Anda di halaman 1dari 21

1.

Pendahuluan
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan
protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun atau obat
yang masuk dalan tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila
terjadi kerusakan pada hati. Beberapa penyakit hati antara lain: penyakit hati karena infeksi,
penyakit hati karena racun, genetik atau keturunan, gangguan imun, dan kanker. Oleh karena
itu perlu perhatian pada hati untuk menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit
hati tersebut, dan bila telah terjadi penyakit hati tersebut, harus dapat dideteksi dengan segera.
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hepatis dapat dikatakan sebagai suatu keadaan
disorganisassi yang difus dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke-3 pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia
sirosis hepatis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering
ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam.
Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma
peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous Bacterial Peritonitis serta
Hepatocellular carcinoma.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan
gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirosis
hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi, dan lebih
kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat autopsi.

2. Tinjauan Teori
2.1.

Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.
2.2.

Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu

pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan prevalensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitits nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum
ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di bagian Penyakit
Dalam.
2.3.

Klasifikasi dan Etiologi


Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.
Bila dilihat dari pola jaringan parut dan penampilan hepar secara kasat mata, sirosis
dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm)


b. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)
c. Campuran (mikro- dan makronodular)
Klasifikasi morfologi jarang memungkinkan penentuan etiologi spesifik. Namun,
sirosis mikronodular ini paling sering dilihat sebagai konsekuensi dari penyakit hati
alkoholik, sedangkan sebagaian besar kelompok makronodular dan campuran adalah hasil
dari penyakit inflamasi atau infiltratif hepar lainnya.
Berdasarkan etiologinya, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Alkoholik
b. Hepatitis viral kronik
c. Autoimun hepatitis dan steatohepatitis non-alkoholik
d. Sirosis biliaris (sirosis biliaris primer dan primary sclerosing cholangitis)
e. Sirosis kardiak
f. Tipe lainnya (seperti hemokromatosis, penyakit Wilson, 1 antitripsin defisiensi
dan fibrosis kistik)
2.4.

Patogenesis dan Patofisiologi


Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit
nodul

regeneratif.

Sehingga

kadang-kadang

disebut

sirosis

mikronodular. Sirosis

mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat
induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.
2.4.1. Perlemakan hati alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
2.4.2. Hepatitis alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan
alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat
berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah
periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya
menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini
3

mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami
regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi
melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut:
i.

Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan


konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di
daerah yang jatuh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah
perisentral).

ii.

Infiltrasi / aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants


neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan
dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet
oksigen reaktif, proteasa, dan sitokin.

iii.

Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen,


dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik
yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini.

iv.

Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme


etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor


nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan
mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis
alkoholik.
2.4.3. Sirosis hati pasca nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus
sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan
4

fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu


yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika
proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan
jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
2.5.

Diagnosis
2.5.1. Gejala-gejala sirosis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada lakilaki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan subfebris. Mungkin disertai
adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti the pekat, muntah darah dan/atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.
2.5.2. Tanda klinis sirosis
Temuan klinis sirosis meliputi spider angio masspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Perubahan kuku jari Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindroma nefrotik.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki
5

mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi


cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme
menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alakoholik sirosis dan
hemokromatosis.
Ukuran hepar yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana
hepar teraba, maka akan teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan
terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat
kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga dapat ditemukan pada pasien yang disertai
dengan hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dL umumnya tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap
seperti air teh.
2.5.3. Pemeriksaan penunjang.
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tetapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase bernilai normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa
menyebabkan bocornya GGt dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal
pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat
sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
6

Waktu protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati,


sehingga pada sirosis hepatis, waktu protrombin akan memanjang. Natrium serum
menurun pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air
bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia
normokrom, normositer, hipokrom kikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. USG sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
yang non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Interpretasi
yang dapat dinilai antara lain sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas,
dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan
irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa
untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,
serta skrining adanya karsinoma hepar pada pasien sirosis. Tomografi komputerisasi,
informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya yang relatif
mahal. Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis
sirosis selain biaya yang mahal.
2.6.

Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi

progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,


pencegahan, dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet
yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen dan kolkisin bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hepatitis B,
interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin
sebagai terapi lini pertama, diberikan 100 mg secara oral per hari selama 1 tahun namun,
pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi
7

resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 46 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara subkutan dengan dosis 5 MIU 3 kali/minggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis., di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. pengobatan untuk
mengurangi aktivasi dari sel stelaat bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai
aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin
memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metroteksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat
badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pengobatan sirosis dekompensata
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
g/hari. diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 L dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Enseflopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparata somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis
bakterial spontan, diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau
aminoglikosida.
8

Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur


keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis
dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi, ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi resipien tertentu.
2.7.

