Anda di halaman 1dari 17

METODE CEPAT VISUALISASI DAN KUANTIFIKASI PEMBENTUKAN BIOFILM VIBRIO

CHOLERAE EL TOR MENGGUNAKAN SOFTWARE IMAGE-J


Asep awaludin Prihanto
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

Teknik visualisasi dan kuantifikasi biofilm menjadi sangat populer dan berkembang dalam beberapa
dekade terakhir. Beberapa metode visualisasi dan kuantifikasi biofilm menggunakan confocal laser
scanning microscopy (CLSM), transmission electron microscopy (TEM), scanning electron
microscopy (SEM) dan pendekatan fluorescence berdasarkan pewarna fluorogenik yang dimasukkan
pada bakteri pembentuk biofilm. Namun metode pengamatan penempelan bakteri pada proses
pembentukan biofilm tersebut masih merupakan metode yang relatif mahal dan membutuhkan waktu
yang relatif lama. Penelitian ini ditujukan untuk menjawab kebutuhan tentang visualisasi dan
kuantifikasi pembentukan biofilm yang murah dan cepat. Vibrio cholerae El Tor ditumbuhkan dalam
media marine luria bertani kemudian diinkubasi selama 1-72 jam. pembentukan biofilm Vibrio
cholerae El Tor divisualisasi dan dikuantifikasi menggunakan software Image-J. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada satu jam pertama, V. Cholerae El Tor masih masih berbentuk mikrokoloni
yang sangat sedikit. Namun setelah 24 jam, biofilm mulai terbentuk tipis pada permukaan sedangkan
pada 48, dan 72 jam terjadi proses pematangan biofilm dengan ditandai masih meningkatnya
pembentukan biofilm.
Kata kunci: biofilm, image-J, kuantifikasi, Vibrio cholerae El Tor, visualisasi

ISOLASI CYSTEINE PROTEINASE INHIBITOR DARI TELUR IKAN LAUT DENGAN


METODE PENGENDAPAN ASETON
Ustadi, Murwantoko, Nurfitri Ekantari, Bagus Adiprana dan M. Ali Rahman Hakim
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Inhibitor protease di purifikasi dari sampel telur ikan Manyung dan ikan Tongkol. Berat molekul
inhibitor protease dari telur ikan Manyung dan telur ikan Tongkol berturut-turut adalah 115,7 kDa dan
35 kDa. Aktivitas penghambatan spesifik telur ikan Manyung sebesar 20.18 U/mg dengan 475.28 kali
lipat tingkat kemurnian dari ekstrak aseton awal, lebih tinggi dari telur ikan Tongkol dengan aktivitas
penghambatan sebesar 0.36 U/mg dengan 7.02 kali. Inhibitor protease dari telur ikan Manyung dan
Tongkol aktif menghambat pada suhu inkubasi 65 oC, dengan aktivitas penghambatan berturut-turut
sebesar 28.6 % dan 24.8 %.
Kata kunci: aktivitas penghambatan, protease inhibitor, purifikasi, telur ikan

ASAM AMINO KERANG ATACTODEA STRIATA MEMBANTU PEMULIHAN LEVER


AMINO ACID OF ATACTODEA STRIATA SHELL RECOVERY FOR THE LEVER
Celcius Waranmaselembun
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
Politeknik Perikanan Negeri Tual

Kualitas protein sangat ditentukan oleh lengkap tidaknya asam amino penyusunnya. umumnya asamasam amino ini mempunyai kegunaan besar bagi kesehatan manusia. Secara umum beberapa asam
amino yang mempunyai kegunaan besar untuk kesehatan baik secara langsung maupun tidak
langsung diantaranya adalah treonin, metionin, isoleusin, leusin, histidin, lisin, phenilalanin, asam
aspartat, asam glutamat, valin, glisin, alanin, prolin, sistin. Kerang Atactodea striata telah digunakan
oleh masyarakat di kepulauan Kei Maluku Tenggara sebagai obat tradisional. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Kerang Atactodea striata memiliki kandungan asam amino yang sangat
berperan dalam membantu penyembuhan penyakit lever. Asam-asam amino tersebut adalah glutamat
(12,08 %), Treonin (3,78), lisin (3,39), phenilalanin (2,43), glisin (2,28), metionin (1,63) dan Histidin
(1,35).

Kata kunci: asam amino, Atactodea striata, lever

PENGARUH pH MEDIUM f/2 TERHADAP PERTUMBUHAN SALINE WATER


AQUACULTURE DIATOM NITZSCHIA SP. ISOLAT JEPARA DAN KANDUNGAN ASAM
LEMAK YANG BERPOTENSI UNTUK BIODIESEL
Dhiah Novalina dan Rarastoeti Pratiwi
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara Yogyakarta

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas dan kekayaan sumber hayati laut
terbesar didunia. Diatom Nitzschia sp. merupakan salah satu mikroalgae laut yang berpotensi
sebagai sumber biodiesel dengan potensi lengkap. Pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya
dipengaruhi oleh nutrien dan kondisi lingkungan. Salah satu kondisi lingkungan yang berpengaruh
adalah pH, perubahan pH menyebabkan perubahan reaksi fisiologis dan enzimatis. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan pH yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal dan penghasilan lipid
total serta kandungan asam lemak Nitzschia sp. Tahap pertama penelitian ini adalah penentuan pH
untuk pertumbuhan optimal. Tahap keduanya adalah ekstraksi lipid total dan analisis kandungan
asam lemak. Tahap pertama, biakan Nitzschia sp. diinokulasikan ke dalam medium f/2 dengan 5
variasi pH (pH 4, 5, 6, 7 dan 8) dan masing-masing 5 ulangan. Setiap 24 jam sekali dihitung selnya
dengan Haemocytometer. Data berupa kecepatan pertumbuhan dan waktu generasi dianalisis
dengan ANOVA dan LSD. Pada tahap kedua, Nitzschia sp. diperbanyak pada pH 4, 7 dan 8 sampai
jumlah selnya mencapai 1 juta sel. Ekstraksi lipid dilakukan dengan metode soxhletasi, ekstraknya
ditransesterifikasi selanjutnya hasil transesterifikasi dianalisis kandungan asam lemaknya dengan
GC-MS. Hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan Nitzschia sp. dan penghasilan lipid total optimal
pada pH 7 dengan kecepatan pertumbuhan 0,031 sel/jam dan waktu generasi 26,107 jam.
Kandungan asam lemak yang optimal untuk biodiesel adalah pada pH 7, dengan persentase asam
lemak jenuh tertinggi 43,75% dan tak jenuh terendah 27,35%. Dengan ini disimpulkan bahwa pH
berpengaruh signifikan terhadap kecepatan pertumbuhan dan kandungan asam lemak Nitzschia sp.
Pertumbuhan dan kandungan asam lemak yang optimal untuk biodiesel adalah pada pH 7.
Kata kunci: asam lemak, biodiesel, kecepatan pertumbuhan, Nitzschia sp., pH medium

KEMUNDURAN MUTU ABON IKAN NILA MERAH (OREOCHROMIS NILOTICUS


TREWAVAS) YANG DIPROSES SECARA DEEP FRYING DAN PAN FRYING SELAMA
PENYIMPANAN SUHU KAMAR
Eko Nurcahya Dewi 1) Ratna Ibrahim dan Nuzulia Yuaniva2)
1) Staf Pengajar PS.Teknologi Hasil Perikanan FPIK UNDIP
2) Alumni PS.Teknologi Hasil Perikanan FPIK UNDIP

Spiced shredded fish meat is a kind of preserved food made from spiced fish meat and processed by
boiling and frying. The most of oil content after frying process causes rancidity after the product is
stored at room temperature. The aim of the research was to find out the product deterioration which is
processed by different frying methods and the length of the storage time during 29 days at the room
temperature to the hedonic quality, moisture content, PV value, TBA value, and color intensity value
(AASC) of the spiced shredded Red Tilapia meat. The experiment design used was a Completely
Randomized Design with factorial pattern . Data on moisture content, PV, TBA value, and color
intensity value were analyzed with ANOVA. To find out the differences among the treatments the
Duncans New Multiple Range Test was applied out. The hedonic data was analyzed with the Kruskal
Wallis test. The result of the research showed that the different frying methods gave a highly
significant influence (p<0,01) to the moisture content on 1st day, the hedonic value on texture

spesification on 15thand29th day, PV value on 1st, 15thand29th , and AASC value on 29 th day for both of
the products. The length of the storage time gave a highly significant influence (P<0,01) to the
hedonic value on appeareance, aroma and taste spesification for both of products on 1 stand29th and
15thand29th day. Moisture content gave a highly significant influence (p<0,01) for both of the products
on 1stand29th. TBA value gave a highly significant influence (p<0,01) for product processed by deep
frying on 15thand29th and also AASC value gave a highly significant influence (p<0,01) for product
processed by deep frying on 1stand29th.
Keywords : deep frying, pan frying, quality spiced shredded, red tilapia meat,

