Anda di halaman 1dari 62

Panduan untuk

Rencana Aksi Nasional tentang


Bisnis dan Hak Asasi Manusia
Kelompok Kerja PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi
Manusia Versi 1.0 I Desember 2014

Ringkasan Eksekutif

Panduan mengenai Kelompok Kerja PBB tentang


Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UN Working
Group on Business and Human Rights/UNWG) ini
memberikan rekomendasi tentang
perkembangan, implementasi, dan pembaruan
Rencana Aksi Nasional (RAN/National Action
Plans) tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia.
Dokumen ini dirancang sebagai rujukan untuk
semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam
proses RAN. Dasar dari dokumen ini adalah
kesadaran bahwa tidak ada pendekatan 'ukuran
serba muat' untuk RAN.

diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam


perumusan dan pembaruan RAN, dan pendapat
mereka harus dipertimbangkan. Informasi harus
dibagi secara transparan pada semua tahapan
proses tersebut.
Keempat, proses RAN harus dievaluasi dan
diperbarui secara berkala. Proses tersebut harus
disesuaikan dengan konteks yang berubah dan
diarahkan menuju kemajuan kumulatif.

Definisi dan kriteria esensial


Dalam bidang bisnis dan hak asasi manusia, RAN
didefinisikan sebagai "strategi kebijakan yang
berkembang dan dirumuskan oleh Negara untuk
melindungi dari dampak merugikan bagi hak asasi
manusia oleh perusahaan bisnis sesuai dengan
Prinsip-prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak
Asasi Manusia PBB (UN Guiding Principles on
Business and Human Rights/UNGP)." UNWG
memiliki empat kriteria penting agar RAN dapat
efektif.
Pertama, RAN harus didasarkan pada UNGP.
Sebagai suatu instrumen untuk
mengimplementasikan UNGP, RAN harus secara
memadai mencerminkan kewajiban Negara,
berdasarkan hukum hak asasi manusia
internasional, untuk melindungi dari dampak
merugikan hak asasi manusia oleh perusahaan
dan menyediakan akses yang efektif menuju
pemulihan. Lebih lanjut, RAN harus
menggerakkan bisnis untuk menghormati hak
asasi manusia termasuk melalui proses uji tuntas.
RAN juga harus didukung oleh prinsip-prinsip
utama hak asasi manusia dalam hal kesetaraan
dan nondiskriminasi.
Kedua, RAN harus memiliki konteks khusus dan
ditujukan untuk dampak merugikan bagi hak asasi
manusia oleh korporasi, baik dampak aktual dan
potensi dampak. Pemerintah harus menentukan
tindakan yang terfokus dan realistis yang
memberikan pengaruh paling memungkinkan
untuk mencegah dan memulihkan dampak yang
merugikan.
Ketiga, RAN harus dikembangkan dalam proses
yang inklusif dan transparan. Pemangku
kepentingan yang memiliki ketertarikan harus
ii

Panduan tentang proses RAN


UNWG merekomendasikan pemerintah untuk
mempertimbangkan proses lima tahap berikut,
yang terdiri dari 15 langkah. Tahap 1 sampai 3
menjelaskan perumusan RAN awal. Tahap 4 dan
5 mencakup siklus implementasi, pengawasan,
dan pembaruan secara terus-menerus untuk
versi RAN lanjutan.

Tahap 1: Inisiasi
1.
2.
3.
4.

Mengusahakan dan mengumumkan


komitmen formal Pemerintah
Membuat format kerja sama lintas
departemen dan menunjuk pemimpinnya
Membuat format kerja sama dengan
pemangku kepentingan non-pemerintah
Merumuskan dan mengumumkan rencana
kerja dan mengalokasikan sumber daya
yang memadai

Tahap 2: Penilaian dan konsultasi


5.
6.

7.

Memahami dampak merugikan hak asasi


manusia oleh korporasi
Mengidentifikasi kesenjangan dalam
implementasi UNGP oleh Negara dan
bisnis
Berkonsultasi dengan pemangku
kepentingan dan menentukan area
prioritas

Tahap 3: Rancangan RAN awal


8.
9.

Merancang RAN awal


Berkonsultasi dengan pemangku
kepentingan yang tertarik tentang
rancangan tersebut
10. Menyelesaikan dan meluncurkan RAN awal

Tahap 4: Implementasi
11. Mengimplementasikan tindakan dan
melanjutkan kerja sama lintas
departemen
12. Memastikan adanya pemantauan dari
berbagai pemangku kepentingan

Tahap 5: Pembaruan
13. Mengevaluasi dampak RAN sebelumnya
dan mengidentifikasi kesenjangan
14. Berkonsultasi dengan pemangku
kepentingan dan menentukan area
prioritas
15. Merancang RAN yang diperbarui,
kemudian mengonsultasikan,
menyelesaikan, dan meluncurkannya

ii

Panduan tentang substansi RAN

merekomendasikan agar

Keseluruhan struktur dan konten


UNWG merekomendasikan Pemerintah untuk
mempertimbangkan menyusun RAN-nya sesuai
empat bab berikut ini.
Pada bab pendahuluan, Pemerintah harus
menyampaikan komitmennya untuk melindungi
dari dampak merugikan bagi hak asasi manusia
oleh korporasi. Pemerintah juga harus
menyatakan harapannya agar perusahaan bisnis
menghormati hak asasi manusia sesuai dengan
UNGP, termasuk dengan menerapkan uji tuntas
hak asasi manusia, dan menjamin akses menuju
pemulihan apabila terdapat dampak yang
merugikan. Maka Pemerintah harus menyatakan
signifikansi dari kebijakan dan kegiatan yang
dijabarkan di RAN, implementasi tanggung jawab
perusahaan bisnis untuk menghormati hak asasi
manusia.
Bab kedua harus berisi konteks tertentu.
Pemerintah dapat memasukkan pendahuluan
singkat tentang UNGP, menjelaskan hubungan
RAN dengan strategi lainnya terkait kebijakan
pemerintah, dan membuat ikhtisar sejumlah
tantangan penting dalam bisnis dan hak asasi
manusia nasional.
Pada bab ketiga, Pemerintah harus menekankan
prioritasnya dalam menangani dampak merugikan
bagi hak asasi manusia oleh korporasi serta
membahas dan merencanakan kegiatan untuk
setiap Prinsip Panduan yang ditujukan pada
Negara (Prinsip Panduan 1-10, 25-28, 30, dan 31).
Untuk setiap kegiatan yang direncanakan,
Pemerintah harus menjelaskan modalitas
implementasi, termasuk tanggung jawab entitas
yang relevan, kerangka waktu, dan indikator untuk
menilai keberhasilan (lihat Lampiran II).
Pada bab keempat, Pemerintah harus
menentukan modalitas pengawasan dan
pembaruan. Hal ini dapat mencakup pembuatan
kelompok pengawasan sejumlah pemangku
kepentingan yang menerima dan memberi
komentar tentang laporan berkala dari
Pemerintah. Selain itu, Pemerintah harus
menentukan tanggal untuk pembaruan RAN
berikutnya (lihat Lampiran I).

Prinsip-prinsip dasar respons


pemerintah
Bab ketiga pada usulan susunan RAN yang
merangkum respons Pemerintah terhadap
dampak merugikan bagi hak asasi manusia oleh
korporasi adalah bagian utama dari RAN. UNWG

Pemerintah menggunakan empat prinsip


utama saat menetapkan komitmennya.
Pertama, semua komitmen dalam RAN serta
keseluruhan rencana harus ditujukan untuk
mencegah, mengurangi, dan memulihkan
dampak merugikan yang ada saat ini serta
kemungkinannya. Jika harus membuat prioritas,
Pemerintah harus memilih dampak yang paling
parah dalam hal skala, cakupan, dan sifat yang
tidak dapat dipulihkan, serta dampak di mana
Pemerintah memiliki kekuasaan terbesar untuk
mengubah situasi yang ada.

Pemangku kepentingan non-Pemerintah harus


meminta Pemerintah untuk menyusun RAN
sejalan dengan panduan ini dan untuk
bertanggung jawab atas penyimpangan dari
rekomendasi yang dijabarkan dalam dokumen ini.

Kedua, UNGP harus digunakan untuk


menentukan cara menangani dampak yang
merugikan. Pemerintah harus menggunakan
Prinsip-prinsip Panduan yang ditujukan untuk
Negara dalam pilar I dan III saat menentukan
strategi dan tindakan konkret untuk menangani
dampak merugikan hak asasi manusia oleh
korporasi. Dalam memperinci tindakannya,
Pemerintah juga harus merujuk pada Prinsipprinsip Panduan yang membahas tanggung
jawab korporasi untuk menghormati hak asasi
manusia berdasarkan pilar II dan III. Secara
khusus, Pemerintah harus mempromosikan
konsep uji tuntas hak asasi manusia sebagai
sesuatu yang dapat menjamin koherensi dalam
kegiatan Pemerintah. Lampiran III dalam
panduan ini berisi daftar yang masih dapat
dilengkapi tentang permasalahan yang dapat
dipertimbangkan terkait setiap Prinsip-prinsip
Panduan yang relevan.
Ketiga, Pemerintah harus menentukan 'paduan
yang tepat' dari tindakan wajib dan sukarela,
serta pada level internasional dan nasional.
Penentuan 'paduan yang tepat' menyiratkan
bahwa Pemerintah mempertimbangkan semua
kemungkinan tindakan untuk menangani
dampak merugikan bagi hak asasi manusia oleh
bisnis dan menentukan paduan komitmen yang
paling efektif dalam meningkatkan perlindungan
bagi perorangan dan kelompok serta dalam
memberikan pemulihan bagi mereka yang
terkena dampak merugikan.
Keempat, Pemerintah harus mempertimbangkan
dampak yang berbeda-beda pada pria atau
wanita, dan anak perempuan atau laki-laki, dan
memastikan tindakan yang dinyatakan dalam
RAN memungkinkan adanya pencegahan,
pengurangan, dan pemulihan yang efektif untuk
dampak tersebut.
UNWG mendorong perwakilan Pemerintah
untuk mempertimbangkan sesuai rekomendasi
dalam panduan ini saat merancang RAN.

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif

ii

1.

Pendahuluan

Latar belakang
Manfaat Rencana Aksi Nasional tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia
Tujuan panduan ini
Susunan Panduan

1
1
1
2

Definisi dan kriteria esensial RAN

UNGP sebagai dasar dari RAN


Merespons tantangan khusus yang dihadapi dalam konteks nasional
Keinklusifan dan transparansi
Proses pemeriksaan dan pembaruan berkala secara berkelanjutan

3
3
4
4

Panduan tentang proses RAN

Tahap 1: Inisiasi
Tahap 2: Penilaian dan konsultasi
Tahap 3: Merancang RAN awal
Tahap 4: Implementasi
Tahap 5: Pembaruan

5
6
8
9
9

Panduan tentang substansi RAN

11

2.

3.

4.

4.1 Keseluruhan struktur dan konten


4.2 Prinsip-prinsip dasar dari respons pemerintah

11
12

5. Kesimpulan

13

Lampiran
I:
Lampiran
II:
Lampiran
III:

14
15
16

Contoh daftar isi RAN


Contoh struktur kompilasi titik aksi
Daftar yang masih dapat dilengkapi terkait permasalahan yang dapat
dipertimbangkan, termasuk dalam RAN

1. Pendahuluan

Kelompok Kerja PBB tentang hak asasi manusia


dan perusahaan transnasional serta perusahaan
bisnis lainnya (UN Working Group on Business
and Human Rights/UNWG) diperintahkan oleh
Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights
Council) untuk mempromosikan implementasi
Prinsip-prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak
Asasi Manusia (UNGP) secara efektif dan

Dokumen ini adalah panduan UNWG tentang


RAN, yang memberi rekomendasi untuk semua
pemangku kepentingan
yang memiliki ketertarikan pada aspek
prosedural dan konten

UNGP telah didukung Negara, sektor swasta, dan


masyarakat sipil. UNGP telah menjadi titik acuan
utama untuk upaya untuk mencegah,
mengurangi, dan memulihkan dampak merugikan
hak asasi manusia oleh kegiatan bisnis. Tidak
lama setelah UNGP didukung oleh Negaranegara dalam Dewan HAM, UNWG beserta
pemangku kepentingan lainnya mulai meminta
Pemerintah untuk terlibat dalam proses
perumusan RAN sebagai
2
cara untuk mengimplementasikan UNGP.
Semakin banyak
Negara dari berbagai benua mulai terlibat dalam
proses tersebut, sedangkan sejumlah negara
lainnya telah menunjukkan keinginan untuk
melakukannya. Kelompok pertama Negaranegara tersebut 3mempublikasikan RAN awalnya

dari RAN.

pada tahun 2013-2014.

Latar belakang

Manfaat Rencana Aksi Nasional


tentang Bisnis dan Hak Asasi
Manusia

1 UNWG menilai Rencana A

komprehensif.
ksi Nasional
(RAN) tentang bisnis dan hak asasi manusia
dapat menjadi media yang penting untuk
menggerakkan
implementasi UNGP.

Pada bulan Juni 2011, Dewan HAM PBB


mendukung konsensus oleh UNGP
Kemudian Negara-negara menyusun komitmen
bersama yang solid untuk mengatasi dampak
merugikan bagi hak asasi manusia oleh kegiatan
bisnis. UNGP adalah hasil proses konsultasi
selama enam tahun antara Negara, perusahaan
bisnis, dan masyarakat sipil yang dipimpin oleh
Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB pada
saat itu, John Ruggie.
Kerangka penting yang dihasilkan oleh UNGP ini
menjelaskan dan memperinci kewajiban dan
tanggung jawab Negara dan perusahaan bisnis
dalam menangani dampak merugikan bagi hak
asasi manusia oleh korporasi. UNGP didasarkan
pada tiga pilar:
-

Pilar I menjelaskan kewajiban hukum Negara


untuk melindungi individu dari dampak
merugikan bagi hak asasi manusia terkait
korporasi dan merangkum sejumlah prinsip
operasional yang harus diterapkan Negara
untuk menerapkan kewajiban ini;
Pilar II mengidentifikasi tanggung jawab
perusahaan bisnis untuk menghormati hak
asasi manusia dan menjabarkan proses uji
tuntas yang dilakukan perusahaan untuk
mewujudkan tanggung jawab ini; dan
Pilar III menekankan dan menjelaskan
keharusan untuk

UNWG menilai bahwa RAN, dan proses


perumusannya, dapat memungkinkan untuk
adanya:
-

Koordinasi dan koherensi yang lebih baik


dalam pemerintah dalam bidang kebijakan
publik yang berkaitan dengan bisnis dan hak
asasi manusia;
Suatu proses yang inklusif untuk menentukan
prioritas nasional serta langkah dan tindakan
kebijakan secara konkret;
Transparansi dan dapat terprediksinya
pemangku kepentingan domestik dan
internasional yang memiliki ketertarikan;
Proses pengawasan berkelanjutan dan
evaluasi terhadap implementasi;
Platform untuk dialog yang sedang berjalan
antara sejumlah pemangku kepentingan;
dan
Format yang fleksibel dan umum yang
memfasilitasi kerja sama dan koordinasi
internasional, serta pertukaran praktik dan
ilmu bermanfaat yang dipelajari.

Tujuan panduan ini


Dokumen ini menjelaskan pandangan UNWG
tentang bagaimana Negara harus mengatur
penyusunan, konten, dan implementasi versi yang

berurutan RAN-nya. Tujuannya secara


menyeluruh adalah untuk:
menjamin akses yang lebih baik menuju pemulihan untuk korban sebagai
2 Dalam laporannya
tanggung jawab bersama Negara dan
pada sesi ke-23 Dewan HAM, UNWG meminta
perusahaan bisnis.
Negara untuk "mempertimbangkan menyusun secara

A/HRC/17/31

saksama rencana aksi nasional (A/HRC/23/32, hal. 21).


Selain itu, pada sesinya yang ke-7 pada bulan Februari
2014, UNWG menjelaskan tentang kegiatannya dalam
memajukan rencana aksi nasional (A/HRC/WG.12/7/1).
3
Lihat repositori RAN UNWG di:
http://www.ohchr.org/EN/Issues/Business/Pages/NationalA
ctionPlans.aspx

1) Memajukan proses-proses RAN yang efektif


dalam mencegah dan mengurangi dampak
merugikan bagi hak asasi manusia terkait
bisnis dan meningkatkan akses menuju
pemulihan; dan
2) Mendorong semakin banyak Negara,
pelaku masyarakat sipil, dan perusahaan
bisnis untuk mengembangkan dan
mendukung proses-proses RAN tersebut.
Panduan ini didasarkan pada kesadaran bahwa
tidak ada pendekatan 'ukuran serba muat' untuk
mengembangkan RAN. Panduan ini tidak
menetapkan cara khusus untuk
mengembangkan RAN, atau konten yang harus
disertakan dalam RAN. Namun, dalam panduan
ini terdapat rekomendasi tentang aspek
prosedural dan konten yang dapat
dipertimbangkan terkait konteks nasional
perumusan RAN.
Panduan ini adalah instrumen praktis yang
dimaksudkan untuk digunakan oleh semua
pemangku kepentingan yang terlibat dalam
proses-proses RAN. Lembaga Pemerintah yang
memimpin pengembangan proses-proses RAN
dan perumusan RAN akan terbantu dengan
panduan ini, yang berfungsi sebagai standar
praktik yang dapat digunakan pemangku
kepentingan lainnya untuk menilai aksi
Pemerintah.
Penting untuk diperhatikan bahwa berdasarkan
UNGP, kewajiban dan tanggung jawab Negara
dan perusahaan bisnis terpisah dari RAN. RAN
dan panduan ini tidak dapat dinilai mengganggu
persyaratan dalam UNGP atau menunda

implementasi UNGP oleh Negara atau


perusahaan bisnis.
Berbagai hal yang didapatkan UNWG dalam
menjalankan mandatnya, termasuk setelah
perumusan RAN di berbagai negara, tergabung
dalam panduan ini. Konsultasi yang berlangsung
antara
UNWG dengan sejumlah pemangku kepentingan
dari berbagai belahan dunia juga memperkaya
4 UNWG akan memperbarui panduan ini, yang merupakan
panduan ini.
sebuah 'dokumen hidup,'
secara berkala.

Susunan Panduan
Panduan ini disusun seperti berikut ini. Bab 2
menjelaskan definisi RAN dan empat kriteria
penting untuk mewujudkan proses RAN yang
efektif menurut UNWG. Bab 3 memberikan
panduan untuk proses perumusan RAN. Proses
RAN terbagi menjadi lima tahap dan, untuk setiap
tahap, panduan ini memberikan sejumlah
rekomendasi langkah praktis. Bagian 4
memberikan rekomendasi umum terkait hal-hal
yang harus disertakan dalam RAN. Lampiran I
berisi contoh daftar isi RAN lengkap dengan
keterangannya. Lampiran II menampilkan struktur
kompilasi titik aksi dan modalitas
implementasinya. Lampiran III berisi daftar yang
masih dapat dilengkapi mengenai tindakan yang
dapat dipertimbangkan saat merumuskan RAN.

4 Konsultasi ini mencakup 1)

konsultasi dan pelatihan ahli secara


terbuka di Jenewa pada bulan Februari dan Mei 2014, 2)
konsultasi online tentang elemen-elemen substantif yang
akan dimasukkan dalam rencana aksi nasional, 3)
kuesioner yang dikirimkan ke Negara-negara, serta 4)

penelitian dan wawancara sekunder yang dilaksanakan


bekerja sama dengan Centre for Applied Legal Studies at
the Witwatersrand School of Law (CALS) dan Singapore
Management University School of Law (SMU), bersama
dengan institusi akademik atau independen lainnya.
Sumber lain yang juga digunakan UNWG adalah partisipasi
dalam konsultasi yang diadakan oleh International
Corporate Accountability Roundtable (ICAR) dan Danish
Institute for Human Rights (DIHR) sebagai bagian dari
proyek RAN mereka.

2. Definisi dan kriteria


esensial RAN

Rencana Aksi Nasional adalah strategi kebijakan


Negara yang menggambarkan orientasi strategis
dan aktivitas konkret untuk menangani masalah
kebijakan khusus. Dalam bidang bisnis dan hak
asasi manusia, UNWG memahami RAN sebagai
Strategi kebijakan yang berkembang
dan dirumuskan oleh Negara untuk
melindungi dari dampak merugikan bagi
hak asasi manusia oleh perusahaan
bisnis, sesuai dengan Prinsip-prinsip
Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak
Asasi Manusia.
UNWG merekomendasikan perumusan RAN
tentang bisnis dan hak asasi manusia yang
berdiri sendiri. Namun UNWG menyadari bahwa
mungkin akan lebih bermanfaat, khususnya
dalam konteks nasional, untuk memasukkan RAN
ke dalam strategi lainnya dalam Pemerintah,
seperti yang berfokus pada pengembangan
ekonomi, hak asasi manusia, atau tanggung
jawab sosial perusahaan. Selain itu, RAN harus
sejalan dengan semua strategi terkait dalam
Pemerintah.
UNWG menetapkan empat kriteria penting agar
RAN dapat efektif. RAN harus 1) didasarkan pada
UNGP, 2) merespons tantangan khusus dalam
konteks nasional, 3) dikembangkan dan
diimplementasikan melalui proses yang inklusif
dan transparan, dan 4) dinilai dan diperbarui
secara berkala.

UNGP sebagai dasar dari RAN


RAN adalah instrumen untuk
mengimplementasikan UNGP. Sejalan dengan
UNGP, RAN harus didasarkan pada standar hak
asasi manusia internasional dan mencerminkan
saling melengkapi dan saling terkait antara
kewajiban Negara dan perusahaan bisnis dalam
mencegah, mengurangi, dan memulihkan
dampak yang merugikan terhadap hak asasi
manusia oleh korporasi.
RAN sebagai strategi publik harus, pertamatama, memberikan jawaban tentang bagaimana
Negara merencanakan implementasi kewajiban
hak asasi manusianya. Saat
mengimplementasikan kewajibannya untuk
melindungi sesuai dengan UNGP, Negara juga

harus menjelaskan bagaimana mereka


mengharapkan perusahaan bisnis untuk
menjalankan tanggung jawabnya berdasarkan
pilar kedua dan ketiga, dan mengidentifikasi
kegiatan yang akan dipilih Pemerintah untuk
mendukung, memotivasi, dan mengharuskan
perusahaan bisnis untuk menghormati hak asasi
manusia. UNGP dapat membantu memastikan

bahwa bisnis memiliki standar yang sama, baik


secara internal melalui berbagai instrumen
kebijakan dan regulasi pemerintah, serta secara
internasional pada lintas negara.
Sejalan dengan UNGP, RAN juga harus
didukung oleh prinsip-prinsip utama hak asasi
manusia dalam hal kesetaraan dan
nondiskriminasi. Hal ini berarti bahwa perhatian
khusus harus diberikan guna mengidentifikasi
dan mengatasi tantangan yang dihadapi
perorangan dan kelompok yang mungkin
berisiko tinggi menjadi rentan atau
termarginalkan, termasuk dengan
mempertimbangkan sejumlah dampak
berdasarkan gender.
Bagaimana cara Negara menggunakan UNGP
sebagai rujukan dasar?
-

Melakukan pembangunan kemampuan


tentang UNGP pada entitas
pemerintahan (lihat bagian 3 langkah 1).
Mengidentifikasi kesenjangan dalam
performa Negara dan bisnis berdasarkan
UNGP (lihat bagian 3, langkah 6 dan 13).
Menggunakan UNGP sebagai instrumen
panduan saat mengidentifikasi dan
menentukan langkah yang memadai untuk
mengatasi kesenjangan perlindungan (lihat
bagian 4.2 dan Lampiran III).

Merespons tantangan khusus


yang dihadapi dalam konteks
nasional
Meskipun semua RAN akan memiliki dasar
yang sama dalam penyelarasannya dengan
UNGP dan instrumen hak asasi manusia
internasional, penggunaan satu standar tidak
akan tepat. Setiap RAN harus mencerminkan
prioritas materiil dari konteks yang relevan
dalam negara. Misalnya, negara yang memiliki
perusahaan bisnis multinasional dalam jumlah
besar diharapkan agar berfokus pada
serangkaian masalah dan tindakan yang
berbeda dari negara yang merupakan tuan
rumah dari perusahaan bisnis tersebut. Sama
halnya dengan sektor khusus yang memiliki
signifikansi tertentu bagi ekonomi suatu negara,
maka hal ini akan memunculkan penekanan
tambahan pada sektor tersebut.
RAN beserta proses perumusan dan
pembaruannya juga harus menyesuaikan
dengan kapasitas serta konteks budaya dan
historis setiap Negara, dan menetapkan
tindakan yang terfokus dan realistis yang paling
memungkinkan untuk mencegah dan

memulihkan dampak yang merugikan

Bagaimana cara Negara menentukan titik


aksi prioritas berdasarkan konteks
nasional?
- Mengidentifikasi dan memetakan dampak
merugikan bagi hak asasi manusia yang
terjadi di wilayah negara tersebut serta di luar
negeri oleh perusahaan yang berada di
negara tersebut (lihat bagian 3, langkah 5
dan 13).
- Melakukan dan memperbarui penilaian
implementasi UNGP oleh Negara dan bisnis
(lihat bab 3, langkah 6 dan 13).

Bagaimana semestinya Negara menjamin


keinklusifan dan transparansi?
-

Keinklusifan dan transparansi


Proses-proses RAN, termasuk perumusan,
pengawasan, dan pembaruan RAN harus bersifat
inklusif dan transparan, serta mempertimbangkan
sudut pandang dan kebutuhan perorangan atau
kelompok yang mungkin terdampak serta
pemangku kepentingan lain yang relevan. Hal ini
penting bagi pendekatan yang sesuai bagi hakhak, dan tingkat partisipasi pemangku
kepentingan terkait dalam proses-proses RAN
akan menentukan, beberapa diantaranya,
legitimasi dan keefektifan RAN.
Pemangku kepentingan dapat memperkenalkan
pengetahuan yang luas tentang tantangan dan
potensi solusi yang efektif dalam bidang bisnis
dan hak asasi manusia, yang penting untuk
menjamin implementasi komitmen dalam RAN
secara efektif. Dengan disertakannya pemangku
kepentingan dari pemerintah dan non-pemerintah,
proses-proses RAN dapat berfungsi sebagai
sarana utama untuk pertukaran dan kerja sama
sejumlah pemangku kepentingan dalam
kaitannya dengan kewajiban Negara untuk
melindungi dan implementasi UNGP secara
umum.
Pemangku kepentingan yang diundang untuk
berpartisipasi dalam proses RAN harus termasuk
organisasi masyarakat sipil, lembaga HAM
nasional (national human rights
institutions/NHRI), serikat dagang, perusahaan
dan asosiasi bisnis, serta perwakilan dari
kelompok populasi yang khususnya rentan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia terkait
bisnis, seperti anak-anak, perempuan, penduduk
pribumi, etnis minoritas, dan penyandang
disabilitas. Bila memungkinkan, orang-orang
yang terdampak pelanggaran HAM oleh
korporasi, atau aktor yang merepresentasikan
pendapat mereka secara sah, harus dapat
berpartisipasi dalam proses tersebut.

Melibatkan sebanyak mungkin entitas yang


relevan dalam Pemerintah dan menyusun
format untuk pertukaran berkala (lihat bab 3,
langkah 1 dan 4).
Berkonsultasi dan mempertimbangkan sudut
pandang dan kebutuhan pemangku
kepentingan non-pemerintah selama proses
perumusan, pengawasan, dan pembaruan
RAN (lihat bab 3, langkah 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12,
13, 14, dan 15).
Merancang dan memperbarui jadwal yang
pasti untuk proses RAN (lihat bab 3,
langkah 4).
Berbagi informasi serta hasil penilaian dan
konsultasi dengan semua pemangku
kepentingan yang tertarik secara berkala
(lihat bab 3, langkah 4, 5, 6 dan 13).

Proses pemeriksaan dan pembaruan


berkala secara berkelanjutan
Proses-proses RAN harus berupa upaya
berkelanjutan, bukan kegiatan sesaat. Dalam
merumuskan RAN awal, Negara mungkin perlu
memprioritaskan bidang-bidang tertentu. Maka,
kecil kemungkinannya RAN awal dapat mengatasi
secara efektif semua permasalahan terkait bisnis
dan hak asasi manusia di suatu Negara.
Pemerintah harus memperjuangkan pengaruh
dan kemajuan kumulatif dengan memeriksa dan
memperbarui RAN-nya secara berkala.
Pembaruan RAN harus mempertimbangkan
dampak aktual dan potensi dampak merugikan
bagi HAM oleh bisnis, serta perkembangan
prioritas politik dan situasi peraturan internasional.
Bagaimana semestinya Negara menjamin
keberlanjutan?
-

Berkomitmen untuk proses yang terbuka


di tahap awal proses (lihat bab 3, langkah
1).
Menjelaskan dengan tegas dalam RAN jika
RAN yang sudah ada akan diperbarui (lihat
bab 4.1 dan lampiran I).
Membuat kerangka waktu yang jelas untuk
implementasi aksi yang dijelaskan dalam
RAN (lihat bab
4.1 dan lampiran II).

3. Panduan
tentang
proses RAN

UNWG menetapkan proses di mana RAN


dirumuskan, diimplementasikan, diperbarui agar
sama pentingnya dengan kontennya. Bab ini
berisi panduan tentang penyusunan prosesproses RAN, yang terdiri dari lima tahap: 1)
inisiasi,
2) penilaian dan konsultasi, 3) merancang RAN
awal, 4) implementasi, dan 5) pembaruan. Tiga
tahap pertama menjelaskan perumusan RAN
awal, sedangkan tahap 4 dan 5 berisi panduan
tentang proses yang berkelanjutan dalam
implementasi dan pembaruan versi RAN lanjutan.
Untuk setiap tahap, terdapat sejumlah
rekomendasi langkah dan contoh pilihan praktik
oleh Pemerintah. Langkah-langkah tersebut
dimaksudkan sebagai rekomendasi dan praktik
yang baik. Secara menyeluruh, sebanyak 15
langkah memberikan contoh proses yang
direkomendasikan UNWG untuk Negara.
Pemangku kepentingan berwenang untuk
mengizinkan potensi deviasi dari proses yang
direkomendasikan berdasarkan kekhususan
konteks nasional.

Tahap 1: Inisiasi
Tahap pertama mencakup langkah-langkah awal
memulai proses RAN. Di sejumlah negara,
organisasi masyarakat sipil atau entitas
pemerintahan tertentu mendorong dirumuskannya
RAN. Kemudian, biasanya sejumlah kecil entitas
pemerintahan dan/atau non-pemerintahan
memimpin pengumpulan dukungan awal untuk
perumusan RAN.
Pada akhir tahap pertama, modalitas dasar untuk
perumusan RAN awal harus dipastikan dan
dipublikasikan. Kebersediaan dari entitas
Pemerintahan terkait harus seluas mungkin dan
harus ada pemahaman bersama tentang
pekerjaan yang akan dihadapi. Pemangku
kepentingan non-pemerintah terkait harus
mengetahui apa yang diharapkan Pemerintah
dari mereka dan apa yang dapat mereka
harapkan dari Pemerintah.

Rekomendasi langkah:
1) Mengupayakan komitmen formal
Pemerintah untuk terlibat dalam proses RAN
Sebagai langkah pertama dalam proses RAN,
harus diperoleh komitmen formal dari Pemerintah
untuk terlibat dalam proses RAN yang terbuka.
Untuk melakukan hal tersebut, perwakilan dari
pemangku kepentingan pemerintah atau nonpemerintah yang tertarik untuk memulai proses
RAN di negaranya harus menentukan
departemen dan entitas terkait dalam Pemerintah
untuk dimasukkan dalam proses tersebut. Entitas
terkait dapat termasuk pihak-pihak yang aktif
dalam permasalahan HAM, tanggung jawab
sosial perusahaan, tenaga kerja, pengembangan,
atau sosial.
Setelah ditentukan, pengetahuan dan
pemahaman tentang permasalahan bisnis dan
hak asasi manusia pada perwakilan departemen
dan lembaga pemerintah terkait harus
ditingkatkan. Ini dapat mencakup upaya oleh
organisasi masyarakat sipil atau NHRI untuk
mengidentifikasi dan mempublikasikan bukti
tentang tantangan dan kesenjangan bisnis dan
hak asasi manusia dalam implementasi kewajiban
Negara berdasarkan hukum HAM internasional.
Terkait entitas Pemerintah yang tertarik untuk
memulai proses RAN, kegiatan yang dapat
dipertimbangkan antara lain melaksanakan
diskusi atau pelatihan internal dalam
Pemerintahan, mendukung penelitian yang
relevan, atau mengadakan konferensi publik
tentang permasalahan bisnis dan hak asasi
manusia, termasuk tentang perumusan RAN.
UNWG akan mengapresiasi bila mendapat
informasi tentang keputusan untuk memulai
5
proses RAN.
2) Membuat format kerja sama lintas
departemen dan menunjuk pemimpinnya
Setelah berkomitmen secara formal untuk terlibat
dalam proses RAN, Pemerintah (atau
kementerian tertentu, bergantung pada
situasinya) harus menyusun format kerja sama
dan komunikasi secara berkala dengan entitas-

entitas Pemerintahan terkait. Salah satu

opsinya adalah membuat kelompok kerja lintas


5

Informasi dapat dikirim melalui email ke wgbusiness@ohchr.org. Dalam resolusinya 26/22, Dewan
HAM PBB mendorong Negara-negara untuk menyerahkan
informasi tentang RAN mereka beserta laporan tentang
implementasi komitmen tersebut, dan mengundang semua
pemangku kepentingan terkait untuk menyerahkan
informasi yang relevan ke Kelompok Kerja.

departemen yang mengerjakan perumusan


RAN.
Satu atau beberapa entitas khusus Pemerintah
harus ditunjuk untuk memimpin proses ini. Tugas
entitas pemimpin harus mencakup, beberapa
diantaranya, mengoordinasikan kerja sama dalam
pemerintah dan dengan pemangku kepentingan
non-pemerintah, serta memimpin proses
perancangan.
3) Membuat format keterlibatan dengan
pemangku kepentingan non-pemerintah
Keterlibatan dengan pemangku kepentingan nonpemerintah terkait di sepanjang proses tersebut
penting bagi keefektifan dan legitimasi RAN.
Maka, Pemerintah harus membuat format
keterlibatan dengan pemangku kepentingan nonpemerintah yang dapat menjadi sarana utama
untuk dialog tentang implementasi UNGP secara
nasional.
Pemerintah harus mengundang semua
pemangku kepentingan yang tertarik untuk ikut
serta dalam proses tersebut. Selain itu,
Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk
mengidentifikasi secara proaktif sejumlah
pemangku kepentingan terkait. Termasuk di
dalamnya adalah organisasi masyarakat sipil,
lembaga HAM nasional (NHRI), serikat dagang,
perusahaan dan asosiasi bisnis, serta perwakilan
dari kelompok populasi yang khususnya rentan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia terkait
bisnis, seperti anak-anak, perempuan, penduduk
pribumi, etnis minoritas, dan penyandang
disabilitas.
Bila memungkinkan, orang-orang yang terdampak
pelanggaran HAM oleh korporasi, atau aktor yang
merepresentasikan pendapat mereka secara sah,
harus dapat berpartisipasi dalam proses tersebut.
4) Merumuskan dan mengumumkan rencana
kerja dan mengalokasikan sumber daya
yang memadai
Sebagai langkah akhir dari tahap pertama, entitas
Pemerintah harus melanjutkan dengan
penyusunan rencana kerja. Dalam melakukan hal
tersebut, Pemerintah juga harus
mempertimbangkan langkah-langkah yang
dijabarkan di tahap 2 dan 3 pada bab ini. Setelah
disetujui oleh semua pemangku kepentingan
terkait dari pemerintah, rencana harus
diumumkan dan disebarkan ke pemangku
kepentingan terkait dari non-pemerintah.
Rencana tersebut harus diperbarui secara
berkala seiring dengan berkembangnya proses

dan pemangku kepentingan harus mendapat


informasi tentang perubahan terhadap rencana
tersebut.
Pemerintah juga harus memastikan tersedianya
sumber daya yang memadai untuk proses
perumusan RAN. Jumlah dan jenis sumber daya
yang diperlukan akan bergantung pada

konteks nasional dan cara proses tersebut


direncanakan.

Contoh pilihan untuk praktik tahap 1:


Di banyak negara, termasuk Filipina, Ghana dan
Maroko, NHRI telah melakukan penelitian, dialog
dengan berbagai pemangku kepentingan, dan
upaya peningkatan kesadaran dan pembangunan
kapasitas lainnya untuk membantu memulai
proses RAN.
Di Slovenia dan Jerman, entitas Pemerintah
yang mendukung dimulainya proses RAN
mengadakan konferensi tentang bisnis dan hak
asasi manusia.
Di Swiss dan Belanda, Parlemen telah meminta
Pemerintah untuk merumuskan RAN.
Dalam RAN-nya tentang hak asasi manusia,
Pemerintah Tanzania dan Skotlandia
menyatakan akan merumuskan RAN khusus
tentang bisnis dan hak asasi manusia.
Di semua negara di mana perumusan RAN
berada di tahap lanjut, format kerja sama lintas
departemen dibuat.
Pemerintah Denmark, Finlandia dan Norwegia
memiliki kerja sama yang erat dengan kelompok
referensi berbagai pemangku kepentingan yang
permanen.
Pada permulaan prosesnya, Kementerian Luar
Negeri Spanyol mempublikasikan rencana kerja
untuk perumusan RAN dan memperbaruinya
secara berkala.

