Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang
pelayanan dan perawatan neonatus. Menurut perkiraan World Health Organization
(WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus
(kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan
98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang (Depkes, 2007). Dimana angka
kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang cukup tinggi (1,818/1000 kelahiran
hidup), sedangkan di negara maju (15/1000 kelahiran). (Gerdes, 2005). Secara khusus
angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup (Depkes,
2007).1,2,3
Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002 bahwa
angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan
angka kematian bayi (Infant Mortality Rate) sebesar 48/1000 kelahiran hidup.1,2,3
Pemeriksaan kultur merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis pasti sepsis
neonatorum. Penderita yang diduga sepsis harus dilakukan kultur, dengan spesimen dapat
berupa darah, urin, atau cairan serebrospinal. Sepsis merupakan keadaan kedaruratan
dimana keterlambatan pengobatan dapat menyebabkan kematian. Sehingga kultur harus
dilanjutkan dengan uji sensitivitas antibiotika sehingga terapi antibiotika yang diberikan
tepat sesuai dengan pola kepekaan antibiotik pada bakteri penyebab sepsis pada penderita.
Penggunaan antibiotik spektrum luas yang berdampak buruk, mengingat semakin
tingginya tingkat resistensi dan toksisitasnya. Selain itu, perawatan di Rumah Sakit
menjadi lebih lama dan berdampak pada biaya serta meningkatkan risiko infeksi
nosokomial (Depkes, 2007).1,3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
1

2.1. Definisi Sepsis


Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau
jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut.
Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya
mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di
dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.1,3
2.2. Definisi Sepsis Neonatorum
Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik
dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir
terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The
International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis
dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat,
renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.1,3
2.3. Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua
bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).3
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam
periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran
atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000
kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.3
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang
diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien
semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih
rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. SAD sering dihubungkan dengan infeksi
intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama
nosokomial. Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan
awitan dan sumber infeksi.3,4,5
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
2

Tabel 1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.


Awitan
Sumber infeksi

Dini
<72 jam
Jalan lahir

Lambat
>72 jam
Lingkungan
(nosokomial)

2.3.1 Kuman Penyebab Sepsis


Jenis kuman sangat menentukan tatalaksana sepsis. Pemilihan antibiotik akan
memberikan hasil optimal apabila sesuai dengan kuman penyebab. Disamping itu lamanya
pengobatan sangat tergantung dari jenis kuman yang ditemukan. Demikian pula prognosis
pasien telah dibuktikan pula mempunyai hubungan yang erat dengan kuman penyebab.3,4
Pada awitan dini, 85% penderita terjadi dalam 24 jam pertama, 5% pada 24-48 jam,
sedangkan sisanya terjadi setelah hari ke 2 sampai ke 6. Kuman penyebab infeksi biasanya
berasal dari ibu yang menimbulkan infeksi pada bayi saat kehamilan, persalinan atau saat
kelahiran. Proses infeksi ini terjadi transplasental atau dapat pula terjadi infeksi oleh kuman
jalan lahir (vagina atau cerviks ibu).3,4
Di negara maju kuman yang tersering ditemukan pada infeksi awitan dini adalah
kelompok kuman B Streptococcus (GBS), Eschericia coli, Haemophilus influenzae, dan
Listeria monocytogenes.3,4
2.4. Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa
faktor anti infeksi dari cairan amnion.3,4
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi
perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:4,5
2.4.1. Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu,
kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi
bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
3

dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi
tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH
(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).4
2.4.2. Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal
dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina
menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi
menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan
amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus
digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana.4

Gambar 1. Infeksi akibat chorioamnionitis


Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan
lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat
kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram
dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang
dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.4
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
4

2.4.3. Infeksi Pascanatal


Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari
lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan
oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah
bakteri gram negatif. Infeksi oleh kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal
yaitu intranatal dan pascanatal.4

Gambar 2. Infeksi pada neonatus di dalam kandungan


Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons
tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang
terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien.
Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh
karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula
gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.4

Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal meliputi faktor risiko mayor yaitu
ktuban pecah dini (KPD) > 18 jam, ibu demam intrapartum > 38C, korioamnionitis,
ketuban berbau, denyut jantung janin (DJJ) >160x/menit. Faktor risiko minor terdiri dari
KPD >12 jam, demam intrapartum >37,5C, skor APGAR rendah (menit 1 skor <5 dan
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
5

menit 5 skor <7), BBLSR (<1500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu, keputihan
yang tidak diobati, ibu yang dicurigai infeksi saluran kemih (ISK). Seorang bayi memiliki
risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua
kriteria minor.1,4
2.5 Daya Pertahanan Tubuh
Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan risiko
tinggi disebabkan oleh :3,4
1. Sistem Imunitas Seluler
Sel polimorfonuklear mempunyai kemampuan kemotaksis terbatas, menurunnya
mobilisasi reseptor permukaan sel, kemampuan bakterisidal yang amat terbatas, dan
fagositosis normal.

Semua komponen komplemen kurang, terutama pada bayi kurang bulan juga,

disertai kurangnya produksi zat kemotaktik opsonin.


Sel limfosit T yang berfungsi dalam imunitas seluler telah normal pada gestasi
muda, tetapi belum dapat memberikan respons terhadap antigen asing yang
spesifik, hal ini menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi jamur dan virus,
meningkatnya jumlah sel T supresor, dapat mengurangi produksi antibodi

sewaktu antenatal.
Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau menjadi
sel plasma yang menghasilkan antibodi.

