STATUS WS CITARUM 01
dalam kaitannya dengan visi Citarum Roadmap dan visi UU 7 2004
tulisan ini kebanyakan memuat kutipan dari literatur seperti tertulis dalam daftar refrensi sumber
kutipan (lihat halaman akhir tulisan ini)
Daftar Isi.
1
5.2
5.3
5.4
5.5
10
Banjir ............................................................................................................................................. 14
11
Kelongsoran .................................................................................................................................. 16
12
Kekeringan .................................................................................................................................... 16
13
sedimentasi ................................................................................................................................... 18
14
15
15.1
15.2
15.3 Tekanan terhadap kelestarian produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk
(Saguling, Cirata dan Jatiluhur). ............................................................................................................ 21
16
lampiran 1 - i
Dampak Pencemaran.
lampiran 1 - 1
Semua info yang diperoleh (ATLAS RCMU, 6 Cis, dokumen-dokumen Citarum Roadmap) menyatakan
bahwa kondisi sungai Citarum saat ini (sangatlah) tidak bersih, bahkan di beberapa situs internet, Sungai
Citarum telah disebut sebagai the dirtiest river in the world (sungai terkotor di dunia).
Volume sampah yang dibuang ke sungai sudah terlampau banyak dan banyak diantaranya nondegradable.
Selain akibat sampah, fenomena air sungai Citarum kotor terlihat pada saat air besar , air sungai
menjadi berwarna coklat akibat banyaknya lapisan tanah yang ter-gerus/ter-erosi oleh aliran air.
Mengacu pada beberapa info yang diperoleh, sungai Citarum juga menjadi kotor (menjadi tidak jernih
lagi) akibat limbah industri dan kotoran sapi (yang jumlahnya terlampau banyak) yang dibuang ke badan
air (sungai).
Berbagai Isu pengotoran sungai Citarum yang disajikan oleh konsultan RCMU dalam ATLAS (referensi
no. 1) menyiratkan hal-hal sbb. :
tidak tersedianya sistem pengolahan limbah dan sampah domestik yang memadai menjadikan
sungai Citarum sebagai tempat pembuangan limbah dan sampah,
banyaknya sampah yang dibuang langsung ke sungai dan timbunan sampah yang tidak terangkut ke
pembuangan akhir mengindikasikan sudah sangat mendesaknya untuk segera dilakukan upaya
peningkatan pengelolaan persampahan di Wilayah Sungai Citarum,
kontributor utama pengotoran sungai Citarum hulu (bagian wilayah sungai di sebelah hulu waduk
Saguling) adalah penduduk di kota Bandung, kota Cimahi, kabupaten Bandung, dan kabupaten
Bandung Barat kapasitas pengelolaan sampah di ke 4 kota/kabupaten ini amatlah jauh dari
memadai,
perkiraan sampah tidak tertangani di beberapa lokasi padat penduduk , kota Bandung 46 %,
kabupaten Bandung + =2500 m3/hari , kota Cimahi + =1181 m3/hari , kabupaten Karawang 120
m3/hari, kota Bekasi 2991 m3/hari, kabupaten Subang 55 % belum dapat dilayani (ATLAS). Kondisi
sampah tidak tertangani ini yang disebutkan ini sangat terkait erat dengan kondisi kotor-nya
sampah di sungai Citarum
Sejuta Asa untuk Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum 2012, www.citarum.org
Lebih dekat dengan sungai Cikapundung, Laporan Foto, Cita Citarum , www.citarum.org
lampiran 1 - 2
sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]
sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]
lampiran 1 - 3
sungai Cikapundung Bandung, pemukiman sangat padat dan di bantaran sungai [2]
lampiran 1 - 4
di beberapa lokasi, air sungai citarum telah meyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit,
ada beberapa species ikan yang dulu ada di sungai Citarum kini telah lenyap (punah),
walaupun usaha perikanan di tiga waduk di sungai Citarum telah menghasilkan produk ikan air tawar
yang signifikan, fenomena kematian ikan masal di waduk akibat teracuninya ikan oleh bahan-bahan
beracun (toxic materials) telah beberapa kali terjadi,
air sungai citarum juga telah terkontaminasi logam berat (kontaminan yang membahayakan
kesehatan), ikan-ikan yang dibesarkan di air sungai Citarum ( di 3 waduk budi daya jaring apung) ,
teoritis ( sejauh ini belum ditemukan laporan penelitian mengenai ini) akan tercemari logam berat
yang membahayakan kesehatan tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan-ikan yang terkontaminasi
tersebut.
kandungan E-coli dalam air sungai telah jauh melewati ambang batas baku mutu yang ditetapkan
...... dll.