MUTU BAKSO IKAN TENGGIRI YANG MENGANDUNG ANTOSIANIN DARI TEPUNG


UBI JALAR UNGU
*Fien Sudirjo dan **A.M. Tapotubun
*Dosen Politeknik Perikanan Negeri Tual
** Dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon

Bakso Ikan merupakan makanan yang sudah sangat dikenal secara luas. Pembuatan bakso ikan
dengan menggunakan tepung ubi jalar ungu berkaitan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya hidup sehat. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja
yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan citarasa yang menarik , tetapi juga
harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, seperti antosianin pada ubi jalar ungu. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui mutu bakso ikan Tenggiri yang mengandung antosianin dari tepung
ubi jalar ungu, baik secara sensoris, fisik dan kimiawi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
sensoris, nilai bakso kontrol dan A tidak berbeda nyata tapi berbeda nyata dengan B dan C. Secara
fisik nilai bakso ikan control A,B, dan C berbeda nyata, dan secara kimiawi kadar air untuk masing
masing bakso berbeda nyata dan kadar protein Kontrol dan A tidak berbeda, tapi berbeda nyata
dengan B dan C.Protein tertinggi pada B yaitu 17.69%. Sedangkan kandungan antosianin pada
bakso C lebih tinggi daripada bakso A dan B.
Kata kunci: antosianin, bakso ikan tenggiri, ubi jalar ungu

PENGARUH PENAMBAHAN SPIRULINA PLATENSIS PADA PERMEN JELI EUCHEUMA


COTTONII TERHADAP KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PENERIMAAN KONSUMEN
Frisca Tristian Yuliarta, Siti Ari Budhiyanti, Nurfitri Ekantari
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, UGM

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan S. platensis terhadap tingkat


penerimaan konsumen dan karakteristik permen jeli E. cottonii. Perlakuan penambahan S. platensis
yang digunakan yaitu 0,00%; 0,25%; 0,50%; 0,75% dan 1,00%. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktor
tunggal dilanjutkan dengan uji perbedaan berganda Duncan pada tingkat kepercayaan
95%.Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi S. platensis yang
ditambahkan dapat meningkatkan kadar air, kadar protein dan kadar beta karoten, sedangkan tidak
mempengaruhi kadar serat kasar dan tingkat kekenyalan. Pengujian kesukaan (aroma, rasa, tekstur
dan warna) menunjukkan bahwa kosumen dapat menerima produk permen jeli dengan penambahan
S. platensis hingga 1,00%. Permen jeli terbaik ditinjau dari kandungan gizi dan tingkat penerimaan
konsumen dihasilkan dari perlakuan dengan penambahan S. platensis 1,00% memiliki kadar protein
26,18%, beta karoten 14,57 RE, serat kasar 6,42%, air 54,44% dan tingkat kekenyalan 68,56%.
Kata kunci: Eucheuma cottonii, karakteristik, penerimaan konsumen, permen jeli, Spirulina platensis

KARAKTERISTIK
ANTIOKSIDAN EKSTRAK KASAR
GRACILARIA LICHENOIDES TERHADAP PH DAN SUHU
Hardoko

DARI RUMPUT LAUT

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang

Free radical inside human body can be harmful for health. Antioxidant is a compound that able to
constrain those free radical. Seaweeds have been demonstrated to have decent antioxidant
properties. In this research, fresh and dried red seaweed Gracilaria lichenoides was examined the
antioxidant activity and total phenolic content using three different solvent (methanol, acetone, and
hexane). Antioxidant activity was measured using DPPH method, total phenolic content was
measured using Follin-Ciocalteu method, and identification of the active compound was done using
GC-MS. In addition, effect of temperature (40C, 50C, 60C, and 70C) and pH (5, 6, 7, and 8) on the
antioxidant activity of seaweed extract was investigated. Stability of antioxidant was measured using
UV-Vis spectrofotometry. The result showed that acetone fresh seaweed extract had the highest
antioxidant activity which was significantly different to another extract with IC 50 values was
6607.39170.92 ppm. Methanol extract displayed the highest total phenolic content (30.60.3 mg
GAE/g extract on fresh seaweed and 2.670.02 mg GAE/g extract on dried seaweed) which was
significantly different to another extract. At 40C and neutral pH, seaweed extract showed the highest
antioxidant activity with IC50 values was 5399.33109.87 ppm.
Keywords: antioxidant activity, IC50 , Gracilaria lichenoides, phenolic

STUDI KANDUNGAN FUKOSANTIN LIMA JENIS RUMPUT LAUT COKELAT DI


PERAIRAN MADURA
Heriyantoa, Kartini Zaelanieb and Leenawaty Limantaraa**
a
Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigment, Ma Chung University, Malang, East Java-Indonesia
b
Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, East Java-Indonesia

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan fukosantin dari Sargassum duplicatum,
Sargassum polycystum, Sargassum filipendula, Padina australis dan Turbinaria conoides
menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan luas puncak fukosantin
dan secara spektrofotometri berdasarkan metode Seely et al. (1972). Kandungan fukosantin secara
spektrofotometri dianalisa dengan spektrofotometer UV-Tampak, UV-1700 PharmaSpec (Shimadzu,
Kyoto) dan kemudian dihitung dengan persamaan Seely et al. (1972) dalam satuan mg/g berat kering
Standard Error (SE). Analisa KCKT dilakukan dengan LC-20AD (Shimadzu, Kyoto) dilengkapi
dengan oven kolom dan detektor photodiode array SPD-M20A. Shim-pack VP-ODS C 18 digunakan
sebagai kolom dan dilengkapi dengan kolom pelindung. Analisa pigmen dilakukan berdasarkan
metode Hegazi et al. (1998) yang telah dimodifikasi. Luas puncak fukosantin pada kromatogram
KCKT dideteksi pada 450 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Padina australis memiliki
kandungan fukosantin tertinggi diantara rumput laut cokelat yang diteliti dengan ke dua metode yang
digunakan. Hal ini berkaitan dengan morfologi Padina australis tersusun atas thalus yang berbentuk
menyerupai daun, selain itu rumput laut ini tumbuh di dasar laut. Urutan kandungan fukosantin
dengan metode spektrofotometri adalah sebagai berikut: Padina australis (0,2674 0,0115) >
Turbinaria conoides (0,2134 0,0269) Sargassum filipendula (0,1957 0,0432) Sargassum
duplicatum (0,1649 0,0231) Sargassum polycystum (0,1578 0,0226). Sedangkan urutan
kandungan fukosantin menggunakan metode KCKT, berdasarkan luas puncak fukosantin, adalah
sebagai berikut: Padina australis (25437038) > Sargassum duplicatum (11686894) > Sargassum
polycystum (9882128) > Sargassum filipendula (9379105) > Turbinaria conoides (7792758).
Kata kunci: fukosantin, KCKT, rumput laut cokelat, spektrofotometri

PENGARUH PENAMBAHAN KARAGINAN TERHADAP SIFAT FISIK BAKSO DAGING


MANYUNG
Ignatius Dimas Lasakti Putra, Ustadi, dan Nurfitri Ekantari
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan karaginan sebagai pengenyal
terhadap sifat fisik (kekenyalan) bakso daging manyung. Pengaruh karaginan dapat dilihat dari
kekenyalan, struktur mikroskopis adonan bakso, struktur mikroskopis bakso masak, kadar air, kadar

abu, kadar lemak, kadar protein, dan nilai hedonik bakso ikan masak yang meliputi atribut warna, bau,
tekstur, rasa, dan keseluruhan. Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan penambahan karaginan,
yaitu tanpa penambahan; penambahan 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; dan 2,5%. Setiap perlakuan diulang
sebanyak 3 kali. Tahap-tahap pembuatan bakso daging manyung meliputi penyiangan dan pencucian
ikan manyung, pemfiletan daging manyung, penggilingan daging. Daging manyung yang sudah lumat
ditambahkan semua bahan kemudian dicetak dan direbus dalam air mendidih hingga matang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan karaginan sebesar 1,5% meningkatkan kekenyalan
bakso daging manyung (p<0,05) dan memiliki nilai kekenyalan 95,05 % dan Fmax 82,08 N. Memiliki
kadar air 73,47 %, kadar abu 1,24 %, kadar lemak 2,83 %, dan kadar protein 12,36 %. Penambahan
karaginan memberikan pengaruh terhadap struktur mikroskopis adonan dan irisan bakso ikan. Secara
sensoris dengan pengujian kesukaan tidak terdapat pengaruh pada atribut warna, bau, dan rasa.
Kata kunci: bakso daging manyung, karaginan, kekenyalan

