Evaluasi Pembelajaran Bipa
Evaluasi Pembelajaran Bipa
Belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing pada kebanyakan orang asing
dapat dikategorikan sebagai belajar bahasa kedua. Para siswa asing tersebut sudah
memiliki bahasa pertama (bahasa ibu) sebelum mereka belajar bahasa Indoneia.
Dengan kondisi demikian, tentu saja pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur
asing (BIPA)menjadi berbeda dibandingkan dengan pengajaran bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertama (B1). Pengajaran BIPA lebih kompleks dan rumit karena
siswa asing tersebut berasal dari berbagai negara. Pengajar BIPA harus memiliki
kompetensi berbahasa Indonesia dan kompetensi sebagai pengajar bahasa
Indonesia. Tanpa kompetensi tersebut, pengajar akan banyak menemui kendala.
Dengan kompetensi sebagai pengajar BIPA, para pengajar tentunya juga
harus memiliki kemampuan dalam menyusun evaluasi BIPA. Berkaitan dengan
evaluasi pembelajaran BIPA, permasalahan yang sering dihadapi oleh pengajar,
antara lain: bentuk, jenis dan kualifikasi alat ukur yang digunakan. Untuk program
BIPA, para penyelenggara sudah harus menyiapkan tes yang valid sejak
penyelenggara mulai menerima peserta program. Melalui tes tersebut,
penyelenggara mengharapkan dapat mengklasifikasikan siswa pada kelas yang
tepat. Penyelenggaraan pengajaran BIPA biasanya mengklasifikasikan peserta atas
kelas dasar, menengah, dan mahir.
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan acuan untuk memantau
keberhasilannya. Dalam ilmu pendidikan kegiatan tersebut disebut dengan istilah
evaluasi. Kegiatan evaluasi merupakan proses sistematis yang terdapat dalam dunia
pendidikan dan pengajaran, termasuk pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing (selanjutnya disingkat BIPA).
Widodo (1995:6) dalam Imron Rosidi
mengatakan bahwa pengajaran BIPA seringkali dihadapkan pada permasalahan
evaluasi pembelajaran, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Dalam evaluasi
proses pembelajaran, banyak hal yang berpengaruh terhadap kelangsungan proses
belajar mengajar. Berkaitan dengan evaluasi hasil pembelajaran, permasalahan
yang sering dihadapi oleh pengajar, antara lain: bentuk, jenis dan kualifikasi alat
ukur yang digunakan. Kondisi seperti ini akan selalu dialami pengajar ketika
melaksanakan tes penentuan level, baik untuk kepentingan placement tes, pre tes,
maupun tes akhir program (Imron Rosidi, 2009).
Berikut ini adalah hakikat evaluasi yang dikemukakan Imron Rosidi dalam
makalahnya Prosedur dan Teknik Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Asing. Evaluasi dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai suatu proses
merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi atau data yang
diperlukan sebagai dasar untuk membuat alternatif keputusan. Dengan demikian,
setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja
direncanakan untuk memperoleh informasi atau data (Purwanto, 1992). Informasi
atau data yang dikumpulkan haruslah mendukung tujuan evaluasi yang
direncanakan.
Dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, Gronlund (1976)
merumuskan pengertian evaluasi sebagai suatu proses sistematis untuk menentukan
atau membuat keputusan tentang ketercapaian tujuan pengajaran. Wrighstone
(dalam Purwanto, 1992) mengemukakan bahwa evaluasi ialah penafsiran terhadap
pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah
ditetapkan dalam kurikulum.
Mengenai hubungan antara evaluasi dengan pengajaran, disebutkan oleh
Parnel (Purwanto, 1984) bahwa pengukuran merupakan langkah awal pengajaran.
Tanpa pengukuran tidak akan terjadi penilaian. Tanpa penilaian tidak akan terjadi
umpan balik. Tanpa umpan balik tidak akan diperoleh pengetahuan yang baik
tentang hasil. Tanpa pengetahuan tentang hasil tidak dapat terjadi perbaikan yang
sistematis dalam belajar.
Melalui evaluasi, seorang pengajar dapat (1) mengetahui apakah pebelajar
mampu menguasai materi yang telah diajarkan, (2) apakah mereka bersikap
sebagaimana yang diharapkan, (3) apakah mereka telah memiliki keterampilan
berbahasa, (4) mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan, dan (5) menentukan kebijakan selanjutnya.
Tujuan pengajaran BIPA sebagaimana tujuan pengajaran lainnya meliputi
ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Oleh sebab itu, model evaluasi yang
diterapkan dalam BIPA juga harus mengacu pada ketiga ranah tersebut. Bila tidak
demikian, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dari pebelajar
tidak dapat diketahui dengan pasti. Padahal, kepastian hasil evaluasi inilah yang
dijadikan titik tolak untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
Bentuk alat ukur evaluasi dapat berupa tes dan nontes. Bentuk alat ukur
yang berupa tes dapat digunakan untuk menguji kompetensi (1) struktur dan
ekspresi tulis, (2) kosakata dan membaca, serta (3) menyimak. Nontes digunakan
untuk menguji kompetensi (1) berbicara dan (2) menulis dengan bentuk penugasan.
Melalui pengamatan, pengukuran kompetensi berbicara dan menulis dilakukan.
Untuk melakukan penskoran digunakan lembar pengamatan yang dilengkapi skala
berjenjang.
Semua bentuk evaluasi tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi
keberhasilan pembelajaran BIPA.
wacana diskusi dengan beberapa alasan. Pertama, tekanan bunyi dalam bahasa
Indonesia tidak membedakan arti; kedua, belum ada ucapan baku dan banyaknya
variasi ucapan dalam bahasa Indonesia juga tidak membedakan arti; ketiga, tes
ucapan produktif harus dilaksanakan secara individual yang tentu akan makan
banyak waktu dan tenaga (Y. Karmin, 2000).
Untuk siswa BIPA, tes ucapan dan ejaan merupakan bagian tes penting
mengingat tanpa penguasaan dua hal tersebut komunikasi akan terhambat. Kendala
yang dialami para siswa BIPA pada kedua aspek ini biasanya adalah kebiasaan
dalam B1 yang akan terbawa ke dalam bahasa Indonesia yang sering kita sebut
dengan istilah interferensi. Namun demikian, pengajar BIPA hendaknya tetap
melakukan tes tersebut untuk dapat mengetahui kompetensi siswa dalam ucapan
dan ejaan.
Tes Kosakata
Tes kosakata bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan produksi katakata yang digunakan dalam berbicara dan menulis. Menurut Harris (1969:48) yang
mula-mula harus diterapkan adalah apakah kosakata yang akan diteskan itu
kosakata aktif atau kosakata pasif, yaitu kata-kata yang akan digunakan dalam
berbicara dan menulis atau yang akan digunakan khusus untuk memahami bacaan.
Meskipun kamus dapat digunakan dalam memilih kata-kata yang akan diteskan,
pada umumnya digunakan daftar kata yang dibuat berdasarkan frekuensi
pemakaiannya secara nyata.
Pengetahuan tentang kosakata merupakan hal yang sangat penting untuk
mengembangkan dan menunjukkan keterampilan berbahasa: mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis. Namun, hal itu tidak selamanya berarti bahwa
kosa kata harus diteskan secara terpisah (Hughes, 1989:146). Tes kosakata dapat
dilakukan tersendiri, dapat juga dilakukan secara terpadu dengan keempat
keterampilan itu. Dalam hal ini perlu diperhatikan perbedaan antara kemampuan
produktif (berbicara dan menulis) dan kemampuan reseptif (mendengarkan dan
membaca).
Tes kosakata umumnya menggunakan soal bentuk objektif pilihan ganda,
melibatkan sinonim, definisi atau parafrase, isian dan gambar. Dalam menyusun tes
kosakata Harris (1969:54-57) menyarankan hal-hal berikut ini:
1. tes dalam bentuk definisi dengan menggunakan kata-kata sederhana yang
mudah dipahami.
2. semua alternatif jawaban tes memiliki tingkat kesukaran yang lebih kurang
sama.
3. jika memungkinkan, semua pilihan berhubungan dengan bidang atau kegiatan
yang sama.
4. panjang pilihan jawaban lebih kurang sama.
5. butir soal harus bebas dari kesalahan ejaan.
Dalam pengajaran BIPA, tes kosakata tentu harus disesuaikan dengan tematema yang telah dikuasai siswa. Setiap kosakata terkait dengan tema-tema
tertentu. Tes kosakata yang tidak relevan dengan tema yang telah dikuasai siswa
akan menimbulkan frustasi pada siswa. Jika siswa telah menguasai tema hukum,
maka kosakata yang terkait dengan bidang hukum dapat diujikan. Namun, untuk
siswa BIPA tingkat dasar yang tentunya masih berhubungan dengan tema-tema yang
dekat dengan kehidupannya (tema konkret) akan sulit mengerjakan tes kosakata
tersebut.
2) Evaluasi Keberbahasaan
Berikut ini adalah uraian untuk jenis-jenis tes yang digunakan dalam
evaluasi keberbahasaan:
Tes Berbicara
Keterampilan berbicara sangat komplek karena tidak hanya menuntut
pemahaman terhadap masalah yang akan diinformasikan, tetapi juga menuntut
kemampuan menggunakan perangkat kebahasaan dan nonkebahasaan. Evaluasi
keterampilan berbicara dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pebelajar
dalam menggunakan bahasa target secara lisan untuk menyampaikan pikiran,
perasaan, dan keberadaannya.
Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan berikut.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
h)
ucapan,
tata bahasa
kosakata
kefasihan, dan
pemahaman.
Tes Membaca
Evaluasi keterampilan membaca dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan pebelajar (1) memahami informasi, (2) menerima, mengklafikasi,
menganalisis, dan menyimpulkan informasi, (3) ketepatan lafal dan intonasi ketika
membaca dalam bahasa target.
Teknik evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
membaca dipaparkan berikut.
a) Membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat.
b) Menjawab pertanyaan-pertanyaan.
d)
e)
f)
g)
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, berikut ini adalah hal-hal yang perlu
disiapkan untuk penyusunan tes bahasa untuk siswa BIPA:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
DAFTAR RUJUKAN
10
11
2. NIP
: 196805291992032001
3. Pangkat/gol
: III/d
4. Jabatan fungsional
: Lektor
5. Tempat/tgl lahir
6. Jenis kelamin
: Perempuan
7. Agama
: Islam
8. Status perkawinan
: Menikah
9. Alamat
12
i.
j.
13