.... ini menyebabkan tingginya angka penyakit yang diakibatkan oleh buruknya kualitas air di
kalangan penduduk, terutama perempuan dan anak-anak, akibat mengkonsumsi air yang tidak layak
pakai dan menggunakan sanitasi yang minim dan tidak memadai.
Proyek 6 Ci , sehubungan dengan yang di-katagorikan-nya sebagai kesehatan sungai Citarum, dalam
salah satu laporannya, Initial State of the Basin Report for the Citarum River menulis hal-hal yang
terjemahannya kurang lebih seperti berikut dibawah ini [3]:
Erosi yang parah terjadi di 31,6 % wilayah sungai Citarum ( 180 ton /ha.tahun ), kemudian 26.437
ha merupakan lahan sangat kritis, 115.988 ha lahan kritis, 273.880 ha agak kritis dan 468.255 ha
potensial kritis,
semakin meluasnya gangguan akibat permukiman dan pemanfaatan lahan non-pertanian di
bantaran banjir,
proteksi alur dan tepi sungai yang tidak/belum memadai, diantaranya gangguan sepanjang alur
dan tepi sungai serta waduk,
praktek pertanian yang merusak lahan,
lampiran 1 - 5
erosi pantai dan muara, hanya tersisa sedikit hutan bakau, hampir seluruh areal yang dahulunya
hutan bakau ( > 90 % ) , yang sifatnya melindungi tepi pantai , telah dikonversi menjadi kolam ikan
air payau (tambak).
Limbah domestik, limbah industri, limbah pertanian, limbah perikanan, limbah peternakan dan sampah
yang dibuang/terbuang ke sungai Citarum jumlahnya telah terlampau banyak jumlahnya sehingga :
5.2
5.3
5.4
5.5
limbah padat dan cair dari rumah tangga dan kegiatan industri dari Kawasan industri yang
berkembang pesat di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi ikut berkontribusi menambah air
sungai Citarum semakin tercemar,
isu pencemaran oleh limbah pertanian/perikanan :
air hujan yang mengalir dari lahan pertanian di kawasan hulu sungai Citarum, membawa sisa-sisa
(kelebihan) pupuk (nitrogen dan fosfor) yang tidak terserap oleh tanaman dan tertampung di Waduk
Saguling. Tercatat sebanyak 33.350 ton nitrogen dan 4.370 ton fosfor masuk ke waduk,
pemberian pakan berlebih pada budidaya keramba ikan juga telah menyebabkan pencemaran air di
waduk saguling, Cirata dan jatiluhur, sekitar 10 ton pakan ikan yang ditebar setiap harinya tidak
semuanya terkonsumsi oleh ikan, sisa pakan tersebut mengendap di dasar waduk dan berubah
menjadi zat sulfur yang berbahaya bagi ikan, ketika arus bawah air naik dan membawa kotoran ke
permukaan akn berakibat pada matinya ikan,
Waduk Cirata, 1990, endapan pakan ikan yang tidak terkonsumsi telah 3 meter tebalnya, jumlah
keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya maximum 1 % dari luas permukaan waduk Cirata
(+ 12.000 petak jaring apung), namun kenyataannya, saat ini terdapat hingga 50.000 petak jaring
apung, banyaknya perkakas jaring apung yang tak terpakai seperti styrofoam, drum baja, dan bambu
juga berkontribusi menyebabkan permasalahan limbah padat di waduk Cirata,
budidaya ikan yang tidak terkontrol menambah beban pencemaran air di waduk Jatiluhur, jumlah
keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000 unit dari 5.000 unit yang
diijinkan, kadar COD berkisar antara 6,9 172 mg/l (ambang baas COD 10 mg/l),
isu pencemaran oleh limbah domestik :
tahun 2004, cekungan Bandung sudah dihuni oleh sekitar 7.000.000 jiwa yang sebagian besar
membuang limbah cairnya ke sungai,
masih banyak penduduk yang membuang hajat di Sungai Citarum,
perilaku buang air besar langsung ke Kanal Tarum Barat menyebabkan kualitas air sangat rendah
dan tercemar oleh limbah rumah tangga,
pemantauan dan analisis kualitas air :
pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh BPLHD provinsi Jawa Barat, tahun 2009, 2010 dan
2011, di beberapa lokasi di alur sungai Citarum, dari hulu sampai ke hilir, menghasilkan kesimpulan
bahwa : status kualitas air ,di semua titik lokasi pengamatan, di semua tahun pengamatan,
seluruhnya ber-katagori cemar berat,
air di waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur telah tercemari logam berat,
sungai Citarum telah tercemar berat oleh limbah kegiatan manusia (limbah domestik dan limbah