Tahap 2: Penilaian dan konsultasi


Selama tahap 2, aktor-aktor yang mengelola
proses RAN harus mengidentifikasi prioritas
yang berhubungan dengan implementasi UNGP
dalam konteks nasional. Hal ini harus mencakup
partisipasi pemangku kepentingan dari
Pemerintah dan non-Pemerintah yang memiliki
ketertarikan, dan memerlukan dukungan dari
ahli independen.
Tujuannya adalah bahwa setelah tahap 2,
dampak merugikan utama bagi hak asasi
manusia oleh perusahaan serta kesenjangan
dalam respon Pemerintah dan perusahaan
akan teridentifikasi. Pemangku kepentingan
non-Pemerintah seharusnya dapat memberikan
masukan tentang apa saja yang termasuk
dalam RAN. Selain itu, semua aktor
Pemerintah yang terlibat dalam proses tersebut
harus memiliki pemahaman umum yang jelas

tentang prioritas Negara dalam memperkuat


implementasi UNGP.

Rekomendasi langkah:
5) Memahami dengan baik dampak merugikan
bagi hak asasi manusia oleh perusahaan
Langkah pertama untuk penetapan prioritas
berbasis bukti adalah identifikasi dampak
merugikan bagi hak asasi manusia terkait
perusahaan. Hal ini mencakup dampak yang
terjadi di teritori Negara, serta di luar negeri,
dengan keterlibatan perusahaan yang berdomisili
di negara tersebut. Termasuk juga di dalamnya
adalah potensi dampak di masa mendatang dan
dampak yang terjadi pada saat penilaian.
Latihan pemetaan tersebut dapat dikembangkan,
misalnya, melalui pelatihan sejumlah pemangku
kepentingan atau dapat berupa hasil penilaian
oleh NHRI atau ahli eksternal lainnya. Pemangku
kepentingan terkait harus selalu diundang untuk
berpartisipasi dan memberikan masukan. Untuk
dampak yang terjadi di luar teritori, hal ini berarti
bekerja sama dengan NHRI atau organisasi
masyarakat sipil setempat. Pemerintah harus
mempublikasikan hasil penilaian tersebut.
6) Mengidentifikasi kesenjangan dalam
implementasi UNGP oleh Negara dan bisnis
Dengan mempertimbangkan tantangan aktual
bisnis dan hak asasi manusia, kesenjangan
dalam implementasi UNGP oleh Negara dan
perusahaan bisnis harus diidentifikasi. Dalam
proses untuk melakukan hal tersebut, Pemerintah
harus menjabarkan berbagai undang-undang,
regulasi, dan kebijakan yang dimilikinya terkait
setiap Prinsip-prinsip Panduan yang membahas
Negara dalam pilar I dan III (Prinsip-prinsip
Panduan 1-10, 25-28, 30 dan 31), serta
mengidentifikasi kesenjangan perlindungan
terkait.
Hal yang sama harus dilakukan terkait
perusahaan bisnis yang aktif atau yang berbasis
di teritori negara tersebut beserta kinerjanya
sehubungan dengan pilar II dan III (Prinsipprinsip Panduan 11-24 dan 28-31). Hal ini
mencakup penilaian sejauh mana perusahaan
bisnis melakukan uji tuntas hak asasi manusia
dan memberikan pemulihan yang efektif melalui
mekanisme pengaduan pada level operasional.
Sebagai bagian dari penilaian ini, pemangku
kepentingan terkait harus diundang untuk
berpartisipasi dan memberikan masukan. Agar
penilaian untuk menghasilkan informasi paling
tepercaya menjadi dasar untuk perumusan RAN
lebih lanjut, UNWG mendorong Pemerintah untuk
mempertimbangkan bekerja sama dengan NHRI-

nya atau ahli eksternal yang independen lainnya.


Pemerintah
harus mempublikasikan hasil

Rancangan Penilaian Dasar ICAR dan


DIHR
International Corporate Accountability Roundtable
(ICAR) dan Danish Institute for Human Rights
(DIHR), sebagai bagian dari pendampingan RANnya, telah bersama-sama merumuskan rancangan
terperinci untuk penilaian dasar nasional terhadap
implementasi UNGP oleh Negara. UNWG
merekomendasikan agar pemangku kepentingan
yang terlibat dalam proses-proses RAN
mempertimbangkan untuk menggunakan panduan
yang berguna ini saat mengidentifikasi
kesenjangan pelaksanaan UNGP oleh
Pemerintah. Panduan tersebut terdapat di:
http://accountabilityroundtable.org/analysis/napsre
p ort/.

7) Berkonsultasi dengan pemangku


kepentingan yang tertarik tentang aksi untuk
mengatasi kesenjangan dan mengidentifikasi
daerah-daerah prioritas

wawancara bertarget, atau persetujuan tertulis.


Berdasarkan hasil konsultasi ini, aktor-aktor
Pemerintah yang terlibat dalam proses RAN
harus bersama-sama mengidentifikasi aspek
prioritas yang akan dibahas dalam RAN awal.
UNWG merekomendasikan dua kriteria dalam
pemilihan aspek prioritas: Pertama adalah tingkat
keparahan dampak
merugikan bagi hak asasi manusia yang dinilai
dari skala, cakupan, dan sifat tidak dapat
6K
dipulihkan. riteria kedua untuk dipertimbangkan
adalah wewenang Pemerintah dalam
menghasilkan perubahan aktual di lapangan.

Contoh pilihan untuk praktik tahap 2:


Pemerintah Malaysia telah melakukan penelitian
yang berorientasi pada kebijakan sebagai dasar
untuk definisi RAN.
Di Mozambik, pemerintah telah penelitian mendasar
tentang implementasi UNGP dengan keterlibatan
berbagai pemangku kepentingan.

UNWG merekomendasikan bahwa, setelah


mengidentifikasi kesenjangan dan dampak
merugikan utama dalam perlindungan,
konsultasi dengan pemangku kepentingan harus
dilakukan terkait prioritas dan aksi konkrit untuk
disertakan dalam RAN. Proses konsultasi ini
harus terbuka bagi semua pemangku
kepentingan yang tertarik dari non-pemerintah
dan dapat, misalnya, berupa workshop,

Pemerintah Perancis, Italia, dan Norwegia telah


memerintahkan ahli-ahli eksternal, NHRI, atau
lembaga riset independen untuk mengidentifikasi
kesenjangan dalam implementasi UNGP oleh
Negara.

penilaian tersebut.

Lihat komentar pada Prinsip Panduan 14 dalam UNGP.


Untuk penjelasan lebih lanjut tentang konsep tingkat
keparahan dalam UNGP, lihat: The Corporate
Responsibility to Respect Human Rights: An Interpretive
Guide, UN Office of the High Commissioner for Human
Rights, 2011, hal.8.

Bab tentang bisnis dan hak asasi manusia dalam


Rencana aksi nasional Kolombia tentang hak asasi
manusia
6

didasarkan pada partisipasi meluas oleh pemangku


kepentingan dalam serangkaian dialog dan
workshop di seluruh bagian negara tersebut.
Di semua negara di mana perumusan RAN
berada di tahap lanjut, upaya signifikan dilakukan
untuk
berkonsultasi
dengan
pemangku
kepentingan non-pemerintah.
Pemerintah Belanda dan Swiss telah
memerintahkan ahli-ahli eksternal untuk
mewawancarai pemangku kepentingan terkait
tentang harapan dan prioritas mereka untuk RAN.

Tahap 3: Rancangan RAN awal


Tahap 3 berisi rancangan RAN awal. Versi
rancangan harus dikonsultasikan dan direvisi
sebelum dipublikasikan. Aktivitas dalam tahap ini
harus didasarkan pada hasil penilaian dan
konsultasi di tahap 2.
Setelah tahap 3, RAN awal akan dipublikasikan.
Dokumen tersebut harus membahas kesenjangan
tata kelola dalam menangani dampak merugikan
bagi HAM dan memberi penekanan pada area
prioritas yang dipilih di tahap 2. Harus tercermin
dalam dokumen tersebut adalah rekomendasi
tentang substansi RAN yang terdapat di bab 4
dalam panduan ini, serta dapat terinspirasi oleh
daftar yang masih dapat dilengkapi tentang
potensi tindakan yang mendapat penekanan di
Lampiran III.

Dalam pasal tentang respons Pemerintah


terhadap tantangan bisnis dan HAM, RAN harus
menjabarkan kegiatan yang terfokus dan dapat
dicapai yang memungkinkan untuk adanya
perlindungan seefektif mungkin dari dampak
merugikan bagi HAM terkait perusahaan. Untuk
mencapai tujuan ini, Pemerintah dapat
mempertimbangkan rekomendasi tentang
prinsip-prinsip dasar substansi RAN yang
dijelaskan di pasal 4.2 dan mencari inspirasi dari
daftar yang masih dapat dilengkapi tentang
tindakan yang dapat dipertimbangkan untuk
setiap Prinsip Panduan yang membahas Negara
di Lampiran III.
9) Berkonsultasi dengan pemangku
kepentingan yang tertarik tentang rancangan
tersebut
Setelah siap, rancangan RAN awal harus
dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan
yang tertarik. Cara efisien untuk melakukannya
dapat dengan meminta komentar tertulis pada
dokumen rancangan. Selain mencerminkan
praktik yang baik dalam bidang HAM,
mengonsultasikan rancangan RAN dengan
pemangku kepentingan non-pemerintah juga
akan meningkatkan legitimasi dan keefektifan
RAN, karena akan memperkuat dukungan dari
pemangku kepentingan non-pemerintah untuk
tahap implementasi berikutnya.

Rekomendasi langkah:

10) Menyelesaikan dan meluncurkan RAN awal

8) Merancang RAN awal

Setelah memeriksa rancangan RAN dengan


mempertimbangkan komentar pemangku
kepentingan, RAN harus diselesaikan.
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk
memanfaatkan peluncuran RAN sebagai momen
untuk meningkatkan kesadaran tentang
permasalahan bisnis dan HAM di negaranya,
termasuk dalam kaitannya dengan harapan
Negara tentang implementasi pilar II dan II oleh
perusahaan bisnis.

Setelah menilai konteksnya dan menentukan


prioritas, versi rancangan RAN awal harus
disiapkan. Partisipasi aktif entitas Pemerintah
yang harus mengimplementasikan tindakan
terkait akan meningkatkan keefektifan RAN.
Peran kepemimpinan dari entitas Pemerintah
penting dalam hal ini. Pemerintah harus berupaya
untuk memastikan partisipasi aktif semua entitas
terkait, melakukan mediasi antara berbagai
kepentingan, dan mengupayakan koherensi di
seluruh kebijakan dan regulasi pemerintah.
Pemerintah harus mempertimbangkan sesuai
keseluruhan struktur dan konten yang dijabarkan
dalam pasal 4.1 dalam panduan ini. Tercakup di
dalamnya adalah pernyataan komitmen,
informasi tentang latar belakang dan konteks,
penjelasan tentang respons Negara saat ini dan
yang direncanakan, serta ikhtisar tentang
modalitas pengawasan dan pembaruan.

Contoh pilihan untuk praktik tahap 3:


Pemerintah Finlandia dan Spanyol telah
mengonsultasikan versi rancangan RAN mereka.
Pemerintah Italia telah menerbitkan dokumen yang
menjabarkan pondasi RAN dan mempersilakan
pemangku kepentingan untuk memberi komentar.
RAN Inggris telah diluncurkan bersama dengan dua
anggota pemerintahan, yang menunjukkan
dukungan tingkat tinggi dan lintas kementrian untuk
agenda bisnis dan HAM.

Tahap 4: Implementasi
Tahap 4 menjabarkan rekomendasi UNWG
tentang proses dan pengaturan institusional untuk
implementasi dan pengawasan RAN. Modalitas
proses ini harus dinyatakan secara transparan
dalam RAN.
Tujuannya adalah bahwa setelah tahap 4,
tindakan yang ditentukan untuk rentang waktu
RAN terkait akan diimplementasikan. Pemangku
kepentingan non-pemerintah harus dapat
mengawasi proses ini, dan komentar dan
rekomendasi mereka harus diperhitungkan
secara berkala.

Rekomendasi langkah:
11) Mengimplementasikan aksi yang
dinyatakan dalam RAN dan melanjutkan kerja
sama lintas departemen
RAN sama efektifnya dengan implementasi
komitmen oleh Pemerintah.
Implementasi RAN akan terfasilitasi jika, untuk
setiap aksi yang dijabarkan dalam RAN, telah
dijelaskan tujuan, tanggung jawab, dan jadwal
yang jelas (lihat Lampiran II) dan bila perlu,
tersedia sumber daya finansial yang penting.
Kerja sama antara berbagai cabang
Pemerintahan yang dipimpin oleh entitas kepala
yang berdedikasi penting bagi implementasi aksiaksi khusus dan RAN secara menyeluruh dan
koheren. Aktor Pemerintah harus memastikan
berlanjutnya kerja sama lintas departemen dan
dapat mempertimbangkan memeriksa dan,
apabila perlu, menyempurnakan format untuk
pengaturan kerja sama lintas departemen sesuai
tahap 2.
12) Membentuk kelompok pengawasan
berbagai pemangku kepentingan dan
menentukan modalitas pengawasan
Guna memastikan berlanjutnya keterlibatan
berbagai pemangku kepentingan dalam, dan
pengawasan, implementasi RAN, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk membentuk
kelompok pengawasan berbagai pemangku
kepentingan yang independen. Kelompok
tersebut harus terdiri dari perwakilan yang sah
dari semua kelompok pemangku kepentingan
terkait, dan didasarkan pada kelompok yang
dibuat di tahap 3.
Pengawasan yang efektif memerlukan
transparansi terkait dengan kegiatan Pemerintah.
Maka, Pemerintah harus mempertimbangkan

membuat laporan tentang kemajuan implementasi


RAN kepada kelompok pengawasan berbagai
pemangku kepentingan secara berkala dan
mempertimbangkan rekomendasinya. Selain itu,
titik fokus Pemerintah harus dimaksudkan untuk
merespons permintaan dan permasalahan terkait

implementasi RAN oleh pemangku kepentingan


non-pemerintah.
Contoh pilihan untuk praktik tahap 4:
Dalam RAN-nya, Pemerintah Inggris telah
berkomitmen untuk melaporkan kemajuan
implementasi RAN secara berkala.
RAN Finlandia mengajukan bahwa implementasi
tindakan yang telah dijabarkan diawasi setiap
tahunnya oleh Komite Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Committee on Corporate Social
Responsibility).
Dalam rancangan RAN-nya, Spanyol
mempersiapkan proses konsultasi dengan
sejumlah pemangku kepentingan secara berkala
dan laporan tahunan ke komite parlementer selama
tahap implementasi.

Tahap 5: Pembaruan
Tahap 5 menjelaskan proses evaluasi dan
pembaruan RAN yang berulang. Terdapat
dalam rekomendasi adalah panduan yang
tersedia untuk tahap 1 hingga 3 pada
perumusan RAN awal. Tanggal untuk evaluasi
dan pembaruan RAN berikutnya harus
dicantumkan dalam RAN.
Setelah tahap 5, versi RAN yang diperbarui
sudah harus dirumuskan. Versi baru ini harus
menangani kesenjangan tata kelola yang masih
ada dan paling relevan, serta
mempertimbangkan kemajuan yang dialami
selama periode implementasi RAN sebelumnya,
serta konteks nasional dan internasional yang
berubah.

Rekomendasi langkah:
13) Mengevaluasi dampak RAN
sebelumnya dan mengidentifikasi
kesenjangan tata kelola
Setiap pembaruan RAN harus didasarkan pada
evaluasi keefektifan RAN sebelumnya secara
saksama tentang dampak aktualnya dalam
hubungannya dengan pencegahan,
pengurangan, dan pemulihan dampak
merugikan bagi HAM oleh perusahaan.
Pengevaluasi harus merujuk pada indikator
performa yang ditetapkan oleh Pemerintah
dalam RAN sebagai salah satu tolok ukur untuk
evaluasi (lihat Lampiran II). Evaluasi ini harus
dilakukan oleh entitas independen seperti NHRI,
atau ahli lainnya, dan harus menyertakan
konsultasi dengan pemangku kepentingan
terkait.

Evaluasi harus dilengkapi dengan pembaruan


penilaian yang dilakukan di tahap 5 dan 6.
Termasuk di dalamnya adalah penilaian ulang
tantangan bisnis dan HAM yang paling relevan,
serta performa pemerintah dan bisnis dalam
mengimplementasi UNGP untuk menghadapi
tantangan tersebut. Pemangku kepentingan nonpemerintah yang terkait

harus diundang untuk berpartisipasi dan


memberikan input. Kredibilitas penilaian akan
ditingkatkan jika Pemerintah bekerja sama
dengan NHRI atau ahli eksternal lainnya.
Pemerintah harus mempublikasikan hasil evaluasi
dan penilaian tersebut.
14) Berkonsultasi
dengan
pemangku
kepentingan yang tertarik tentang aksi
untuk
mengatasi
kesenjangan
dan
mengidentifikasi daerah-daerah prioritas
Pemangku kepentingan yang tertarik harus
mendapatkan informasi tentang evaluasi dan
penilaian ulang terhadap kesenjangan tata kelola
yang masih ada. Mereka harus diundang untuk
memberikan pendapat dan prioritasnya tentang
aksi yang efektif dan memadai untuk menangani
kesenjangan yang teridentifikasi tersebut. Dengan
mempertimbangkan pendapat pemangku
kepentingan non-pemerintah, entitas Pemerintah
yang terlibat dalam proses-proses RAN kemudian
harus menentukan bidang prioritas untuk
difokuskan dalam pembaruan RAN.

15) Merancang RAN yang diperbarui,


kemudian mengonsultasikan,
menyelesaikan, dan meluncurkannya
Berdasarkan penilaian dan konsultasi, entitas
Pemerintah harus melanjutkan merancang versi
RAN yang diperbarui. Rancangan harus
dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan
non-Pemerintah, diselesaikan, dan diluncurkan
sebagai versi RAN yang diperbarui. Sebagai
bagian dari proses pembaruan ini, rekomendasi
UNWG tidak berbeda dari perumusan RAN awal
yang terdapat di tahap 8, 9, dan 10.
Contoh pilihan untuk praktik tahap 5:
Pemerintah Inggris telah menentukan tanggal untuk
meninjau RAN-nya.
RAN Denmark mencakup komitmen Pemerintah
untuk memperbarui secara berkala prioritasnya
terkait implementasi UNGP, sejalan dengan rencana
aksi negara tersebut tentang tanggung jawab sosial
perusahaan.

