Anda di halaman 1dari 25

Lampiran 1 :

STATUS WS CITARUM 01
dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap dan visi UU 7 2004
tulisan ini kebanyakan memuat kutipan dari literatur seperti tertulis dalam daftar refrensi sumber
kutipan (lihat halaman akhir tulisan ini)

Daftar Isi.
1

Permasalahan Citarum (secara keseluruhan) ...................................................................................... 1

kondisi kebersihan sungai . ................................................................................................................. 1

Kondisi Sungai Cikapundung. .............................................................................................................. 2

Isu terkait kesehatan sungai dan kesehatan sungai ............................................................................ 5

Isu pencemaran air sungai Citarum. .................................................................................................... 6


5.1

isu pencemaran oleh limbah kotoran sapi : ................................................................................ 6

5.2

isu pencemaran oleh limbah industri : ........................................................................................ 6

5.3

isu pencemaran oleh limbah pertanian/perikanan : ................................................................... 7

5.4

isu pencemaran oleh limbah domestik : ..................................................................................... 7

5.5

pemantauan dan analisis kualitas air : ........................................................................................ 7

Kondisi Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan. ................................................................................. 8

Longsor dan Lahan Kritis. .................................................................................................................... 9

Erosi [1]. ............................................................................................................................................ 11

Neraca / Alokasi Air........................................................................................................................... 11

10

Banjir ............................................................................................................................................. 14

11

Kelongsoran .................................................................................................................................. 16

12

Kekeringan .................................................................................................................................... 16

13

sedimentasi ................................................................................................................................... 18

14

Kemanfaatan Sungai Citarum. ....................................................................................................... 19

15

Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan. ................................................................................ 19

15.1

Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan PLTA di 3 waduk. ................................................. 20

15.2

Tekanan terhadap kelestarian produktifitas sawah beririgasi. .................................................. 20

15.3 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk
(Saguling, Cirata dan Jatiluhur). ............................................................................................................ 21
16

Kondisi pengukuran dan data hidrologi di WS Citarum. ................................................................ 22

Referenci / Sumber Kutipan : .................................................................................................................... 22

lampiran 1 - i

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

1 Permasalahan Citarum (secara keseluruhan)


Sumberdaya yang berada dalam tekanan

: Sumber Daya Air Alami Citarum (yang masih


bersih dan segar) dihadapkan pada tekanan yang terus meningkat.
Pertambahan penduduk,
peningkatan kegiatan ekonomi dan perbaikan standar hidup bermuara pada meningkatnya kompetisi
untuk dan konflik atas sumber daya air alami. Kombinasi dari ketidak adilan sosial, marginalisasi
ekonomi dan belum memadainya program-program pengentasan kemiskinan juga memaksa masyarakat
yang hidup dalam kemiskinan untuk mengexploitasi sumberdaya lahan dan hutan melampaui batas
keseimbangan dan kelestarian lingkungan, yang sering kali berdampak negatif pada sumber daya air.
Tidak memadainya program pengendalian jumlah penduduk pada akhirnya akan bermuara pada
memburuknya kondisi sumber daya air.

Tekanan ketidak cukupan air.

Jumlah penduduk terus semakin meningkat --- dengan laju


pertumbuhan yang sifatnya cenderung tidak lagi linier tapi exponensial ---- data dan informasi yang
diperolah menyiratkan bahwa sebagian populasi populasi yang bermukim di WS Citarum telah
dihadapkan pada medium to high water stress. Populasi penduduk yang masih terus meningkat
tentu saja akan berakibat pada semakin banyak populasi penduduk yang dihadapkan pada water stress
dengan tingkat stress yang lebih dari sebelumnya.

Dampak Pencemaran.

Pencemaran air melekat terkait dengan berbagai kegiatan manusia.


Selain fungsinya memenuhi kebutuhan dasar kehidupan dan berbagai proses industri, air juga berperan
sebagai baskom dan pengalir untuk buangan domestik, pertanian dan industri yang menyebabkan
pencemaran. Memburuknya kualitas air yang diakibatkan pencemaran berpengaruh terhadap
kemanfaatan air di hilir, dapat merupakan ancaman terhadap kesehatan dan merusak fungsi-fungsi
sistem makhluk hidup aquatik sehingga menurunkan efektifitas ketersediaan dan meningkatkan kondisi
kompetisi (perebutan) untuk memperolah air dalam kualitas yang memadai.
Krisis Pengelolaan Air. Permasalahan yang diuraikan diatas diperburuk kondisinya dengan
berbagai kelemahan yang masih saja terjadi dalampengelolaan sumber daya air. Pendekatan sektoral
dalam pengelolaan sumber daya air pada kenyataannya masih dominan, dan yang demikian ini akan
bermuaran pada framentasi dan tidak terkoordinasinya pengembangan dan pengelolaan sumber daya.
Disamping itu, pengelolaan sumber daya air biasanya terpusat pada institusi dengan pendekatantopdown, dimana legitimasi dan ke-efektif-an-nya semakin hari semakin dipertanyakan.
Jadi, keseluruhan permasalahan yang ada adalah sebagai akibat dari ke-tidak-efisien-an pengelolaan dan
meningkatnya persaingan untuk memperoleh sumber daya yang terbatas.

2 kondisi kebersihan sungai .

lampiran 1 - 1

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

Semua info yang diperoleh (ATLAS RCMU, 6 Cis, dokumen-dokumen Citarum Roadmap) menyatakan
bahwa kondisi sungai Citarum saat ini (sangatlah) tidak bersih, bahkan di beberapa situs internet, Sungai
Citarum telah disebut sebagai the dirtiest river in the world (sungai terkotor di dunia).
Volume sampah yang dibuang ke sungai sudah terlampau banyak dan banyak diantaranya nondegradable.
Selain akibat sampah, fenomena air sungai Citarum kotor terlihat pada saat air besar , air sungai
menjadi berwarna coklat akibat banyaknya lapisan tanah yang ter-gerus/ter-erosi oleh aliran air.
Mengacu pada beberapa info yang diperoleh, sungai Citarum juga menjadi kotor (menjadi tidak jernih
lagi) akibat limbah industri dan kotoran sapi (yang jumlahnya terlampau banyak) yang dibuang ke badan
air (sungai).
Berbagai Isu pengotoran sungai Citarum yang disajikan oleh konsultan RCMU dalam ATLAS (referensi
no. 1) menyiratkan hal-hal sbb. :

tidak tersedianya sistem pengolahan limbah dan sampah domestik yang memadai menjadikan
sungai Citarum sebagai tempat pembuangan limbah dan sampah,
banyaknya sampah yang dibuang langsung ke sungai dan timbunan sampah yang tidak terangkut ke
pembuangan akhir mengindikasikan sudah sangat mendesaknya untuk segera dilakukan upaya
peningkatan pengelolaan persampahan di Wilayah Sungai Citarum,
kontributor utama pengotoran sungai Citarum hulu (bagian wilayah sungai di sebelah hulu waduk
Saguling) adalah penduduk di kota Bandung, kota Cimahi, kabupaten Bandung, dan kabupaten
Bandung Barat kapasitas pengelolaan sampah di ke 4 kota/kabupaten ini amatlah jauh dari
memadai,
perkiraan sampah tidak tertangani di beberapa lokasi padat penduduk , kota Bandung 46 %,
kabupaten Bandung + =2500 m3/hari , kota Cimahi + =1181 m3/hari , kabupaten Karawang 120
m3/hari, kota Bekasi 2991 m3/hari, kabupaten Subang 55 % belum dapat dilayani (ATLAS). Kondisi
sampah tidak tertangani ini yang disebutkan ini sangat terkait erat dengan kondisi kotor-nya
sampah di sungai Citarum