2. Sistem Imunitas Humoral


Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui plasenta oleh
karena semua tipe IgG dari ibu dapat ditransport ke janin sedangkan IgM, IgA dan IgE
tidak melalui plasenta, karena itu pada neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang
ditransfer ke janin, akan menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah
diderita ibu sebelumnya. Secara kuantitatif, jumlah IgG jelas kurang pada bayi berat
lahir sangat rendah, karena sebagian besar IgG ditransfer melalui plasenta sesudah 32
minggu kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah dibanding
bayi cukup bulan. Jumlah ini berkurang pada beberapa bulan pertama sesudah lahir,
keadaan ini disebut hipoimunoglobinemia fisiologis pascanatal. Hal inilah yang

Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
6

merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatal, terutama
untuk bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang bulan.

2.6 Diagnosis
Manifestasi klinik
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis
banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit
hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi
lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes).5,6
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:5,6

Letargi, iritabel,
Tampak sakit,
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-

bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,


Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping
hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi,

atau hipotensi (biasanya timbul lambat),


Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung
dengan atau tanpa adanya bowel loop.

2.7 Pemeriksaan laboratorium


Dibawah ini merupakan beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis sepsis
yaitu:1,7,8

Hematologi
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan
hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/ml,
trombositopeni <150.000/ml (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil muda
meningkat >1500/ml, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase akut
yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan sedang

Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
7

didapatkan

pada

kondisi

infeksi

kronik),

LED,

GCSF

(granulocyte

colonystimulating factor), sitokin IL-1, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji resistensi,
pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan pada bayi yang
menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin berat dan kultur

darah positip.
Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta urin.
Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).

2.8 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan
ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas indikasi.1,6,7

2.9 Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis, yang
merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.8
Tatalaksana
1

Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat tajam


lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan, termasuk sarung tangan,
masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh

lainnya segera dicuci.7,8


Pengobatan
Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam intravena tiap 12 jam,
apabila

terjadi

meningitis

untuk

umur

0-7

hari

100-200mg/kg/

24jam

intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari 200-300mg/kg/24jam intravena/


intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum 400mg/ kg/24jam.1,7
Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis sama dengan ampisilin
ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena diberikan tiap 12 jam.1,7
Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan vankomisin dengan dosis tergantung
umur dan berat badan:1,7
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
8

3
4

<1,2kg umur 0-4 minggu: 15mg/kg/kali tiap 24jam


1,2-2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12-18jam
1,2-2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8-12jam
>2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
>2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8jam ditambah aminoglikosid atau

sefalosporin generasi ketiga


Terapi lanjutan disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi.1
Pengobatan komplikasi:1
o Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan
pemberian oksigen, VTP atau kemudian dengan ventilator.
o Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah syok
dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan
darah). Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin.
Kadang diperlukan pemakaian dopamin atau dobutamin.
o Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin

time

memanjang,

tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan FFP 10ml/kg, vit K, suspensi


trombosit, dan kemungkinan transfusi tukar.
Apabila terjadi neutropeni, diberikan transfusi neutrofil
o Susunan syaraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg loading dose) dan
monitor timbulnya sindrom inappropriate antidiuretic hormon atau SIADH,
ditandai dengan ekskresi urin turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun,
naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.
o Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi asidosis metabolik
dengan bikarbonat dan cairan.
Pada saat ini imunoterapi telah berkembang sangat pesat dengan
diketemukannya berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi monoklonal untuk
patogen spesifik penyebab sepsis neonatal.1

BAB III
KESIMPULAN
Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang
pelayanan dan perawatan neonatus. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis
dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.
Jenis kuman sangat menentukan tatalaksana sepsis. Pemilihan antibiotik akan memberikan
hasil optimal apabila sesuai dengan kuman penyebab. Di negara maju kuman yang tersering
ditemukan pada infeksi awitan dini adalah kelompok kuman B Streptococcus (GBS),
Eschericia coli, Haemophilus influenzae, dan Listeria monocytogenes.
Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
9

Diagnosis dan tatalaksana sepsis pada neonatus tergantung pada modifikasi prinsipprinsip ilmiah dari seni dan pengalaman dokter tersebut. Berikut dibawah ini merupakan
konsep yang berhubungan dengan sepsis neonatus:
1. Sepsis neonatus merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian.
2. Uji diagnostik untuk sepsis onset cepat (selain dari kultur darah atau LCS)
sangatlah penting untuk mengidentifikasi kemungkinan rendah untuk bayi tersebut
terkena sepsis tetapi bukan untuk mengidentifikasi bahwa bayi tersebut mungkin
terinfeksi.
3. Satu mililiter darah yang diambil sebelum memulai terapi antibiotik diperlukan
untuk mendeteksi bakteriemia secara adekuat jika menggunakan botol kultur
pediatrik.
4. Pungsi lumbal tidak dibutuhkan pada semua bayi yang dicurigai terkena sepsis
(terutama yang terlihat sehat) tetapi harus dilakukan jika pada pemeriksaan
laboratorium sudah ditemukan tanda-tanda bakteriemia, dan pada bayi yang tidak
respon terhadap antibiotik tertentu.
5. Terapi optimal pada sepsis onset cepat adalah dengan antibiotik spektrum luas
(ampicillin dan aminoglikosida). Saat kuman patogen sudah ditemukan, terapi
akan diganti menjadi lebih spesifik.
6. Terapi antibiotik harus dihentikan dalam waktu 48 jam jika keadaan klinis tidak

menandakan tanda-tanda sepsis atau jika kemungkinan sepsisnya rendah.

Referat Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis Neonatorum


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia
10

Anda mungkin juga menyukai