EKSTRAKSI GELATIN DARI TULANG IKAN UNTUK BAHAN DASAR PEMBUATAN


CANGKANG KAPSUL
Junianto
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad

Pembuatan cangkang kapsul dari gelatin tulang ikan sangat penting artinya untuk negara Indonesia
yang mayoritas warganya adalah muslim. Gelatin yang terbuat dari tulang ikan sangat terjamin
kehalalannya sedangkan gelatin yang terbuat dari tulang hewan mamalia masih diragukan
kehalalannya. Isu-isu lain yang dapat mengkhawatirkan pemakaian gelatin dari hewan mamalia
adalah penyakit sapi gila dan antrak. Tujuan penelitian adalah mengetahui rendemen, karakteristik
proksimat dan fisikokimia gelatin dari tulang ikan dan kaki Ayam sebagai bahan farmasi pembuatan
cangkang kapsul. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen dengan Rancangan
Acak Lengkap yang terdiri dari empat perlakuan jenis tulang dan 6 ulangan. Keempat perlakuan
tersebut adalah tulang ikan Nila, tulang ikan Tuna, campuran tulang ikan Nila-Tuna (1 :1 b/b), dan
tulang kaki Ayam. Gelatin hasil ekstraksi dari keempat perlakuan tersebut diamati rendemen,
karakteristik proksimat (kadar air, abu, protein, dan asam amino), dan karakteristik fisikokimia (pH,
viskositas, dan kekuatan gel). Data dianalisis dengan statistik parametrik uji F dan uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf kepercayaaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rendemen gelatin
tertinggi diperoleh dari ekstraksi tulang ikan Nila, kemudian diikuti tulang campuran ikan Nila-Tuna,
tulang ikan Tuna dan tulang kaki Ayam dengan nilai masing-masing adalah 11,19; 10,21; 9,43; dan
6,38%. Karakteristik proksimat dan fisikokimia gelatin yang dihasilkan dari ekstraksi tulang ikan Nila,
tulang ikan Tuna, tulang campuran ikan Nila-Tuna, dan tulang kaki Ayam memenuhi standar sebagai
bahan farmasi.
Kata kunci: ekstraksi, gelatin, kapsul, tulang ikan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI LIMBAH MINYAK TEPUNG IKAN SARDIN DENGAN


KATALIS ABU AMPAS TEBU
Latif Sahubawa, Ustadi, Mastori
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM

The research objectives is determine conversion, chemical composition, and characteristics of


biodiesel on the esterification and transesterification reaction, with sugarcane residue ash treatment
(2%, 4%, & 6% : w/v). Esterification process carried out with adition sulfuric acid (H 2SO4) of 1% (v/v)
until 30 minutes and the transesterification process with adition methanol of 22% (v/v) until 1 hours at
temperature of 60oC. The Biodiesel has analyzed by 1HNMR, GCMS, and ASTM methods. Analysis
result of ASTM that compared with ASTMD 6751 and SNI standards. The results showed that the
levels of free fatty acid (FFA) from sardine fish meal oils waste amounted 5.17 of acid number. The
results of biodiesel transesterification with sugarcane ashes catalyst 2%, showed the optimum value.
1
HNMR analysis results showed that almost all of triglycerides have been converted into methyl esters
in the process of esterification and transesterification through two stages. The Analysis result of
GCMS showed that the methyl ester compounds formed is similar with the fragmentation of palmitic

methyl ester, palmitoleat, myristic, and pentanoat. The results of physical testing of biodiesel showed
that: (1) the relative density measurement = 0.8442, (2) kinematic viscosity = 0.856 cSt, (3) water
content = 0.00%, and (4) pour point = -33 oC, in accordance with the ASTMD-6751 and SNI
standards, while (5) the flash point = 12.5 o C and (6) carbon residue = 2.107% do not fulfill ASTMD6751 and SNI standars.
Key words: biodiesel, esterification, oil fish flour waste, sugarcane residue ash, transesterification

ANALISIS POTENSI SPONGE LAUT SEBAGAI BIOAKUMULATOR LOGAM BERAT Pb,


Cd DAN Cu DARI PERAIRAN LAUT
Muh. Farid Samawi, Shinta Werorilangi, Rahmadi Tambaru
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi sponge laut sebagai bioakumulator logam berat Pb, Cd
dan Cu. Dilakukan pada perairan laut dengan kondisi pencemaran yang berbeda yaitu pulau
Samalona dan Pulau Laelae Kota Makassar. Hasil penelitian ditemukan lima jenis yang sama yaitu
Xestospongia testudinaria, Clathria sp, Pseudoceratina sp, Calispongia1 sp dan Calispongia2 sp.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Sponge laut jenis Xestospongia testudinaria mengakumulasi
logam Pb sebesar 4,8130,8171 mg/L lebih besar dibanding jenis lain. Sementara sponge laut jenis
Calispongia1 sp mengakumulasi logam Cd sebesar 21,36760,7471 mg/L dan Cu sebesar
3,30150,0978 lebih besar dibanding jenis lain. Kondisi pencemaran mempengaruhi besarnya
kandungan logam berat Pb, Cd dan Cu dalam sponge laut.
Kata kunci: bioakulmulator, logam berat Pb, Cd dan Cu, sponge laut

PENINGKATAN DAYA TAHAN DAN MUTU PRODUK IKAN KEMBUNG PEREMPUAN


(RASTRELLIGER BRACHYSOMA) ASIN KERING MELALUI PENGGUNAAN BUMBU
Nursinah Amir
Department Of Fisheries, Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University

The objectives of this research were to study the influence of tamarind, turmeric and garlic to
improvement of shelf life and quality of salt dry short mackerel (Rastrelliger brachysoma). This
research used the random device of group. Subdividing conducted by the period of storage (0, 4, and
8 week). Treatment given by using eight combination of spices with three repetition. Weight of short
mackerel were used on each treatment 420 g, amount of NaCl equal to 2100 ml concentration
15%. Comparison of spices every treatment is 5 g for the salt, 1 g for tamarind, 0,25 g for turmeric
and 1 g for garlic. The procedure of this research were making product spiced-salt dry short mackerel
(Rastrelliger brachysoma), continued with quality and shelf life test. Observed parameter is water
rate, salt rate, protein rate, fat rate, free faty acid, peroxide number, total of bacteria and sensory
quality. The result of this research show that treatment have significant effect to water rate, salt,
protein, fat, peroxide number, total of bacteria and sensory quality (visible and flesh texture). Free faty
acid and sensory quality (smell and taste) uninfluenced by treatment that is given.
Keyword: quality, shelf life, short mackerel, spices
PENGARUH PENGAWETAN BAHAN MENTAH TERHADAP MUTU KULIT TERSAMAK IKAN
KAKAP PUTIH (LATES CALCARIFER)
Nurul Hak*
*Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Telah dicoba menyamak kulit ikan kakap putih (Barramundi) dari bahan mentah kulit kakap yang
diawet dengan cara di garam dan di beku masing-masing selama 3 bulan. Hasil kulit tersamak diuji
organoleptik dan mutu fisiknya berdasarkan SNI. 06-7127-2005 (suhu kerut, oC), SNI. 06-1117-1989
(kekuatan jahit, kg/cm), SNI. 06-1795-1990 (kekuatan tarik, kg/cm 2) dan SNI. 06-1795-1990

(kemuluran, %) dan dicoba dibandingkan dengan mutu kulit sapi SNI 06-4263-1996 yang terdaftar
dalam Standar Nasional Indonesia. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kulit mentah kakap putih
yang di awet selama 3 bulan dengan cara di awet garam dan di awet beku tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dan memenuhi bahan untuk dijadikan kulit tersamak. Hasil kulit tersamaknya
secara organoleptik berisi, liat, lemas, simetris dan corak permukaannya spesifik, yang mempunyai
kekuatan tarik 258 - 286 kg/cm 2, kekuatan regang (kemuluran) 55 - 61 %, kekuatan jahit 203 - 247
kg/cm, suhu kerut 82 - 83oC, sehingga sangat prospektif untuk dijadikan barang-barang kerajinan
kulit.
Kata kunci: kulit Ikan Kakap, kulit tersamak, pengawetan, penyamakan

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK (CRUDE EXTRACT


(OCTOCORALLIA:ALCYONACEA)
DARI
KEPULAUAN
MAKASSAR

) KARANG
SPERMONDE

LUNAK
KOTA

Shinta Werorilangi 1) dan Abdul Haris 1


1)
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas.