10

4. Panduan isi Rencana


Aksi Nasional (RAN)

Pada bagian sebelumnya, telah dibahas dan


diperkenalkan beberapa rekomendasi terkait
proses RAN. Selanjutnya bagian ini akan
memberikan panduan tentang isi RAN. Bagian
pertama fokus pada struktur keseluruhan dan
bagian atau bab yang dapat dipertimbangkan
oleh Pemerintah untuk disertakan pada RAN.
Bagian kedua memperkenalkan 4 prinsip dasar
yang harus diikuti oleh Pemerintah dalam
melakukan identifikasi tanggapan terhadap
dampak merugikan HAM yang sebagai akibat dari
tindakan korporasi. Bagian ini adalah pelengkap
Lampiran II yang memaparkan daftar terbuka
tentang upaya-upaya yang sebaiknya
dipertimbangkan oleh pemerintah dalam
menegakkan masing-masing Prinsip Panduan.

4.1 Struktur keseluruhan dan isi


RAN harus memberikan strategi menyeluruh dan
seperangkat komitment nyata Pemerintah untuk
mengatasi dampak merugikan HAM karena
aktivitas korporasi sesuai dengan panduan
UNGP. Kelompok Kerja PBB (UNWG)
merekomendasikan Pemerintah untuk
menyertakan 4 bab/bagian dalam RAN mereka
(lihat juga Lampiran I):
I. Pernyataan komitmen untuk
menerapkan UNGP
Pemerintah harus, pada bab pengantar RAN
mereka, berkomitment untuk memberikan
perlindungan melawan dampak merugikan HAM
sebagai akibat aktivitas korporasi serta
memberikan pemulihan efektif bagi para korban.
Oleh karena itu, Pemerintah harus merujuk pada
UNGP sebagai dokumen otoritatif yang
mendasari berbagai aktivitas terkait bisnis dan
HAM. Bab pengantar ini juga harus menyertakan
penjelasan dan penegasan tentang harapan
Negara agar korporasi menghormati HAM dan
menerapkan uji tuntas HAM berdasarkan Pilar II
dan Pilar III UNGP. Bab pengantar ini harus
ditanda tangani oleh pemimpin Negara dan/atau
pejabat Pemerintah terkait.
II. Latar Belakang dan Konteks
Bagian kedua memberi latar belakang dan
konteks Rencana Aksi. Bab ini dapat
memaparkan strategi kebijakan pemerintah
secara umum seperti Rencana Pembangunan,

Strategi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


(CSR), dan RAN umum berkaitan dengan HAM
atau isu terkait lainnya.
Bagian kedua juga harus memaparkan latar
belakang dan konteks RAN termasuk pengantar
dan perkenalan singkat tentang UNGP dan
beberapa klarifikasi terkait. Lebih lanjut lagi,
pemerintah dapat mempertimbangkan untuk
mempresentasikan temuan-temuan utama
pemetaan tantangan bisnis dan HAM yang telah
dilakukan pada langkah ke-4 sampai ke-132.
III. Tanggapan Pemerintah
Pada bagian ini pemerintah dapat menjelaskan
bagaimana penanganan dampak merugikan HAM
yang telah dilaksanakan selama ini dan
komitmen-komitmen untuk proses penanganan
berikutnya. Dalam hal ini, Pemerintah pertamapertama harus menggaris bawahi prioritasprioritas yang telah diidentifikasi dalam langkah
ke-7 hingga ke-14 dan memaparkan orientasi
strategis dalam pendekatannya pada bisnis dan
HAM.
Pemerintah juga perlu membahas kegiatan yang
sedang berlangsung serta kegiatan yang
direncanakan dalam setiap Prinsip Panduan
yang ditujukan pada Negara (Prinsip Panduan 1
10, 25 28, 30 dan 31). Bagian aktivitas saat
ini atau yang sedang berlangsung adalah hasil
dari pemaparan pemerintah tentang rencana
mereka mengatasi kesenjangan dalam
perlindungan terhadap HAM yang telah
diidentifikasi melalui langkah 6 atau 13.
Pemerintah harus memastikan bahwa upaya
yang dilakukan tersebut spesifik dan dapat
dicapai. Untuk setiap aktivitas yang direncanakan
dalam RAN, pemerintah harus menjelaskan 1)
tujuan spesifik, 2) tindakan yang akan diambil 3)
atribusi tanggung jawab yang jelas kepada entitas
terkait, 4) jadwal pelaksanaan rencana kegiatan,
dan 5) indikator untuk evaluasi penerapan dan
dampak kegiatan (lihat Lampiran II).
IV. Monitoring dan pembaharuan
Akhirnya, pemerintah harus menetapkan secara
spesifik mekanisme dan proses monitoring
terhadap implementasi RAN dan menetapkan
tanggal pembaharuan RAN berdasarkan hasil
monitoring dan evaluasi. Berkaitan dengan

monitoring, Kelompok Kerja PBB (UNWG)


merekomendasikan pemerintah untuk
mendirikan forum multipihak untuk melakukan
monitoring dan memberikan laporan secara
rutin (lihat juga langkah 12).

4.2 Prinsip-prinsip yang


mendasari tanggapan
pemerintah
Unsur utama Rencana Aksi Nasional adalah
definisi pemerintah tentang tanggapan terhadap
dampak merugikan HAM (lihat Bagian III dari
Struktur Keseluruhan). UNWG
merekomendasikan pemerintah untuk
mempertimbangkan 4 prinsip dasar dalam
mengembangkan dan membuat rancangan RAN
dalam bagian ini.
1) Fokus pada penanganan dampak nyata
RAN harus berorientasi kepada penanganan
masalah aktual dan potensial dari bisnis dan
HAM.
Meskipun fokus tanggung jawab hukum
pemerintah terbatas pada dampak merugikan
HAM yang terjadi di wilayah hukum mereka,
namun Negara dapat mempertimbangkan
dampak ekstra-teritorial dari aktivitas
perusahaan yang beroperasi di wilayah kerja
mereka sesuai dengan UNGP.
Pemilihan dampak yang akan mendapatkan
prioritas penanganan harus mengikuti dua kriteria
kunci: 1) Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh
dampak merugikan HAM tersebut dan 2) potensi
penanganan masalah tersebut bagi pemerintah
untuk membawa perubahan (lihat juga langkah 7).
2) Menggunakan UNGP untuk
mengidentifikasi cara penanganan dampak
merugikan
Pemerintah harus merujuk kepada UNGP untuk
mengidentifikasi upaya spesifik dan dapat dicapai
untuk mencegah, melakukan mitigasi dan
pemulihan dari dampak merugikan HAM yang
diakibatkan oleh tindakan badan usaha.
UNGP memaparkan seperangkat prinsip yang
menegaskan kewajiban hukum pemerintah untuk
melindungi melawan dampak merugikan HAM
yang diakibatkan oleh tindakan badan usaha.
UNGP juga memaparkan panduan operasional
tentang cara melaksanakan kewajiban tersebut.
(Prinsip Panduan 1-10, 25-28, 30 dan 31).
Prinsip-prinsip ini juga merinci bagaimana
Pemerintah dapat mendukung, memberikan
insentif, dan mewajibkan badan usaha untuk
menghormati HAM. Lampiran III panduan ini
memberikan daftar terbuka berkaitan dengan
upaya-upaya yang dapat dipertimbangkan untuk

dilaksanakan oleh Pemerintah.

Pada saat yang sama, Pemerintah Pada saat


yang sama Pemerintah harus merujuk pada
Prinsip Panduan yang ditujukan pada Badan
Usaha dalam Pilar II dan Pilar III (Prinsip
Panduan 10 24 dan 28 31) ketika
merancang upaya-upaya Pemerintah. Secara
khusus, konsep uji tuntas HAM harus
dipromosikan sebagai benang merah untuk
memastikan koherensi kegiatan Pemerintah
dalam RAN. Sebagai contoh, Pemerintah harus
menegaskan harapan mereka terhadap
perusahaan agar perusahaan menerapkan uji
tuntas HAM. Pemerintah juga harus
mempromosikan dan mendorong konsep uji
tuntas HAM dalam upaya mereka untuk
mendukung, memberikan insentif dan
mewajibkan badan usaha untuk menghormati
HAM.
3) Mengidentifikasi paduan cerdas
upaya-upaya nasional, internasional dan
sukarela
Kelompok kerja PBB (UNWG)
merekomendasikan bahwa RAN harus selaras
dengan UNGP dan mewakili paduan cerdas
antara kewajiban dan kerelaan serta upaya
internasional dan nasional. Terminologi smart
mix atau paduan cerdas ini berarti bahwa
seluruh upaya untuk mempengaruhi dampak
perusahaan terhadap HAM harus
dipertimbangkan dan bahwa paduan dari
berbagai upaya tersebut harus cerdas dalam
arti mencerminkan langkah paling efektif untuk
menangani dampak merugikan.

4) Memastikan perlindungan efektif


terhadap dampak spesifik gender
Pemerintah harus mempertimbangkan berbagai
dampak pada perempuan dan anak-anak serta
pada laki-laki dan perempuan, termasuk di
dalamnya menyertakan analisis gender untuk
mengidentifikasi dampak demikian, termasuk
mengumpulkan data berbasis gender serta
melaksanan upaya-upaya untuk mencegah,
melakukan mitigasi dan pemulihan terhadap
dampak berbasis gender.

5. Kesimpulan

Panduan Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan


HAM (UNWG) mengedepankan pemahaman
bersama tentang pengertian RAN dan
memberikan rekomendasi tentang proses dan isi
RAN. Dokumen ini dimaksudkan untuk
memperkuat efektifitas RAN dan membantu
upaya menyakinkan Pemerintahan untuk terlibat
dalam proses RAN.
Komponen penting dari panduan ini adalah:
- Definisi RAN menyertakan kriteria penting
untuk proses RAN yang efektif (Bagian 2);
- Model 15 langkah untuk proses
pengembangandan penerapan RAN serta
pembaharuan rutin (Bagian 3);
- Definisi 4 bagian umum yang menunjukkan
struktur keseluruhan da nisi RAN serta 4
prinsip dasar untuk mendefinisikan tanggapan
pemerintah terhadap dampak merugikan HAM
akibat tindakan perusahaan (Bagian 4);
- Daftar isi beserta penjelasan tentang model
RAN (Lampiran I);
- Saran tentang cara merangkum berbagai
aktivitas dan modalitas penerapan RAN
(Lampiran II); dan

Daftar terbuka tentang upaya-upaya yang


dapat dipertimbangkan Pemerintah dalam
setiap Prinsip Panduan terkait (Lampiran
III).

Pada semua elemen tersebut, panduan ini


memberikan ruang untuk konteks nasional.
Panduan dibuat berdasarkan pemahaman
mendasar tentang proses dan substansi RAN
yang dibutuhkan untuk menanggapi konteks
nasional dan dirundingkan bersama dengan
berbagai pemangku kepentingan. Pada saat
yang sama, UNWG yakin bahwa RAN dapat
lebih efektif apabila rekomendasi yang
dipaparkan dalam panduan ini diikuti.
UNWG mendorong seluruh pemangku untuk
mengikuti panduan ini ketika terlibat dalam proses
RAN. Perwakilan pemerintah harus
mempertimbangkan rekomendasi berikut ketika
merancang RAN. Pemangku kepentingan nonpemerintah harus meminta pada pemerintah
untuk mengembangkan RAN berdasarkan
panduan ini dan meminta mereka untuk
bertanggung jawab atas pelanggaran terhadap
rekomendasi UNWG yang tercakup dalam
dokumen.

Lampiran I:
Model daftar isi RAN

Lampiran ini memaparkan rekomendasi tentang


cara menyusun RAN dan menggaris bawahi
unsur-unsur kunci dalam setiap bagian dan sub
bagian.

I. Pernyataan komitmen
Komitmen terbuka Pemerintah untuk melindungi
dan melakukan pemulihan terhadap dampak
merugikan HAM, menegaskan harapan Negara
akan perusahaan menghormati HAM, dan
merujuk pada UNGP sebagai dokumen otoritatif
yang mendasari RAN yang ditandatangani oleh
Pemimpin Negara atau Pejabat Pemerintah
terkait.

II. Latar Belakang dan Konteks


Perkenalan singkat tentang UNGP; penegasan
tentang bagaimana RAN berkaitan dengan
strategi kebijakan yang sudah ada seperti
Rencana Pembangunan Nasional, strategi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau RAN
tentang HAM secara umum dan rangkuman
tantangan-tantangan bisnis dan HAM yang telah
teridentifikasi dalam langkah 5 atau 13.

III. Tanggapan Pemerintah


Penegasa tentang bagaimana Pemerintah
menangani atau merencanakan penanganan
dampak merugikan HAM

A. Area prioritas dan orientasi strategi


Definisi area prioritas dan garis strategi:
rangkuman langkah 7 atau 14

B. Aktivitas berjalan dan aktivitas yang


direncakan
Diskusi tentang aktivitas berjalan dan
aktivitas yang direncanakan pada setiap
Prinsip Panduan yang ditujukan kepada
Negara (prinsip 1 10, 25 28, 30 dan 31)

Prinsip

Panduan
1
Menegaskan
komitmen
Pemerintah
berjalan
dan
komitmen masa depan Pemerintah dalam
setiap Prinsip Panduan yang relevan
i. Naskah Prinsip Panduan
Menyampaikan naskah prinsip panduan
dalam bahasa-bahasa yang relevan

ii. Aktivitas Berjalan


Memaparkan aktivitas berjalan berkaitan
dengan Prinsip Panduan; rangkuman
penilaian dari langkah 6 atau 13

iii. Aktivitas yang direncanakan


Memaparkan aktivitas yang
direncanakan dalam rangka
melaksanakan Prinsip Panduan

(Struktur serupa untuk seluruh Prinsip


Panduan yang ditujukan pada Negara
(Prinsip Panduan 1- 10, 25 28, 30 dan
31. Lihat juga Lampiran III)
C. Kompilasi pokok-pokok aksi dan
modalitas implementasi
Kompilasi keseluruhan pokok-pokok aksi
yang telah diidentifikasi; penegasan pada
beberapa hal: 1) tujuan khusus, 2) aktivitas
yang akan dijalankan, 3) atribusi kewajiban
pada pihak terkait, 4) jadwal implementasi
aksi, 5) indikator kinerja untuk evaluasi
implementasi dan dampak aksi (lihat
Lampiran II).

IV. Monitoring dan pembaharuan


Merinci mekanisme monitoring dan pembaharuan
serta menegaskan: 1) tanggal pembaharuan RAN
berikutnya, 2) perangkat dan model monitoring
(lihat langkah 12),
3) Focal point pemerintah

Lampiran II:
Model Struktur RAN Bagian
III.C (Kompilasi pokok-pokok
aksi dan model-model
implementasi)

Lampiran ini memaparkan usulan struktur dalam


melakukan kompilasi pokok-pokok aksi dan cara
penerapannya di Bagian IV.C contoh daftar isi
Rencana Aksi Nasional/RAN (lihat Lampiran I).
Model ini menunjukkan praktek-praktek terbaik
pengembangan RAN untuk isu-isu

yang lain dan sesuai dengan saran-saran dalam


Handbook on National Human Rights Plans of
Action (Buku Pegangan Rencana Aksi HAM
Nasional) yang dikembangkan oleh Office of the
United Nations High Commissioner for Human
Rights (Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk
HAM) pada halaman 75.

Prinsip Panduan 1
Tujuan

Kegiatan

Institusi
Pemerintah
Terkait

Tenggat
Penyelesaian

Indikator
Kinerja

Institusi
Pemerintah
Terkait

Tenggat
Penyelesaian

Indikator
Kinerja

Prinsip Panduan 2
Tujuan

Kegiatan

(Struktur yang sama harus diterapkan untuk setiap Prinsip-prinsip Panduan (Guiding Principles) yang khusus
ditujukan pada Negara yaitu Prinsip Panduan 1 10, 25- 28, 30 dan 31).

Lampiran III:
Daftar terbuka isu yang dapat
disertakan dalam RAN

Lampiran ini memaparkan daftar terbuka tentang


upaya-upaya yang dapat dipertimbangkan oleh
Pemerintah dalam menerapkan setiap Prinsip
Panduan

yang ditujukan kepada Negara. Daftar ini


disusun sesuai dengan UNGP (Prinsip-prinsip
Panduan PBB)-lihat Gambar 1.

Gambar 1: Ulasan tantangan-tantangan yang diberikan UNGP dan Prinsip Panduan kepada Negara dan
bisnis

Prinsip-prinsip Panduan PBB (UNGP/GP) untuk Bisnis dan HAM


Pillar I: Kewajiban Negara Pilar II: Kewajiban
Pilar III: Akses kepada
untuk Melindungi
perusahaan untuk
pemulihan
menghormati
Prinsip-prinsip Dasar
Prinsip-prinsip Dasar
Prinsip-prinsip Dasar
GP 1- 2
Prinsip operasional
GP 11- 15
GP 26
Fungsi umum peraturan
dan kebijakan (GP 3)
Poros Negara-Bisnis (GP 4
6)
Daerah terdampak
konflik (GP 7)

Prinsip operasional
Komitmen kebijakan (GP
16)
Uji tuntas HAM (GP 17
21)

Prinsip-prinsip
operasional
Mekanisme yudisial
berbasis Negara (GP 26)
Mekanisme non-yudisial
berbasis Negara (GP 27)

Pemulihan (GP 22)


Koherensi kebijakan (GP
8 10)

Isu Konteks (GP 23 24)

Mekanisme keluhan
berbasis negara (GP 28)
Mekanisme keluhan nonnegara (GP 29)
Inisiatif forum multi pihak
(GP 30)
Kriteria efektifitas (GP
31)

Catatan:
Cetak Biru: Prinsip-prinsip yang ditujukan pada Negara
Cetak Hitam: Prinsip yang ditujukan pada perusahaan
*Prinsip 30 dan 31 ditujukan pada perusahaan dan Negara

Berikutnya, naskah Prinsip-prinsip Panduan PBB


(UNGP) akan diingatkan dan dituliskan kembali
bersama dengan upaya-upaya yang dapat
dipertimbangkan untuk dilaksanakan pemerintah
dalam rangka memenuhi setiap butir Prinsip
Panduan yang ditujukan pada Negara.

