Anda di halaman 1dari 4

Chonic Kidney Disease

PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal.Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat tertentu memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta tahun penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya.
KLASIFIKASI PENYAKIT GINJAL KRONIS
Klasifikasi penyakit ginjal kronik di dasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
dan atas dasar etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penakit, dibuat atas dasar Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) yang dihitung dengan mempergunakan rumus KockcroftGault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 - Umur) x BB
72 x kreatinin plasma (mg/ml)
Pada wanita dikalikan dengan 0,85
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
I

Penjelasan
LFG (ml/mnt/m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal 90

II

atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 60-89

III

ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 30-59

IV

sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 15-29

berat
Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis Atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non-diabetes

Tipe Mayor
Diabetes type 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit autoimun,
infeksi sistemik, obat dan neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh
darah besar, hipertensi, mikrongiopati)
Penyakit

tubulointersitial

(pieolnefritis

kronik, batu, obstrksi, keracunan obat)


Penyakit pada tansplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


Rejeksi kronis (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

ETIOLOGI
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal
ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia seperti pada tabel 3.
Tabel 3.Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia tahun 2000
Penyebab
Glomerulonefritis
Diabetes Melitus
Obstruksi dan Infeksi
Hipertensi
Sebab lain

Insiden
46,39%
18,65%
12,85%
8,46%
13,65%

PATOFISIOLOGI
Sejumlah penyakit ginjal akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal.
Jika jaringan ginjal yang tersisa tidak dapat memenuhi fungsinya, akan muncul gambaran
gagal ginjal. Penurunan eksresi ginjal terutama sangat bermakna, penurunan GFR secara
berbanding terbalik meningkatkan kadar kreatinin di plasma. Konsentrasi plasma
terhadap zat yang direabsorbsi juga meningkat, tetapi tidak terlalu tinggi karena
reabsorbsi di tubulus ginjal juga terganggu pada gagal ginja. Pada gagal ginjal, reabsorbsi
Na dan air dihambat oleh berbagai faktor, seperti hormon natriuretik, PTH. Penurunan

reabsorbsi Na di tubulus proksimal juga secara langsng atau tidak langsung menurunkan
reabsorbsi zat lainnya, seperti fsfat, asam urat, HCO3, Ca, urea, glukosa, dan asam
amino. Reabsorbsi fosfat juga dihambat oleh PTH.
Penurunan reabsorbsi NaCl di bagian asendence ansa Henle mengganggu mekanisme
pemekatan urin. Suplai volume dan NaCl yang besar dari nefron bagian proksimal
meningkatkan reabsorbsi Na di bagian distal seta membantu sekresi K dan H di nefron
distal dan ductus koligentes. Akibatnya kadar elektrolit di plasma dapat tetap normal,
meskipun GFR sangat menurun (insufisiensi ginjal terkompensasi). Gangguan baru
terjadi jika penurunan GFR lebih rendah dari pada seperempat nilai normal. Namun,
kompensasi ini terjadi dengan mengorbankan rentang pengaturan, yang artinya ginjal
yang tidak mampu mengeksresikan air, Na, K,H, fosfat.
Diduga bahwa gangguan pada eksresi air dan elektrolit berperan, paling tidak
sebaguan, terhadap munculnya sebagian besar gejala gagal ginjal kronis. Volume yang
berlebihan dan perubahan konsentrasi elektrolit menimbulkan edema, hipertensi,
osteomalasia, asidosis, pruritus dan artiritis, baik secara langsung meaupun melalui
pengaktifan hormon. Hal tersebut juga dapat menimbulkan gangguan pada sel eksitatorik.
(polineuropati, kesadaran, koma, kejang, edema serebri), fngsi pencernaan ( mual, tukak
lambung, diare).dan sel darah (hemolisis, gangguan fungsi leukosit dan gangguan
pembekuan darah.
Gangguan pembentukan ertitropoetin di ginjal menyebabkan anemia, sementara
penurunan pembentukan kalstriol menimbulkan gngguan metabolisme mineral.
Pembentukan renin dan prostagladin di ginjal dapat meningkat atau menurun, bergantung
penyebab dan lama penyakitnya. Pembentukan renin yang meningkat, mendorong
terjadinya hipertensi.. Sedangkan penurunan pembentukannya menghambat terjadinya
hipertensi. Prostagladin menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Hilangnya inaktivasi homon di ginjal dapat memperlambat siklus pengaturan hormonal.
Penurunan penggunaan asam lemak oleh ginjal berperan dalam hiperlipidemia,
sedagkan penurunan glukoneogenesis mendorong terjadinya hipoglikemia.
Berkurangna eliminasi air dan elektrolit di gijnjal terutama penting dalam timbulnya
gejala gagal ginjal. Volume ekstrasel meningkat jika terdapat kelebihan NaCl dan air
sehingga terjadi hipervolemia dan edema; komplikasi yang paling berbahaya adalah

edema paru. Jika terutama terjadi kelebihan air, secara osmotik akan mendorong air ke
dalam sel sehingga meningkatkan volume intrasel dan timbul edema serebri.
Gangguan metabolisme mineral juga berperan besar terhadap timbulnya gejala gagal
ginjal. Jika GFR menurun < 20% lebih rendah dari nilai normalnya, fosfat yang difiltrasi
akan lebih sedikit daripada yang diserap melalui usus. Bahkan, jika seluruh fosfat yang
difiltrasi dikeluarkan, berarti tidak terjadi reabsorbsi, pembuangannya melalui ginjal tidak
dapat mengimbangi abrosbsinya di susu sehingga konsentrasi fosfat di plasma akan
meningkat. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung dengan Ca untuk
membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitai akan
mengendap di kulit dan sendi (berutrut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus). Jika
Ca membentuk kompleks dengan fosfat, konsentrasi Ca akan menurun Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi
kalsium fosfat dari tulang. Akibatna, terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia).
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gagal ginjal yag juga berperan dalam
menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya, hormon ini merangsang aborbsi
fosfat di usus. Meskipun defisiensi kalsitriol menurunkan absorbsi fosfat diusus, hal ini
akan memperberat keadaan hipokalseminya. Reseptor kalsitriol terdapat di berbaga
organ. Pengganian kalsitriol tidak memperbaiki gejala, bahkan mmbahayakan pasien
gagal ginjal melalui perangsangan absorpsi fosfat di usus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CBC (Complete Blood Count)
Biasanya terdapat anemia normokromik normositik. BUN (Blood Urea Nitrogen)
dan serum creatinin akan meningkat pada pasien dengan CKD. Hiperkalemia atau
rendahnya bikarbonat akan timbul. Serum albumin juga diukur, karena pasien bisa
hipoalbumin sebagai hasil dari kehilangan protein atau malnutrisi. Profil lipid juga harus
diperiksa karena faktor resiko pada CVD. Serum fosfat, Vitamin D dan alkaline fosfatase
dan PTH dapat menunjukkan adanya gangguan tulang.

Anda mungkin juga menyukai