3 Kondisi Sungai Cikapundung.


Informasi lebih lengkap diungkapkan dalam :

Sejuta Asa untuk Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum 2012, www.citarum.org
Lebih dekat dengan sungai Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum , www.citarum.org

lampiran 1 - 2

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

lampiran 1 - 3

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]

dilema kotoran sapi [2]

lampiran 1 - 4

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

sungai Cikapundung Bandung [2]

4 Isu terkait kesehatan sungai dan kesehatan sungai


Info-info yang diperoleh banyak menyiratkan hal-hal yang tidak-menyehatkan yang berlangsung di
sungai Citarum, seperti misalnya :

di beberapa lokasi, air sungai citarum telah meyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit,
ada beberapa species ikan yang dulu ada di sungai Citarum kini telah lenyap (punah),
walaupun usaha perikanan di tiga waduk di sungai Citarum telah menghasilkan produk ikan air tawar
yang signifikan, fenomena kematian ikan masal di waduk akibat teracuninya ikan oleh bahan-bahan
beracun (toxic materials) telah beberapa kali terjadi,
air sungai citarum juga telah terkontaminasi logam berat (kontaminan yang membahayakan
kesehatan), ikan-ikan yang dibesarkan di air sungai Citarum ( di 3 waduk budi daya jaring apung) ,
teoritis ( sejauh ini belum ditemukan laporan penelitian mengenai ini) akan tercemari logam berat
yang membahayakan kesehatan tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan-ikan yang terkontaminasi
tersebut.
kandungan E-coli dalam air sungai telah jauh melewati ambang batas baku mutu yang ditetapkan
...... dll.
.... ini menyebabkan tingginya angka penyakit yang diakibatkan oleh buruknya kualitas air di
kalangan penduduk, terutama perempuan dan anak-anak, akibat mengkonsumsi air yang tidak layak
pakai dan menggunakan sanitasi yang minim dan tidak memadai.

Proyek 6 Ci , sehubungan dengan yang di-katagorikan-nya sebagai kesehatan sungai Citarum, dalam
salah satu laporannya, Initial State of the Basin Report for the Citarum River menulis hal-hal yang
terjemahannya kurang lebih seperti berikut dibawah ini [3]:

Erosi yang parah terjadi di 31,6 % wilayah sungai Citarum ( 180 ton /ha.tahun ), kemudian 26.437
ha merupakan lahan sangat kritis, 115.988 ha lahan kritis, 273.880 ha agak kritis dan 468.255 ha
potensial kritis,
semakin meluasnya gangguan akibat permukiman dan pemanfaatan lahan non-pertanian di
bantaran banjir,
proteksi alur dan tepi sungai yang tidak/belum memadai, diantaranya gangguan sepanjang alur
dan tepi sungai serta waduk,
praktek pertanian yang merusak lahan,

lampiran 1 - 5

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

erosi pantai dan muara, hanya tersisa sedikit hutan bakau, hampir seluruh areal yang dahulunya
hutan bakau ( > 90 % ) , yang sifatnya melindungi tepi pantai , telah dikonversi menjadi kolam ikan
air payau (tambak).

Limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, limbah perikanan, limbah peternakan dan sampah
yang dibuang/terbuang ke sungai Citarum jumlahnya telah terlampau banyak jumlahnya sehingga :

melampaui ambang batas kemampuan self purifying capacity Sungai Citarum.


air sungai yang semula jernih menjadi tidak jernih lagi,
yang semula mandi di sungai tidak berdampak apapun , kini menjadikan gatal-gatal dan terserang
penyakit kulit,
air sungai yang semula dapat langsung dipakai untuk kebutuhan air rumah tangga , kini tidak lagi
demikian.

5 Isu pencemaran air sungai Citarum.


Terkait dengan pencemaran air sungai Citarum, ATLAS, Task B1-6: Initial State of the Basin Report for
the Citarum River, dan data BPLHD Jabar menyebutkan / menyiratkan hal-hal sbb. :
5.1

5.2

isu pencemaran oleh limbah kotoran sapi :


Situ Cisanti, salah satu mata air di hulu sungai Citarum , setidaknya 82,4 ton kotoran sapi setiap
harinya mencemari sungai Citarum,
peternakan sapi, tersebar di Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Arjasari dengan populasi jumlah
ternak lebih dari 27.000 ekor sapi, berdasarkan data, setiap hari seekor sapi rata-rata menghasilkan
15 kg kotoran, sesuai data tersebut, jumlah kotoran sapi yang masuk ke hulu Citarum ditaksir sekitar
405 ton per hari,
isu pencemaran oleh limbah industri :
industri tekstil di daerah Majalaya Kabupaten Bandung , berkontribusi besar terhadap pencemaran
berat yang terjadi di sungai Citarum, dari 600 industri tekstil yang ada hanya 10 % saja yang
mengoperasikan IPAL standar, diperkirakan 280 ton limbah industri tekstil di buang ke sungai setiap
harinya,
pabrik tekstil dan industri garmen, disamping sebagai sumber pencemaran organik, yang lebih parah
lagi , juga sebagai sumber pencemaran logam berat , pestisida , detergen dan zat pewarna,
tahun 2004, di daerah cekungan Bandung yang dilewati oleh sungai Citarum terdapat 400 industri
besar yang membuang limbahnya ke sungai tanpa IPAL yang memadai, meskipun jumlah limbah
industri yang dibuang secara kuantitas lebih sedikit dibandingkan dengan limbah rumah tangga,
limbah industri mengandung bahan beracun berbahaya (B3),
hasil penelitian, akibat pencemaran, ikan-ikan yang dihasilkan di waduk Cirata terkontaminasi oleh
logam berat,
zona industri Kabupaten Purwakarta seluas 3000 ha, masih membuang limbah cair ke sungai
Citarum membuat sungai Citarum semakin tercemar,
lampiran 1 - 6

