BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan
apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui
persoalan tersebut.Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang
harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka
bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan,
tolok
ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian,
paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam
kehidupan manusia.
Pancasila sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah mengalami
perjalanan waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu tersebut banyak hal atau
peristiwa yang terjadi menemani perjalanan Pancasila, sehingga berdirilah pancasila
seperti sekarang ini didepan semua bangsa Indonesia.
Mulai peristiwa pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik di
internal para pencetusnya, hingga sekarangpun di era reformasi dan globalisasi Pancasila
masih hangat diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan
Politik dan mahasiswa. Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah
Pancasila adalah mengenai awal dicetuskannya Pancasila tentang sila pertama.
Memang dari sejarah awal perkembangan bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa
komponen masyarakatnya terbentuk dari dua kelompok besar yaitu kelompok agamis
dalam hal ini didominasi oleh kelompok agama Islam dan yang kedua adalah kelompok
Nasionalis. Kedua kelompok tersebut berperan besar dalam pembuatan rancangan dasar
Negara kita tercinta ini.
Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar Negara.
Sekarang pancasilapun dijadikan bahan perbincangan sebagai prilaku yang digunakan
didalam kampus. Dimana didalam kampus tersebut akan terdidik dengan kepemimpinan
pancasilan. Baik dalam prilaku bergaul juga dalam proses belajar mengajar didalamnya.
Serta molekul-molekul yang menjadi bagiannya.
Makalah ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman, agar
kita senantiasa tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar Negara, dan
juga dapat digunakan untuk menjadi penengah bagi pihak yang sedang berbeda pendapat
tentang dasar Negara supaya kedepan kita tetap seperti semboyan kita yaitu Bhineka
Tunggal Ika. Terutama hal tersebut dalam penerapannya dalam kehidupan kita. Termasuk
dilingkungan kampus.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara husus membahas permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa yang disebut pancasila sebagai dasar negara?
2. Apa yang dimaksud dengan tri darma perguruan tinggi?
3. Bagaimana cara mengaktualisasikan pancasila tersebut di perguruan tinggi atau kampus?
1.3 Tujuan Penulisan
Setelah penulis mencoba memahami akan latar belakang serta rumusan masalah
diatas, maka tujuan kepenulisan ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai dasar negara
2. Memahami makna dari pancasila dalam prilaku sehari-hari
3. serta mengenali betul peran dan cara mengaktualisasikan pancasila sendiri dalam
kehidupan, terutama dalam lingkungan kampus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sebelum kita beranjak mengenali pancasila dalam lingkungan kampus. Maka terpikir
sangatlah perlu bagi kita semua untuk mengetahui posisi, fungsi atau peran pancasila sebagai
dasar negara, sebelum kita akan melanjutkan pemahaman terhadap pancasila dan
aktualisasinya dalam kampus. Karena dengan mengetahui lebih jauh dan lebih dalam
pancasila sebagai dasar Negara kita nanti akan lebih paham untuk mengaktualisasikan dalam
kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam kampus.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966
jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang
menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber
dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu
(le desir detre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa
Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman
dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam
seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik
Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga
tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala
golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai
hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan
yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)
sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan
martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia
qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan
menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar
satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena
itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari
Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain.
Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai
basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah
dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha esa. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: Tiaptiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu
yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja
dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berPersatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang berPersatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang
adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuha nan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
Perpaduan ciri tersebut di dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang
merupakan variasi dari corak kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan
harapan masyarakat.
2.3 Tridarma Perguruan Tinggi
Pembangunan di Bidang Pendidikan yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila
diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila,
membentuk manusia-manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsa dan negara dan mencintai sesama manusia.
Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah
berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah yang meliputi: pendidikan dan
pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan
Tinggi.
Peningkatan
peranan
Perguruan
Tinggi
sebagai
satuan
pendidikan
yang
didampingi baik secara intelektual dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara
mahasiswa bergaul dalam sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.
2.4 Budaya Akademik
Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya.
Budaya akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang
bersangkutan.
Pancasila merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.
Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai
budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya
yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai kemajuan
ilmu dan teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas
tersendiri disamping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi
adalah insane-insan yang memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu
masyarakat akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan
esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah cirri masyarakat ilmiah
sebagai budaya akademik. Yaitu, 1. kritis 2. kreatif 3. objektif 4. analitis 5. konstruktif 6.
dinamis 7. dialogis 8. menerima kritik 9. menghargai prestasi ilmiah/akademik 10. bebas
dari prasangka 11. menghargai waktu 12. memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah 13.
berorientasi ke masadepan 14. kesejawatan/kemitraan (PPMB 1990 II-2). Masyarakat ilmiah
inilah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat akademik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pancasila sebagai paradigma pembangunan merupakan suatu sumber nilai, kerangka
piker, model, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan pembangunan. Yang meliputi
pembangunan politik, IPTEK, pengembangan bidang politik, poembangunan ekonomi,
pembangunan social budaya, pengembangan hankam, pembangunan pertahanan keamanan,
dan sebagai reformsi, baik itu reformasi hukum ataupun reformasi politik. Semuanya
ditujukan untuk membuat menjadikan bangsa yang semakin berkembang dan masyarakat
yang semakin mapan.
Pancasila sebagai aktualisasi diri yang berarti betul-betul ada, terjadi atau
sesungguhnya. Sehingga terbentuklah aktualisasi objektif dan subjektif. Aktualisasi Pancasila
yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang
kenegaraan lainnya. Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam sikap
pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa,
dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma perguruan tinggi, budaya
akademik dan lingkungan kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM,
yang mencerminkan bahwa aktualisasi diri itupun benar-benar ada dan terjadi disekitar kita.
Terrmasuk dalam lingkungan kampus.
3.2 SARAN
Sebelum kita terlampau melangkah jauh, menyisakan jejak yang tidak pantas bagi
seorang mahasiswa. Marilah kita kembali pahami arti dari keberadaan pancasila itu sendiri.
Serta kita harus sadar diri, bahwa kitalah yang akan memegang Negara kita ini. Maka dari itu,
mulai saat ini, biasakanlah berprilaku, bertindak bahkan menganbil keputusan dengan jiwa
pancasila kita. Karena dengan itulah, akan terwujud bangsa yang makmur serta tujuan Negara
akan mudah dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Wibisono Siswomihardjo Koento, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualisasinya dalam
pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Untuk Kelas 2 SMU.
http://www.scribd.com/doc/18184016/Pancasila-Sebagai-Sumber-Nilai-Dan-ParadigmaPembangunan
http://www.anakkendari.co.cc/2009/01/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan/