Pendahuluan
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan
protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat
yang masuk dalan tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila
terjadi kerusakan pada hati. Beberapa penyakit hati antara lain: penyakit hati karena infeksi,
penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker. Oleh karena
itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit
hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati tersebut, harus dapat dideteksi dengan segera.
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hepatis dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
disorganisassi yang difus dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke-3 pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia
sirosis hepatis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma
peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous Bacterial Peritonitis serta
Hepatocellular carcinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan
gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis
hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi, dan lebih
kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat autopsi.
2. Tinjauan Teori
2.1.
Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.
2.2.
Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan prevalensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitits nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di bagian Penyakit
Dalam.
2.3.
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.
Bila dilihat dari pola jaringan parut dan penampilan hepar secara kasat mata, sirosis
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit
nodul
regeneratif.
Sehingga
kadang-kadang
disebut
sirosis
mikronodular. Sirosis
mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat
induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.
2.4.1. Perlemakan hati alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
2.4.2. Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat
berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah
periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya
menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini
3
mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami
regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi
melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut:
i.
ii.
iii.
iv.
Diagnosis
2.5.1. Gejala-gejala sirosis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada lakilaki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan subfebris. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti the pekat, muntah darah dan/atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.
2.5.2. Tanda klinis sirosis
Temuan klinis sirosis meliputi spider angio masspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Perubahan kuku jari Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindroma nefrotik.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki
5
Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 46 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara subkutan dengan dosis 5 MIU 3 kali/minggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis., di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. pengobatan untuk
mengurangi aktivasi dari sel stelaat bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metroteksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat
badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pengobatan sirosis dekompensata
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
g/hari. diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 L dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Enseflopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparata somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis
bakterial spontan, diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau
aminoglikosida.
8
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
2.8.
Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
Satuan
mol/L
1
< 34
2
34 51
3
> 51
Serum albumin
mg/dL
g/L
< 2,0
> 35
2,0 3,0
30 35
> 3,0
< 30
Prothrombin
g/dL
Detik
> 3,5
04
3,0 3,5
46
< 3,0
>6
INR
< 1,7
Tidak ada
Tidak ada
1,7 2,3
Mudah dikontrol
Minimal
> 2,3
Sulit dikontrol
Berat
time
Asites
Ensefalopati
hepatik
Skor Child-Pugh didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari kelima faktor tersebut dengan
total nilai antara 5 15. Klasifikasinya juga digolongkan dalam A (skor 5 6), B (7 9), C (
10). Dekompensasi sirosis dikategorikan dengan skor Child-Pugh 7 atau klasifikasi B dan
C. Di Amerika, pada klasifikasi Child-Pugh B dan C telah diterima dalam kriteria untuk
mendapatkan transplantasi hepar.
10
3. Status Pasien
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: Satiran
Umur
: 64 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Sawit Seberang
Tanggal Masuk
: 29 Oktober 2014
Jam Masuk
: 17.00 WIB
Anamnesa Pasien
K.U.
: Perut membesar
Telaah
III.
RPT
RPO
:-
Status Present
Sensorium : Compos mentis
IV.
T.D.
: 160/90 mmHg
H.R.
: 104 x/i
R.R.
: 32 x/i
T.
: 36,3 C
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: Sianosis (-)
Leher
11
b. Paru
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : BJ 1 = BJ 2, reguler
d. Abdomen
Inspeksi
: Perut membesar
: Timpani
Palpasi
e. Ekstremitas
V.
Superior
Inferior
Diagnosa Banding:
1. Sirosis hepatis + DM tipe 2
2. Hepatitis + DM tipe 2
3. HCC + DM tipe 2
VI.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
WBC
: 4.300 /uL
HGB
: 7,1 g%
12
RBC
: 2.860.000/ uL
HCT
: 20,4 %
PLT
: 139.000 /uL
LED
: 109 mm/jam
SGOT
: 27 U/L
SGPT
: 23,4 U/L
Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
Uric acid
: 2,57 gr/dL
: 3,92 gr/dL
: 29,2 mg/dL
: 1,47 mg/dL
: 6,0 mg/dL
KGD 2 jam PP
30 Oktober 2014
: 465 mg/dL
01 September 2014
: 484 mg/dL
02 September 2014
: 337 mg/dL
03 September 2014
: 375 mg/dL
04 September 2014
: 519 mg/dL
05 September 2014
: 413 mg/dL
06 September 2014
: 481 mg/dL
07 September 2014
: 333 mg/dL
08 September 2014
: 265 mg/dL
09 September 2014
: 371 mg/dL
10 September 2014
: 318 mg/dL
11 September 2014
: 223 mg/dL
13
VII.
12 September 2014
: 179 mg/dL
DS
Sirosis hepatis + DM tipe 2
VIII.
Anjuran
-
IX.
Darah rutin
LED
Liver Function Test
Renal Function Test
USG abdomen
Foto polos abdomen
KGD ad random
HbsAg
Terapi.
30 Oktober 2014
KU
TD
: 160/90 mmHg
HR
: 100 x/i
RR
: 24 x/i
: 36,2 C
14
31 Oktober 2014
KU
BB
: 66 kg
TD
: 130/90 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 88 x/i
RR
: 22 x/i
: 36,2 C
01 November 2014
KU
BB
: 66 kg
TD
: 130/90 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 72 x/i
RR
: 22 x/i
: 36,3 C
03 November 2014
KU
BB
: 65 kg
TD
: 120/80 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 74 x/i
RR
: 22 x/i
: 36,3 C
04 November 2014
KU
BB
: 68 kg
TD
: 120/80 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 74 x/i
RR
: 24 x/i
: 36 C
05 November 2014
KU
BB
: 68 kg
TD
: 130/80 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 82 x/i
RR
: 20 x/i
: 36,1 C
Rencana parasentesis
06 November 2014
KU
: perut membesar
BB
: 68 kg
TD
: 130/80 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 76 x/i
RR
: 20 x/i
: 36,4 C
BB
: 68 kg
07 November 2014
KU
: perut membesar
17
TD
: 130/70 mmHg
HR
: 80 x/i
RR
: 22 x/i
: 36,4 C
LP
: 102 cm
08 November 2014
KU
: perut membesar
BB
: 66 kg
TD
: 120/80 mmHg
LP
: 102 cm
HR
: 82 x/i
RR
: 20 x/i
: 36,5 C
10 November 2014
KU
: perut membesar
BB
: 69 kg
TD
: 130/80 mmHg
LP
: 105 cm
HR
: 80 x/i
RR
: 22 x/i
: 36,8 C
18
Terapi tambahan dr. Harris via telepon pukul 16.15 (KGDR 318 mg/dL):
-
Glimepirid 2 mg 2x1
11 November 2014
KU
: perut membesar
BB
: 68 kg
TD
: 120/80 mmHg
LP
: 106 cm
HR
: 82 x/i
RR
: 24 x/i
: 36,5 C
12 November 2014
KU
BB
: 68 kg
TD
: 120/80 mmHg
LP
: 106 cm
HR
: 82 x/i
: 36,8 C
RR
: 22 x/i
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 2x1
Gentamisin cream
13 November 2014
Tx/ - Propanolol 10 mg 1x1
-
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Metformin 500 mg 3x1
20
Daftar Pustaka
1. Bacon BR. Cirrhosis and Its Complications. In: In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
et. all., editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill; USA:
2008.
2. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publishing: Jakarta;
2009.
3. Avunduk C, Barry B, Kim J, Aversa F, Warnock CJ. Manual of Gastroenterology:
Diagnosis and Therapy. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA; 2002.
4. Tsao GG. Acites and Its Complications. In: Yamada T, editor. Textbook of
Gastroenterology. 5th ed. Blackwell: UK; 2009.
5. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publishing: Jakarta; 2009.
21