Pilar I
A. Prinsip-prinsip dasar
Prinsip Panduan 1:
Negara harus melindungi dari tindak pelanggaran
HAM di dalam wilayah geografis dan wilayah
hukum mereka yang dilakukan oleh pihak ketiga
termasuk badan usaha. Perlindungan ini
mempersyaratkan Negara untuk mengambil
langkah-langkah yang tepat dalam rangka
mencegah, menyelidiki, menghukum dan
melakukan pemulihan atas pelanggaran HAM
tersebut melalui kebijakan yang efektif,
legislasi/peraturan perundangan, peraturan dan
mediasi.
Prinsip Panduan 1 adalah prinsip dasar kunci
dalam kewajiban Negara untuk melindungi.
Prinsip ini menegaskan kembali kewajiban
Negara untuk memberikan perlindungan dari
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh badan
usaha dalam wilayah hukum Negara tersebut.
Prinsip Panduan 1 ini memberikan dasar
terhadap prinsip-prinsip berikutnya yang ditujukan
kepada Negara yang menjelaskan secara rinci,
cara-cara penerapan kewajiban hukum tersebut.
Upaya-upaya yang dapat dipertimbangkan
berkaitan dengan Prinsip Panduan 1 terkait
langsung dengan komitmen Negara atas
instrumen HAM Internasional dan Regional.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Menandatangani dan meratifikasi instrumen
HAM Internasional dan Regional
Kewajiban Negara untuk melindungi merujuk
pada kewajiban yang dalam berbagai traktat yang
disepakati dan diratifikasi oleh Negara tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Menandatangani dan meratifikasi


instrumen, apabila belum dilakukan,
Kovenan International untuk Hak Sipil dan
Politik serta Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial, Budaya berikut protokolprotokol penyertanya.
Menandatangani dan meratifikasi instrumen
HAM lainnya seperti Kovensi Internasional

untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi


Ras (ICERD), Konvensi Internasional untuk
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW), Konvensi
melawan Penyiksaan (CAT), Konvensi Hak
Anak (CRC), Konvensi Internasional
Perlindungan Buruh Migran dan Anggota
Keluarganya (ICMW),

Konvensi Internasional Perlindungan


terhadap Penghilangan Paksa (CPED),
dan Konvensi Internasional Hak-hak
Penyandang Disabilitas (CRPD).
Menandatangani dan meratifikasi Konvensi
ILO terkait terutama 8 konvensi dasar yang
telah diidentifikasi oleh ILO
Menandatangani dan meratifikasi instrument
HAM regional yang sesuai seperti Charta
Afrika untuk HAM, Konvensi Amerika untuk
HAM atau Konvensi Eropa untuk HAM dan
Kemerdekaan Dasar, serta protokol-protokol
terkait.

Menandatangani dan/atau mematuhi


instrumen hukum lunak
Instrumen HAM Internasional dan Regional
yang mengikat secara hukum dilengkapi oleh
instrumen hukum lunak. Berkaitan dengan hal
ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Menerapkan Deklarasi Tiga Pihak ILO dan


menyatakan komitmen terhadap Deklarasi
tentang Prinsip-prinsip Dasar dalam
Bekerja
Menerapkan instrumen hukum regional
yang sesuai seperti Deklarasi Amerika
tentang HAM dan Tugas Manusia serta
Deklarasi HAM ASEAN
Mematuhi Panduan OECD untuk
Perusahaan Multinasional (termasuk
negara-negara non anggota OECD)

Menjamin perlindungan setara dan nondiskriminatif terhadap setiap orang


Penerapan UNGP secara efektif membutuhkan
kesetaraan dan non-diskriminasi terhadap
gender, umur, suku, orientasi seksual, situasi
ekonomi dan status sosial. Berkaitan dengan
hal ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Menandatangani dan meratifikasi instrumen


HAM internasional dan regional yang
mengarah pada perlindungan terhadap
kelompok rentan dan marginal
Mengambil langkah-langkah tambahan yang
dirancang khusus untuk melindungi
kelompok rentan (lihat upaya-upaya rinci
dalam setiap Prinsip Panduan)
Mengirimkan laporan kepada berbagai
komite PBB dan organisasi regional tentang
upaya-upaya yang telah diambil untuk
memastikan kesetaraan dan non
diskriminasi.

Prinsip Panduan 2:
Negara harus menegaskan kepada para pelaku
bisnis yang berdomisili di wilayah hukumnya
untuk dapat menghormati HAM dalam
menjalankan usaha mereka.
Prinsip Panduan 2 merujuk pada isu ekstra
teritorial dan menekankan pentingnya negara
untuk menetapkan dan memaparkan secara jelas
tentang harapan mereka terhadap korporasi.
Penjelasan Prinsip Panduan 2 menerangkan
bahwa meskipun sebagian traktat mulai
memperkenalkan kewajiban ekstra-teritorial bagi
Badan Usaha, namun Hukum Hak Asasi Manusia
Internasional tidak mewajibkan Negara untuk
menerbitkan peraturan tentang kegiatan ekstrateritorial badan usaha yang berdomisili di wilayah
hukum negara tersebut. Negara juga tidak
dilarang untuk menetapkan peraturan demikian.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Menerapkan upaya yang memiliki dampak
ekstra-teritorial
Salah satu cara pemerintah tuan rumah untuk
mengatasi persoalan dampak ekstra-teritorial
perusahaan adalah dengan menetapkan
peraturan dalam negeri yang memiliki dampak
ekstra-teritorial atau mendorong penegakan
peraturan perundangan ekstra-teritorial.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Memastikan bahwa upaya-upaya yang


dikerangkakan pada RAN memanfaatkan
secara penuh keuntungan yang dimiliki
Negara tuan rumah untuk secara efektif
mencegah, mengatasi dan melakukan upaya
pemulihan dalam wilayah hukum mereka
(contoh upaya spesifik dapat ditemukan pada
penjelasan setiap Prinsip Panduan dalam
lampiran ini).

Memperjelas harapan Negara terhadap


pelaku bisnis berdasarkan Pilar II
Kejelasan harapan Negara terhadap pelaku
usaha sangat penting berkaitan dengan upaya
perusahaan untuk menjalankan kewajiban
mereka berdasarkan Pillar II, dan dalam rangka
koherensi kebijakan pemerintah. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Secara eksplisit menyatakan harapan


terhadap badan usaha untuk menghormati
HAM dimanapun mereka beroperasi dan
bahwa mereka harus melakukan uji tuntas

HAM seperti mandate Pillar II dari Prinsip


Panduan PBB (UNGP) khususnya Prinsip
Panduan 17 21, serta perincian dan
penjelasannya yang tercakup dalam petunjuk
pelaksaan 2011 tentang kewajiban perusahaan
untuk menghormati HAM sebagaimana

dirancang oleh Kantor Komisioner Tinggi HAM


7
PBB.

Memperjelas harapan Negara agar bisnis


melakukan uji tuntas HAM dalam rantai
pasokannya dan dalam jaringan bisnis
perusahaan tersebut
Menegaskan bahwa langkah-langkah yang
diharapkan dari perusahaan akan dirujuk
secara koheren dalam seluruh upaya
pemerintah untuk mengatur bisnis serta
dalam Rencana Aksi Nasionalnya.
Menaati dan mendukung Panduan OECD
untuk Perusahaan Multinasional (termasuk
Negara non-anggota OECD).

Meningkatkan kesadaran perusahaan


terhadap
harapan Negara
Perusahaan harus mengetahui apa harapan
Negara terhadap mereka. Dalam hal ini
Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk:
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Menyampaikan harapan pemerintah agar


perusahaan menghormati HAM sebagai
imbal balik kemudahan usaha secara jelas
dan konsisten.
Mengembangkan kegiatan-kegiatan
peningkatan kesadaran dan peningkatan
kapasitas terkait Prinsip Panduan PBB
(UNGP), RAN,
dan harapan Negara kaitannya dengan
bisnis dan HAM. Kampanye ini dapat
diselenggarakan oleh asosiasi pengusaha,
asosiasi bisnis sektor tertentu atau jaringan
Global Compact PBB (UNGC).
Terlibat secara langsung dengan pimpinan
bisnis
untuk menyampaikan harapan dan keinginan
pemerintah.
Menggunakan momentum peluncuran
Rencana Aksi Nasional sebagai kesempatan
untuk publikasi harapan pemerintah.

B. Prinsip-prinsip Operasional
Fungsi umum peraturan Negara
dan kebijakan
Prinsip Panduan 3:
Dalam memenuhi tugasnya untuk
melindungi, Negara harus:
(a) Menegakkan hukum yang bertujuan pada
atau memiliki dampak pada mewajibkan
perusahaan untuk menghormati HAM dan

secara berkala menilai kecukupan hukum


serta mengatasi berbagai kesenjangan yang
ditemukan.
(b) Memastikan bahwa aturan dan kebijakan
lain yang mendukung bisnis seperti
kebijakan
7 Li

hat:
http://www.ohchr.org/documents/publications/hr.pub.12.2
_ en.pdf.

internal korporasi tidak menghalangi tetapi


memampukan
penghormatan
bisnis
terhadap HAM;
(c) Memberikan panduan yang efektif untuk
perusahaan bisnis tentang cara
menghormati HAM di seluruh kegiatan
bisnisnya;
(d) Mendorong, dan apabila memungkinkan,
mewajibkan perusahaan bisnis untuk
mengemukakan cara mereka untuk
menangani dampak bagi HAM.
Prinsip Panduan 3 mengupas berbagai instrumen
pelengkap untuk membantu Negara
melaksanakan kewajibannya untuk melindungi
sebagai bagian dari fungsi umum sebagai
penegak peraturan dan pengambil kebijakan.
Instrumen ini mencakup upaya-upaya yang
diambil berdasarkan perangkat hukum sekaligus
memberikan dukungan dan panduan bagi
perusahaan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
Prinsip Panduan 3a/3b:
Memperbaiki penegakan hukum/peraturan
yang telah ada
Pada banyak konteks, kegagalan Negara untuk
mengatasi secara efektifi dampak merugikan
HAM dari aktivitas bisnis, disebabkan oleh
kurangnya upaya penegakan hukum. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Memberikan alokasi sumber daya yang cukup


untuk meningkatkan kapasitas staf di daerah
yang secara langsung bertugas untuk
menegakkan kerangka hukum tertentu.
Mengambil
langkah-langkah
untuk
memerangi korupsi di lembaga pemerintahan
yang bertugas menegakkan hukum.
Mendukung pemerintah negara lain untuk
menegakkan hukum melalui kerjasama
pembangunan.
Memperbaiki akses terhadap pemulihan
hukum/yudisial (lihat Prinsip Panduan 25
26).
Memastikan bahwa traktat investasi bilateral
dan multilateral tidak membatasi kapasitas
pemerintah dalam menegakkan HAM (Lihat
Prinsip Panduan 9).
Memperkenalkan mekanisme yang
memungkinkan penilaian rutin terhadap
kesenjangan dalam penegakan hukum.

Mengatasi kesenjangan dalam kerangka


hukum
Persoalan bisnis dan HAM terkait dengan
seperangkat luas produk hukum yang

memampukan dan dalam situasi tertentu


mensyaratkan bisnis untuk menghormati HAM.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Menyelenggarakan penelusuran mendalam


pada peraturan perundangan yang ada yang
berkaitan dengan bisnis untuk identifikasi
kesenjangan dalam kaitan dengan kewajiban
Negara untuk memberi perlindungan.

Menegakkan hukum dan peraturan


ketenagakerjaan untuk melindungi hak-hak
pekerja sejalan dengan Konvensi ILO.
Memastikan bahwa hak pekerja untuk
kesehatan dilindungi secara penuh dalam
peraturan perundangan nasional termasuk
dengan mempertimbangkan dampak dan
situasi berbeda pada perempuan dan lakilaki termasuk hak-hak kesehatan reproduksi
dan seksual, keluarga berencana, dan
kekerasan berbasis gender.
Memasukkan isu bisnis dan HAM dalam
produk hukum/peraturan berkaitan dengan
pendirian perusahaan baru. Hal ini dapat
berupa persyaratan untuk menyatakan
komitmen perusahaan untuk menghormati
HAM dalam pasal-pasal hukum korporasi.
Memperkenalkan
pertimbanganpertimbangan HAM dalam kewajiban hukum
pemimpin
perusahaan
dalam
hukum
korporasi.
Memperkenalkan persyaratan-persyaratan
yang dapat diterapkan oleh perusahaan
untuk menjalankan kewajibannya
menghormati HAM dan untuk bertindak
secara taat hukum dan menghormati
ketertiban umum.
Menegakkan peraturan perundangan
anti suap/anti uang pelicin dan anti
korupsi secara efektif.
Memperkenalkan persyaratan-persyaratan
hukum terkait dengan hubungan
perusahaan dengan masyarakat termasuk

8 Li

memperkenalkan prinsip Free Prior and


Informed Consent (FPIC)/Persetujuan
Terinformasi.
Memperkenalkan peraturan hukum/legislasi
untuk mencegah dan mengatasi dampak
merugikan terhadap lingkungan termasuk
membahayakan udara, air dan tanah,
meracuni dan merusaknya.
Mengakui hak atas tanah adat dalam hukum
pengelolaan lahan dan properti.
Memperkenalkan persyaratan uji tuntas
HAM dalam peraturan pengadaan (lihat
Prinsip Panduan 6).
Memperkenalkan persyaratan HAM pada
produk hukum yang mengatur dan
mengawasi serta mengendalikan ekspor
barang berisiko tinggi seperti amunisi senjata
dan teknologi pengintaian.
Memastikan bahwa kerangka hukum
nasional mewajibkan perusahaan untuk
menghormati hak-hak anak seperti termaktub
dalam Pandangan/Komentar Umum
(General Comment) No.16 Komite Hak-hak
Anak.
Memastikan bahwa perusahaan induk
bertanggung jawab secara hukum terhadap
setiap tindakan anak perusahaan serta
anggota lainnya.
Memastikan bahwa seluruh produk hukum
yang berkaitan dengan bisnis dan HAM serta
sistem hukum secara keseluruhan mendorong
penghormatan terhadap prinsip kesetaraan
dan non-diskriminasi.

hat: CRC/C/GC/16

Memastikan bahwa hukum, peraturan, dan


undang-undang baru tidak menghalangi
penghormatan bisnis terhadap HAM
Penetapan kerangka hukum yang memampukan
dan mendorong bisnis untuk menghormati HAM
adalah upaya berkelanjutan. Berkaitan dengan
hal ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Menunjuk lembaga independen seperti NHRI


(National Human Rights
Institutions)/Lembaga HAM Nasional, untuk
menilai peraturan korporasi baru berkaitan
dengan dampak peraturan tersebut dalam
konteks bisnis dan HAM serta mendefinisikan
proses formal untuk membahas
permasalahan yang nantinya muncul
berkaitan dengan bisnis dan HAM

Mengembangkan dokumen panduan praktis


untuk merespon kebutuhan UKM.
Mengembangkan perangkat dalam
jaringan (online) untuk melakukan uji
tuntas HAM.
Menerjemahkan perangkat terkait dalam
bahasa nasional masing-masing negara.

9 Li

hat: Komentar Umum No. 16 (2013) dari Komite Hak-hak


Anak
10 Li
hat: Laporan UNWG ke Majelis Umum PBB tahun
2013 tentang hak-hak penduduk pribumi, A/68/279

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk Prinsip


Panduan 3c:
Mengembangkan materi panduan dan
perangkat untuk menerapkan Pilar II
Materi panduan dan perangkat yang
dikembangkan ini diharapkan dapat membantu
korporasi untuk memahami harapan Negara
berkaitan dengan konteks dan isu spesifik serta
dapat berfungsi sebagai perangkat praktis untuk
membantu melaksanakan tanggung jawab
korporasi untuk menghormati HAM. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengembangkan dokumen panduan praktis


untuk sektor bisnis spesifik seperti lembaga
keuangan atau lembaga pemanfaatan,
pengelolaan dan perdagangan sumber daya.
Mengembangkan dokumen panduan praktis
untuk sektor isu spesifik seperti pemindahan
dan pemukiman kembali, pelibatan dan
persetujuan masyarakat, kerja di daerah
terdampak konflik, rantai pasokan, atau
berkaitan dengan isu penghormatan
perusahaan terhadap hak atas kesehatan).
Mengembangkan dokumen panduan praktis
berkaitan dengan langkah uji tuntas HAM
seperti Human Rights Impact Assessments
(HRIA)/Penilaian Dampak terhadap HAM,
definisi dan penerapan upaya-upaya mitigasi,
atau pelaporan).
Mengembangkan dokumen panduan praktis
untuk melindungi kelompok yang rentan
mengalami perlakukan salah terhadap Hak
Asasi Manusia mereka karena praktek bisnis.
Kelompok ini termasuk diantaranya adalah
anak-anak, perempuan, masyarakat asli,
etnis minoritas, dan difabel.
20

Berkolaborasi dengan pemerintah negara


lain untuk mengembangkan materi dan
perangkat baru atau untuk menggunakan
panduan yang telah ada.

Inisiatif multi pihak adalah perangkat tambahan


untuk memandu tindakan perusahaan berkaitan
dengan isu HAM. Berkaitan dengan hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Menyediakan informasi dan mendukung


layanan untuk perusahaan

Memastikan bahwa inisiatif multi pihak


merujuk pada UNGP dan mewajibkan
perusahaan untuk

Agar mendapatkan relevansinya, materi dan


perangkat panduan harus diterapkan oleh
perusahaan dalam konteks operasional.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengembangkan pelatihan tentang uji


tuntas HAM untuk perusahaan bekerjasama
dengan berbagai organisasi termasuk
asosiasi pengusaha, atau jaringan UN
Global Compact (UNGC).
Menyediakan sumber daya untuk NHRI
agar lembaga ini dapat melatih perusahaan
untuk memahami isu HAM.
Melatih dan memberi tugas pada staf
kedutaan untuk memberikan nasihat dan
konsultasi pada perusahaan tentang
persoalan-persoalan bisnis dan HAM di
Negara tuan rumah (lihat juga Prinsip
Panduan 7).
Memastikan bahwa isu HAM juga disertakan
dalam berbagai promosi ekspor termasuk
misi perdagangan.
Menunjuk focal point yang dapat
memberikan informasi dan saran berkaitan
dengan bisnis dan HAM.

Mendorong pertukaran dan pembelajaran


antar kelompok pemangku kepentingan
Pembelajaran antar kolega dalam satu institusi
pemangku kepentingan yang sama dan antar
aktor dari pemangku kepentingan yang berbeda
sangat penting bagi penyebaran praktekpraktek bisnis yang peduli dan bertanggung
jawab terhadap HAM. Berkaitan dengan hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Mendorong dan memimpin forum multipihak


untuk bertukar pengalaman berkaitan
dengan bisnis dan HAM khususnya untuk
sektor dan isu tertentu yang berisiko tinggi.
Memberikan dukungan kepada organisasi
masyarakat madani untuk mengumpulkan
dan mengambil manfaat dari kepakaran
mereka.
Memberikan dukungan kepada platform
bisnis seperti UNGC dan platform buruh
anak ILO untuk mendorong peningkatan
kapasitas antar perusahaan.

