4. Pengosongan lambung
5. Induksi enzim/hambatan oleh obat/makanan lain
6. Interaksi dengan obat lain, dan sebagainya (Anonim, 2008).
Rikha Sarah : Pemeriksaan Ketersediaan Hayati Dari Tablet Ibuprofen Pada
Hewan Kelinci, 2009.
2.4 Bioekivalensi
Alasan utama dilakukannya studi bioekivalensi oleh karena produk obat
yang dianggap ekivalen farmasetik yang sebanding pada penderita.
Persyaratan
bioekivalensi diberlakukan oleh FDA atas dasar sebagai berikut:
1. Adanya fakta dari percobaan klinik yang terkendali dengan baik atau
pengamatan terkendali pada penderita yang menyatakan bahwa berbagai
produk obat tidak memberi efek terapetik yang sebanding.
2. Adanya fakta dari studi bioekivalensi yang terkendali dengan baik yang
menyatakan bahwa produk-produk tersebut bukan merupakan produk obat
yang bioekivalen.
3. Adanya fakta bahwa produk-produk obat memperlihatkan rasio terapetik
yang sempit dan konsentrasi efektif minimum dalam darah, serta
penggunaannya secara aman dan efektif memerlukan titrasi dosis yang
cermat dan memerlukan pemantauan penderita.
4. penetapan secara medik oleh yang berwenang menyatakan bahwa suatu
kekurangan bioekivalensi akan menyebabkan suatu efek yang tidak
dikehendaki yang membahayakan dalam pengobatan atau pencegahan
suatu penyakit atau kondisi-kondisi yang parah.
5. Sifat-sifat fisikokimia sebagai berikut:
a. Bahan obat aktif mempunyai kelarutan rendah dalam air, misal lebih
kecil dari 5 mg/ml.
b. Laju pelarutan dari satu atau lebih produk rendah, misal lebih kecil
dari 50 % dalam 30 menit bila diuji dengan metode umum yang
ditetapkan oleh FDA.
Rikha Sarah : Pemeriksaan Ketersediaan Hayati Dari Tablet Ibuprofen Pada
Hewan Kelinci, 2009.
e. Bahan obat aktif atau bagian terapetik tidak stabil dalam bagian
tertentu saluran cerna dan memerlukan penyalutan atau formulasi
tertentu (misal, dapar, salut enterik, dan salut film ) untuk memastikan
absorpsi yang cukup.
f. Produk obat yang mengikuti kinetika yang bergantung dosis (dosedependent kinetics) dalam atau dekat rentang terapetiknya, dan laju
serta jumlah absorpsi mempengaruhi bioekivalensi (Shargel, 2005).
2.5 Absorpsi
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul
obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati
sawar
biologik (Aiache, et al., 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting
untuk
akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat
mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati
berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur
lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel,
2005).
Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan
biologis.
Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat
terabsorpsi.
Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan
gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis obat masuk ke
peredaran
sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk
sediaannya.
Secara ringkas proses biofarmasetik digambarkan dalam gambar 1 (Joenoes,
2002).
Senyawa yang terdapat dalam plasma salah satu diantaranya adalah protein
plasma yang merupakan senyawa dengan ukuran molekul besar. Protein yang
terdapat dalam plasma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu albumin
dan globulin (Sadikin, 2002).
Protein yang terkandung dalam serum dan plasma tidak sama. Plasma
meliputi semua jaringan dari tubuh, termasuk elemen selular dari darah.
Diduga
bahwa obat dalam plasma berada pada kondisi yang equilibrium yang dinamis
dengan jaringan, sehingga perubahan konsentrasi obat dalam plasma akan
menggambarkan perubahan konsentrasi obat di jaringan (Shargel, 2005).
Ikatan antara zat aktif dan protein plasma tidak terlalu kuat, tetapi
fenomena
tersebut berperan pada penyebaran zat aktif dalam jaringan, karena
konsentrasi zat
terikat tidak aktif, tetapi ikatan ini hanya bersifat sementara. Bila
sebagian bentuk
bebas dimetabolisme dan atau ditiadakan, maka bentuk terikat akan
melepaskan
bentuk bebasnya. Jadi ikatan plasma memperbaiki efek farmakologik dengan
memperpanjang efek obat dan mengurangi intensitas efek awal (Aiache, 1993).
2.7 Spektrofotometri
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik
yang
sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi ultraviolet,
cahaya
tampak, inframerah dan srapan atom. Untuk serapan ultraviolet, daerah
spektrumnya adalah 190 nm hingga 380 nm, sedangkan untuk serapan cahaya
tampak, daerah spektrumnya adalah 380 nm hingga 780 nm (Depkes RI, 1995).
2.7.1 Hukum Lambert-Beer
Daya dari suatu berkas radiasi akan berkurang sehubungan dengan jarak
yang ditempuhnya melalui medium penyerap. Daya tersebut juga akan berkurang
sehubungan dengan kadar molekul atau ion yang terserap dalam medium
tersebut
(Depkes RI, 1995).
Hukum Lambert-Beer adalah hubungan linieritas antara absorban dengan
konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:
A = . b. C
A = absorban (serapan)
= koefisien ekstingsi molar (M-1cm-1)
b = tebal kuvet (cm)
C = konsentrasi (M)
Pada beberapa buku ditulis juga:
Rikha Sarah : Pemeriksaan Ketersediaan Hayati Dari Tablet Ibuprofen Pada
Hewan Kelinci, 2009.
10.
massa molar
A = E. b. C
menyerap energi radiasi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak, apabila
gugus
tersebut terikat pada suatu residu jenuh yang tidak menyerap radiasi.
Ausokrom
adalah gugus fungsi yang memiliki electron non-bonding (bukan ikatan).
Gugus
ini menyerap radiasi ultraviolet jauh dan tidak menyerap radiasi pada
panjang
gelombang lebih besar dari 200 nm (Ingle dan Crouch, 1988).
Analisis data
Tujuan utama penilaian bioekivalensi adalah untuk menghitung
perbedaan bioavailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna secara klinik. Jika pada to
ditemukan obat dengan kadar 5% Cmax, maka data dari subyek ini dapat dimasukkan
dalam analisis tanpa penyesuaian.
Tetapi jika Co ini > 5% Cmax maka subyek ini harus dikeluarkan
dari analisis.
Jika subyek muntah pada atau sebelum 2 x median t max, pada studi BE untuk produk
lepas cepat, maka data subyek ini harus dikeluarkan dari analisis. Pada studi BE untuk
produk lepas lambat, data subyek yang. muntah kapan saja harus dikeluarkan.
Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuang jika tidak ada alasan yang kuat
bahwa telah terjadi kesalahan teknis. Analisis data harus dilakukan dengan dan tanpa
nilai- nilai tersebut dan harus dikaji dampaknya terhadap kesimpulan studi, Harus dicari
penjelasan medis atau farmakokinetik untuk
observasi demikian.
5. 12, 1. Analisis statistik
a, Dari data darah
- Parameter bioavailabilitas. yang dibandinqkan
untuk penilaian bioekivalensi adalah AUC, C max dan tmax
- Cara menghitung AUC0-t ; AUC0- , t1/2
- Data yang bergantung pada kadar yakni AUC dan C max, harus ditransformasi
logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan analisis statistik karena kinetik
obat mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh
distribusi yang normal dan varians yang homogen. Selanjutnya nilai- nilai ln AUC
ke-2