Uji sitotoksik ekstrak kasar karang lunak dari Kepulauan Spermonde, Kota Makassar dillakukan pada
bulan Juni September 2009 dengan tujuan mengidentifikasi jenis karang lunak yang memiliki
potensi bioaktiv terhadap Artemia salina. Uji bioaktivitas sitotoksik dilakukan dengan menggunakan
Brine Srimp Lethality Test (BST) (Suradikusuma, 2001). Jenis karang lunak yang ditemukan pada
ketiga lokasi sampling (Pulau Barrang Lompo, Pulau Lumu lumu, dan Pulau Lanjukan) terdiri dari 23
spesies, 10 genus dan 3 kelas, yaitu Alcyoniidae, Nephteidae, dan Xeniidae. Semua ekstrak kasar
yang diuji bersifat toksik terhadap Artemia salina. LC50 berkisar antara 5,98 21,62 mcg/ml. Pada
ekstrak metanol, terdapat 4 spesies yang tergolong highly toxic, yaitu Dendronephthya sp1,
Dendronephthya sp4, Alcyonium sp2, dan Sinularia sp2. Sedangkan pada ekstrak kloroform, juga
terdapat 4 spesies yang tergolong highly toxic, yaitu Dendronephthya sp1, Dendronephthya sp 3 ,
Lobophytum sp1, dan Discosoma sp 1. Dari ke delapan spesies yang tergolong sangat toksik
tersebut, ekstrak metanol Sinularia sp2 yang memiliki LC50 yang terendah, yaitu 5,98 mcg/ml,
sehingga dapat digolongkan sebagai ekstrak yang paling tinggi toksisitasnya terhadap Artemia.
Sedangkan Dendronephthya sp1 yang tergolong highly toxic pada kedua ekstrak, baik methanol
(LC50: 8.24 mcg/ml) dan kloroform (LC50: 9.02 mcg/ml).
Kata kunci: Artemia salina, ekstrak kasar, karang lunak, makassar, spermonde

PIGMEN RUMPUT LAUT COKLAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI ALTERNATIF DAN
STABILITASNYA
Warkoyo dan E.A. Saati
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang

Produsen makanan dan minuman di Indonesia dalam melakukan bisnisnya masih banyak
menggunakan bahan tambahan makanan yang kurang terpantau, baik ketepatan jenis maupun
takaran penggunaannya. Dan disinyalir, adanya makanan dan minuman yang beredar di pasaran
mengandung pewarna non-makanan (untuk tekstil), dan pewarna makanan yang sudah dilarang oleh
pemerintah. Untuk itu penggalian potensi kekayaan hayati sangat diperlukan sebagai upaya kembali
ke alam. Zat pewarna alami yang bersifat aman untuk digunakan, dan dapat dikembangkan antara
lain dari pigmen karotenoid, kurkumin, dan antosianin yang dapat diperoleh dari jaringan tanaman
(Nollet, 1996), dan salah satunya adalah dari rumput laut. Menurut Susanto (2007), rumput laut
coklat, merah, dan hijau hingga hijau kebiruan banyak mengandung pigmen karotenoid dan lutein.
Metode ekstraksi pigmen (termasuk jenis pelarut) yang tepat dari bahan alam yang spesifik amat
penting untuk diketahui agar dapat dihasilkan kualitas pigmen yang baik dan maksimal serta
bermanfaat bagi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis pigmen karotenoid
yang dikandung dalam rumput laut coklat dengan menggunakan beberapa jenis pelarut, dan
stabilitasnya pada berbagai penyinaran lampu dan umur simpan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masing-masing pelarut memberikan peak absorbansi maksimal pada kisaran 410,5-471,5 nm.
Jenis pigmen yang dikandung adalah xantofil dari kelompok fukosantin dan lutein. Penggunaan

pelarut aseton menghasilkan kualitas pigmen terbaik dibanding pelarut lainya. Kualitas pigmen
rumput laut coklat mempunyai nilai pH 6,10-6,13, kadar 1,28 mg/100 g, dan rendemen pigmen 6,24%.
Pigmen yang dihasilkan stabil sampai penyimpanan 7 hari, tetapi tidak stabil dengan penyinaran 40100 Watt.
Kata kunci: pelarut, pigmen, rumput laut coklat

PENGARUH PENAMBAHAN MINYAK NABATI TERHADAP NILAI SENSORIS PRODUK


MAYONAISE YANG DIFORTIFIKASI TETELAN DAGING IKAN TUNA (THUNNUS SP.)
Diah Ikasari dan Th. Dwi Suryaningrum
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Tetelan daging ikan tuna merupakan limbah pengolahan tuna untuk ekspor telah banyak
dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi pada produk mayonaise. Penelitian mengenai penggunaan
minyak nabati pada pengolahan mayonaise yang difortifikasi daging ikan tuna telah dilakukan. Minyak
nabati dengan konsentrasi 60%, 70 %, dan 80% dari jumlah total adonan dicampur dengan kuning
telor, gula, garam, mustard dan dikocok hingga mengembang. Adonan kemudian dicampur dengan tetelan
daging ikan tuna kukus yang dihancurkan dan diberi garam, lada, dan MSG, dengan perbandingan tuna :
mayonnaise = 40 : 60. Selanjutnya mayonaise tuna dimasukkan ke dalam pouch dan di vacuum sealing
untuk dipasteurisasi suhu 80oC selama 30 menit. Pengamatan dilakukan terhadap uji organoleptik (uji atribut
dan kesukaan), analisis proksimat dan mikrobiologi (TPC) produk mayonnaise tuna. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan uji atribut untuk parameter warna, nilai tertinggi diperoleh pada
mayonaise tuna dengan penambahan minyak nabati 80%, yaitu berwarna krem kekuningan.
Sedangkan untuk parameter bau dan rasa tidak berbeda nyata diantara perlakuan. Perbedaan yang
nyata diantara perlakuan ditunjukkan oleh parameter konsistensi, dengan nilai tertinggi pada
penambahan minyak nabati 70%, yaitu. yang lembut, melekat dan merata pada permukaan roti.
Berdasarkan uji kesukaan, penambahan minyak nabati sebesar 70% paling disukai oleh panelis
karena menghasilkan mayonaise tuna yang memiliki tekstur yang lembut serta daya oles yang
merata. Sedangkan berdasarkan analisa proksimat dan mikrobiologi mayonaise tuna dengan
berbagai perlakuan penambahan minyak nabati memiliki kadar air 46.9-52.9%, kadar abu 1.712.13%, kadar protein 10.21-10.49%, kadar lemak 34.52-40.98% dan jumlah total bakteri <25 x 101
3,25 x 102 cfu/gram.
Kata kunci: mayonaise, minyak nabati, tetelan daging tuna

PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN KOMERSIAL DAN GELATIN KULIT IKAN TUNA


(THUNNUS SP.)SEBAGAI STABILISER DALAM ICING CAKES
Diah Lestari Ayudiarti dan Suryanti
Balai Besar Riset Pengolahan produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Icing adalah lapisan gula yang terbuat dari campuran gula, mentega, air dan putih telur atau susu.
Icing biasanya digunakan sebagai penutup lapisan cakes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan gelatin komersial dan gelatin kulit ikan tuna terhadap icing cakes
dibandingkan dengan icing cakes komersial. Proses pembuatan icing cakes dilakukan dengan
menambahkan gelatin komersial dan gelatin ikan dengan konsentrasi 0,5% dan 1%. Parameter yang
diamati meliputi kadar air, kadar abu, kekutatan tarik dan organoleptik. Hasil analisa menunjukkan
bahwa icing cakes yang mendekati karakter fisik icing cakes komersial adalah icing cakes yang
menggunakan gelatin tuna 1% dengan kadar air 6,92%, kadar abu 0,19% dan kekuatan tarik 2383,42
gf/cm2. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata panelis lebih menyukai icing cakes dari
gelatin komersial karena tidak berasa dan tidak berbau ikan.
Kata kunci: gelatin ikan, gelatin komersial, icing cakes

PENGARUH JENIS PENGEMAS TERHADAP DAYA SIMPAN GEL PENGHARUM


RUANGAN

Ellya Sinurat dan Murdinah


Peneliti Balai Besar Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Penelitian penentuan uji daya simpan gel pengharum ruangan menggunakan dua pengemas yaitu
aluminium foil dan plastik HDPE (high density poly ethylene) telah dilakukan. Formulasi produk gel
pengharum ruangan terdiri dari: karaginan (ATC) dan Locus Bean Gum (LBG) sebagai bahan
pembentuk gel , garam, pewarna, fragrance ; pengawet dan aquades. Metode uji penyimpanan yang
dilakukan adalah accelerated (dipercepat). Penyimpanan dilakukan pada 2 suhu yang berbeda yaitu
25 dan 45 oC dengan waktu pengujian dilakukan setiap minggu selama 6 minggu. Parameter uji yang
dilakukan selama penyimpanan yaitu uji sifat fisik (sineresis dan tekstur), organoleptik (intesnsitas
bau dan tekstur) serta uji mikrobiologi (TPC). Sebagai parameter titik kritis untuk mutu gel pengharum
ruangan adalah hasil organoleptik dengan parameter intensitas bau. Diperoleh daya simpan gel
pengharum ruangan jenis pengemas aluminium foil lebih lama (8 minggu) dibandingkan dengan
plastik HDPE (4 minggu) berdasarkan intensitas bau.
Kata kunci: accelerated, aluminium foil, gel pengharum ruangan, HDPE

KEMUNDURAN MUTU
KERIPIK CUMI-CUMI
PACIFIES)KERING OVEN SELAMA PENYIMPANAN

(OMMASTREPHES

SLOANI

Ijah Muljanah
Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jakarta

Penelitian pengamatan kemunduran mutu cumi-cumi kering selama penyimpanan telah dilakukan. Cumicumi dihilangkan kepala, isi perut dan kantung tintanya kemudian dibelah dan dicuci. Selanjutnya
dilakukan penggaraman dengan menggunakan larutan garam dengan konsentrasi 1%, 1,5% dan 2%
(b/b) selama 1 jam dan dikeringkan dalam oven pada suhu 45 0C -50 0 C selama 40 jam. Cumi-cumi
kering yang dihasilkan disimpan selama 3 bulan pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan setiap bulan
terhadap sifat kimia yang meliputi kadar air, TVN, nitrogen total, uji mikrobiologi yang meliputi jumlah total
bakteri dan jumlah kapang, dan uji organoleptik yang meliputi rupa, bau, warna dan rasa dengan
menggunakan uji hedonik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggaraman dengan konsentrasi 1
% (b/b) menghasilkan cumi kering oven terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penyimpanan
selama 3 bulan cumi kering oven masih dapat diterima oleh panelis baik dari segi organoleptik dan kimia.
Kata kunci: cumi-cumi kering, oven, penyimpanan, sifat kimia

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KEPALA UDANG TERHADAP PENINGKATAN


UNSUR HARA N PADA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK RUMPUT LAUT
Jamal Basmal

Percobaan pembuatan pupuk organik menggunakan kombinasi rumput laut Sargassum sp dengan
tepung kepala udang telah dilakukan. Rumput laut Sargassum sp terlebih dahulu dikeringkan untuk
selanjutnya di buat menjadi tepung kemudian diformulasikan dengan tepung kepala udang. Perlakuan
konsentrasi tepung kepala udang berturut-turut: 5%, 8% dan 12% (b/b). Hasil analisa kandungan
unsur hara N (nitrogen) pada rumput laut sebesar 1,27%, sedangkan tepung kepala udang sebesar:
6,35%. Kombinasi tepung rumput laut dengan tepung kepala udang terbukti dapat meningkatkan
kandungan unsur hara N di dalam pupuk organik dengan trend peningkatan setara dengan
konsentrasi tepung kepala udang yang ditambahkan ke dalam tepung rumput laut Sargassum sp.
Kisaran unsur hara N di dalam pupuk organik rumput laut antara 1,39% - 1,51%. Nilai terbaik diantara
perlakuan yang diberikan ditemukan pada perlakuan penambahan tepung kepala udang 12% dengan
unsur hara N = 1,51%, P = 0,86%, K = 8,61%, dan nilai KTK 190,31 (me/100g).
Kata kunci: nitrogen (N), pupuk organik, Sargassum sp., tepung kepala udang

TOKSISITAS SUBKRONIK RESIDU FORMALIN PADA IKAN KEMBUNG TERHADAP


KADAR PROTEIN DARAH DAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG, USUS DAN LIMPA
MENCIT

Jovita Tri Murtini*, Relimey Duhita Hayuningtyas**, dan Ros Sumarny***


*) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
**) Mahasiswa Universitas Pancasila, Jakarta
***) Dosen Universitas Pancasila, Jakarta

Penelitian subkronik residu formalin pada ikan kembung terhadap lambung, usus dan limpa mencit
telah dilakukan. Formalin merupakan bahan kimia berbahaya yang disalahgunakan oleh masyarakat
untuk mengawetkan makanan. Pada penelitian ini hewan coba mencit dibagi menjadi 4 kelompok
masing-masing kelompok terdiri atas18 ekor yang diberi perlakuan pakan berbeda, yaitu kelompok
kontrol negatif (tepung ikan tanpa formalin), kelompok D1 (tepung ikan dengan residu formalin 3
ppm), kelompok D2 (tepung ikan dengan residu formalin 6 ppm) dan kelompok D3 (tepung ikan
dengan residu formalin 12 ppm). Pemberian sediaan uji sebanyak 0,8 ml dilakukan secara oral,
selama 28 hari. Parameter yang diamati adalah kadar protein darah pada hari ke 14, 28 dan 42,
sedangkan histopatologi organ lambung, usus dan limpa diamati pada hari ke 14 dan 28. Dari
penelitian diperoleh hasil bahwa dengan semakin meningkatnya dosis, terjadi hiperproteinemia
sampai hari ke 28 dan terjadi penurunan kadar protein darah pada hari ke-42 (pada masa pemulihan).
Pada pengamatan kadar albumin darah diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar
semua kelompok terhadap variabel dosis dan waktu sampling. Untuk kelompok perlakuan mengalami
kerusakan pada organ lambung dan usus di hari ke-28, sedangkan organ limpa tidak terjadi
kerusakan sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian sediaan suspensi tepung ikan yang
mengandung formalin pada kelompok perlakuan selama 28 hari dapat meningkatkan kadar protein
darah dan menyebabkan kerusakan pada lambung serta usus, meskipun tidak menyebabkan
kerusakan pada limpa.
Kata kunci: kadar protein, lambung, residu formalin, toksisitas subkronik, usus, limpa

EKTRAKSI MINYAK IKAN DARI TROPICAL CATFISH SKALA LABORATORIUM


Luthfi Assadad dan Bagus SB Utomo
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Menipisnya cadangan minyak dan gas bumi mendorong berbagai penelitian dilakukan untuk
menemukan berbagai sumber energi alternatif baru dan terbarukan. Salah satu sumber energi
alternatif tersebut adalah bioenergi yang berasal dari minyak ikan. Berkaitan dengan hal tersebut
telah dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi produksi minyak ikan dari tropical catfish, yaitu
ikan patin (Pangasius sp.) dan lele (Clarias sp.). Kedua jenis ikan ini banyak terdapat di Indonesia
serta merupakan komoditas yang diunggulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
dikembangkan. Pada penelitian ini, ekstraksi minyak ikan dilakukan dengan proses pemanasan dan
pengepresan menggunakan alat press hidrolik berkekuatan 1,7 kpsi, dilanjutkan dengan proses
degumming dan pemisahan antara minyak dan zat-zat pengotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendemen minyak ikan yang dihasilkan sebesar 15,91% untuk ikan patin dan 1,22% untuk ikan lele.
Hasil ini menunjukkan bahwa ikan patin cukup potensial digunakan sebagai sumber minyak untuk
pembuatan bioenergi, tetapi ikan lele tidak cocok untuk sumber minyak karena kandungan minyaknya
yang sangat rendah.
Kata kunci: Ikan Lele, Ikan Patin, minyak ikan, tropical catfish

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK MARINE FUNGI YANG BERASOSIASI DENGAN


BIOTA LAUT DARI PANTAI BINUANGEUN, BANTEN DAN PERAIRAN SEKITAR
MANADO
Muhammad Nursid1, Kartika Puspa Eka2, Prih Samianto3, Ekowati Chasanah4
1,4
2,3

: Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta
: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta

Fungi yang berasosiasi dengan biota laut diketahui mampu menghasilkan senyawa metabolit
sekunder yang berpotensi dalam bidang farmasi. Salah satu bioaktivitas dari senyawa metabolit
sekunder dari fungi yang banyak diteliti adalah sebagai bahan antioksidan. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui aktivitas antioksidan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari fungi yang
berasosiasi dengan dengan biota laut yang diambil dari pantai Binuangeun, Banten dan perairan
sekitar Manado. Senyawa metabolit sekunder diperoleh melalui ekstraksi dengan etil asetat terhadap
miselium dan broth fungi yang dikultivasi dalam 100 ml media cair malt extract agar (MEA) selama 4
minggu. Uji antioksidan dilakukan dengan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Hasil uji
memperlihatkan bahwa strain fungi dengan kode MFB-08-09 dan MFB-10-09 mampu meredam
radikal bebas DPPH masing-masing sebesar 67% dan 53% pada dosis 100 g/ml. Hasil perhitungan
analisis probit memperlihatkan bahwa MFB-08-09 dan MFB-10-09 memiliki nilai IC 50 berturut-turut
sebesar 106,04 g/ml dan 188,41 g/ml. Fungi MFB-08-09 diisolasi dari rumput laut merah
Halymenia sp. sedangkan fungi MFB-10-09 diisolasi dari spons yang belum teridentifikasi. Hasil
analisis spektroskopik infra merah (FTIR) terhadap ekstrak kasar MFB-08-09 memperlihatkan bahwa
senyawa yang terdapat pada ekstrak tersebut merupakan golongan senyawa fenolik yang
mengandung gugus karbonil.
Kata kunci: antioksidan, isolasi, marine fungi, senyawa fenolik

RISET PENINGKATAN NILAI TAMBAH UDANG UKURAN KECIL MENJADI PRODUK


SPICY SHRIMP SNACK
Murniyati*, Fera Roswita Dewi** dan Irma Hermana**

Peneliti pada Balai Besar Riset pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Calon Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Telah dilakukan penelitian pengolahan udang kecil non ekonomis menjadi produk spicy shrimp snack
atau udang berbumbu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambahnya. Bahan baku yang
digunakan adalah udang putih jenis Penaeus vannamei ukuran kecil (80-100 ekor/kg) yang
dilumatkan dan dicampur dengan surimi. Perlakuan yang digunakan adalah kombinasi bahan baku
dalam proses pembuatan udang berbumbu, yaitu formula A (udang 40%, surimi 40%), B (udang 50%,
surimi 30%) dan C (udang 60%, surimi 20%). Masing-masing formulasi diberi bahan tambahan
tepung terigu, bumbu (gula, garam, lada, cabe, lecitin, natrium benzoat), dibentuk sebagai lembaran,
dikeringkan selama 10 jam dalam oven suhu 55oC, dikukus selama 15 menit, dikeringkan kembali
selama 12 jam pada suhu 55oC. Pengamatan dan analisis yang dilakukan meliputi organoleptik
(kenampakan, bau, rasa dan tekstur), kimiawi (kadar air, kadar lemak, protein, abu, Aw) serta
mikrobiologi (Angka Lempeng Total/ALT, Coliform, E.coli, kapang). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara organoleptik panelis lebih menyukai perlakuan C dengan kenampakan (rupa dan
warna) cemerlang, berwarna merah bata, bersih, menarik, gurih, homogen dan ketebalan merata.
Kadar protein untuk perlakuan C adalah sebesar 29,68%; lemak 0,63%; Aw 0,716; ALT 1,2x10 2
koloni/gram; E.coli negatif dan kapang <10 koloni per gram. Kombinasi udang dan surimi dalam
formula pembuatan udang berbumbu memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai
organoleptik kenampakan, protein, lemak, abu dan Aw.
Kata kunci: nilai tambah, Penaeus vannamei, udang berbumbu

PENGARUH LARUTAN PENGAWET PADA PENANGANAN AWAL RUMPUT LAUT


TURBINARIA CONOIDES TERHADAP MUTU NATRIUM ALGINAT
Nurhayati *) dan Tazwir **)
*) Staff Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
**) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Penelitian ini mempelajari pengaruh perendaman rumput laut Turbinaria conoides dalam larutan
pengawet terhadap rendemen dan mutu natrium alginat yang dihasilkan. Rumput laut biasanya
disimpan dalam waktu yang lama sebelum akhirnya digunakan dalam proses ekstraksi natrium alginat
sehingga diperlukan adanya pengawetan rumput laut untuk mempertahankan rendemen dan mutu
natrium alginat. Variasi pengawetan yang dilakukan adalah tanpa perendaman, perendaman rumput
laut dalam larutan HCl 1% selama 1 jam, dan perendaman dalam NaOH 1% selama 1 jam. Tahap
selanjutnya adalah pencucian dengan air tawar lalu pengeringan dibawah sinar matahari. Ekstraksi
natrium alginat dilakukan menggunakan metode Yunizal (2000). Parameter yang diamati antara lain

rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas, dan derajat putih natrium alginat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengawetan dengan perendaman dalam bahan kimia menghasilkan rendemen
natrium alginat yang lebih tinggi dibandingkan tanpa perendaman. Perlakuan tanpa perendaman
memberikan nilai rendemen natrium alginat sebesar 29,1% dengan kadar air 24,7%, kadar abu 26%,
viskositas 45,5 cps, dan derajat putih 27,1%. Sedangkan perlakuan perendaman dalam bahan kimia
menghasilkan rendemen natrium alginat tertinggi yaitu pada perendaman dalam NaOH 1%, yaitu
sebesar 38,1% dengan kadar air 26,2%, kadar abu 21,7%, viskositas 3,9 cps, dan derajat putih
22,6%. Perlakuan perendaman dalam HCl 1% memberikan hasil rendemen natrium alginat sebesar
31,2%, dengan kadar air 25%, kadar abu 22,4%, viskositas 14,8%, dan derajat putih 52%. Dengan
demikian, perlakuan yang menghasilkan mutu terbaik diperoleh pada perendaman dalam HCl 1%
selama 1 jam.

EKSTRAKSI MINYAK IKAN DARI LIMBAH PADAT PENGOLAHAN IKAN TUNA

Putri Wullandari1 & Rinta Kusumawati


Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Calon peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Penelitian mengenai ekstraksi minyak ikan tuna telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh volume air pada tahap perebusan dan suhu ekstraksi terhadap
rendemen, kadar FFA (Free Fatty Acids), dan komposisi asam lemak dominan dari minyak ikan yang
diperoleh. Metode ekstraksi mengacu pada Suhartini & Hidayat (2005), yang terdiri dari tahap
pencacahan, pengepresan, pemasakan/perebusan, pengepresan, dan pemisahan minyak dari air.
Volume air untuk ekstraksi divariasikan 200, 300, dan 400%; sedangkan suhu ekstraksi divariasikan
antara 60, 70, dan 80C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi minyak ikan tuna
yang diperoleh adalah 2,0% dari perlakuan ekstraksi menggunakan air 300% dan suhu 70C dengan
karakteristik minyak berwarna kuning kecoklatan. Pada perlakuan tersebut juga diperoleh kadar asam
lemak bebas (FFA) tertinggi yaitu 7,86%, sedangkan jenis asam lemak yang dominan adalah asam
lemak tak jenuh.

Kata kunci: ekstraksi, FFA, minyak ikan, rendemen, suhu

PERTUMBUHAN SPIRULINA PLATENSIS DAN EKSTRAKSI KANDUNGAN MINYAKNYA


MENGGUNAKAN PELARUT YANG BERBEDA
Rini Susilowati *dan Sri Amini*
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Mikroalga merupakan tumbuhan tingkat rendah yang sangat beragam jenisnya. Keragaman
mikroalga memberikan variasi senyawa di dalam sel, salah satunya adalah kandungan minyaknya.
Selama kultivasi, kelimpahan sel Spirulina platensis tertinggi dicapai pada hari ke 14 yaitu 4,46 log
sel/mL dan laju pertumbuhan (k) tertinggi pada hari ke 10 yaitu 1,77. Selanjutnya dilakukan ekstraksi
kandungan minyak S. platensis dengan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu hexane dan
petroleum eter. Hasil ekstraksi menunjukkan kandungan minyak tertinggi pada umur ke 5 hari yaitu
2,49% biomassa kering dengan pelarut hexane dan 2,27% biomassa kering dengan pelarut
petroleum eter. Uji statistik dengan menggunakan ANOVA memperlihatkan hasil tidak berbeda nyata
terhadap kandungan minyak pada kedua pelarut.
Kata kunci: ekstraksi, mikroalga, minyak nabati, pertumbuhan,

PENGARUH BAHAN KIMIA SEBAGAI PENGAWET SARGASSUM POLYCISTUM


TERHADAP MUTU NATRIUM ALGINAT YANG DIHASILKAN
Rinta Kusumawati*) dan Nurul Hak*)
*) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Rumput laut sebagai bahan baku ekstraksi fikokoloid seringkali tidak langsung digunakan, sehingga
perlu dilakukan penanganan awal untuk pengawetannya. Penggunaan bahan kimia telah diketahui
dapat mengawetkan rumput laut. Penelitian ini menggunakan larutan bahan kimia yang bervariasi,
yaitu NaOH 0,5%, NaOH 1%, Ca(OH) 2 jenuh, dan HCl 1%. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan mutu natrium alginat yang dihasilkan dari bahan baku rumput laut Sargassum
polycistum yang mendapat perlakuan penanganan awal menggunakan larutan bahan kimia terhadap
kontrol (tanpa perlakuan perendaman dengan bahan kimia). Teknik pengawetan yang dilakukan
adalah dengan cara merendam rumput laut yang telah dicuci dan dibersihkan dalam larutan bahan
kimia selama 1 jam, kemudian dicuci kembali dan dikeringkan dengan sinar matahari dan dikemas
dalam karung plastik dengan penyimpanan dalam suhu ruang. Ekstraksi rumput laut kering mengacu
pada metode Yunizal (2004), sedemikian hingga diperoleh tepung natrium alginat yang kemudian
dianalisis mutunya. Hasil analisis menunjukkan bahwa rendemen natrium alginat dari kontrol dan
perlakuan dengan NaOH 0,5%; NaOH 1%, Ca(OH) 2 jenuh, dan HCl 1%, yaitu 25,5; 28,7; 34,7; 28,0;
dan 36,5%. Kadar air masing-masing 18,0; 22,1; 23,6; 15,9; dan 27,3%. Kadar abu masing-masing
30,5; 25,7; 26,8; 29,4; dan 30,9%. Viskositas masing-masing 2,5; 28,7; 29,8; 64,0; dan 26,7 cPs.
Derajat putih masing-masing 59,0; 38,1; 38,2; 38,7; dan 22,4%. Analisis statistik de Garmo terhadap
keseluruhan data analisis menunjukkan bahwa perlakuan pengawetan terbaik terhadap Sargassum
polycistum adalah dengan menggunakan larutan HCL 1%.
Kata kunci: ekstraksi, natrium alginat, pengawetan, Sargassum polycistum,

PENELITIAN
MEKANIS

PENGOLAHAN ABON IKAN TUNA DENGAN ALAT PENGERING

Rosmawaty Peranginangin* dan Ijah Muljanah*


*Peneliti dari Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Penelitian pengolahan abon dengan menggunakan alat pengering mekanis telah dilakukan. Bahan
baku yang digunakan adalah ikan tuna beku. Tahapan proses pembuatan abon adalah : ikan tuna
beku di lelehkan, direbus, pengepresan, pemarutan menjadi serat-serat abon, penambahan bumbu,
pengeringan dalam alat mekanis suhu 80 oC. Untuk mengetahui efisiensi kapasitas alat pengering
mekanis ddigunakan dua perlakuan berat bahan baku ikan tuna yaitu 6 kg dan 20 kg. Selama
pengeringan dalam alat pengering mekanis diambil sampel setiap satu jam untuk dianalisis kadar
airnya sampai abon dinyatakan matang. Kandungan protein, abu dan lemak dianalisis pada abon
yang sudah matang. Hasil penelitian dengan bahan baku ikan tuna 6 kg menjadi abon dengan lama
pengeringan 2,5 jam diperoleh: rendemen sebesar 23.2%, kadar air 18.82%, kadar abu 3.54%, kadar
protein 38.43% dan kadar lemak 5.20%. Sedangkan dengan bahan baku 20 kg ikan tuna diperoleh
abon dengan lama pengeringan 6 jam dengan rendemen 32.5%, kadar air 9.3%, kadar abu 4.32%,
kadar protein 39.86% dan kadar lemak 8.42%.

PENGGUNAAN BAHAN PEMUCAT PADA EKSTRAKSI AGAR DARI RUMPUT LAUT


GRACILLARIA VERRUCOSA
Siti Nurbaity Kartika Apriani dan Murdinah
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan BIoteknologi Kelautan dan Perikanan

Penelitian penggunaan bahan pemucat pada ekstraksi agar dari rumput laut Gracillaria verrucosa
hasil budidaya telah dilakukan. Bahan pemucat biasanya digunakan untuk menghilangkan pigmen
rumput laut sehingga diperoleh produk akhir berupa tepung agar yang lebih putih. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari efektifitas bahan pemucat pada ekstraksi agar dari rumput laut
Gracillaria verrucosa. Beberapa jenis bahan pemucat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu,

kapur tohor (CaO), Natrium hipoklorit (NaOCl), dan Titanium dioksida (TiO 2). Konsentrasi masingmasing jenis bahan pemucat yang digunakan adalah 0,5% dengan waktu perendaman selama 30
menit. Tepung agar yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan berbagai jenis bahan pemucat
diamati mutunya meliputi kadar air, kadar abu, derajat putih, kekuatan gel, dan rendemen.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan jenis bahan pemucat titanium
dioksida 0,5% menghasilkan tepung agar dengan nilai derajat putih yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan jenis bahan pemucat lainnya. Karakteristik tepung agar yang dihasilkan dengan
jenis bahan pemucat titanium dioksida memiliki nilai derajat putih 56,7 %,kadar air 10.43 %, kekuatan
gel 84,8 g/cm2, kadar abu 20.67 %, dan rendemen 13.53 %.
Kata kunci: agar-agar, bahan pemucat, ekstraksi, Gracillaria verrucosa, mutu
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TINGKAT PENERIMAAN KONSUMEN SELAI APEL MALANG
YANG DIPERKAYA SPIRULINA PLATENSIS
Puspita Akbar Adhy Aksay, Iwan Yusuf Bambang Lelana, Siti Ari Budhiyanti
Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan tingkat penerimaan konsumen
selai apel (P. malus) yang diperkaya dengan S. platensis. Tingkat kesukaan konsumen ditinjau dari
atribut warna, aroma, rasa dan tekstur. Aktivitas antioksidan diuji dengan metode RSA-DPPH.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 7 perlakuan ( 0%, 0,13%, 0,25%,
0,37%, 0,50%, 0,63% dan 0,75% ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan S. platensis berpengaruh nyata pada tingkat
kesukaan panelis (p<0,05). Penambahan S. platensis meningkatkan aktifitas antioksidan pada
produk dengan persamaan regresi y = 2,213x + 57,79 dan koefisien determinasi R 2= 0,96. Perlakuan
terbaik yang dapat diterima oleh panelis dan memberikan peningkatan aktivitas antioksidan adalah
penambahan S. platensis sebesar 0,50%.
Kata kunci : penerimaan, antioksidan, selai, apel malang, S. platensis

PENGARUH UMUR
PERTUMBUHAN
PADA KANDUNGAN MINYAK NABATI
MIKROALGAE PORPHYRIDIUM CRUENTUM
Sri Amini*
* Peneliti Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi, Jakarta

Penelitian pengaruh umur terhadap kandungan minyak nabati mikroalgae jenis Porphyridium
cruentum telah dilakukan dilaboratorium Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan Perikanan Jakarta. Kultivasi Porphyridium cruentum dilakukan dalam wadah ukuran 100
liter air laut kadar garam 20 ppt,diaerasi terus menerus dan ditempatkan diluar ruangan yang terkena
sinar matahari. Kultivasi dilakukan 3 kali ulangan dan media pertumbuhannya dipupuk menggunakan
Conwy. Pengamatan pertumbuhan
diamati setiap 2 hari sekali dan pemanenan biomassa
Porphyridium cruentum dilakukan setiap 5, 9 dan 15 hari sekali untuk dianalisis kandungan minyak
nabatinya. Ekstraksi minyak nabati Porphyridium cruentum menggunakan pelarut hexana. Hasil
penelitian menunjukkan pertumbuhan sel Porphyridium cruentum tertinggi terdapat pada umur 9 hari
= 6,45 log sel/mL dan laju pertumbuhannya pada umur 5 hari (k=2,88). Kandungan minyak nabati
Porphyridium cruentum tertinggi terdapat pada umur 9 hari yaitu 3,0 %.
Kata kunci: ekstraksi, minyak nabati, mikroalgae, Porphyridium cruentum
PENGARUH TEKNIK PENYARINGAN PADA EKTRAKSI BAKTO AGAR DARI RUMPUT LAUT
BLUDRU (RHODYMENIA SP.) TERHADAP KUALITAS PRODUK YANG DIHASILKAN
Subaryono dan Murdinah

