Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial
Di
S
U
S
U
N
OLEH :
Kelompok

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan
RahmatnyA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah kami yang berjudul
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih dan semoga makalah ini bisa memberikan manfaat positif
bagi kita semua.

1. Mahkamah Agung
1.Pengertian Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah agung adalah lembaga tertinggi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha Negara.
Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009
tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya
UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara
substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya
cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas
pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang direview tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam
undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan
aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.
Mahkamah Agung terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang
sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Jumlah
hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri
dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua
Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang
nonyudisial. Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua
muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil
ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda
pengawasan.
Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh
Presiden. Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang.
Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem non karier. Calon hakim agung
diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian
mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Tugas Hakim
Agung adalah Mengadili dan memutus perkara pada tingkat Kasasi.

B. Tugas Mahkamah Agung


Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun
1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undangundang.

C. Fungsi Mahkamah Agung


Fungsi Mahkamah Agung menurut UUD 1945 ada 5, yaitu:
A. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali, menjaga agar semua
hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara
adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir

Semua sengketa tentang kewenangan mengadili. Permohonan


peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang
Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang
Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan
Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undangundang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
B. Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan,
tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara
(Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun
1970). Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan
Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan
Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal
yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran
dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan
(Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
C. Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
D. Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbanganpertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37
Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian
atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun
1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi.

Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi


sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.

D. Wewenang Mahkamah Agung


Menurut Undang-undang Dasar 1945, wewenang Mahkamah Agung adalah:
1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir
oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung.
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undangundang.
c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang./
d. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
e. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi.

2. Mahkamah Konstitusi
A. Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah konstitusi pada dasarnya adalah sebuah mahkamah ketatanegaraan yang
sesungguhnya adalah sebuah mahkamah politik. Seperti halnya peradilan tata usaha negara
yang tidak ada upaya paksa dalam pelaksanaan putusannya kecuali diserahkan pada
kepatuhan terhadap hukum dari lembaga atau pejabat negara yang dikenai putusan itu.
Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa:
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Permohonan adalah permohonan yang diatur secara tertulis kepada Mahkamah
Konstitusi mengenai :
1. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diatur oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pembubaran partai politik.
4. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pembentukan mahkamah konstitusi diperlukan untuk menegakkan prinsip negara
hukum Indonesia dan prinsip konstitusionalisme. Artinya tidak boleh ada undang-undang

dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan undang-undang


dasar sebagai puncak dari tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Dalam rangka
pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar dibutuhkan sebuah mahkamah
dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas hukum. Tugas mahkamah konstitusilah
yang menjaga konstitusionalitas hukum itu.
Pembentukan mahkamah konstitusi juga terkait dengan penataan kembali dan
reposisioning lembaga-lembaga negara yang sebelum perubahan UUD 1945 berlandaskan
pada supremasi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD
1945 yang sebelum perubahan berbunyi Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, diubah menjadi
Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar,
telah membawa implikasi yang sangat luas dan mendasar dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Artinya, sebelum perubahan, kedaulatan rakyat berpuncak pada MPR, dan
MPR-lah sebagai penyelesaian final atas setiap masalah ketatanegaraan yang muncul baik
atas konstitusionalitas dari suatu undang-undang maupun penyelesaian akhir sengketa
antar lembaga negara. Dengan dasar konsepsional inilah ketetapan MPR RI No. III Tahun
2000 menentukan bahwa pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar
dilakukan oleh MPR dan setiap lembaga negara melaporkan penyelenggaraan kinerjanya
kepada MPR setiap tahun.

Tugas Mahkamah Konstitusi


Sesuai dengan Pasal 24 (c) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang
mengadili orang atau badan seperti mahkamah agung (MA).
Melainkan, tugas Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut :
Mengadili sistem dan institusi negara.
Cermin dari sistem kenegaraan, terwujud dalam bentuk undang-undang. Sedangkan
institusi negara menurut UUD 1945 disebut dengan lembaga negara. Maka dari itu,
selain bertugas dan berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar.

Menguji sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya


diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
Memutus pembubaran partai politik.
Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu.
Mahkamah Konstitusi baru bisa mengadili orang, hanya dalam kasus Impeachment.
Jadi orang itu adalah Presiden dan atau Wakil Presiden. Bila memang terjadi, Mahkamah
Konstitusi berwenang menggelar forum previligeatum (pengadilan khusus) bagi Presiden
dan atau Wakilnya. Apabila dalam pengadilan tersebut presiden dan atau Wapres terbukti
melanggar konstitusi, MK mengabulkan impeachment tersebut dan hasilnya diserahkan
ke MPR untuk mencabut mandatnya

B. Fungsi Mahkamah Konstitusi


Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
1.
Mahkamah Konstitusi berfungsi mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
2.
Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut Undang-Undang Dasar

C. Wewenang Mahkamah Konstitusi


Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan
Umum.
2. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :
a. Pengkhianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaiana
diatur dalam Undang-Undang.
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pudana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih
d. Perbuatan yang tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden
dan /atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ Wakil Presiden adalah syarat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan mahkamah konstitusi disepakati untuk ditentukan secara limitatif dalam
undang-undang dasar. Kesepakatan ini mengandung makna penting, karena mahkamah
konstitusi akan menilai konstitusionalitas dari suatu undang-undang atau sengketa antar
lembaga negara yang kewenangannya ditentukan dalam undang-undang dasar, karena itu
sumber kewenangan mahkamah konstitusi harus langsung dari undang-undang dasar.
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa Mk mempunyai 4 Kewenangan
Konstitusional yaitu :
1. Menguji undang-undang terhadap UUD
2. Memutuskan sengketa kewenangan antara lembaga yang kewenangannya diberikan
oleh UUD.
3. Memutuskan sengketa hasil pemilu
4. Memutuskan pembubaran partai politik .

3. Komisi Yudisial
A. Pengertian Komisi yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 22
tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon
hakim agung. Pembentukan Komisi Yudisial haruslah dilakukan dengan pengangkatan para
anggota Komisi Yudisial menurut tata cara yang diatur dalam Pasal 24B ayat (3) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi Anggota Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 maka ditetapkanlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial. Oleh karena itu sebelum Komisi Yudisial dibentuk sebagaimana
mestinya, perlu dibentuk terlebih dahulu tim seleksi Komisi Yudisial. Untuk itu Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 17 Januari 2005 telah menanda tangani Keputusan Presiden
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi
Yudisial. Atas dasar Keputusan Presiden inilah panitia akan melakukan proses seleksi dan
menjaring calon anggota Komisi Yudisial yang berkualitas, energik, potensial dan mengerti
hukum. Pada tanggal 8 Juni 2005, komisi III DPR menetapkan tujuh anggota Komisi Yudisial
(KY) melalui voting tertutup dalam rapat pleno khusus

B. Tugas Komisi Yudisial:


1. Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
2. Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
3. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku
Hakim
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada
Mahkamah Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

C. Fungsi Komisi Yudisial


1. Meningkatkan pengawasan proses peradilan secara transparan;
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka pengawasan dan
pembenahan sistem manajemen dan administrasi peradilan secara terpadu;
c. Menyusun sisem rekruitmen dan promosi yang lebih ketat;
d. Mengembangkan pengawasan terhadap proses rekruimen dan promosi;
e. Meningkatkan kesejahteraan hakim melalui peningkatan gaji dan tunjangantunjangan lainnya; dan
f. Membentuk Komisi Yudisial atau Dewan Kehormatan Hakim untuk melakukan
fungsi pengawasan
2. Bahwa sesuai dengan UUD 1945 (hasil perubahan ketiga), fungsi utama Komisi
Yudisial adalah:
a. mengusulkan pengangkatan hakim agung;
b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
Jadi fungsi tersebut sekaligus merupakan kewenangan langsung (direct
authority) yang diberikan oleh konstitusi. Dan pemberian fungsi langsung

tersebut tidak lepas dari koridor reformasi di segala bidang, khususnya reformasi
peradilan.

D. Wewenang Komisi Yudisial


Komisi Yudisial berwenang :
1.Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2.Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3.Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama
dengan Mahkamah Agung;
4.Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim (KEPPH).

4. Hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial


Model/bentuk hubungan tata kerja antara MA dengan KY, pada saat kedua
lembaga negara tersebut saling bekerjasama dan berhubungan secara fungsional
dalam rangka menyelenggarakan Kekuasaan Kehakiman yang merdeka, bersih, dan
berwibawa.
Dalam konteks Hukum Tata Negara pola hubungan antara lembaga-lembaga
negara dipahami sebagai suatu sistem hubungan dan tata kerja antara lembaga Negara
satu dengan lembaga negara lainnya. UUD 1945 dengan jelas membedakan cabangcabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif, dan judikatif yang
tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta
Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Konstitusi sebagai
lembaga-lembaga negara yang utama (main state organs, principal state organs).
Lembaga-lembaga negara dimaksud itulah yang secara instrumental mencerminkan
pelembagaan fungsi-fungsi kekuasaan negara yang utama (main state functions,
principal state functions), sehingga oleh karenanya lembaga-lembaga negara itu pula
yang dapat disebut sebagai lembaga negara utama (main state organs, principal state
organs, atau main state institutions) yang hubungannya satu dengan yang lain diikat
oleh prinsip checks and balances. Dengan demikian, prinsip checks and balances
itu terkait erat dengan prinsip pemisahan kekuasaan negara (separation of powers), dan
tidak dapat dikaitkan dengan persoalan pola hubungan antarsemua jenis lembaga
negara, seperti misalnya dalam konteks hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial.
Oleh karena itu, memahami hubungan antara lembaga negara dalam perspektif
checks and balances di luar konteks pemisahan fungsi-fungsi kekuasaan negara
(separation of powers), seperti dalam hubungan antara Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial, adalah tidak tepat. Walaupun benar bahwa Komisi Yudisial dapat diberi peran
pengawasan, maka pengawasan itu bukanlah dalam rangka checks and balances dan
juga bukan pengawasan terhadap fungsi kekuasaan peradilan, melainkan hanya
pengawasan terhadap perilaku individu-individu hakim.
Kedudukan Komisi Yudisial ditentukan pula dalam UUD 1945 sebagai komisi negara
yang bersifat mandiri, yang susunan, kedudukan, dan keanggotaannya diatur dengan
undang-undang tersendiri, sehingga dengan demikian komisi negara ini tidak berada di
bawah pengaruh Mahkamah Agung ataupun dikendalikan oleh cabang-cabang
kekuasaan lainnya. Dengan kemandirian dimaksud tidaklah berarti tidak diperlukan
adanya koordinasi dan kerja sama antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Dalam konteks ini, hubungan antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dapat
dikatakan bersifat mandiri tetapi saling berkait (independent but interrelated).

Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 berbunyi, "Calon hakim agung diusulkan
Komisi Yudisal kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan
selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Pengaturan yang demikian
menunjukkan keberadaan Komisi Yudisial dalam sistem ketatanegaraan adalah terkait
dengan. Mahkamah Agung Akan tetapi, Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 telah menegaskan
bahwa Komisi Yudisial bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan
sebagai supporting element atau state auxiliary. Oleh karena itu, sesuai dengan jiwa
(spirit) konstitusi dimaksud, prinsip checks and balances tidak benar jika diterapkan
dalam pola hubungan internal kekuasaan kehakiman. Karena, hubungan checks and
balances tidak dapat berlangsung antara Mahkamah Agung sebagai principal organ
dengan Komisi Yudisial sebagai auxiliary organ. Komisi Yudisial bukanlah pelaksana
kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supporting element dalam rangka
mendukung kekuasaan kehakiman yang merdeka, bersih, dan berwibawa, meskipun
untuk melaksanakan tugasnya tersebut, Komisi Yudisial sendiri pun bersifat mandiri.

4.

Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung


Hubungan Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitisi terkait dengan
materi perkara pengujian Undang-undang. Setiap perkara yang telah diregistrasi wajib
diberitahukan kepada Mahkamah Agung. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
pertentangan antara pengujian Undang-undang yang dilakukan Mahkamah Agung dengan
yang dilakukan Mahkamah Konstitusi. Mengenai sengketa antara kewenangan lembaga
negara, untuk sementara Mahkamah Agung dikecualikan. Alasannya adalah karena
pembentukan Undang-undang menganggap sebagai sesama lembaga pelaksana kekuasaan
kehakiman, tidak seharusnya Mahkamah Agung dijadikan pihak yang berperkara di
Makkamah Konstitusi. Putusan Mk sama dengan MA bersifat final, jika MA berperkara
khawatir nati tidak final lagi.

5.

Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Komisi Yudisial


Komisi Yudisial (Judicial Comission) yang diatur dalam UUD1945 pasal 24B
dan UU No 22 Tahun 2004 merupakan lembaga negara tambahan (auxiliary agency atau
auxiliary agent). Dengan demikian hubungan antara Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial bukanlah hubungan ketatanegaraan sehingga tidak bersifat staatsrechtelijk,
melainkan sebagai hubungan atributif yang bersifat menunjang dan administratif belaka.
Komisi Yudisial mempunyai wewenang dalam hal pengangkatan Hakim Agung dan
menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Dengan wewenang itu
KY dapat melakukan pemeriksaan disiplin dan etik, berkordinasi dengan MA dan hanya
"mengajukan usul penjatuhan sanksi kepada pimpinan MA dan atau pimpinan MK".

DAFTAR PUSTAKA

Zamroni, 2009. Sejarah Mahkamah Agung: (Online), (http/www.zamroni.com/40sejarah-mahkamah-agung.html, diakses tanggal 7 April 2011).
Anonim, 2012. Mahkamah Konstitusi (http://ayuannisasays.blogspot.com/2012/04/
tugas-dan-wewenang- mahkamah-konstitusi.html)
Anonim, 2012. Komisi Yudisial, http://bunghatta.ac.id/artikel/237/perspektif-fungsipengawasan-komisi-yudisial-pasca.html
Anonim, 2012. Mahkamah Agung,http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah-AgungIndonesia.
Anonim, 2012. Mahkamah Konstitusi,http://id.wikipedia.org/wiki/MahkamahKonstitusi-Indonesia.
Anonim, 2012. Komisi Yudisial, http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi-YudisialIndonesia.
Teguh, 2012. Hubungan MA dan KY, http://teguhalexander.blogspot.com/2008/12/
pola-hubungan-mahkamah-agung-dan-komisi.html

Anda mungkin juga menyukai