Mendorong inisiasi multi pihak


20

menjalankan uji tuntas HAM sesuai dengan


Pilar II.
Mengembangkan inisiatif multi pihak yang
efektif untuk sektor yang memiliki potensi
masalah tinggi atau pada sektor isu dimana
inisiatif tersebut belum ada.
Memastikan bahwa inisiatif multi pihak ini
memberikan sarana verifikasi efektif untuk
mengukur kepatuhan perusahaan pada
standar terkait.
Mendorong pengembangan mekanisme
pengaduan dalam inisiatif multi pihak (lihat
Prinsip Panduan 30).

serta dalam kontrak dengan perusahaan


multinasional.
Menyertakan persyaratan pelaporan HAM
dalam pesyaratan pelaporan penjualan
saham.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk Prinsip


Panduan 3d:
Mendorong korporasi untuk melaporkan uji
tuntas HAM
Pemerintah dapat mendukung upaya-upaya untuk
mewujudkan transparansi dalam kaitannya
dengan bisnis dan HAM dengan cara
menegaskan harapan mereka untuk keterbukaan
informasi dalam uji tuntas HAM dan dampak
terkait. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Menegaskan harapan mereka berkaitan


dengan laporan HAM sebagai bagian dari
definisi harapan umum terhadap korporasi
(lihat Prinsip Panduan 2).
Memberikan penekanan khusus bahwa
perusahaan diharapkan dapat menyertakan
informasi dampak HAM yang telah
teridentifikasi, upaya-upaya untuk
mengatasinya serta efektivitas upaya
tersebut.
Merujuk kepada standar pelaporan yang
telah mapan seperti Global Reporting
Initiative/Inisiatif Pelaporan Global.

Memperkenalkan kewajiban pelaporan yang


mengikat secara hukum untuk isu nonkeuangan
Persyaratan pelaporan hukum untuk isu nonfinansial dapat memberikan standar umum untuk
transparansi dan memberikan insentif kuat bagi
perusahaan untuk terlibat dalam proses uji tuntas
HAM. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Menetapkan persyaratan pelaporan nonfinansial untuk uji tuntas HAM untuk


perusahaan-perusahaan yang berdomisili di
wilayah hukum Negara tersebut.
Memperkenalkan persyaratan transparansi
yang terdapat pada peraturan perundangan di
Negara tuan rumah/Negara tujuan bisnis

Memastikan verifikasi informasi dengan


penunjukan auditor independen dan
pemberian sanksi apabila informasi yang
diberikan tidak akurat.

Negara mengakibatkan pelanggaran HAM yang


dilakukan oleh BUMN dapat berarti pelanggaran
terhadap kewajiban Internasional negara untuk
melindungi HAM.

Memastikan transparansi pembayaran untuk


dan dari pemerintah
Transparansi pembayaran oleh badan usaha
kepada pemerintah dan sebaliknya dapat
memberikan kontribusi kepada peningkatan
akuntabilitas pemerintah dan perusahaan.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengumumkan jumlah yang harus dibayar


oleh perusahaan dan dibayarkan
pemerintah pada perusahaan pada
tingkatan proyek.
Mewajibkan perusahaan untuk
mengumumkan pembayaran yang diterima
dari dan diberikan kepada perusahaan
yang lain.
Bergabung dengan dan mendukung
Extractive Industry Transparency Initiative
(EITI)/Inisiatif Transparansi Industri
Pemanfaatan dan Pengolahan SDA.
Memastikan verifikasi informasi dengan
penunjukan auditor independen dan
pemberian sanksi apabila informasi yang
diberikan tidak akurat.

Poros Bisnis-Negara
Prinsip Panduan 4:
Negara harus mengambil langkah-langkah
tambahan dalam perlindungan melawan
pelanggaran HAM oleh perusahaan yang
dimiliki negara atau dikontrol oleh negara atau
perusahaan yang mendapatkan dukungan dan
layanan dari Negara seperti kredit ekspor dan
investasi resmi, dengan mempersyaratkan
perusahaan tersebut untuk melakukan uji
tuntas HAM.
Prinsip panduan 4 merujuk pada situasi di
mana negara memiliki badan usaha atau badan
usaha tersebut mendapatkan dukungan yang
besar dari negara. Dalam situasi demikian
negara dapat memiliki pengaruh langsung
terhadap perilaku perusahaan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Memastikan penerapan UNGP oleh BUMN
BUMN memiliki kewajiban yang sama untuk
menghormati HAM seperti tercantum pada
pilar II. Terlebih lagi keterikatan BUMN pada

Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus


mempertimbangkan untuk:
Menegaskan komitmen bahwa BUMN harus
memenuhi semua persyaratan yang sama
yang diberikan kepada perusahaan swasta
(lihat Prinsip Panduan 2).
- Memastikan bahwa BUMN menerapkan uji
tuntas HAM secara efektif.
- Mendorong partisipasi BUMN dalam forum
multi pihak yang relevan seperti UNGC atau
Prinsip-prinsip Investasi yang Bertanggung
jawab.
- Memperkenalkan pelaporan efektif dan
prosedur pengawasan untuk memastikan
BUMN menghormati HAM.
- Menyediakan sumber daya yang cukup dan
meningkatkan kapasitas cabang-cabang
BUMN di daerah.

Memperkenalkan persyaratan HAM pada


perangkat institusi keuangan publik lainnya
Selain lembaga kredit ekspor pemerintah
memberikan dukungan keuangan pada badan
usaha melalui berbagai perangkat seperti
lembaga dana pensiun, bank umum, lembaga
asuransi investasi atau lembaga-lembaga
keuangan untuk pembangunan. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Memperkenalkan persyaratan HAM dalam


tugas-tugas lembaga kredit ekspor
Lembaga kredit ekspor adalah perangkat yang
penting untuk Negara dalam mempromosikan
penghormatan terhadap HAM oleh badan usaha.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengembangkan kebijakan dengan


komitmen yang jelas terhadap HAM serta
tindakan yang memperinci bagaimana
lembaga kredit ekspor menerapkan UNGP
dalam proses mereka.
Mewajibkan uji tuntas HAM pada proyek
sebagai bagian dari proses aplikasi di mana
diduga memiliki risiko membawa dampak
merugikan HAM yang tinggi.
Memberikan panduan yang jelas berkaitan
dengan persyaratan perusahaan untuk
melakukan uji tuntas HAM sebelum
mengajukan aplikasi kredit ekspor.
Menempatkan kredit ekspor untuk proyekproyek yang memiliki risiko merugikan HAM
tinggi dalam skema implementasi mitigasi
khusus.
Menolak membiayai proyek dengan risiko
merugikan HAM tinggi.
Memberikan sumber daya yang cukup untuk
melakukan pengawasan dampak HAM kepada
perusahaan penerima kredit.
Mendukung dan mengadopsi rekomendasi
OECD tentang pendekatan umum untuk
kredit ekspor serta uji tuntas sosial dan
lingkungan.

Menyertakan persyaratan HAM dalam


strategi investasi keseluruhan lembaga
keuangan publik termasuk mematuhi prinsip
PBB untuk investasi bertanggung-jawab
dengan merujuk kepada IFC Performance
Standards on Environmental and Social
Sustainability/Standar Kinerja untuk
Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial serta
Prinsip-prinsip Ekuator.
Mewajibkan uji tuntas HAM pada proyek
sebagai bagian dari proses aplikasi di mana
diduga memiliki risiko membawa dampak
merugikan HAM yang tinggi.
Memberikan sumber daya yang cukup untuk
melakukan pengawasan HAM kepada BUMN
atau proyek-proyek bisnis yang didukung
negara.
Mendorong inklusi HAM dalam lembaga
keuangan pembangunan internasional dan
regional.

Memperkenalkan persyaratan HAM pada


perangkat pendukung non keuangan
Pemerintah juga memberikan dukungan non
finansial kepada perusahaan. Berkaitan dengan
hal ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Memastikan bahwa segala upaya promosi


ekspor yang dilakukan oleh kedutaan
maupun lembaga promosi ekspor yang lain
dengan syarat bahwa perusahaan
melakukan uji tuntas HAM.
Mendorong kemitraan pemerintah-swasta
dalam program pembangunan dengan
mempertimbangkan rekam jejak HAM
perusahaan dan uji tuntas ham untuk
kemitraan tersebut.
Menarik dukungan dari perusahaan yang
merugikan HAM atau menolak bekerja sama
dalam mengatasi masalah tersebut.

Prinsip Panduan 5:
Negara seharusnya melakukan pengawasan
yang memadai dalam rangka untuk memenuhi
hak asasi manusia internasional mereka
sehingga kewajiban mereka dalam melakukan
perjanjian, atau mengatur perusahaan bisnis
untuk memberikan layanan yang dapat
berdampak pada pemenuhan hak asasi manusia.

Menjamin penghormatan terhadap hak asasi


manusia pada saat melakukan perjanjian
dengan penyedia keamanan swasta
Salah satu daerah dengan risiko tertinggi dari
implikasi hak asasi manusia yang merugikan yang
berhubungan dengan perusahaan bisnis yang
memberikan pelayanan publik adalah penyediaan

Prinsip Panduan 5 ditujukan pada situasi di mana


Negara memprivatisasi pelayanan publik.
Bidang jasa yang diprivatisasi meliputi kesehatan,
pendidikan, sistem pidana dan suaka. Kegagalan
Negara untuk menjamin bahwa perusahaan
bisnis melakukan layanan tersebut dalam cara
yang sesuai dengan kewajiban hak asasi
manusia dalam lingkup Negara dimungkinkan
untuk memerlukan konsekuensi hukum untuk
Negara itu sendiri.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Memperkenalkan persyaratan hak asasi
manusia saat melakukan perjanjian, atau
legislatif, untuk perusahaan bisnis pada
pelayanan publik
Pemerintah memiliki berbagai cara untuk
menjamin bahwa perusahaan memberikan
layanan publik yang menghormati hak asasi
manusia. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Melaksanakan penilaian dampak HAM


sebelum ada privatisasi, atau sektor swasta,
pelayanan publik, dan mengambil tindakan
atas dasar temuan tersebut.
Memperkenalkan ketentuan hak asasi
manusia ke dalam semua perjanjian dengan
organisasi yang menyediakan layanan publik,
terutama dalam pengidentifikasian risiko dari
dampak hak asasi manusia yang mengalami
kerugian.
Menyetujui ketentuan hukum yang
mengharuskan semua perusahaan yang
menyediakan layanan atas nama Negara
untuk menghormati hak asasi manusia dan
implementasi proses uji tuntas HAM.
Termasuk kemampuan perusahaan untuk
menunjukkan penghormatannya terhadap
hak asasi manusia sebagai isu utama dalam
proses seleksi.
Memberikan pelatihan dan peningkatan
kecakapan untuk semua perusahaan bisnis
yang memberikan pelayanan publik.
Memastikan pengawasan dan pemantauan
yang memadai pada dampak hak asasi
manusia dalam perusahaan yang
memberikan pelayanan publik.

keamanan swasta. Berkaitan dengan hal ini,


Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Mewajibkan penyedia keamanan swasta


untuk menghormati hak asasi manusia di
seluruh kegiatan mereka dan menerapkan
proses uji tuntas hak asasi manusia yang
memadai.
Menjadi bagian dari Dokumen Montreux
pada Kewajiban Hukum Internasional Terkait
dan Praktek yang baik untuk Negara yang
berhubungan dengan operasi Militer Swasta
dan Perusahaan Keamanan Selama Konflik
Bersenjata.
Menjadi bagian Kode Etik Internasional
Penyedia Keamanan Swasta (ICoC)
termasuk Asosiasi nya (ICoCA).
Membuat Undang-Undang termasuk
perjanjian dengan PSMC yang tidak
berpihak terhadap ICoC dan/atau ICoCA.

Termasuk persyaratan hak asasi manusia


dan uji tuntas pemeriksaan ke dalam semua
kontrak.
Memastikan pemantauan dampak HAM yang
memadai oleh semua kontraktor.

Prinsip Panduan 6:
Negara harus menjunjung tinggi terhadap hak
asasi manusia oleh perusahaan bisnis dengan
mereka melakukan transaksi komersial.
Prinsip Panduan 6 meminta Negara secara
individual dan kolektif memanfaatkan
kesempatan untuk menjunjung tinggi hak asasi
manusia oleh perusahaan bisnis dengan cara
melakukan transaksi yang bersifat komersial.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Memperkenalkan persyaratan HAM di
pengadaan publik
Petunjuk utama pemerintah yang melakukan
transaksi komersial dengan usaha bisnis adalah
dengan pengadaan publik. Berkaitan dengan hal
ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Mewajibkan uji tuntas HAM dari penawar


dalam kasus di mana risiko dampak hak
asasi manusia yang merugikan, termasuk
dalam penyediaan rantai produk yang
diberikan, diidentifikasi.
Memberikan panduan yang jelas untuk
penawar pada apa yang diharapkan dari
mereka dalam hal uji tuntas hak asasi
manusia.
Mengambil pertimbangan hak asasi
manusia ke dalam tanggung jawab ketika
memilih kontraktor sukses dan tidak
termasuk tawaran dengan risiko tinggi yang
berdampak merugikan terhadap hak asasi
manusia.

Mendorong pengenalan persyaratan HAM


dalam lembaga pengadaan publik di tingkat
negara bagian
Pihak berwenang di tingkat provinsi dan kota
yang sering bertanggung jawab untuk bagian
besar dari keseluruhan pengadaan publik.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

manusia oleh bisnis di daerah konflik. Hal ini


meminta Negara untuk melakukan peningkatkan
dan mengambil langkah-langkah konteks yang
spesifik untuk mengatasi risiko tinggi dari dampak
hak asasi manusia yang merugikan. Pelaksanaan
dari tugas Negara untuk melindungi sehubungan
dengan daerah yang terkena dampak konflik juga

Mengharuskan pengadaan lembaga di


tingkat negara bagian untuk melaksanakan
standar hak asasi manusia yang sama
seperti yang dilaksanakan di tingkat nasional.
Pengadaan kelompok dengan risiko HAM
tinggi di tingkat nasional.
Melaksanakan peningkatan kemampuan
dalam penggabungan isu hak asasi
manusia ke dalam pengadaan publik
dengan instansi terkait di tingkat Negara
bagian.

Mendukung
penghormatan
bisnis terhadap HAM di daerah
terdampak konflik
Prinsip Panduan 7:
Karena risiko pelanggaran hak asasi manusia
meningkat di daerah-daerah yang terkena
dampak konflik, Negara seharusnya membantu
menjamin bahwa perusahaan bisnis beroperasi
di konteks tersebut tidak terlibat dengan
pelanggaran tersebut, termasuk dengan:
(a) Terlibat pada kemungkinan tahap awal
dengan perusahaan bisnis untuk
membantu mereka mengidentifikasi,
mencegah dan mengurangi risiko terkait
dengan hak asasi manusia dari
kegiatan dan hubungan bisnis mereka;
(b) Memberikan bantuan yang memadai
untuk perusahaan bisnis untuk menilai
dan menunjukkan risiko tinggi
pelanggaran,memperhatikan secara
khusus berdasarkan jenis kelamin
kekerasan seksual;
(c) Menolak akses dukungan publik dan
jasa untuk perusahaan bisnis yang
terlibat dengan pelanggaran hak asasi
manusia dan menolak untuk bekerja
sama dalam mengatasi situasi;
(d) Memastikan bahwa kebijakan mereka
saat ini, undang-undang, langkahlangkah peraturan dan penegakan yang
efektif dalam mengatasi risiko
keterlibatan bisnis dalam pelanggaran
hak asasi manusia.
Prinsip Panduan 7 secara khusus mengakui
tantangan khusus untuk menghormati hak asasi

dikenakan laporan terpisah tahun 2011 oleh


kemudian Perwakilan Khusus terhadap
11
Sekretaris Jenderal, John Ruggie.

Terlibat dalam penciptaan dan dukungan dari


skema sertifikasi pada sumber yang
bertanggung jawab dan perdagangan barang
dari daerah yang terkena dampak konflik.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan:


Penyediaan panduan konflik yang spesifik
dan Petunjuk untuk perusahaan
Perusahaan Bisnis mencari panduan
peningkatan dan petunjuk dari Negara tentang
bagaimana menjamin penghormatan terhadap
hak asasi manusia dalam daerah yang terkena
dampak konflik. Berkaitan dengan hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

11 Li

hat:
http://www.ohchr.org/Documents/Issues/TransCorporatio
n s/A.HRC.17.32.pdf

Memberikan panduan dan petunjuk,


misalnya melalui kedutaan dan/atau NHRI,
dalam melaksanakan proses uji tuntas hak
asasi manusia yang efektif di daerah yang
terkena dampak konflik (lihat juga Prinsip
Panduan 3c).
Mengembangkan program peringatan dini
dalam kolaborasi dengan pemegang
saham terkait termasuk perusahaan bisnis,
hadir dalam setiap daerah konflik.
Mendukung, dan bila perlu yang
membutuhkan,
perusahaan
untuk
melakukan penilaian sensitivitas konflik
sebagai bagian dari uji tuntas hak asasi
manusia mereka.
Mengembangkan panduan tentang
bagaimana untuk menangani risiko
kekerasan seksual dan berdasarkan jenis
kelamin dan menasihati perusahaan bisnis
tentang hal ini.
Mempromosikan pelaksanaan Panduan Uji
Tuntas OECD terhadap rantai pelayanan
yang bertanggung Jawab dalam daerah
yang terkena dampak Konflik dan risiko
tinggi.

Mendukung inisiatif multi-pemegang saham


dalam menangani isu-isu yang berkaitan
dengan yang daerah terkena dampak konflik
Berbagai inisiatif multi-pemegang saham telah
dikembangkan untuk mengatasi tantangan
spesifik hak asasi manusia atau sangat terkait
dalam daerah yang terkena dampak konflik.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengikuti dan menerapkan persyaratan


Prinsip-Prinsip Sukarela mengenai
Keamanan dan Hak Asasi Manusia dan
Kode Etik Internasional pada penyedia
Keamanan Swasta.
Mendukung sektor swasta yang memimpin
inisiatif seperti Inisiatif Gold bebas Konflik
atau Program Smelter bebas konflik.

Memberlakukan undang-undang khusus


untuk daerah yang terkena dampak konflik
Risiko yang tinggi keterlibatan perusahaan dalam
pelanggaran HAM berat dalam daerah yang
terkena dampak konflik harus mengarahkan
pemerintah untuk mempertimbangkan
implementasi undang-undang khusus. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

koherensi kebijakan horizontal terhadap semua


departemen terkait dan lembaga-lembaga di tingkat
nasional dan tingkat sub-nasional. RAN adalah
instrumen kunci untuk meningkatkan koherensi di
kedua dimensi.