Penelitian untuk melihat pengaruh teknik penyaringan pada ekstraksi bakto agar dari rumput laut
Bludru (Rhodymenia sp.) terhadap kualitas produk yang dihasilkan telah dilakukan. Perlakuan yang
dicobakan adalah penyaringan dengan penyaring nylon 300 mesh, penyaringan dengan penyaring
nylon 300 mesh dengan penambahan cellite, dan penyaringan dengan kertas saring whatman No 1
dengan penambahan cellite. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga
kali ulangan. Parameter yang diamati meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, gel strength, kadar
sulfat, titik leleh, titik jendal dan pH.Analisa data dilakukan dengan uji sidik ragam (anova) dan apabila
terdapat pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan teknik penyaringan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar abu dan kekuatan gel,
tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air, kadar sulfat, titik jendal, titik leleh dan pH produk bakto
agar yang dihasilkan. Rendemen tertinggi sebesar 36,65% dihasilkan pada bakto agar yang diekstrak
dengan penyaringan menggunakan nylon 300 mesh. Kadar abu terendah sebesar 1,42% dihasilkan
pada penyaringan menggunakan kertas whatman no 1 dengan penambahan cellite. Gel strength
tertinggi sebesar 438.6 g/cm2 dihasilkan pada penyaringan menggunakan kertas whatman no 1
dengan penambahan cellite.
Kata kunci: bakto agar, ekstraksi, penyaringan, Rhodymenia sp., rumput laut

EKSTRAKSI PEMANFAATAN LIMBAH KULIT IKAN


CALCALIFER ) SECARA ASAM MENJADI GELATIN

KAKAP

PUTIH

(LATES

Tazwir * dan Fera Roswita Dewi *


* Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta

Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor gelatin sebagai bahan tambahan untuk produk makanan
maupun farmasi. Limbah hasil perikanan yang mencapai 37,9 % yang berupa kepala, tulang, kulit ,
sirip, duri dan isi perut hingga saat ini belum dimanfatkan secara optimal, hanya terbatas untuk
makanan ternak dan ikan. Salah satu cara pemanfaatannya adalah diolah menjadi gelatin. Ekstrksi
gelatin dari kulit ikan kakap putih secara asam telah dilakukan pada suhu 60 -70 0C selama 5 jam,
kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 55 0 C, lembaran yang diperoleh digiling
sehingga diperoleh bubuk gelatin. Parameter pengamatan meliputi sifat fungsional yaitu rendemen,
kekuatan gel, viskositas, titik leleh dan titik jendal serta kandungan asam aminonya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa gelatin yang dihasilkan mempunyai rendemen sebesar 11.5 %, kekuatan gel
335.3 gr bloom, viskositas 13.6 cPs, titik leleh sebesar 23.5 0C dan titik jendal 9.66 0C. Nilai tersebut
diatas sudah memenuhi criteria gelatin pangan, farmasi maupun standard SNI dan British standar
757, 1975. Komposisi asam amino terbanyak adalah asam glutamate 2,107 %, lisin 1,038 %, leusin
1,005 % dan asam aspartat 0,673 %.
Kata kunci: ekstraksi, gelatin, kakap putih

PENAMBAHAN
EKSTRAK FLAVOR KEPALA UDANG
KARAKTERISTIK BUMBU PASTA NASI GORENG

TERHADAP

SIFAT

Theresia Dwi Suryaningrum dan Ijah Muljanah **)


**) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Limbah kepala udang yang mengandung protein cukup tinggi masih potensial untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku flavor enhancer. Penelitian pemanfaatan ekstrak flavor limbah udang untuk
bumbu pasta nasi goreng telah dilakukan. Limbah kepala udang dihancurkan kemudian dihidrolisis
dengan menggunakan enzim papain kasar 0.5% (b/v) dan garam 0.5% (b/v) pada suhu 55-60 oC
selama 1 jam. Ekstrak yang diperoleh sebagian disterilisasi dan sebagian dipasteurisasi.
Penambahan ekstrak flavor terhadap bumbu nasi goreng dilakukan berdasarkan hasil percobaan
pendahuluan yaitu dengan penambahan ekstrak flavor 50% dan 25 % dari bumbu nasi goreng yang
digunakan. Pengamatan dilakukan terhadap rendemen, pH, proksimat analisis (kadar air, kadar abu,
protein, lemak) jumlah lempeng bakteri (TPC), serta uji sensori terhadap rasa, bau dan warna nasi
goreng yang dilakukan dengan cara mengaplikasikan bumbu ke dalam 250 g nasi putih untuk dibuat
nasi goreng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi diperoleh dari bumbu pasta nasi
goreng yang ditambah dengan flavor 50% yang diekstraksi dengan cara sterilisasi. Perlakuan

penambahan ekstrak flavor 50% menghasilkan bumbu pasta dengan kadar air, protein dan pH lebih
tinggi yang berbeda nyata(P< 0.05), dibandingkan dengan penambahan ekstrak flavor 25%.
Sedangkan penambahan ekstrak flavor yang diperoleh secara pasteurisasi menghasilkan bumbu
nasi goreng dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan pH yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak flavor yang diperoleh dengan cara sterilisasi. Jumlah bakteri bumbu pasta dari
berbagai perlakuan yang diberikan kurang dari 25 x 10 2 sel/g. Sedangkan pengamatan secara
sensori terhadap warna, panelis memberikan nilai tertinggi pada bumbu nasi goreng yang ditambah
dengan ekstrak flavor limbah udang 50% yang diperoleh dengan cara pasteurisasi. Sedangkan bau
dan rasa panelis memberikan nilai tertinggi terhadap bumbu nasi goreng yang ditambah ekstrak flavor
50% yang diperoleh dengan sterilisasi. Secara umum perlakuan terbaik diperoleh
dengan
menggunakan ekstrak flavor yang disterilisasi dengan konsentrasi ekstrak 50%.

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK DARI LIMBAH


PENGOLAHAN PATIN
Tri Nugroho Widianto dan Putri Wullandari
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat menyebabkan ketersedianan bahan bakar fosil
semakin menipis serta menyebabkan masalah lingkungan seperti pemanasan global. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, diantaranya menciptakan energi alternatif seperti
biodiesel dari minyak ikan. Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan
terhadap rendemen minyak ikan yang dihasilkan dari ekstraksi limbah pengolahan patin. Limbah ikan
yang digunakan yaitu limbah hasil filet ikan patin (Pangasius sp.). Ekstraksi minyak ikan dilakukan
dengan proses pemanasan pada suhu 70, 80, 90 dan 100 0C dan pengepresan menggunakan alat
press hidrolik berkekuatan 1.5 kpsi, dilanjutkan dengan proses degumming dan pemisahan antara
minyak dan zat-zat pengotor. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen minyak ikan yang dihasilkan.
Kata kunci: limbah patin, minyak ikan, patin

PENGARUH SUHU DAN WAKTU KARBOKSIMETILASI TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA


KARBOKSIMETIL KITOSAN
Yusro Nuri Fawzya1, Rina Novianty2, Abdul Munim3 dan Asri Pratitis1
1)
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
2)
Alumni Fakultas MIPA, Universitas Indonesia
3)
Fakultas MIPA, Universitas Indonesia

Kitosan merupakan biopolimer alam yang diketahui memiliki keunggulan dalam hal bioaktivitas,
kesesuaian digunakan oleh tubuh (biocompatible) dan kemampuannya diuraikan secara alami,
sehingga banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang, terutama bidang pangan, farmasi dan
bioteknologi. Namun salah satu sifat yang membatasi penggunaannya dalam bidang farmasi adalah
kelarutannya, yang hanya larut dalam larutan asam lemah, sehingga banyak upaya untuk
menghasilkan kitosan larut air, salah satunya adalah karboksimetil kitosan. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu proses karboksimetilasi terhadap sifat fisikokimia
karboksimetil kitosan. Proses karboksimetilasi dilakukan terhadap kitosan pada suhu 50, 70 dan 90oC
selama 1 dan 2 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan suhu dan waktu karboksimetilasi
meningkatkan hasil (yield), kelarutan dan derajat substitusi karboksimetil kitosan, namun menurunkan
viskositasnya. Dengan demikian perlakuan karboksimetilasi pada suhu 90 oC selama 2 jam
memberikan hasil, kelarutan dan derajat substitusi tertinggi, yaitu 107,8%; 99, 03% dan 1.1. Pada
perlakuan ini, viskositas yang dihasilkan adalah sebesar 80,99 cPs. Sedangkan perlakuan yang dinilai
memberikan hasil optimal adalah proses karboksimetilasi kitosan pada suhu 50 oC selama 2 jam.
Pada kondisi ini, yield, kelarutan dan viskositas KMK yang dihasilkan berturut-turut adalah 97,69%,
96,39% dan 154,38 cps.

Kata kunci: karboksimetilasi, sifat fisikokimia, suhu, waktu

Anda mungkin juga menyukai