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

5.3

5.4

5.5

limbah padat dan cair dari rumah tangga dan kegiatan industri dari Kawasan industri yang
berkembang pesat di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi ikut berkontribusi menambah air
sungai Citarum semakin tercemar,
isu pencemaran oleh limbah pertanian/perikanan :
air hujan yang mengalir dari lahan pertanian di kawasan hulu sungai Citarum, membawa sisa-sisa
(kelebihan) pupuk (nitrogen dan fosfor) yang tidak terserap oleh tanaman dan tertampung di Waduk
Saguling. Tercatat sebanyak 33.350 ton nitrogen dan 4.370 ton fosfor masuk ke waduk,
pemberian pakan berlebih pada budidaya keramba ikan juga telah menyebabkan pencemaran air di
waduk saguling, Cirata dan jatiluhur, sekitar 10 ton pakan ikan yang ditebar setiap harinya tidak
semuanya terkonsumsi oleh ikan, sisa pakan tersebut mengendap di dasar waduk dan berubah
menjadi zat sulfur yang berbahaya bagi ikan, ketika arus bawah air naik dan membawa kotoran ke
permukaan akn berakibat pada matinya ikan,
Waduk Cirata, 1990, endapan pakan ikan yang tidak terkonsumsi telah 3 meter tebalnya, jumlah
keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya maximum 1 % dari luas permukaan waduk Cirata
(+ 12.000 petak jaring apung), namun kenyataannya, saat ini terdapat hingga 50.000 petak jaring
apung, banyaknya perkakas jaring apung yang tak terpakai seperti styrofoam, drum baja, dan bambu
juga berkontribusi menyebabkan permasalahan limbah padat di waduk Cirata,
budidaya ikan yang tidak terkontrol menambah beban pencemaran air di waduk Jatiluhur, jumlah
keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000 unit dari 5.000 unit yang
diijinkan, kadar COD berkisar antara 6,9 172 mg/l (ambang baas COD 10 mg/l),
isu pencemaran oleh limbah domestik :
tahun 2004, cekungan Bandung sudah dihuni oleh sekitar 7.000.000 jiwa yang sebagian besar
membuang limbah cairnya ke sungai,
masih banyak penduduk yang membuang hajat di Sungai Citarum,
perilaku buang air besar langsung ke Kanal Tarum Barat menyebabkan kualitas air sangat rendah
dan tercemar oleh limbah rumah tangga,
pemantauan dan analisis kualitas air :
pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh BPLHD provinsi Jawa Barat, tahun 2009, 2010 dan
2011, di beberapa lokasi di alur sungai Citarum, dari hulu sampai ke hilir, menghasilkan kesimpulan
bahwa : status kualitas air ,di semua titik lokasi pengamatan, di semua tahun pengamatan,
seluruhnya ber-katagori cemar berat,
air di waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur telah tercemari logam berat,
sungai Citarum telah tercemar berat oleh limbah kegiatan manusia (limbah domestik dan limbah
industri), sekitar 14 juta jiwa bermukim di wilayah sungai ini, juga 2000 pabrik dimana 500
diantaranya berlokasi di bagian hulu sungai Citarum sekitar Bandung,
kaji ulang kondisi pencemaran lingkungan (Djuangsih 1993) menengaskan tingkat pencemaran yang
telah terjadi di wilayah sungai Citarum sbb. :
o organoclorines dan senyawa-senyawa yang telah dilarang/ditarik dari peredaran seperti DDT,
lindane , dieldrin dan endrin ditemukan dalam air dan ikan, pengujian kualitas air tahun 1990
menemukan kandungan DDT = 14.4 g/l DDT ( 7 kali lipat kandungan maksimum yang
diizinkan (PP 82/2001, ambang batas maksimum kandungan DDT =2 g/l),
lampiran 1 - 7

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


o

beban pencemaran harian detergent dan phenol di sungai Citarum pada tahun 1987 masingmasing 2,19 ton/hari dan 21 kg/hari,
o jenis industri utama yang terindentifikasi di wilayah sungai Citarum : tekstil, penyamakan,
makanan dan electroplating, industri-industri jenis ini potensial menghasilkan bahan pencemar
Cd, Cu, Pb, Ni, Zn, Cr, Fe, Mn, dan Hg (air raksa), dalam studi saat itu, pada sample sedimen, air
dan ikan yang di analisis terindikasi kandungan air raksa dengan konsentrasi berkisar antara
1,1 7,4 g/l (ambang batas maximum kandungan air raksa = 1.0 g/l baku mutu kualitas
air kelas 1 PP 82/2001),
kontaminasi kandungan bahan kimia yang berasal dari pupuk dan insektisida ke dalam tubuh
manusia seperti kasus yang dilaporkan Ekespedisi_Citarum_Wanadri_2009-2010 sampel darah
yang diambil dari anak anak dari beberapa desa di kecamatan Kertasari, menunjukan adanya
kandungan bahan kimia yang berasal dari pupuk dan insektisida dengan kadar tertentu,
Dari 10 ton pakan ikan yang ditebar setiap harinya, tidak semuanya terkonsumsi oleh ikan. Sisa
pakan tersebut mengendap di dasar waduk dan berubah menjadi zat sulfur yang berbahaya bagi
mahluk hidup.
Waduk Cirata. Pada tahun 1990 endapan pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan telah mencapai
ketinggian 3 meter.
Hasil penelitian, ikan-ikan yang dihasilkan di waduk Cirata terkontaminasi oleh logam berat akibat
tercemarnya air waduk Cirata.

6 Kondisi Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan.


From Table 7 and Figure 29 it is apparent that of the total deforestation in the Citarum basin
(109,000 ha) from 2001-2008, just under 20,000 ha occurred in areas managed by the Forestry
Department. Most (77%) of this loss of forest in areas managed by DepHut occurred in the Production
Forests, of which in 2001 only 56% was forested, and this percentage declined to 42% by 2008.
Protection forests (Hutan Lindung) fared only slightly better, with a declining in forest cover from 57% to
53%, while Conservation areas (Hutan Suaka Alam) did significantly better, although forest cover in
these areas also declined, from 91% to 86% from 2001-2008 [3].

sumber [3].

lampiran 1 - 8

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

sumber [3].
Changes in Land Use / Land Cover in the Citarum basin lie at the basis of various issues in the basin. A
recent study by Lufiandi (2011), who assessed land use in the upper Citarum for 1994-2009, found that
residential areas had increased by 35% (about 5,000 ha) while industrial areas had increased by more
than 100% (about 1,000 ha). At the same time rice fields increased by more than 7,000 ha and bush and
pasture land by more than 7,000 ha, while forest decreased by 40% (about 20,000 ha) during the same
period. The pattern of land use change in the Upper Citarum basin is that forest is converted for
agriculture land or pasture and bush, then converted into urban area (residential and industrial) and rice
paddies [3]

7 Longsor dan Lahan Kritis.


Owing to the steep slopes, erosiveness of the soils and degree of clearing/conversion for agriculture and
other land use, almost one third (31.4%) of the Citarum basin in subject to severe and very severe
erosion (defined as > 180 t / ha / yr; see DHV et al., 2011, and Figure 33 below). A total of 26,437 ha is
classified as very critical (in terms of erosion), 115,988 ha is critical, 273,880 ha is somewhat critical and
468,255 ha is potential critical. Among others this affects water quality (e.g. high TSS), lowers soil
fertility and increases the incidence of landslides [3]
Kertasari merupakan salah satu kawasan utama hulu sungai Citarum yang saat ini dalam kondisi kritis.
Pembukaan kawasan hutan secara ilegal dan perubahan pola tanam yang tidak sesuai dengan kawasan
yang mempunyai topografi berbukit menyebabkan meningkatnya resiko akan bencana longsor dan
erosi. Mayoritas petani di Kertasari memilih tanaman sayur sebagai komoditas utama. Selain waktu
panennya yang cepat, secara ekonomis tanaman ini lebih menguntungkan. Namun secara ekologis
tanaman sayuran, selain berumur pendek, tanaman ini mempunyai akar serabut yang tidak mampu

lampiran 1 - 9

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


menyerap air dan menahan tanah terutama tanah dengan kemiringan lebih dari 30 %.
Secara
keseluruhan luas areal perkebunan sayur meningkat dari 6000 ha (1992) menjadi 37000 ha (2001) [4].
Bencana tanah longsor dan erosi menjadi permasalahan lingkungan, dampak dari menurunnya kondisi
lahan di kawasan Citarum hulu. Guguran tanah yang terbawa air pada akhirnya terbawa masuk ke
dalam badan sungai kemudian akan menyebabkan sedimentasi dan meningkatkan resiko bencana banjir
[4].
Lahan Kritis di Pacet (Kabupaten Bandung). Area hutan di kawasan hulu Citarum telah mengalami
penurunan sebesar 45 % , dari seluas 35.000 ha di tahun 1992 menjadi tinggal 19.000 ha di tahun 2001.
Kebanyakan hutan yang tertinggal dalam kondisi kritis. Lebih dari 31.4 % Wilayah Sungai Citarum
merupakan kawasan dengan tingkat erosi yang berat hingga sangat berat (>180 ton/ha/tahun). Namun,
petani di kawasan ini masih tetap memilih bercocok tanam sayuran. Akibatnya , tanah longsor kerap
terjadi di kawasan ini, terutama daerah yang mempunyai kemiringan sampai dengan 50 % [4].
Lahan Kritis di DAS Citarum Hulu diperkirakan seluas kurang lebih 46.543 Ha atau sekitar 20 % dari luas
Cekungan Bandung (234.088 Ha). Lahan kritis tersebar di DAS Ciminyak, Cihaur, Cikapundung, Citarik,
Cirasea, Ciwidey dan DAS Cisangkuy. Luas lahan di kawasan hulu Citarum yang perlu direhabilitasi
seluas 22.326,12 Ha [4].

Untuk wilayah WS Citarum terdapat luas lahan kritis dan sangat kritis di dalam kawasan hutan seluas
38.718,62 Ha dan di luar kawasan hutan seluas 168.465,94Ha (berdasar perhitungan peta lahan kritis
dari BPDAS Citarum-Ciliwung) [1].
Berdasar data tahun 2008 Lahan kritis di DAS Citarum mencapai 141.705 ha atau sekitar 21% dari total
luas DAS Citarum. Luas lahan yang perlu direhabilitasi dalam kawasan hutan pada DAS itarum mencapai
81.235,70 ha, sedangkan pada kawasan non hutan seluas 60.469,50 ha [1].
Lahan Kritis di DAS Citarum Hulu diperkirakan seluas kurang lebih 46.543 Ha atau sekitar 20% dari luas
Cekungan Bandung (234.088 Ha). Lahan kritis ini tersebar di DAS Ciminyak, Cihaur, Cikapundung, Citarik,
lampiran 1 - 10

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Cirasea, Ciwidey dan DAS Cisangkuy. Luas lahan di kawasan hulu Citarum yang perlu direhabilitasi seluas
22.326,12 [1].

8 Erosi [1].
Dari data terlihat bahwa erosi lahan dalam kategori sangat berat sudah mencapai 14% dari total
keseluruhan wilayah, hal tersebut menunjukkan semakin tingginya kondisi lahan yang rusak. Erosi di
kawasan Citarum Hulu telah mengirimkan sektar 490 ton/ha/tahun dan dapat dikategorikan sebagai
indeks erosi yang sangat buruk.
Lebih dari 31,4% Wilayah Sungai Citarum merupakan kawasan dengan tingkat erosi yang berat hingga
sangat berat (>180 ton/ha/tahun).
Subdas Cikao merupakan daerah yang memiliki tingkat erosivitas yang sangat jelek dan mencapai
hampir 6% dari total luasan subdas (22.072 ha). Lokasi subdas Cikao yang berada di Kabupaten
Karawang dan Purwakarta memiliki kontur yang berbukit-bukit sehingga potensi kerusakan lahan yang
menyebabkan erosi cukup tinggi.

9 Neraca / Alokasi Air


Recent studies in the upper Citarum Basin (Abidin et al., 2009) also indicate that groundwater is being
extracted at unsustainable levels, leading to ground subsidence of up to -23 cm per year (average -7.6
cm). The latter mainly occurred in the textile industry areas, where large volumes of groundwater are
extracted [3].
Groundwater is heavily exploited for commercial and industrial use in the Bandung-Soreang
groundwater basin. As a result, groundwater levels have been dropping and are suspected of
contributing to land subsidence. As well, the aquifer is believed to be incurring damage in some
locations and some bores have dried up [6].
Dalam neraca air untuk Citarum seperti gambar diatas menunjukkan bahwa ketersediaan air
dibandingkan dengan kebutuhan tidak terdapat gap yang terlalu jauh. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa untuk wilayah Sungai Citarum memiliki potensi yang lebih dalam penyediaan air. Selama setahun
rata-rata kebutuhan dan ketersediaan paling rawan berada dikisaran bulan Juli sampai dengan Agustus.
Hal tersebut dikarenakan ketersediaan di musim kemarau yang cukup rendah walaupun kebutuhan
dalam grafik tersebut juga cenderung turun. Berdasarkan neraca air diatas dapat diartikan bahwa
wilayah Citarum memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan air kawasan lainnya seperti yang
selama ini telah diterapkan dalam mensuplai kebutuhan air baku Jakarta dan sekitarnya [1].
Water Resources in the Citarum River Basin are abundant and sufficient water is available for water supply,
power generation and other uses. But scarcity of water exists in large parts of the basin, which is reflected in
lower cropping intensities or overexploitation of groundwater, resulting in reduced access to groundwater
and/or land subsidence. Such scarcity is due to inadequate capacity to deliver water to the right spot, in the
right amount and quality, and at the right time [6].

lampiran 1 - 11

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Relevant to water allocation and distribution is the fact that the volumes of water in storage are very
large and well capable of catering for current and future demand in almost all situations. The lack of
water scarcity has been, it is believed, a reason for lack of motivation to manage water more efficiently
in the irrigation schemes [6].
........ efficiency of water delivery in Citarum for irrigation is low. The explanation is believed to be partly
due to the abundance of water compared with actual water demand. Although shortages have been
reported in the past, it is likely that in-efficiencies in operation, scheduling, canal condition and famer
behaviour have been the major contributing causes, not scarcity of water as a resource [6].
......... in general, when an area is not receiving water at the time when farmers want it, they ask for
more and PJTII sends additional releases and diverts additional water into the Tarum canals. As a result,
it is estimated there is a 20%-30% over-plan water delivery. The success of the plan relies to a large
extent on farmers following the Golongan timetable, which they frequently do not in Jatiluhur, 2 leading
to inefficiencies in water supply [6].

lampiran 1 - 12

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

sumber : Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 2012 6 Cis :


Pada saat ini telah terjadi ketidakseimbangan antara pengambilan dan kemampuan pengimbuhan air
tanah yang ditandai dengan semakin menurunnya permukaan air tanah bahkan di beberapa daerah
kondisinya sudah mencapai kriteria kritis. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi Jawa Barat serta data-data dari DTLGKP, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,
diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) cekungan air tanah (CAT) yang sudah memiliki zona kritis, yaitu CAT
Bandung, CAT Bogor dan CAT Bekasi Karawang, dari ketiga cekungan tersebut CAT Bandung
merupakan cekungan yang tingkat kerusakannya paling parah, di beberapa tempat sudah dalam kondisi
kritis [1].
Penggunaan air tanah sangat intensif di daerah CAT Bandung dalam dua puluh tahun terakhir, untuk
ekstraksi air tanah telah meningkat secara signifikan dan menyebabkan penurunan serius tingkat air
tanah. Abstraksi air tanah besar terjadi di daerah industri(Cibeureum-Leuwigajah, Dayeuh kolot-Moh.
Toha, Rancaekek dan Majalaya [1].
Sekitar 35 persen wilayah di Kota Bandung memiliki kondisi air tanah dalam kategori kritis. Sedangkan
30 persen yang lain tergolong memiliki kondisi rawan [1]..
Wilayah yang tergolong memiliki kondisi air tanah dalam kritis misalnya Kec. Sukajadi, Cicendo, Andir,
Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kidul, Kiaracondong, Coblong, serta sebagian Kec. Sukasari,
Cidadap, Lengkong, dan Batununggal [1]..
Keadaan ini menyebabkan penurunan muka air tanah yang terjadi rata-rata 0,52 meter per tahun. Di
Kota Bandung, penurunan muka air tanah ini berdampak pada habisnya air tanah pada kedalaman
tertentu, sehingga warga harus menggali sumur air tanah lebih dalam setiap tahun [1]..

lampiran 1 - 13

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

10 Banjir
Banjir.

[1].
Kawasan banjir di Dayeuh Kolot dan Bale Endah (Kabupaten Bandung). Kawasan Dayeuh Kolot dan Bale
Endah Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang selalu tergenang oleh luapan sungai
Citarum pada saat musim hujan tiba. Permasalah banjir khususnya di daerah Bandung sebenarnya
sudah terjadi sejak jaman dahulu. Terletak di daerah Cekungan Bandung sebagai sisa menyusutnya
danau Bandung Purba, menyebabkan kawasan ini hampir selalu mengalami permasalahan banjir. Tahun
1974 Dayeh Kolot ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Bandung, namun dengan pertimbangan kondisi
geografis ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan ke lokasi baru di Kecamatan Soreang. Dayeuh Kolot
dan Bale Endah menjadi kawasan yang rawan bencana banjir karena daerah ini merupakan tempat
bertemunya 3 sungai yaitu Cikapundung dan Cisangkuy yang bermuara di sungai Citarum. Bahkan
elevasi salah satu kampung daerah ini yaitu Cieunteung berada dibawah perhitungan banjir rencana.
Elevasi banjir rencana sungai Citarum pada kawasan ini adalah + 659,3m dpl , sedangkan elevasi lahan di
kawasan ini + 658, sehingga ketika banjir besarpada februari 2010 yang mencapai elevasi 660,3 m dpl
kawasan ini mengalami genangan setinggi 2,3 m. [4]
Sungai Citarum banjir sudah biasa, terutama di daerah-daerah seperti Dayeuh Kolot, Bale Endah dan
sekitarnya. [1]
Banjir Citarum merupakan sebuah bencana rutin di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. [1]
Beberapa wilayah rawan banjir terlihat pada peta dengan konsentrasi banjir berada di pesisir pantai
utara Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan beberapa kecamatan di
Cekungan Bandung seperti Kecamatan Majalaya, Ciparay, Banjaran dan Dayeuh Kolot (DAS Citarum). [1]
Banjir-banjir besar di Bandung dan sekitarnya tercatat pada tahun 1931, 1945, 1977, 1982, 1984, 1986,
1998, 2005, 2010, 2011 dan akan tetap terjadi pada tahun berikutnya bila tidak segera dilakukan
penanganan. [1]

lampiran 1 - 14

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Kabupaten Bandung -- Kuantitas dan kualitas banjir diindikasikan oleh luas genangan, lama genangan
dan tinggi genangan. Menurut data tahun 2005 potensi luas wilayah rawan banjir 7.157,77 ha, dengan
rata rata lama genangan 24 72 jam dan tinggi genangan berkisar 50 300 cm.
Kabupaten Bandung -- Wilayah yang sering mengalami banjir secara periodik (Q1, Q5, Q20, Q50 tahun),
mencakup kecamatan Banjaran, Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Paseh, Ciparay, Rancaekek,
Solokan Jeruk dan Majalaya. Sedangkan wilayah rawan banjir temporer akibat buruknya sistem drainase
mencakup wilayah di Kecamatan Margahayu dan Margaasih. Pada Tahun 2010 Banjir di Kabupaten
bandung telah menggenangi 29 desa pada 11 kecamatan. [1]

[1]
Bencana banjir terjadi di desa Cikao kecamatan Jatiluhur kabupaten Purwakarta sebanyak 1.704 warga
mengungsi (data tahun 2010) [1]
....... banjir yang terjadi pada tahun 2010 meliputi 10 (sepuluh) kecamatan pada kecamatan Karawang
Barat (5 desa), kecamatan Karawang Timur (1 desa), kecamatan Teluk Jambe Timur (7 desa), kecamatan
Teluk Jambe Barat (2 desa), kecamatan Cikampek ( 1 desa), kecamatan Pakisjaya (4 desa), kecamatan
Batujaya (1 desa), kecamatan Klari (1 desa), kecamatan Jayakerta (1 desa) dan kecamatan Tanjungpura
(1 desa) [1]
Lokasi rawan banjir di Kabupaten Bekasi berdasarkan informasi dari bahan rapat terpadu penanganan
masalah banjir pada tahun 2002, luas areal genangan terjadi umumnya di areal pertanian dengan
perkiraan 15,176 ha, tambak sekitar 9.627 ha dan permukiman sekitar 362 Ha. [1]
............. karena kondisi drainase yang kurang terawat dan juga limpasan sungai, dimana pada daerahdaerah rendah sering terkena banjir. Banjir di Kota Bekasi terjadi di Bekasi Timur, Bekasi Utara, Rawa
Lumbu, Jatiasih, Bekasi Selatan Mustika Jaya, Bekasi Barat, Pondok Melati, dan Pondok Gede. [1]
Kabupaten Subang -- Wilayah yang sering terkena banjir adalah Kec. Pamanukan, Legon Kulon,
Kecamatan Pusakanegara, Kec. Blanakan, Compreng, Ciasem, Binong, dan Cipunagara. Sungai

lampiran 1 - 15

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Cipunagara merupakan sungai terbesar di Kabupaten Subang memiliki potensi banjir yang dapat
menggenangi dataran rendah. [1]
Pada musim penghujan, kejadian banjir lokal sudah menjadi agenda bencana di Kabupaten Indramayu
dalam setiap tahunnya, sementara itu kejadian abrasi pantai di Kabupaten Indramayu terdapat
kecenderungan yang terus meningkat setiap tahunnya. Kekeringan juga terjadi setiap musim kemarau
tiap tahunnya. [1]

11 Kelongsoran
Luasan wilayah yang rawan mengalami longsor 7.587,86 ha. Wilayah yang sering terkena bencana tanah
longsor akibat erosi banyak terjadi di kecamatan Pangalengan, Ibun, Margaasih, Cicalengka, Ciwidey,
Pasirjambu, Nagreg, Rancabali, Soreang, Cimenyan, Cilengkrang dan Cikancung. [1]
wilayah yang berpotensi longsor saat hujan turun adalah Cipongkor, Gununghalu, dan Rongga, Cikalong
Wetan, Lembang, Cipatat, Sindangkerta, Rajamandala, Cisarua, Cililin. [1]
Kota Cimahi. Lima daerah yang termasuk dalam kategori rawan longsor adalah RW 10 Kelurahan
Citeureup, RW 1 Kelurahan Cimahi, RW 13 Kelurahan Padasuka, RW 20 Kelurahan Padasuka, dan RW 1
Kelurahan Cibeureum. [1]
Kedelapan kecamatan di Purwakarta yang rawan bencana alam itu ialah Kecamatan Kiarapedes,
Wanayasa, Jatiluhur, Plered, Manis, Tegalwaru, Bojong dan Kecamaan Darangdan. Rata-rata daerah itu
merupakan rawan bencana longsor, banjir dan angin puting beliung. [1]
Kabupaten Bekasi : rawan bencana longsor (di Kecamatan Tambun Utara dengan luas 133,877 Ha) [1]

12 Kekeringan
Kabupaten Subang -- .....kekeringan pada musim kemarau terjadi pada kecamatan Pamanukan<
Pusakanagara, Pusakajaya, Sukasari, Legonkulon, Tambakdahan, Blanakan, Ciasem dan kecamatan
Compreng. [1]
Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 6 Cis :
Kekurangan air irigasi terutama terjadi pada bagian akhir jaringan irigasi. Potensi untuk mengurangi
kekeringan dilakukan dengan memperbaiki distribusi air irigasi, meningkatkan efisiensi air irigasi,
menindak tegas pengambilan air tidak berijin serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan petani
terhadap jadwal tanam yang telah ditentukan.
Kekurangan air yang terjadi pada akhir musim tersebut, dalam praktek di lapangan, biasa disiasati petani
dengan (1) dengan menggunakan re-use water dan (2) pemberian air secara gilir-giring. [7]

lampiran 1 - 16

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

[7]
Kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air RKI akan menjadi isu yang penting di masa mendatang.
Karena adanya permasalahan pengambilan air tanah yang melampaui batas, terutama terjadi di wilayah
Cekungan Bandung, maka pemakaian air tanah dalam akan dibatasi, yang artinya pemenuhan
kebutuhan RKI harus diganti dan dipenuhi dari air permukaan. [7]
Besarnya kekurangan air pada tahun 2010 sebesar 3.6% dari total kebutuhan air (defisit dibagi
kebutuhan) dan diperkirakan akan meningkat menjadi 6.63% di tahun 2030 jika tidak dilakukan upaya
penanganan. [7]
Berdasarkan analisis Ribasim, pada 1 Ci kekurangan air terjadi di distrik 319, terutama terjadi pada saat
aliran rendah sungai Cikarang dengan defisit air 1% dari total kebutuhan air irigasi. Defisit juga terjadi
pada distrik air 330, WD 406, WD 407, WD 412, WD 422, WD 424, WD 438 disebabkan oleh aliran sungai
yang rendah pada musim kemarau, sedangkan defisit yang terjadi pada distrik air 434 disebabkan oleh
terbatasnya kapasitas dari waduk Cipancuh. [7]
Kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air RKI menjadi isu yang penting di masa mendatang.
Karena adanya permasalahan air tanah terutama terjadi di Cekungan Bandung, maka pemakaian air
tanah dalam akan dibatasi, yang artinya pemenuhan kebutuhan RKI akan dipenuhi dari air permukaan.
Hasil simulasi Ribasim, dengan kondisi prasarana air tetap seperti sekarang ini dan tingkat kebutuhan air
pada tahun 2030 menunjukkan adanya kekurangan air di distrik air tertentu yang sebarannya terlihat
pada Gambar 3.28 dan Gambar 3.29 untuk kekurangan kebutuhan air irigasi tahun 2010 dan tahun
2030, dan pada Gambar 3.30 dan Gambar 3.31 menunjukkan kekurangan kebutuhan air RKI. [7]
Kekurangan air juga akan terjadi di distrik air di Cekungan Bandung (distrik air 306, WD 328, WD 329,
WD 422, WD 321, WD 323, WD 324). [7]
lampiran 1 - 17

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

Daerah kekurangan air RKI berdasarkan Kelompok kota untuk tahun 2030 dapat diringkas sebagai
berikut: [7]

Kabupaten dan kota Bekasi sebesar 15,00 m3/det


Kota Karawang-Purwakarta-Subang sebesar 13,3 m3/det
Kota Bandung dan sekitarnya sebesar 22,50 m3/det

Kekurangan air untuk kebutuhan irigasi dan RKI pada WS 1 Ci terjadi pada water district seperti terlihat
pada Tabel 3.19, dengan asumsi bahwa penggunaan air untuk RKI seluruh sumber airnya berasal dari air
permukaan. [7]

[7]
Selain karena belum dimanfatkannya sumber air yang ada secara optimal, penyebab utama terjadinya
kekurangan air irigasi di wilayah tersebut juga karena masih rendahnya efisiensi penggunaan air, terjadi
pemborosan air dan pengambilan air yang tidak berijin. Hal ini juga disebabkan oleh adanya kerusakan
pada bangunan pengatur dan pengukur air, sehingga sering terjadi pemberian air yang tidak terukur dan
cenderung berlebihan pada bagian awal jaringan. Akibatnya pada bagian akhir dari jaringan irigasi sering
mengalami kekurangan air. [7]
Namun demikian, di lapangan kekurangan air RKI tersebut di atas relatif tidak terlalu signifikan, karena
sebagian besar penduduk masih memanfaatkan air tanah (sumur dangkal). Apabila tidak dilakukan
tindakan apapun, maka krisis/kekurangan air pada masa datang akan semakin mengkhawatirkan,
terutama pada pusat-pusat pertumbuhan, antara lain Wilayah Metropolitan Jabodetabek dan Wilayah
Metropolitan Bandung. [7]
Pada tahun 2030, secara umum kebutuhan air untuk keperluan irigasi cenderung menurun, sedangkan
tingkat kebutuhan air untuk keperluan RKI cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena adanya peralihan
fungsi lahan pertanian seiring dengan pesatnya pertumbuhan kota, terutama terjadi pada wilayah di
sekitar Metropolitan Jabodetabek dan Metropolitan Cekungan Bandung. [7]

13 sedimentasi
Pada tahun 2007 dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sedimentasi di Waduk Cirata mencapai 146
juta meter kubik dengan rata-rata laju sedimen 3,9 milimeter/tahun. Rata-rata laju tersebut tiga kali
lebih cepat daripada rata-rata laju perencanaan yang hanya mencapai 1,2 milimeter/tahun. Waduk
lampiran 1 - 18

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Cirata dibangun pada tahun 1988 dan direncanakan berusia sampai 100 tahun. Tingkat sedimentasi yang
tinggi telah menyebabkan berkurangnya kapasitas waduk. Berdasarkan hasil penelitian, Cirata telah
kehilangan masa 20 tahun usia kinerja efektifnya. [1],[4]
sedimentasi yang masuk ke waduk Saguling rata-rata mencapai 8,2 juta m3. Beban sedimentasi setara
dengan laju erosi 3mm per tahunnya, ini berarti 3 kali lipat dari rencana desainnya. Jumlah sampah
yang terjaring sebelum masuk ke waduk adalah 250.000 m3 per tahun. [4]
Lima anak sungai yang bergabung di waduk Cirata yaitu sungai Citarum, Cimeta, Cisokan, Cikundul dan
Cibaladung juga menyumbangkan permasalahan sedimentasi. Kondisi daerah tangkapan Cirata ternyata
juga tidak jauh dari permasalahan penggundulan hutan dan alih fungsi lahan menjadi kawasan
permukiman dan pertanian, juga berkontribusi menyumbang permasalahan sedimentasi di waduk
Cirata. [4]
Permasalahan Sedimentasi di Bojongsoang (Kabupaten Bandung). Bojongsoang merupakan sebuah
kecamatan di Kabupaten Bandung yang mengalami permasalahan cukup berat terutama ketika musim
hujan tiba. Tingkat sedimentasi anak-anak sungai Citarum yang melewati Bojongsoang, berdampak
pada berkurangnya kapasitas daya tampung air. Sehingga ketika musim hujan tiba, daerah Bojongsoang
menjadi kawasan langganan banjir... Kondisi ini merupakan dampak dari rusaknya kawasan hulu Sungai
Citarum yang menyebabkan meningkatnya bencana erosi dan tanah longsor. [4]
Sedimentasi merupakan permasalah serius yang dihadapi oleh waduk Jatiluhur diakibatkan oleh
sedimentasi yang terbawa dari waduk Cirata dan anak-anak sungai Cisomang dan sungai Cilalawi. [4]
Laju sedimentasi di waduk saguling (1988-2009) mencapai 8.2 juta m3/tahun, sedimentasi di waduk
cirata (1988-2008) 6.4 juta m3/tahun dan di waduk jatiluhur (1987-1997) 1.6 juta m3/tahun (Sekretariat
pelaksana koordinasi tata pengaturan air sungai citarum, 12 Jan 2010).
Pada perubahan iklim el nino pada tahun 1994, tercatat produksi listrik di tiga waduk di Sungai Citarum
yang juga digunakan sebagai PLTA (Saguling,Cirata & Jatiluhur) masih tinggi, namun semenjak 1997,
2002, 2003, 2004 dan 2006 cenderung mengalami penurunan.
Tingginya sedimentasi dan pencemaran air sungai Citarum berakibat pada menurunnya produktifitas
persawahan. Kurang lebih 100.000 ha sawah terancam tidak produktif dan berpotensi mengakibatkan
kerugian sebesar 16 triliyun rupiah. [4]

14 Kemanfaatan Sungai Citarum.


Keberadaan sungai Citarum dan 3 bendungan yang dibangun telah menunjang :

produktifitas 3 PLTA di waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang memasok kebutuhan tenaga listrik
di Pulau Jawa dan Bali,
produktifitas (paling tidak) 240.000 hektar sawah di kabupaten Bekasi, Karawang, Subang dan
Indramayu
produktifitas sistem pengolan air bersih/minum kota jakarta dan beberapa kota/kabupaten di pantai
utara jawa barat,
produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk (Saguling, Cirata dan Jatiluhur).

15 Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan.

lampiran 1 - 19

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


15.1 Tekanan terhadap kelestarian kemanfaatan PLTA di 3 waduk.
Didasarkan pada berbagai info yang diperoleh, isu tekanan terhadap kelestarian produktifitas PLTA di 3
waduk dapat disimpulkan sbb. :

laju sedimentasi yang terjadi di 3 waduk akibat tingkat erosi yang sangat buruk akan berakibat
akan semakin singkatnya usia operasional waduk, seperti waduk Cirata misalnya, salah satu hasil
penelitian menunjukan bahwa Cirata telah kehilangan 20 tahun masa,
kualitas air yang buruk juga menyebabkan terjadinya korosi dan pelapukan pada sistem PLTA
terutama radiator dan pipa-pipa pendingin.

15.2 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas sawah beririgasi.

Praktek tanam pada di sawah berigasi telah bertahun-tahun mengaplikasikan pupuk kimia an-organik
dan pestisida, ternyata dihadapkan pada fenomena bahwa : aplikasi bahan kimia ini ternyata,
diantaranya, berdampak sbb. :

tanah menjadi semakin asam dan rusaknya tekstur tanah yang pada akhirnya berakibat pada
penurunan tingkat produktifitas,
punahnya populasi hewan predator pemangsa tikus yang berakibat hama tikus semakin
merajalela menghancurkan produktifitas panen,

Isu lain yang diperoleh dari berbagai sumber tentang ancaman/tekanan terhadap kelestarian
produktifitas lahan pertanian beririgasi di ringkas sebagai berikut dibawah ini :

tingginya sedimentasi dan pencemaran air sungai Citarum berakibat pada menurunnya
produktifitas persawahan, kurang lebih 100.000 ha sawah terancam tidak produktif dan
berpotensi mengakibatkan kerugian sebesar 16 triliyun rupiah,
Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan kehidupan selama hampir setengah
abad.. Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang
rapuh.
Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti
(pemeliharaan dan perbaikan yang perlu dilakukan banyak yang tidak dapat dilakukan, dan dari
tahun ke tahun berakumulasi semakin banyak).

http://www.indii.co.id/upload_file/201105100737170.Raksasa%20itu%20sedang%20terkapar.pdf :
Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan kehidupan selama hampir setengah abad..
Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang rapuh.
Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti
ATLAS profil kabupaten Bandung :
Panjang saluran irigasi adalah 594 km dan terbagi atas saluran teknis sepanjang 183,8 km dengan
kondisi 137,975 km kondisinya baik, 36,889 km rusak ringan dan 4,983 km rusak berat serta saluran non
teknis sepanjang 410,55 km dengan kondisi 28,741 km dalam keadaan baik, 103, 240 km rusak ringan
dan 35,800 km rusak berat. [1]
lampiran 1 - 20

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


Bendung teknis sebanyak 22 buah dengan 27% kondisinya baik, 41% rusak ringan dan 9% rusak berat
serta 297 buah bangunan sadap terdiri dari 56% kondisinya baik, 44% rusak ringan dan 29% rusak berat.
Untuk bangunan pelengkapnya terdiri dari 367 bh dengan 254 kondisinya baik, 72 bh rusak ringan dan
41 rusak berat serta 87.930 m bagunan pelengkap terdiri dari 4.000 m kondisi baik, 37.880 m kondisi
rusak ringan serta 46.050 m rusak berat. [1]
ATLAS profil kabupaten Bandung Barat :
Daerah Irigasi (DI) di Kabupaten Bandung Barat dengan luas pelayanan antara 1.000 sampai dengan
3.000 Ha, memiliki bangunan sadap/bagi sebanyak 36 buah dengan kondisi baik sebanyak 8 buah,
kondisi rusak ringan sebanyak 12 buah dan kondisi rusak berat sebanyak 16 buah. Selain itu juga
memiliki bangunan pelengkap sebanyak 17 buah dengan kondisi baik sebanyak 4 buah, kondisi rusak
ringan sebanyak 4 buah dan kondisi rusak berat sebanyak 9 buah. [1]
ATLAS profil kabupaten Purwakarta : Tingkat kerusakan saluran irigasi pada DI Solokan Gede dan DI
Cisomang antara 25 30 % [1]
ATLAS profil kabupaten Karawang : Kondisi jaringan irigasi yang belum memadai dalam mendukung
pembangunan sector pertanian [1]
ATLAS profil kabupaten Bekasi : Banyak saluran irigasi yang rusak, terutama saluran pembawa tidak
dapat diperbaiki oleh pemerintah daerah karena terbentur kewenangan pengelolaan irigasi. Dimana
kewenangan pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder masih merupakan
kewenangan pemerintah pusat (Departemen Pekerjaan Umum) serta saluran-saluran pembuang yang
panjang totalnya hampir 900 Km banyak mengalami sedimentasi dan penyempitan sehingga
memerlukan kegiatan normalisasi untuk menanggulangi terjadinya bahaya banjir setiap musim
penghujan datang. [1]
15.3 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk
(Saguling, Cirata dan Jatiluhur).
Tahun-tahun awal upaya budi daya perikanan di 3 waduk ditandai dengan kemajuan tingkat
produktifitas dan pendapatan yang signifikan, namun dilampauinya ambang batas kepadatan budi daya
dan terlampau berlebihnya pemberian pakan serta polusi air yang terjadi, telah menjadi tekanan yang
mengancam kelestarian produktifitas :

terlampau padatnya populasi ikan di waduk berakibat menurunnya kandungan oksigen dalam
air yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan , bahkan dapat berdampak
mematikan ikan yang dibudidayakan,
kelebihan pemberian pakan yang mengendap di dasar waduk akan berubah menjadi zat sulfur
yang yang sifatnya meracuni/mematikan mahluk hidup (termasuk ikan) - lapisan endapan ini
dapat terangkat ke lapisan diatasnya bahkan sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air
akibat hujan dan debit inflow yang tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali
diikuti oleh kejadian kematian ikan secara masal dan mendadak,

lampiran 1 - 21

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx

timbunan limbah beracun di dasar waduk yang berasal dari pencemaran serta kondisi tidak ada
oksigen dalam air di lapisan bawah/dalam waduk terangkat ke lapisan diatasnya bahkan
sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air akibat hujan dan/atau debit inflow yang
tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali diikuti oleh kejadian kematian ikan
secara masal dan mendadak.

Hotspot : mengungkapkan kenyataan keadaan di 3 waduk sbb. [4]:

Jumlah keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya 1 % dari luas permukaan waduk
Cirata atau hanya mencapai 12.000 petak jaring apung. Namun, saat ini terdapat hingga 50.000
petak jaring apung
di waduk Jatiluhur. Jumlah keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000
unit dari 5.000 unit yang diijinkan.

16 Kondisi pengukuran dan data hidrologi di WS Citarum.


Hydrological data from the Citarum River is incomplete and unreliable (see DHV et al., 2011). [3]
Flow from the Citarum River into the main canals at Curug and Walahar is measured by PJTII which
operates the diversion works (pumping and gravity flow). Flow from the main canals into the secondary
canals and further into the schemes is not measured. Outflows from the scheme through escape and tail
structures is believed to be significant but are not measured either. [5]
Therefore it is not possible to say (i) what is the real irrigation demand, (ii) how well that demand is
being met, (iii) what is the scale of inefficiencies in operation and supply, and (iv) where those
inefficiencies are. [5]
There is little incentive to manage the Jatiluhur irrigation schemes efficiently from a water distribution
perspective, because of the large volumes of water in storage in the valley. This contrasts with the much
tighter management in the Solo and Brantas basins. [5]
Due to the lack in flow/volume measurements it is not possible to say with confidence how the water
delivered to the schemes is distributed, to what extent it is over-supplied, where and what savings could
be made, or how much improvement would result from improved organization. This is a situation that
can be tolerated for the time being, but will be raised in the future when inter-basin transfer reaches the
point where reliability of supply in the basin could be affected. [5]

Referenci / Sumber Kutipan :


1. ATLAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU WILAYAH SUNGAI CITARUM, Integrated Citarum
Water Resources Management (ICWRM), Road Map Management in Citarum River
Basin/Pengelolaan Roadmap di Wilayah Sungai Citarum, Draft 29 Juni 2012 versi Indonesia.
2. Sejuta Asa untuk Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum 2012, www.citarum.org
3. Task B1-6: Initial State of the Basin Report for the Citarum River, TA 7189-INO, Institutional
Strengthening for IWRM in the 6 Cis River Basin Territory Package B, Ministry of Public Works,
Jakarta - Asian Development Bank, 3 Agustus 2011
4. 22 hotspots di wilayah sungai citarum, laporan foto, Cita Citarum, edisi Mei 2012, www.citarum.org
5. A 7189-INO Package B Strategies and Practices in Groundwater Management for the BandungSoreang Basin,
lampiran 1 - 22

file : e:\pkm status ws citarum\final\status ws citarum 01.docx


6. B3 MAIN REPORT No 11, Draft Final, Strategies and Practices in Groundwater Management for the
Bandung-Soreang Groundwater Basin, June 2011, TA 7189 : Institutional Strengthening for
Integrated Water Resources Management in the 6 CIs River Basin Territiory Package B.
7. Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 2012 6 Cis

lampiran 1 - 23

Anda mungkin juga menyukai