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien

sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.


Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks
dan hipertensi portopulmonal.

2.8.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.


Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites
dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi
Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu
tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.
9

Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh pada sirosis


Faktor
Serum bilirubin

Satuan
mol/L

1
< 34

2
34 51

3
> 51

Serum albumin

mg/dL
g/L

< 2,0
> 35

2,0 3,0
30 35

> 3,0
< 30

Prothrombin

g/dL
Detik

> 3,5
04

3,0 3,5
46

< 3,0
>6

INR

< 1,7
Tidak ada
Tidak ada

1,7 2,3
Mudah dikontrol
Minimal

> 2,3
Sulit dikontrol
Berat

time
Asites
Ensefalopati

hepatik
Skor Child-Pugh didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari kelima faktor tersebut dengan
total nilai antara 5 15. Klasifikasinya juga digolongkan dalam A (skor 5 6), B (7 9), C (
10). Dekompensasi sirosis dikategorikan dengan skor Child-Pugh 7 atau klasifikasi B dan
C. Di Amerika, pada klasifikasi Child-Pugh B dan C telah diterima dalam kriteria untuk
mendapatkan transplantasi hepar.

10

3. Status Pasien
I.

II.

Identitas Pasien
Nama

: Satiran

Umur

: 64 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Sawit Seberang

Tanggal Masuk

: 29 Oktober 2014

Jam Masuk

: 17.00 WIB

Anamnesa Pasien
K.U.

: Perut membesar

Telaah

: OS datang dengan keluhan perut membesar sejak 2 minggu yang lalu.


OS juga mengeluh perut terasa sesak terutama setelah makan. Kaki terasa
lemas 2 minggu, nafsu makan baik, tidur baik, BAB berwarna hitam,
BAK (+) N, mual (-), muntah (-), batuk 2 minggu.

III.

RPT

: DM sejak 10 tahun yang lalu

RPO

:-

Status Present
Sensorium : Compos mentis

IV.

T.D.

: 160/90 mmHg

H.R.

: 104 x/i

R.R.

: 32 x/i

T.

: 36,3 C

Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut

: Sianosis (-)

Leher

: TVJ (R-2), pembesaran KGB (-)

11

b. Paru
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ST: c. Jantung


Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: - Batas atas jantung ICS II linea parasternal sinistra


- Batas kiri jantung ICS V linea midklavikula sinistra
- Batas kanan jantung ICS IV linea parasternal dekstra

Auskultasi : BJ 1 = BJ 2, reguler
d. Abdomen
Inspeksi

: Perut membesar

Auskultasi : Peristaltik Usus (+) N


Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Nyeri Tekan (-)

e. Ekstremitas

V.

Superior

: Oedem (-), akral dingin (-), sianosis (-)

Inferior

: Oedem (-), akral dingin (-), sianosis (-)

Diagnosa Banding:
1. Sirosis hepatis + DM tipe 2
2. Hepatitis + DM tipe 2
3. HCC + DM tipe 2

VI.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin

WBC

: 4.300 /uL

HGB

: 7,1 g%
12

RBC

: 2.860.000/ uL

HCT

: 20,4 %

PLT

: 139.000 /uL

LED

: 109 mm/jam

Liver Function Test

Bilirubin total : 1,39 mg/dL

Bilirubin direk: 0,35 mg/dL

SGOT

: 27 U/L

SGPT

: 23,4 U/L

Alk. Phosphatase : 146 U/L

Renal Function Test

Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
Uric acid

: 2,57 gr/dL
: 3,92 gr/dL
: 29,2 mg/dL
: 1,47 mg/dL
: 6,0 mg/dL

KGD 2 jam PP

30 Oktober 2014

: 465 mg/dL

01 September 2014

: 484 mg/dL

02 September 2014

: 337 mg/dL

03 September 2014

: 375 mg/dL

04 September 2014

: 519 mg/dL

05 September 2014

: 413 mg/dL

06 September 2014

: 481 mg/dL

07 September 2014

: 333 mg/dL

08 September 2014

: 265 mg/dL

09 September 2014

: 371 mg/dL

10 September 2014

: 318 mg/dL

11 September 2014

: 223 mg/dL
13


VII.

12 September 2014

: 179 mg/dL

DS
Sirosis hepatis + DM tipe 2

VIII.

Anjuran
-

IX.

Darah rutin
LED
Liver Function Test
Renal Function Test
USG abdomen
Foto polos abdomen
KGD ad random
HbsAg

Terapi.
30 Oktober 2014
KU

: Perut membesar, kaki terasa lemas, threeway berdenyut

TD

: 160/90 mmHg

HR

: 100 x/i

RR

: 24 x/i

: 36,2 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Inj. Vit.K 1 g/hari IM
Inj. Cefotaxim 1 g/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam
Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Gentamisin cream

Anjuran: - timbang berat badan/hari


- cek KGD 2 jam PP (pagi)

14

31 Oktober 2014
KU

: batuk, perut membesar

BB

: 66 kg

TD

: 130/90 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 88 x/i

RR

: 22 x/i

: 36,2 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Inj. Vit.K 1 g/hari IM
Inj. Cefotaxim 1 g/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam
Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Gentamisin cream

01 November 2014
KU

: batuk berdahak warna kuning, perut membesar

BB

: 66 kg

TD

: 130/90 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 72 x/i

RR

: 22 x/i

: 36,3 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Inj. Vit.K 1 g/hari IM
Inj. Cefotaxim 1 g/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam
Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream
15

03 November 2014
KU

: batuk, perut membesar

BB

: 65 kg

TD

: 120/80 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 74 x/i

RR

: 22 x/i

: 36,3 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Inj. Vit.K 1 g/hari IM
Inj. Cefotaxim 1 g/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam
Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Gentamisin cream
Glimepirid 2 mg 1x1

04 November 2014
KU

: batuk, perut membesar

BB

: 68 kg

TD

: 120/80 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 74 x/i

RR

: 24 x/i

: 36 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Inj. Vit.K 1 g/hari IM
Inj. Cefotaxim 1 g/12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj. Asam Tranexamat 1 amp/8 jam
Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Gentamisin cream
Glimepirid 2 mg 1x1
16

05 November 2014
KU

: lemas, perut membesar

BB

: 68 kg

TD

: 130/80 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 82 x/i

RR

: 20 x/i

: 36,1 C

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream

Rencana parasentesis
06 November 2014
KU

: perut membesar

BB

: 68 kg

TD

: 130/80 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 76 x/i

RR

: 20 x/i

: 36,4 C

BB

: 68 kg

Tx/ - Pasang threeway


-

Diet hati rendah garam


Furosemide tab 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream

07 November 2014
KU

: perut membesar

17

TD

: 130/70 mmHg

HR

: 80 x/i

RR

: 22 x/i

: 36,4 C

LP

: 102 cm

Tx/ - Diet hati rendah garam


-

Furosemide tab 4x1


Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream

08 November 2014
KU

: perut membesar

BB

: 66 kg

TD

: 120/80 mmHg

LP

: 102 cm

HR

: 82 x/i

RR

: 20 x/i

: 36,5 C

Tx/ - Diet hati rendah garam


-

Inj. Furosemide 1 amp/12 jam


Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream

10 November 2014
KU

: perut membesar

BB

: 69 kg

TD

: 130/80 mmHg

LP

: 105 cm

HR

: 80 x/i

RR

: 22 x/i

: 36,8 C

18

Tx/ - Diet hati rendah garam


-

Inj. Furosemide 1 amp/12 jam


Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Gentamisin cream

Terapi tambahan dr. Harris via telepon pukul 16.15 (KGDR 318 mg/dL):
-

Glimepirid 2 mg 2x1

11 November 2014
KU

: perut membesar

BB

: 68 kg

TD

: 120/80 mmHg

LP

: 106 cm

HR

: 82 x/i

RR

: 24 x/i

: 36,5 C

Tx/ - Diet hati rendah garam


-

Inj. Furosemide 1 amp/12 jam


Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 2x1
Gentamisin cream

12 November 2014
KU

: perut membesar, batuk

BB

: 68 kg

TD

: 120/80 mmHg

LP

: 106 cm

HR

: 82 x/i

: 36,8 C

RR

: 22 x/i

Tx/ - Diet hati rendah garam


-

Inj. Furosemide 1 amp/12 jam


Furosemide 4x1
Spironolakton 100 mg 4x1
Propanolol 10 mg 1x1
Candesartan TI 16 mg 1x1
19

Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 2x1
Gentamisin cream

13 November 2014
Tx/ - Propanolol 10 mg 1x1
-

Pioglitazon 35 mg 1x1
Glimepirid 2 mg 1x1
Metformin 500 mg 3x1

20

Daftar Pustaka
1. Bacon BR. Cirrhosis and Its Complications. In: In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
et. all., editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. McGraw-Hill; USA:
2008.
2. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publishing: Jakarta;
2009.
3. Avunduk C, Barry B, Kim J, Aversa F, Warnock CJ. Manual of Gastroenterology:
Diagnosis and Therapy. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: USA; 2002.
4. Tsao GG. Acites and Its Complications. In: Yamada T, editor. Textbook of
Gastroenterology. 5th ed. Blackwell: UK; 2009.
5. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Interna Publishing: Jakarta; 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai