenzae

30 - 40

memproduksi - lactamase

M. catarrhalis

10 - 15

memproduksi - lactamase

Streptococcus

Umumnya terjadi pada anak-anak dan sering

grup A

berkaitan dengan perforasi membran timpani


dan mastoiditis

Basil gram-

Terjadi pada pasien neonatus, imunosupresi,

negatif
Virus

dan OMSK
<10

Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus,


rhinovirus, dan influenza virus

Lain-lain

Jarang

Mycoplasma

pneumoniae,

Chlamydia

pneumoniae, Chlamydia trachomatis


(pada bayi usia kurang dari enam bulan), M.
tuberculosis (di negara berkembang), parasit
(Ascariasis),

infeksi

jamur

(Candidiasis,

Aspergillosis, Blastomycosis)
(sumber: Adaptasi dari Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and
Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1652.)

Universitas Sumatera Utara

Selain bakteri, virus juga memiliki asosiasi yang cukup kuat dengan
terjadinya OMA, yaitu Respiratory Syncytial Virus (RSV). Infeksi virus di daerah
nasofaring merupakan salah satu bagian dari patogenesis OMA, meskipun peran
virus ini secara lengkap belum sepenuhnya dimengerti. Invasinya di daerah
tersebut akan menyebabkan inflamasi pada bagian orifisium dan mukosa tuba
Eustachius dan memfasilitasi bakteri lain untuk menginvasi telinga tengah. Infeksi
saluran nafas atas yang sering disebabkan oleh virus ini sering berkembang
menjadi OMA. Meskipun demikian, virus tersebut jarang ditemukan sebagai
patogen di dalam telinga tengah pasien OMA. Umumnya, infeksi virus terjadi
pada kasus OMA secara koinfeksi dengan bakteri tertentu dan kasus OMA seperti
ini telah terjadi sebanyak lebih dari empat puluh persen anak-anak yang
mengalami OMA. Kondisi ini juga diperkirakan merupakan suatu bukti bahwa
kondisi sinergi antara infeksi virus dan bakteri secara bersamaan merupakan salah
satu dasar terjadinya OMA.

2.3.2 Faktor Resiko OMA


Faktor genetik, infeksi, aspek imunologi, dan faktor lingkungan
merupakan beberapa faktor predisposisi yang dapat memicu terjadinya OMA.
Pada beberapa situasi tertentu, alergi atau infeksi saluran nafas atas dapat
menyebabkan kongesti dan pembengkakan dari mukosa nasal, nasofaring, dan
tuba Eustachius. Hal ini dapat memicu obstruksi tuba Eustachius dan membuat
cairan sekresi di telinga tengah terakumulasi. Infeksi sekunder oleh bakteri dan
virus pada efusi tersebut dapat menghasilkan supurasi dan tanda-tanda OMA
(Ramakrishnan dkk, 2007).
Emonts,dkk (2007) menemukan adanya keterkaitan yang cukup kuat
antara faktor genetik sehingga dapat mengakibatkan OMA, bahkan sering terjadi
secara rekuren. Studi yang dilakukannya menunjukkan adanya keterkaitan gen
imunoresponsi TNFA, IL6, IL10, dan TLR4 dalam kecenderungan terjadinya
OMA dan hal ini juga membuat OMA terjadi secara episodik.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Faktor Resiko Yang Berkaitan Dengan Kejadian OMA


Faktor Resiko

Komentar

Usia

Insidensi maksimal berkisar antara enam sampai 24 bulan,


karena tuba Eustachius lebih pendek dan lebih landai. Fungsi
fisiologis dan imunologi yang masih rendah membuat anak
rentan terkena infeksi

Breastfeeding

Menyusui minimal tiga bulan dapat memberikan proteksi pada


anak, disamping kandungan yang ada pada ASI

Penitipan anak

Kontak dengan beberapa anak dapat meningkatkan penyebaran


virus dan bakteri

Etnis

Anak-anak Amerika, Alaska, dan Inuit Kanada memiliki


insidensi yang lebih tinggi

Paparan asap rokok

Insidensi meningkat dengan adanya asap rokok dan polusi


udara

Jenis Kelamin

Laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi

Riwayat penghuni

Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

rumah >1
Pemakaian dot

Insidensi meningkat

Riwayat antibiotik

Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

Riwayat OMA

Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat

Musim

Insidensi meningkat di musim gugur dan musim dingin

Patologi lain yang

Insidensi meningkat pada anak-anak dengan rinitis alergi, cleft

mendasari

palate, dan Down syndrome

(sumber: Adaptasi dari Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and
Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1651.)

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Usia Sebagai Salah Satu Faktor Resiko OMA


Pada kondisi normal, telinga tengah biasanya dijaga agar tetap steril,
sekalipun terdapat mikroorganisme di nasofaring dan faring yang dapat
bermigrasi ke telinga tengah. Hal ini disebabkan silia mukosa tuba Eustachius,
enzim, dan antibodi secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mencegah
masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Hal ini juga berlaku pada saat
seseorang mengalami infeksi saluran nafas atas. Selain itu, enzim penghasil
mukus, seperti muramidase, dan antibodi juga merupakan tambahan dalam
mekanisme proteksi telinga tengah yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
bila telinga terpapar dengan patogen pada saat menelan. Di sisi lain, telinga
tengah juga memiliki anyaman kapiler subepitel pada bagian permukaannya yang
penting karena menyediakan faktor humoral, leukosit polimorfonuklear, dan sel
fagosit lainnya. Keseluruhan sistem proteksi ini akan dapat melindungi telinga
tengah dari berbagai infeksi jika dapat berfungsi secara optimal (Levine dkk,
1997; Donaldson, 2010). Kegagalan salah satu atau kombinasi fungsi fisiologis
tersebut mengakibatkan terjadinya kecenderungan terjadinya OMA menjadi
meningkat.
Pada awal perkembangan anatomi dan fisiologi tubuh manusia,
mekanisme tersebut belum sepenuhnya matang pada masa neonatus, bayi, dan
anak-anak. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur anatomi dari tuba
Eustachius pada masa anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak, tuba
Eustachius lebih pendek, lebar, dan terletak cenderung lebih horizontal jika
dibandingkan tuba Eustachius pada orang dewasa (Djaafar dkk, 2007). Kondisi ini
membuat inflamasi pada tuba Eustachius menjadi sangat sering terjadi pada anakanak. Inflamasi tersebut akan memicu gangguan fisiologis tuba Eustachius dalam
memproteksi telinga tengah sehingga kecenderungan terjadinya infeksi pada
telinga tengah meningkat. Seiring dengan perkembangan anak-anak, tuba
Eustachius akan bertambah panjang dan sempit serta lebih mengarah ke medial
sehingga fisiologi tuba Eustachius akan lebih adekuat. Oleh karena itu, secara
umum insidensi OMA akan menurun seiring dengan peningkatan usia manusia
(Levine dkk, 1997). Selain itu, kejadian OMA juga didukung oleh gangguan

Universitas Sumatera Utara

sistem imun pada tubuh pasien (Djaafar, 2007). Kombinasi keseluruhan dari
seluruh fungsi fisiologis tersebut dapat memicu kejadian OMA.
Faktor imunologis pada tuba Eustachius juga berperan dalam terjadinya
OMA. Maturitas perkembangan sistem imun pada anak masih sangat minimal dan
sedang berkembang, termasuk dalam proses pembentukan Immunoglobulin (Ig) di
dalam tubuh. Rendahnya IgA, IgG2, dan IgG4 pada anak, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, meningkatkan kecenderungan terjadinya OMA pada anak
dibandingkan kalangan usia yang lebih tua. Hal ini juga ditemukan pada anakanak yang mengalami kelainan immunodefisiensi kongenital, seperti pada kasus
Down Syndrome. Kondisi immunodefisiensi ini menyebabkan OMA karena
infeksi lebih rentan terjadi pada usia yang lebih muda. Hal yang berbeda terjadi
pada orang dewasa, dimana perkembangan sistem immunologis telah berkembang
lebih adekuat sehingga invasi mikroorganisme dapat diantisipasi lebih baik
(Donaldson, 2010).
Secara umum, angka kejadian OMA bervariasi pada berbagai tingkat usia
manusia. Donaldson di dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak-anak berusia
6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang
seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Pada usia
yang lebih tua, beberapa anak cenderung tetap mengalami OMA dengan
persentase kejadian yang cukup kecil dan terjadi paling sering pada usia empat
tahun dan awal usia lima tahun. Setelah gigi permanen muncul, insidensi OMA
menurun dengan signifikan, walaupun beberapa individu yang memang memiliki
kecenderungan tinggi mengalami otitis tetap sering mengalami episode
eksaserbasi akut hingga memasuki usia dewasa. Kadang-kadang, individu dewasa
yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun
mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya
infeksi virus juga mengalami OMA (Donaldson, 2010).
Kaneshiro, Lanphear, dan Donaldson melakukan suatu studi yang juga
mempertimbangkan faktor usia dengan terjadinya OMA. Kaneshiro menyatakan
bahwa OMA merupakan penyakit yang umum terjadi pada bayi, balita, dan anakanak, sedangkan kasus OMA pada orang dewasa juga pernah dilaporkan terjadi,

Universitas Sumatera Utara

namun dengan frekuensi yang tidak setinggi pada anak-anak (Kaneshiro, 2010).
Di Amerika Serikat, Lanphear, dkk menyatakan bahwa otitis media merupakan
diagnosis yang paling sering ditegakkan pada anak-anak pra-sekolah, bahkan
kejadiannya meningkat selama dekade terakhir (Lanphear dkk, 1997). Donaldson
(2010) bahkan menunjukkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami 1 kali
serangan OMA sebelum usia 2 tahun. Di Kanada, Dube, dkk (2011) melakukan
studi di Quebec dan mendapatkan bahwa pada usia 3 tahun, 60-70% anak telah
mengalami minimal 1 kali episode OMA.

Gambar 2.5. Perbandingan Tuba Eustachius Pada Anak dan Dewasa


(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K., 2010. Ear Infection Acute Images: Eustachian tube.
Adam, Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/images/adam/big/19596.jpg [Diakses 25
Maret 2011)

Berbeda dengan para peneliti sebelumnya, Balzanelli, Yonamine, dan


Geyik mengobservasi penelitian yang berbeda mengenai kasus OMA pada orang
dewasa. Balzanelli dkk (2003) pada tahun 1993-2000 menemukan 11 pasien
OMA yang berusia antara 21-71 tahun Di Brazil, Yonamine, dkk dalam studinya
mengemukakan bahwa estimasi insidensi OMA pada orang dewasa berkisar

Universitas Sumatera Utara

0,004% dan progresivitas kasus OMA umumnya lebih berat pada orang dewasa
(Yonamine dkk, 2009). Hal ini berbeda dengan kasus OMA pada anak-anak,
karena meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat
membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan
antibiotik tertentu, kecuali adanya indikasi lain (Bylander dkk, 2007). Geyik, dkk
(2002) dalam studinya di Turki mendapatkan 56 kasus OMA pada orang dewasa.

2.3.4 Patofisiologi OMA


Secara umum, OMA didasari inflamasi pada tuba Eustachius. Hal yang
paling sering memicu kondisi tersebut sehingga terjadi OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas yang melibatkan nasofaring, walaupun beberapa kondisi
lainny seperti infeksi (terutama infeksi virus), alergi, dan kondisi inflamasi
lainnya yang berkaitan dengan tuba Eustachius juga akan memicu manifestasi
yang sama. Manifestasi inflamasi dalam hal ini akan menjalar dari nasofaring
hingga mencapai ujung medial tuba Eustachius atau secara langsung terjadi di
tuba Eustachius, sehingga memicu stasis sehingga mengubah tekanan di dalam
telinga tengah. Di sisi lain, stasis juga akan memicu infeksi bakteri patogenik
yang berasal dari nasofaring dan masuk ke dalam telinga tengah dengan cara
refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif. Beberapa variasi juga terdapat pada anakanak yang cenderung mengalami otitis (otitis-prone children). Pada pasien ini,
adanya gangguan neuromuskular atau atau abnormalitas pada tuba Eustachius
(tuba Eustachius cenderung terbuka) membuat konten nasofaring dapat dengan
mudah mengalami refluks ke telinga tengah, termasuk bakteri patogenik yang
berada di nasofaring. Pada akhirnya, semua kondisi ini akan memicu reaksi
inflamasi akut yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi, invasi leukosit,
fagositosis, dan respon imun lokal yang terjadi di telinga tengah, yang akan
bermanifestasi pada gejala-gejala klinis OMA.
Infeksi virus pada telinga tengah cukup sering terjadi pada pasien OMA
dan umumnya diikuti dengan infeksi bakteri. Kondisi demikian disebabkan virus
memfasilitasi bakteri supaya melekat di mukosa dan memicu inflamasi. Dalam hal
ini, virus akan terlebih dahulu merusak lapisan mukosa sehingga mukosa menjadi

Universitas Sumatera Utara

terpapar dan kondisi ini akan memicu bakteri menjadi patogenik dengan cara
melakukan adhesi di permukaan mukosa nasofaring, tuba Eustachius, dan telinga
tengah yang sudah mengalami kerusakan. Data lain juga menunjukkan bahwa
kerusakan mukosa juga dapat diakibatkan endotoksin oleh invasi bakteri sehingga
pada akhirnya patogen dapat melekat di permukaan mukosa (Donaldson, 2010).

2.3.5 Diagnosis OMA


Kriteria diagnostik OMA mencakup adanya onset gejala yang cepat atau
akut, efusi telinga tengah, dan tanda serta gejala inflamasi telinga tengah, seperti
eritema membran timpani atau otalgia yang mempengaruhi tidur dan aktivitas
sehari-hari. OMA juga ditandai dengan kelainan pada membran timpani, yaitu
adanya penonjolan membran timpani, keterbatasan atau ketidakmampuan
pergerakan membran timpani, atau adanya air-fluid level di belakang membran
timpani. Pemeriksaan membran timpani untuk mengetahui kondisi tersebut dapat
diketahui dengan menggunakan kombinasi otoskopi, otoskopi pneumatik, dan
timpanometri. Gejala non-spesifik seperti demam, sakit kepala, iritabilitas, batuk,
rinitis, anoreksia, emesis, dan diare umum terjadi pada bayi dan anak-anak.
Otalgia jarang terjadi pada anak-anak berusia kurang dari dua tahun dan lebih
sering terjadi pada remaja dan dewasa (Ramakrishnan, 2007). Secara lebih akurat,
Timpanocentesis merupakan gold standard untuk mengetahui mengidentifikasi
patogen spesifik yang menyebabkan OMA (Linsk dkk, 2002). Hal ini diperlukan
untuk mengetahui antibiotik serta terapi lain yang diperlukan untuk pasien OMA.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai