Anda di halaman 1dari 3

Tentang Kraton Yogyakarta

Bangunan Kraton dengan arsitektur Jawa yang agung dan elegan ini terletak di pusat Kota
Yogyakarta. Bangunan ini didirikan oleh Pangeran Mangkubumi, yang kemudian bergelar Sri
Sultan Hamengku Buwono I, pada tahun 1775. Beliau yang memilih tempat tersebut sebagai
tempat untuk membangun bangunan tersebut, tepat di antara sungai Winongo dan sungai Code,
sebuah daerah berawa yang dikeringkan.
Bangunan Kraton membentang dari utara ke selatan. Halaman depan dari Kraton disebut alunalun utara dan halaman belakang disebut alun-alun selatan. Desain bangunan ini menunjukkan
bahwa Kraton, Tugu dan Gunung Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai
hal yang keramat. Pada waktu lampau Sri Sultan biasa bermeditasi di suatu tempat pada poros
tersebut sebelum memimpin suatu pertemuan atau memberi perintah pada bawahannya.
Yang disebut Kraton adalah tempat bersemayam ratu-ratu, berasal dari kata : ka + ratu + an =
kraton. Juga disebut kadaton, yaitu ke + datu + an = kedaton, tempat datu-datu atau ratu-ratu.
Bahasa Indonesianya adalah istana, jadi kraton adalah sebuah istana, tetapi istana bukanlah
kraton. Kraton ialah sebuah istana yang mengandung arti keagamaan, arti filsafat dan arti kulturil
(kebudayaan).
Dan sesungguhnya Kraton Yogyakarta penuh dengan arti-arti tersebut diatas. Arsitektur
bangunan-bangunannya, letak bangsal-bangsalnya, ukiran-ukirannya, hiasannya, sampai pada
warna gedung-gedungnyapun mempunyai arti. Pohon-pohon yang ditanam di dalamnya bukan
sembarangan pohon. Semua yang terdapat disini seakan-akan memberi nasehat kepada kita untuk
cinta dan menyerahkan diri kita kepada Tuhan yang Maha Esa, berlaku sederhana dan tekun,
berhati-hati dalam tingkah laku kita sehari-hari dan lain-lain.
Siapakah gerangan arsitek dari kraton ini? Beliau adalah Sri Sultan Hamengkubuwono I sendiri.
Waktu masih muda, baginda bergelar pangeran Mangkubumi Sukowati dan dapat julukan,
menurut Dr.F.Pigeund dan Dr.L.Adam dimajalah Jawa tahun 1940:"de bouwmeester van zijn
broer Sunan P.B II" ("arsitek dari kakanda Sri Sunan Paku Buwono II").
Komplek kraton terletak di tengah-tengah, tetapi daerah kraton membentang antara Sungai Code
dan Sungai Winanga, dari utara ke selatan adalah dari Tugu sampai Krapyak. Namun kampungkampung jelas memberi bukti kepada kita bahwa ada hubungannya antara penduduk kampung
itu dengan tugasnya di kraton pada waktu dahulu, misalnya Gandekan = tempat tinggal gandekgandek (kurir) dari Sri Sultan, Wirobrajan tempat tinggal prajurit kraton wirobrojo, Pasindenan
tempat tinggal pasinden-pasinden (penyanyi-penyanyi) kraton.
Luas Kraton Yogyakarta adalah 14.000 m. Didalamnya terdapat banyak bangunan-bangunan,
halaman-halaman dan lapangan-lapangan.
Kita mulai dari halaman kraton ke utara:
1. Kedaton/Prabayeksa
2. Bangsal Kencana