Menilai kerangka hukum yang berkaitan


dengan sejauh mana itu mengarah pada
risiko tinggi dampak hak asasi manusia yang
merugikan di daerah yang terkena dampak
konflik, dan mengidentifikasi, dan bertindak
untuk menangani sejumlah kesenjangan
perlindungan.
Memperkenalkan persyaratan pelaporan
pada komoditi dari daerah yang terkena
dampak konflik.
Memperkenalkan kewajiban untuk
memberitahukan atau melaporkan kegiatan di
negara-negara berisiko tinggi tertentu.
Mengembangkan mekanisme untuk
pertanggungjawaban perdata atau pidana
bagi perusahaan yang berdomisili atau
beroperasi di wilayah mereka dan/atau
yurisdiksi dan terlibat pada pelanggaran hak
asasi manusia.
Penandatanganan dan meratifikasi Statuta
Roma dan menerima yurisdiksi Pengadilan
Kriminal Internasional.
Terlibat dalam upaya multilateral untuk
meningkatkan pencegahan, mitigasi dan
remediasi keterlibatan bisnis dalam
pelanggaran berat HAM.

Memastikan koherensi kebijakan


Prinsip Panduan 8:
Negara harus menjamin bahwa departemen
pemerintah, lembaga dan institusi kenegaraan
lainnya yang membentuk praktik bisnis yang
mengetahui dan memperhatikan pelaksanaan
kewajiban HAM Negara dalam memenuhi
mandat mereka masing-masing, termasuk
dengan menyediakan informasi yang terkait,
pelatihan dan dukungan.
Prinsip Panduan 8 meminta Negara untuk
menjamin pendekatan koheren terhadap bisnis
dan HAM. Hal ini termasuk koherensi kebijakan
vertikal yang berarti Negara harus memiliki
kebijakan yang dibutuhkan, hukum dan proses
untuk melaksanakan kewajiban hukum hak asasi
manusia internasional. Hal ini juga berarti

Upaya-upaya yang dapat dilakukan:


Melakukan pelatihan internal dan
meningkatkan kemampuan pada UNGP dan
RAN

untuk penghormatan dan khususnya konsep


uji tuntas hak asasi manusia yang digunakan
sebagai penyebut umum untuk semua
kegiatan pemerintah dikaitannya dengan
bisnis dan hak asasi manusia.

Melakukan pelatihan dan peningkatan


kemampuan dalam hubungan terhadap UNGP
dan RAN sangat penting untuk koherensi
kebijakan horizontal di semua entitas
pemerintah. Berkaitan dengan hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Mengembangkan bimbingan dan materi


pelatihan pada UNGP dan RAN untuk
semua staf pemerintah.
Melakukan sesi pelatihan wajib dengan
Staf yang terkait di ibu kota sebaik di luar
negeri.
Mengalokasikan sumber daya yang
diperlukan untuk NHRI atau ahli independen
lain untuk melaksanakan sesi pelatihan dan
usaha peningkatan kemampuan.

Menjamin koherensi dokumen kebijakan


Dokumen kebijakan yang berhubungan
dengan perilaku tanggung jawab bisnis seperti
rencana pembangunan nasional, strategi
CSR, rencana aksi hak asasi manusia secara
keseluruhan perlu membentuk kelengkapan
koheren. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Memberikan penjelasan eksplisit dalam


setiap dokumen tentang bagaimana
berbagai strategi terhubung satu sama lain
dan lintas-referensi strategi yang berbeda.
Menjamin bahwa rencana pembangunan
nasional, Strategi CSR atau rencana aksi
bagian pada bisnis dan hak asasi
manusia baik termasuk RAN secara
keseluruhannya, atau mengarah pada
RAN berdiri sendiri.
Mengembangkan kebijakan dalam
mengatasi hak asasi manusia dalam industri
berisiko tinggi tertentu sambil menjamin
koherensi penuh dengan dokumen
kebijakan lain.

Memastikan koherensi langkah-langkah


pemerintah
Dalam rangka untuk memiliki pendekatan yang
koheren untuk bisnis dan hak asasi manusia,
semua kegiatan pemerintah perlu berhubungan
dengan pemahaman bersama tentang apa
yang diharapkan dari perusahaan. Berkaitan
dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Memastikan tanggung jawab perusahaan

Menjelaskan apa yang pemerintah


mengharapkan perusahaan untuk melakukan
(lihat Prinsip Panduan 2) dan penggunaan
pemahaman ini sebagai dasar dari semua
langkah-langkah.

Prinsip Panduan 9:
Negara harus mempertahankan ruang kebijakan
dalam negeri yang memadai untuk memenuhi
kewajiban hak asasi manusia merekaketika
mengejar tujuan kebijakan yang terkait dengan
bisnis dengan negara lain atau perusahaan
bisnis, untuk misalnya melalui perjanjian
investasi atau kontrak.

investor-negara yang menyangkut hak asasi


manusia.
Membina penghormatan bisnis terhadap hak
asasi manusia melalui Perjanjian perdagangan
bilateral dan multilateral
Perjanjian perdagangan dapat menjadi alat yang
penting untuk berlabuhnya masalah hak asasi
manusia di bidang hubungan ekonomi antara dua
negara. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Melakukan penilaian dampak HAM sebelum


menyimpulkan perjanjian perdagangan.

Prinsip Panduan 9 menunjukkan persetujuan


ekonomi disimpulkan oleh Negara, baik dengan
Negara lainnya atau dengan perusahaan bisnis.
Negara seharusnya menjamin bahwa mereka
mempertahankan kemampuan, melalui kebijakan
dan peraturan, untuk melindungi hak asasi
manusia di bawah persyaratan perjanjian
tersebut, sementara memberikan perlindungan
investor yang diperlukan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan:
Menjamin bahwa perjanjian investasi bilateral
dan multilateraltidak menghalangi rasa hormat
untuk hak asasi manusia
Perjanjian investasi internasional dapat
menghambat Negara tuan rumah dalam
melaksanakan sepenuhnya upaya pemenuhan
kewajiban hak asasi manusia. Berkaitan dengan
hal ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Melakukan penilaian dampak HAM sebelum


menyimpulkan perjanjian investasi bilateral
atau multilateral.
Memperkenalkan ketentuan hak asasi
manusia tertentu dalam perjanjian investasi
bilateral atau multilateral.
Menjamin bahwa klausa stabilisasi dalam
perjanjian investasi bilateral atau multilateral
tidak membatasi kebebasan pemerintah untuk
melaksanakan undang-undang untuk
meningkatkan penghormatan perusahaan
terhadap hak asasi manusia. Mendukung
upaya memperkuat transparansi mekanisme
penyelesaian sengketa investor-negara
mengenai HAM.
Pengawasan keputusan mencapai sesuai
dengan mekanisme penyelesaian sengketa

Memperkenalkan ketentuan tentang hak


asasi manusia dalam perjanjian
perdagangan, termasuk menetapkan
bahwa mitra dagang meratifikasi instrumen
HAM internasional dan Konvensi ILO
fundamental.
Termasuk dalam perjanjian perdagangan
pengecualian dari yang disepakati
ketentuan dalam kasus di mana pihak
kontraktor lainnya melanggar hak asasi
manusia.
Pemantauan dampak hak asasi manusia
dari perjanjian dagang yang berlangsung
dan menyebut dampak yang merugikan
yang teridentifikasi.

Kontrak untuk proyek-proyek investasi


antara Negara tuan rumah dan perusahaan
multinasional

memenuhi kewajiban mereka untuk


melindungi atau menghambat aktivitas
perusahaan dalam menghormati hak asasi
manusia;
(b) Mendorong lembaga-lembaga tersebut,
dalam mandat dan kapasitas mereka
masing-masing, untuk mempromosikan
aktivitas penghormatan hak asasi manusia
dan, meminta untuk membantu Negara
dalam memenuhi tugas mereka untuk
melindungi dari pelanggaran hak asasi
manusia oleh perusahaan bisnis, termasuk
melalui bantuan teknis, peningkatan
kapasitas dan peningkatan kesadaran;
(c) Menarik Pedoman Prinsip-prinsip untuk
mempromosikan pemahaman bersama dan
memajukan kerja sama internasional dalam
pengelolaan bisnis dan tantangan hak asasi
manusia.

12

A/HRC/17/31/Add.3, 2011

Kontrak investasi dapat menjadi alat utama


Negara tuan rumah untuk menjamin
penghormatan terhadap hak asasi manusia oleh
perusahaan multinasional. Hal-hal yang harus
menjadi pertimbangan Pemerintah adalah:
-

Melakukan penilaian dampak HAM sebelum


menyimpulkan kontrak investasi.
Termasuk klausul dalam kontrak investasi
perusahaan Negara yang mewajibkan
perusahaan untuk menghormati hak asasi
manusia dan melaksanakan proses uji
tuntas hak asasi manusia.
Mengidentifikasi cara untuk menjamin
bahwa perusahaan berdomisili di wilayah
mereka tidak menandatangani perjanjian
investasi yang membatasi ruang negara
tuan rumah untuk melaksanakan tugas hakhak asasi manusia mereka.
Meningkatkan kesadaran dan menerapkan
rekomendasi dari prinsip-prinsip PBB untuk
kontrak yang bertanggung jawab yang
dikembangkan pada tahun 2011 oleh SRSG
12
pada saat itu, John Ruggie.

Prinsip Panduan 10:


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan penggugatan oleh Negara yang
bertindak sebagai anggota multilateral lembaga
yang menangani isu bisnis antara lain:
(a) Berusaha untuk memastikan bahwa
lembaga tersebut tidak mengendalikan
kemampuan negara-negara anggota untuk

Prinsip Panduan 10 menekankan perlunya untuk


memperkuat koherensi kebijakan pada tingkat
internasional. Hal ini meminta Negara untuk
mendorong pemahaman koherensi dan
tanggapan kebijakan dalam kapasitas mereka
sebagai anggota lembaga multilateral.

asasi manusia terkait melalui program PBB


yang terkait dengan teknologi komunikasi
seperti KTT Dunia tentang proses Masyarakat
Informasi (WSIS) atau badan internasional
terkait lainnya seperti Forum Pemerintahan
Internet (IGF).

Upaya-upaya yang dapat dilakukan


Memajukan Agenda bisnis dan hak asasi
manusia di lembaga-lembaga multilateral
Pelaksanaan UNGP adalah antara hal-hal lain
yang tergantung pada uptake mereka dengan
lembaga multilateral. Berkaitan dengan hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Mempromosikan pelaksanaan yang efektif


dari UNGP melalui mandat dan kegiatan
Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Mendukung proses dalam badan-badan PBB
mengenai penguatan perlindungan kelompok
populasi yang mungkin sangat rentan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia
yang terkait dengan bisnis, seperti anak-anak,
perempuan, masyarakat adat, minoritas suku
dan penyandang cacat.
Mendukung Pedoman OECD pada
perusahaan multinasional serta panduanterkait, contoh dan rekomendasi dan bekerja
terhadap kepatuhan yang lebih luas oleh
negara anggota non-OECD.
Mendukung masuknya masuknya kriteria
HAM di lembaga-lembaga keuangan
internasional seperti IFC dan bank
pembangunan daerah.
Memperkuat keterlibatan ILO dengan
pelaksanaan UNGP.
Mendukung kerja sama bisnis dan isu-isu hak
asasi manusia antara Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) dan organisasi
internasional lainnya (seperti ILO dan
Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia
(WIPO) dalam kerangka Mandat Koherensi
WTO.
Mempromosikan bisnis dan isu-isu hak asasi
manusia dalam proses kebijakan global pada
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG)
dan Agenda Pembangunan secara
keseluruhan pasca 2015.
Mendukung masuknya isu-isu hak asasi
manusia di lembaga-lembaga keuangan
internasional (IFI) dan memastikan pemulihan
yang efektif bagi individu atau masyarakat
yang terkena dampak proyek didukung oleh
IFI, termasuk dengan memperkenalkan
mekanisme pengaduan non-yudisial dalam
IFI (lihat juga Prinsip Panduan 4, 26 dan 27).
Mempromosikan masuknya isu bisnis dan hak

atau proses UPR.


-

Menggunakan program lembaga


multilateral untuk mengembangkan dan
memperkuat tingkat bidang lakon kaitannya
dengan undang-undang tentang bisnis dan
hak asasi manusia negara asal dan Negara
tuan rumah.
Terlibat dalam proses pemantauan rekan
pada pengembangan dan implementasi
RAN.

Memajukan Agenda bisnis dan hak asasi


manusia di organisasi regional
Organisasi regional telah terbukti menjadi
katalis yang efektif dalam mempromosikan
implementasi Negara mengenai UNGP.
Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Memanggil dan mendukung pengembangan


strategi regional pada pelaksanaan UNGP di
Uni-Afrika, Asosiasi Bangsa-bangsa Asia
Tenggara, Uni-Eropa, Dewan Eropa, dan
Organisasi Negara-negara Amerika.
Menggunakan organisasi regional sebagai
platform untuk mempromosikan
pengembangan RAN oleh Negara anggota.

Termasuk masalah bisnis dan hak asasi


manusia dalam tinjauan periodik universal
(UPR) dan dalam laporan badan-badan
pengawasan perjanjian hak asasi manusia
PBB
Mekanisme Tinjauan periodik universal Dewan
HAM PBB merupakan mekanisme akuntabilitas
yang penting terhadap kepatuhan Negara
dengan kewajiban HAM. Berkaitan dengan hal
ini, Pemerintah harus mempertimbangkan
untuk:
-

Melaporkan kepada badan-badan


pengawasan perjanjian hak asasi manusia
PBB dan UPR pada kegiatannya dan
tantangan yang dihadapi dalam bidang
bisnis berkaitan dengan hak asasi manusia.
Melaporkan juga masalah bisnis berkaitan
dengan hak asasi manusia di negara-negara
lain.
Mempromosikan pertukaran dan dialog
dengan organisasi masyarakat madani di
Negara tuan rumah dan Negara asal pada
masalah bisnis dan hak asasi manusia
termasuk dalam rekomendasi untuk Negaranegara lainnya.
Menjamin tindak lanjut yang efektif untuk
rekomendasi apapun dari badan-badan
pengawasan perjanjian hak asasi manusia
PBB, pemegang mandat prosedur khusus,

Pilar III

seperti anak-anak, perempuan, penduduk


pribumi, etnis minoritas, dan

A. Prinsip dasar
Prinsip Panduan 25:
Sebagai bagian dari kewajiban mereka untuk
melindungi dari pelanggaran HAM terkait bisnis,
Negara harus melakukan tindakan yang tepat
untuk menjamin, melalui perangkat yudisial,
administratif, legislatif, atau lainnya yang tepat,
sehingga saat pelanggaran tersebut terjadi dalam
teritori dan/atau yurisdiksinya, pihak yang
terdampak memliki akses ke pemulihan yang
efektif.
Prinsip Panduan 25 menegaskan kewajiban
hukum Negara untuk menjamin akses ke
pemulihan yang efektif sebagai bagian dari
kewjiban mereka untuk melindungi. Bentuk
tindakan pemulihan tersebut dapat beragam,
seperti permintaan maaf, restitusi, rehabilitasi,
kompensasi finansial dan non-finansial, sanksi
hukuman, serta pencegahan pelanggaran
melalui, misalnya perintah pengadilan atau
jaminan tidak terulangnya pelanggaran.
Potensi tindakan:
Menjamin keefektifan kombinasi berbagai
instrumen untuk mengakses pemulihan
Akses menuju pemulihan dapat disediakan
dengan berbasis negara dan non-negara, serta
mekanisme yudisial dan non-yudisial (lihat Prinsip
Panduan 26-31) Negara harus menjamin bahwa
kombinasi tindakan yang tersedia tersebut
memungkinkan pemulihan yang efektif. Dalam hal
ini, Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Menilai (apabila belum dilakukan) sejauh


mana korban dampak merugikan bagi HAM di
dalam negeri dan ekstrateritorial oleh
perusahaan memiliki akses menuju
mekanisme pemulihan dan mengatasi
kesenjangan yang teridentifikasi.

Mempromosikan aksesibilitas mekanisme


pemulihan nasional dan internasional
Penjaminan akses menuju pemulihan mewajibkan
adanya fasilitasi kesadaran publik dan
pemahaman tentang mekanisme ini oleh Negara.
Dalam hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mengurangi hambatan prosedural dan praktis


untuk mengakses pemulihan, termasuk
dengan memastikan bahwa perwakilan dari
kelompok representasi yang sangat rentan
terhadap pelanggaran HAM terkait bisnis,

Memastikan bahwa mekanisme pengaduan


yudisial dan non-yudisial merespons
kebutuhan khusus perempuan dan laki-laki
yang menjadi korban pelecehan seksual,
termasuk memastikan bahwa proses
tersebut ditangani oleh staf profesional dan
dengan memastikan anonimitas korban.
Meningkatkan akses ke pemulihan
transnasional melalui mekanisme yudisial
dan non-yudisial (lihat Prinsip Panduan 26
dan 27).
Bekerja sama dengan organisasi
masyarakat sipil dan/atau NHRI untuk
memperkuat kesadaran tentang
mekanisme yang dapat diakses oleh
korban dampak merugikan bagi HAM oleh
perusahaan.

Mempromosikan adanya dan menyebarnya


pengetahuan tentang dampak merugikan
bagi HAM oleh perusahaan
Negara dapat membantu memfasilitasi akses
ke pemulihan dengan menjamin bahwa keluhan
korban didengar dan meningkatkan
pengetahuan tentang dampak merugikan bagi
HAM oleh perusahaan. Dalam hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Menyediakan sumber daya yang memadai


bagi NHRI dan/atau organisasi masyarakat
sipil untuk mengidentifikasi dan
penyandang disabilitas memiliki akses yang
setara menuju mekanisme pengaduan (lihat
Prinsip Panduan 26, 27, 28, dan 30).

mempublikasikan dampak merugikan bagi


HAM oleh perusahaan.
Mendukung pengumpulan data yang tidak
teragregat gender untuk mengidentifikasi di
mana perusahaan bisnis dapat memiliki
dampak diferensial, tidak layak, atau tidak
terduga pada perempuan atau laki-laki, anak
laki-laki atau perempuan.

Melindungi pejuang HAM


Akses menuju pemulihan dapat menghadapi
banyak hambatan akibat ancaman, dan
penindasan terhadap, pemegang hak yang
melakukan pembelaan. Dalam hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Berkomitmen untuk, dan


mengimplementasikan tanggung jawab
sesuai, Deklarasi PBB tentang pejuang
HAM13 dan mendukung tugas pelapor
khusus PBB tentang pejuang HAM.
Memberlakukan legislasi yang menjamin
perlindungan terhadap pejuang HAM yang
menangani pelanggaran HAM terkait
perusahaan di teritori dan atau yurisdiksi
negara.
Bekerja sama dengan NHRI dan/atau
organisasi masyarakat sipil dalam
mengidentifikasi pejuang HAM yang
memerlukan perlindungan, baik di dalam
negeri dan di luar teritori negara.

13

Lihat:
http://www.ohchr.org/Documents/Issues/Defenders/Decl
ar ation/declaration.pdf

Bekerja sama secara langsung dengan


pejuang HAM melalui kedutaan termasuk
dengan mengundang mereka secara formal ke
acara-acara, mengunjungi situs proyek yang
diperjuangkan, dan menjaga kontak reguler
dan publik.
Menunjukkan dukungan untuk pejuang HAM
dalam pertukaran diplomatik dan politik.
Bekerja sama dengan perusahaan bisnis
untuk memastikan bahwa mereka membantu
memberikan perlindungan untuk pejuang
HAM dan menahan diri dari melakukan
tindakan yang berisiko bagi pejuang tersebut.
Bila diperlukan, menawarkan suaka politik
untuk individu yang menerima ancaman.

B. Prinsip-prinsip
Operasional Mekanisme
yudisial berbasis Negara Prinsip
Panduan 26:
Negara harus melakukan tindakan yang tepat
untuk menjamin keefektifan mekanisme yudisial
dalam negeri saat menangani pelanggaran HAM
terkait bisnis, termasuk menimbang cara untuk
mengurangi hambatan hukum, praktik, dan
hambatan relevan lainnya yang dapat menolak
akses ke pemulihan.
Prinsip Panduan 26 menekankan bahwa langkah
yudisial yang integral dan tidak memihak
berdasarkan proses yang adil adalah kunci untuk
menjamin akses ke pemulihan. Negara harus
memastikan bahwa mereka tidak menghambat
kasus yang sah untuk diproses di pengadilan di
negara asal dan/atau tuan rumah. Negara juga
diminta untuk mengurangi hambatan hukum dan
praktis serta praktis dan prosedural untuk
mengakses pemulihan yudisial.
Potensi tindakan:
Memperkuat sistem yudisial independen
Sistem yudisial independen penting untuk akses
yang efektif menuju pemulihan. Dalam hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Memasukkan independensi sistem yudisial


ke dalam konstitusi dan/atau hukum
negara.
Memastikan bahwa peradilan mampu
memutuskan tanpa batasan, pengaruh atau
tekanan yang tidak layak, apakah perkara
yang diajukan kepadanya untuk diputuskan

berada dalam kompetensinya seperti


ditentukan oleh hukum.
Memasukkan proses yang adil ke dalam
pemilihan pejabat kehakiman senior untuk
membatasi campur tangan politik.

Menyediakan sumber daya yang


memadai bagi peradilan untuk
memungkinkannya berfungsi secara
independen.
Mendukung negara lain dalam upayanya
memperkuat independensi sistem yudisial.

Mengurangi hambatan hukum


Akses yang adil menuju mekanisme yudisial
dalam negeri sangatlah penting. Dalam hal ini,
Pemerintah harus mempertimbangkan untuk:
-

Memastikan bahwa sistem hukum pidana


memungkinkan penuntutan berdasarkan
kewarganegaraan pelaku dan/atau domisili
perusahaan bisnis (jika penuntutan terhadap
orang yang berbudi dimungkinkan) di
Negara tuan rumah, tanpa memandang di
mana pelanggaran terjadi (lihat juga Prinsip
Panduan 2 dan 3a/b).
Memastikan bahwa sistem hukum perdata
memungkinkan untuk kasus tort
berdasarkan domisili dan/atau pencatatan
perusahaan bisnis di Negara asal (lihat juga
Prinsip Panduan 2 dan 3 a/b).
Memastikan bahwa pengadilan Negara tuan
rumah berkompetensi untuk mengadili
kasus terkait bisnis dan HAM.
Menjamin akses ke pengadilan Negara
asal di mana pemohon kasus yang sah
menghadapi pengingkaran keadilan di
Negara tuan rumah.
Menyiapkan majelis tenaga kerja nasional
dengan kompetensi untuk mengadili
dampak bisnis dan HAM.
Menjamin akses yang efektif menuju
pemulihan untuk individu dan masyarakat
yang terkena dampak merugikan akibat
proyek yang didukung oleh instrumen
keuangan dan investasi nasional atau
multilateral (lihat juga Prinsip Panduan 4
dan 10).
Memastikan bahwa korban diberi akses
menuju kompensasi jika bisnis atau atasan
mereka ditemukan bersalah atas
keterlibatan dalam pelanggaran HAM.
Memastikan bahwa tidak ada batasan
periode untuk tuntutan tuduhan genosida,
kejahatan perang, dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Memastikan bahwa perusahaan induk
dapat dikenai tanggung jawab hukum atas
dampak merugikan bagi HAM oleh anggota
lain perusahaan yang mereka kendalikan.
Memastikan bahwa perlindungan hukum di
tingkat yang sama terjamin untuk semua
kelompok, termasuk perwakilan kelompok
populasi yang sangat rentan terhadap

pelanggaran HAM terkait bisnis, seperti anakanak, perempuan, penduduk pribumi, etnis
minoritas, dan penyandang disabilitas.

Mengurangi hambatan praktis dan prosedural


kepemulihan hukum

komprehensif untuk pemulihan pelanggaran HAM


terkait bisnis.

Selain hambatan hukum, akses ke pemulihan


yudisial juga dapat dipersulit oleh hambatan
praktis dan prosedural. Dalam hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:

Prinsip 27 membahas mekanisme non-yudisial


administratif, legislatif, dan mekanisme non-yudisial
lainnya yang dirancang untuk melengkapi
mekanisme yudisial. Negara diminta untuk
mempertimbangkan perluasan mandat mekanisme
non-yudisial yang ada dan/atau menambah
mekanisme baru guna mengatasi kesenjangan
dalam akses menuju

Memastikan bahwa jaksa memiliki mandat


dan sumber daya untuk menginvestigasi dan
melakukan penuntutan secara saksama
terhadap tuduhan yang sah terkait
keterlibatan di dalam negeri atau
ekstrateritorial oleh perusahaan atas dampak
merugikan bagi HAM.
Melatih jaksa dan hakim untuk melakukan
tugas mereka secara efektif terkait dengan
pelanggaran HAM perusahaan di dalam
negeri dan/atau ekstrateritorial.
Memastikan bahwa korban mendapatkan
pemulihan yang memadai dan tersedia di
hadapan pengadilan yang dapat menolak
kasus berdasarkan doktrin forum non
conveniens.
Memberikan bantuan finansial untuk pemohon
atas pengeluaran terkait pengajuan kasus
hukum. Hal ini mencakup kemungkinan
penggantian biaya pengacara dan
memastikan bahwa korban dengan tuntutan
yang sah dapat mengupayakan 'peradilan
tanpa biaya' (no cost ruling) di mana sistem
mewajibkan pihak yang kalah dalam suatu
kasus untuk menutup biaya terkait kasus
tersebut.
Memastikan, melalui hukum dan kebijakan,
bahwa pemohon tidak dikenai tindakan
pembalasan dendam yang berkaitan dengan
kasus hukum.
Memperkenalkan atau memperkuat opsi
untuk tuntutan agregat dan proses hukum
representatif seperti gugatan perwakilan
kelompok (class action), penggugat
majemuk, atau prosedur tindakan bersama
lainnya.
Memberikan bantuan khusus bagi anak-anak
guna menjamin mereka memiliki media yang
tepat dan dapat diakses untuk
memperjuangkan hak mereka.

Mekanisme pengaduan non-yudisial


berbasis Negara
Prinsip Panduan 27:
Negara harus memberikan mekanisme
pengaduan non-yudisial yang tepat dan efektif,
bersama dengan mekanisme yudisial, sebagai
bagian dari sistem berbasis Negara yang
30

pemulihan untuk pelanggaran HAM terkait


bisnis.

Memerintahkan NHRI dan/atau lembaga


ombudsman untuk menampung pengaduan
dari

Potensi tindakan:
Memperkuat
keefektifan
mekanisme
pengaduan non-yudisial berbasis Negara
Sejumlah negara telah memiliki mekanisme
pengaduan non-yudisial dengan beragam
tingkat keefektifan. Dalam hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Memastikan bahwa NHRI dan/atau lembaga


ombudsman memiliki tugas dan sumber
daya yang tepat dan tersedia untuk
menerima pengaduan dari korban dugaan
pelanggaran HAM berbasis perusahaan.
Menjamin keefektifan Titik Kontak Nasional
(NCP) OECD dengan meningkatkan
pemahaman tentang keberadaannya dan,
apabila perlu, memperluas tugas dan
sumber daya finansialnya.
Memasukkan mekanisme pengaduan nonyudisial seperti yang disediakan oleh NHRI,
komisioner ombudsman, atau NCP OECD
ke hukum nasional.
Memastikan bahwa perusahaan bisnis yang,
selama mekanisme pengaduan non-yudisial
didapati melanggar HAM,
mengimplementasikan aksi pemulihan dan
menghadapi konsekuensi yang setara,
termasuk melalui hukuman administratif
seperti denda atau pembatasan akses ke
layanan Negara (lihat juga Prinsip Panduan
4 dan 5).
Menyempurnakan mekanisme
pengawasan Negara asal dan/atau tuan
rumah di mana mekanisme pengaduan
non-yudisial mendapati Negara belum
memenuhi perannya secara memadai.
Memastikan bahwa mekanisme tersebut
memenuhi kriteria yang diidentifikasi dalam
Prinsip Panduan 31 (lihat di bawah).
Memperkenalkan mekanisme
pengawasan independen yang memadai
dengan tugas untuk menguji mekanisme
pengaduan non-yudisial secara berkala
terhadap keefektifan kriteria dalam Prinsip
Panduan 31.

Merumuskan mekanisme pengaduan nonyudisial berbasis Negara yang baru


Perumusan mekanisme pengaduan non-yudisial
berbasis Negara yang baru dapat membantu
menangani kesenjangan dalam akses menuju
pemulihan untuk pelanggaran HAM terkait
bisnis. Dalam hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
30

korban dugaan pelanggaran HAM berbasis


perusahaan.
Tunduk pada Panduan OECD tentang
Perusahaan Multinasional dan membuat Titik
Kontak Nasional yang diberi mandat dan
sumber daya secara efektif.
Mendirikan entitas alternatif dengan tugas
untuk menampung pengaduan dari korban
dugaan pelanggaran HAM berbasis
perusahaan.
Merumuskan mekanisme akuntabilitas
terpisah yang dapat menampung pengaduan
dari dugaan keterlibatan dalam dampak
merugikan bagi HAM oleh perusahaan yang
dimiliki atau dikendalikan oleh Negara.
Merumuskan mekanisme pemulihan untuk
pengaduan terkait dengan proyek yang
didukung oleh lembaga keuangan
internasional dan mempertimbangkan untuk
merujuk pada mekanisme Ombudsman
Penasihat Kepatuhan (Compliance Advisor
Ombudsman/CAO) dari Badan Keuangan
Internasional (International Finance
Corporation).
Memfasilitasi mediasi secara ad-hoc antara
perusahaan bisnis dan individu yang
terdampak atau perwakilannya.

menyediakan, atau bekerja sama dalam, pemulihan


dampak merugikan yang mereka sebabkan atau
berkontribusi padanya (lihat Prinsip Panduan 22).
Dalam hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:

Mekanisme pengaduan
berbasis non-negara
Prinsip Panduan 28:
Negara harus mempertimbangkan cara untuk
memfasilitasi akses ke mekanisme pengaduan
berbasis non-Negara yang efektif terkait
pelanggaran HAM terkait bisnis
Prinsip Panduan 28 memberikan peran bagi
Negara untuk mendukung mekanisme pengaduan
berbasis non-Negara yang efektif. Termasuk di
dalamnya adalah mekanisme yang dikelola hanya
oleh perusahaan bisnis atau dengan pemangku
kepentingan, asosiasi industri atau kelompok
sejumlah pemangku kepentingan, serta
mekanisme yang dikelola oleh lembaga HAM
regional dan internasional.
Potensi tindakan:
Mendukung perumusan mekanisme
pengaduan berbasis bisnis
Negara dapat membantu meningkatkan akses ke
pemulihan untuk pelanggaran HAM terkait bisnis
dengan mendukung perusahaan bisnis dalam
memenuhi tanggung jawabnya untuk

Merumuskan panduan dan praktik terbaik


untuk penerapan mekanisme pengaduan
berbasis bisnis yang efektif yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan dalam Prinsip
Panduan 31 (lihat di bawah ini).
Mendorong dan mendukung asosiasi bisnis
untuk mengembangkan mekanisme
pengaduan.
Mendukung disertakannya organisasi
masyarakat sipil dalam mekanisme
pengaduan berbasis bisnis.

meningkatkan akses ke pemulihan non-yudisial.


Dalam hal ini, Pemerintah harus
mempertimbangkan untuk:
-

Mendukung perumusan mekanisme


pengaduan yang efektif dalam prakarsa
berbagai pemangku kepentingan dan
memastikan mekanisme tersebut
mencerminkan kriteria yang ditentukan
dalam Prinsip Panduan 31 (lihat di bawah).

Mendukung akses ke lembaga hak asasi


manusia regional dan internasional
Selain mekanisme pengaduan berbasis bisnis,
Negara juga dapat meningkatkan akses ke
pemulihan untuk pelanggaran HAM terkait bisnis
dengan mendukung lembaga HAM regional dan
internasional terkait. Dalam hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Memperkuat kesadaran lembaga HAM


regional dan internasional dan cara korban
untuk dapat mengakses mereka.
Menangani hambatan prosedural atau
praktis bagi pemegang hak, misalnya
dengan membantu membangun hubungan
dengan lembaga regional atau internasional,
atau dengan mendukung disediakannya
bantuan hukum.

Prinsip Panduan 30
Prakarsa oleh industri, berbagai pemangku
kepentingan, dan prakarsa lainnya yang
didasarkan pada penghormatan terhadap
standar HAM harus memastikan ketersediaan
mekanisme pengaduan yang efektif.
Prinsip Panduan 30 membahas peran Negara
sebagai peserta dalam prakarsa berbagai
pemangku kepentingan.
Negara harus memperkuat ketersediaan
mekanisme yang efektif yang dapat digunakan
pihak-pihak yang terdampak, atau
perwakilannya yang sah, untuk mengajukan
permasalahan mereka jika mereka meyakini
bahwa komitmen yang sedang dibahas belum
dipenuhi.
Potensi tindakan:
Mendukung perumusan mekanisme
pengaduan melalui prakarsa berbagai
pemangku kepentingan
Prakarsa berbagai pemangku kepentingan
dapat menjadi alat yang efektif untuk

Menerapkan konsekuensi yang memadai,


seperti denda atau dengan membatasi akses
ke layanan Negara, untuk perusahaan
perniagaan yang didapati telah melanggar
komitmen.

Kriteria keefektifan untuk


mekanisme pengaduan nonyudisial
Prinsip Panduan 31
Prakarsa industri, berbagai pemangku
kepentingan, dan prakarsa lainnya yang
didasarkan pada penghormatan terhadap
standar HAM harus memastikan tersedianya
mekanisme pengaduan yang efektif.
Untuk
memastikan
keefektifannya,
mekanisme pengaduan non-yudisial, yang
berbasis Negara dan non-Negara, harus:
(a) Sah: memperoleh kepercayaan kelompok
pemangku kepentingan yang menjadi
tujuan penggunaan mekanisme ini, dan
dapat dipertanggungjawabkan untuk
proses pengaduan yang adil;
(b) Dapat diakses: diketahui oleh kelompok
pemangku kepentingan yang menjadi
tujuan penggunaan mekanisme ini, dan
memberikan bantuan yang memadai
untuk mereka yang menghadapi
hambatan tertentu menuju akses;
(c) Dapat diprediksi: memiliki prosedur yang
jelas dan diakui dengan kerangka waktu
yang indikatif untuk setiap tahap,
kejelasan jenis proses dan hasil yang
tersedia, dan cara untuk mengawasi
implementasi;
(d) Adil: berupaya memastikan bahwa pihakpihak yang dirugikan memiliki akses yang
wajar ke sumber informasi, saran, dan
keahlian yang diperlukan untuk melakukan
proses pengaduan secara adil, termaklum,
dan terhormat;
(e) Transparan: menjaga para pihak yang
dirugikan tetap mendapat informasi tentang
kemajuan mekanisme tersebut, dan
memberi informasi yang memadai tentang
performanya, guna membangun keyakinan
tentang keefektifannya dan memenuhi
setiap kepentingan

publik yang
dipertaruhkan;
(f) Sesuai dengan hak: menjamin bahwa
pemulihan dan hasilnya sesuai dengan
HAM yang diakui secara internasional;
(g) Sebagai sumber pembelajaran yang
berkelanjutan: melakukan tindakan yang
relevan untuk mengidentifikasi hikmah guna
menyempurnakan mekanisme dan
mencegah pengaduan dan pelanggaran di
masa mendatang;
Mekanisme pada level operasional juga harus:
(h) Didasarkan pada keterlibatan dan dialog:
berkonsultasi dengan kelompok pemangku
kepentingan yang menjadi tujuan
penggunaan mekanisme ini tentang
rancangan dan kinerjanya, dan berfokus
pada dialog sebagai cara untuk menangani
dan menyelesaikan pengaduan.
Prinsip Panduan 31 menjabarkan serangkaian
kriteria keefektifan mekanisme pengaduan nonyudisial. Orang-orang yang menjadi sasaran
mekanisme tersebut harus mengetahui,
mempercayai, dan dapat menggunakannya.
Potensi tindakan:
Memastikan bahwa semua tindakan
pengaduan non-yudisial memenuhi kriteria ini
Negara dapat meningkatkan keefektifan
mekanisme pengaduan non-yudisial dengan
memastikan bahwa mekanisme tersebut
mencerminkan kriteria yang diuraikan dalam
Prinsip Panduan 31. Dalam hal ini, Pemerintah
harus mempertimbangkan untuk:
-

Memastikan bahwa semua mekanisme


pengaduan non-yudisial yang dilakukannya,
adalah bagian dari atau, yang didukungnya
(lihat Prinsip Panduan 27, 28, dan 30)
dikembangkan dan dioperasikan sesuai
dengan kriteria yang diuraikan dalam Prinsip
Panduan 31.
Memastikan bahwa mekanisme pengaduan
non-yudisial memiliki mandat dan sumber
daya yang memadai agar efektif.

Anda mungkin juga menyukai