3. Regol Danapratapa (pintu gerbang)


4. Sri Manganti
5. Regol Srimanganti (pintu gerbang)
6. Bangsal Ponconiti (dengan halaman Kemandungan)
7. Regol Brajanala (pintu gerbang)
8. Siti Inggil
9. Tarub Agung
10. Pagelaran (tiangnya berjumlah 64)
11. Alun-alun Utara dihias dengan
12. Pasar (Beringharjo)
13. Kepatihan
14. Tugu
Angka 64 itu menggambarkan usia Nabi Muhammad 64 tahun Jawa, atau usia 62 tahun Masehi.
Kalau dari halaman kraton pergi ke selatan maka akan kita lihat:
15. Regol Kemagangan (pintu gerbang)
16. Bangsal Kemagangan
17. Regol Gadungmlati (pintu gerbang)
18. Bangsal Kemandungan
19. Regol Kemandungan (pintu gerbang)
20. Siti Inggil
21. Alun-alun Selatan
22. Krapyak
Catatan:
1. Regol =pintu gerbang
2. Bangsal =bangunan terbuka
3. Gedong =bangunan tertutup (berdinding)
4. Plengkung =pintu gerbang beteng
5. Selogilang =lantai tinggi dalam sebuah bangsal semacam podium rendah, tempat duduk Sri
Sultan atau tempat singgasana Sri Sultan
6. Tratag =bangunan, biasanya tempat berteduh, beratap anyam-anyaman bamboo dengan tiangtiang tinggi, tanpa dinding.
Komplek kraton itu dikelilingi oleh sebuah tembok lebar, beteng namanya. Panjangnya 1 km
berbentuk empat persegi, tingginya 3,5 m, lebarnya 3 sampai 4 m. di beberapa tempat di beteng
itu ada gang atau jalan untuk menyimpan senjata dan amunisi, di ke-empat sudutnya terdapat
bastion-bastion dengan lobang-lobang kecil di dindingnya untuk mengintai musuh. Tiga dari
bastion-bastion itu sekarang masih dapat dilihat. Beteng itu di sebelah luar di kelilingi oleh parit
lebar dan dalam.
Lima buah plengkung atau pintu gerbang dalam beteng menghubungkan komplek kraton dengan
dunia luar. Plengkung-plengkung itu adalah:
1. Plengkung Tarunasura atau plengkung Wijilan di sebelah timur laut.
2. Plengkung Jogosuro atau Plengkung Ngasem di sebelah Barat daya.
3. Plengkung Jogoboyo atau Plengkung Tamansari di sebelah barat.

4. Plengkung Nirboyo atau Plengkung Gading di sebelah selatan.


5. Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur.
SEJARAH
Pada tahun 1955, perjanjian Giyanti membagi dua kerajaan Mataram menjadi Ksunanan
Surakarta dibawah pemerintah Sunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta dibawah
pemerintah Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.
Pesanggrahan Ayodya selanjutnya dibangun menjadi Kraton Kasultanan Yogyakarta .
Lebih dari 200 tahun yang lalu, tempat dimana Kraton Yogyakarta sekarang berada merupakan
daerah rawa yang dikenal dengan nama Umbul Pachetokan, yang kemudian dibangun menjadi
pesanggrahan yang bernama Ayodya. Kraton Yogyakarta menghadap ke arah utara, pada arah
poros Utara selatan, antara gunung merapi dan laut selatan. Di dalam balairung kraton, dapat
disaksikan adegan pisowanan (persidangan agung) dimana Sri Sultan duduk di singgasana
dihadap para pemangku jabatan istana.
Regol Donopratomo yang menghubungkan halaman Sri Manganti dengan halaman inti kraton,
dijaga oleh 2 (dua) patung dwarapala yang diberi nama Cingkarabala dan Balaupata, yang
melambangkan kepribadian baik manusia, yang selalu menggunakan suara hatinya agar selalu
berbuat baik dan melarang perbuatan yang jahat. Di dalam halaman inti kraton, dapat dilihat
tempat tinggal Sri Sultan yang biasa digunakan untuk menerima tamu kehormatan dan
menyelenggarakan pesta. Di tempat ini juga terdapat keputren atau tempat tinggal putri-putri
Sultan yang belum menikah.
Kraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1256 atau tahun Jawa 1682, diperingati dengan sebuah
condrosengkolo memet di pintu gerbang Kemagangan dan di pintu Gading Mlati, berupa dua
ekor naga berlilitan satu sama lainnya. Dalam bahasa jawa : "Dwi naga rasa tunggal" Artinya:
Dwi=2, naga=8, rasa=6, tunggal=I, Dibaca dari arah belakang 1682. warna naga hijau, Hijau
ialah symbol dari pengharapan.
Disebelah luar dari pintu gerbang itu, di atas tebing tembok kanan-kiri ada hiasan juga terdiri
dari dua (2) ekor naga bersiap-siap untuk mempertahankan diri. Dalam bahasa Jawa: "Dwi naga
rasa wani", artinya: Dwi=2, naga=8, rasa=6, wani=1 jadi 1682.
Tahunnya sama, tetapi dekorasinya tak sama. Ini tergantung dari arsitektur, tujuan dan sudut
yang dihiasinya. Warna naga merah. Merah ialah simbol keberanian. Di halaman Kemegangan
ini dahulu diadakan ujian-ujian beladiri memakai tombak antar calon prajurit-prajurit kraton.
Mestinya mereka pada waktu itu sedang marah dan berani.

Jam Buka

Anda mungkin juga menyukai