industri), sekitar 14 juta jiwa bermukim di wilayah sungai ini, juga 2000 pabrik dimana 500
diantaranya berlokasi di bagian hulu sungai Citarum sekitar Bandung,
kaji ulang kondisi pencemaran lingkungan (Djuangsih 1993) menengaskan tingkat pencemaran yang
telah terjadi di wilayah sungai Citarum sbb. :
o organoclorines dan senyawa-senyawa yang telah dilarang/ditarik dari peredaran seperti DDT,
lindane , dieldrin dan endrin ditemukan dalam air dan ikan, pengujian kualitas air tahun 1990
menemukan kandungan DDT = 14.4 g/l DDT ( 7 kali lipat kandungan maksimum yang
diizinkan (PP 82/2001, ambang batas maksimum kandungan DDT =2 g/l),
lampiran 1 - 7
beban pencemaran harian detergent dan phenol di sungai Citarum pada tahun 1987 masingmasing 2,19 ton/hari dan 21 kg/hari,
o jenis industri utama yang terindentifikasi di wilayah sungai Citarum : tekstil, penyamakan,
makanan dan electroplating, industri-industri jenis ini potensial menghasilkan bahan pencemar
Cd, Cu, Pb, Ni, Zn, Cr, Fe, Mn, dan Hg (air raksa), dalam studi saat itu, pada sample sedimen, air
dan ikan yang di analisis terindikasi kandungan air raksa dengan konsentrasi berkisar antara
1,1 7,4 g/l (ambang batas maximum kandungan air raksa = 1.0 g/l baku mutu kualitas
air kelas 1 PP 82/2001),
kontaminasi kandungan bahan kimia yang berasal dari pupuk dan insektisida ke dalam tubuh
manusia seperti kasus yang dilaporkan Ekespedisi_Citarum_Wanadri_2009-2010 sampel darah
yang diambil dari anak anak dari beberapa desa di kecamatan Kertasari, menunjukan adanya
kandungan bahan kimia yang berasal dari pupuk dan insektisida dengan kadar tertentu,
Dari 10 ton pakan ikan yang ditebar setiap harinya, tidak semuanya terkonsumsi oleh ikan. Sisa
pakan tersebut mengendap di dasar waduk dan berubah menjadi zat sulfur yang berbahaya bagi
mahluk hidup.
Waduk Cirata. Pada tahun 1990 endapan pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan telah mencapai
ketinggian 3 meter.
Hasil penelitian, ikan-ikan yang dihasilkan di waduk Cirata terkontaminasi oleh logam berat akibat
tercemarnya air waduk Cirata.
sumber [3].
lampiran 1 - 8
sumber [3].
Changes in Land Use / Land Cover in the Citarum basin lie at the basis of various issues in the basin. A
recent study by Lufiandi (2011), who assessed land use in the upper Citarum for 1994-2009, found that
residential areas had increased by 35% (about 5,000 ha) while industrial areas had increased by more
than 100% (about 1,000 ha). At the same time rice fields increased by more than 7,000 ha and bush and
pasture land by more than 7,000 ha, while forest decreased by 40% (about 20,000 ha) during the same
period. The pattern of land use change in the Upper Citarum basin is that forest is converted for
agriculture land or pasture and bush, then converted into urban area (residential and industrial) and rice
paddies [3]
lampiran 1 - 9
Untuk wilayah WS Citarum terdapat luas lahan kritis dan sangat kritis di dalam kawasan hutan seluas
38.718,62 Ha dan di luar kawasan hutan seluas 168.465,94Ha (berdasar perhitungan peta lahan kritis
dari BPDAS Citarum-Ciliwung) [1].
Berdasar data tahun 2008 Lahan kritis di DAS Citarum mencapai 141.705 ha atau sekitar 21% dari total
luas DAS Citarum. Luas lahan yang perlu direhabilitasi dalam kawasan hutan pada DAS itarum mencapai
81.235,70 ha, sedangkan pada kawasan non hutan seluas 60.469,50 ha [1].
Lahan Kritis di DAS Citarum Hulu diperkirakan seluas kurang lebih 46.543 Ha atau sekitar 20% dari luas
Cekungan Bandung (234.088 Ha). Lahan kritis ini tersebar di DAS Ciminyak, Cihaur, Cikapundung, Citarik,
lampiran 1 - 10
8 Erosi [1].
Dari data terlihat bahwa erosi lahan dalam kategori sangat berat sudah mencapai 14% dari total
keseluruhan wilayah, hal tersebut menunjukkan semakin tingginya kondisi lahan yang rusak. Erosi di
kawasan Citarum Hulu telah mengirimkan sektar 490 ton/ha/tahun dan dapat dikategorikan sebagai
indeks erosi yang sangat buruk.
Lebih dari 31,4% Wilayah Sungai Citarum merupakan kawasan dengan tingkat erosi yang berat hingga
sangat berat (>180 ton/ha/tahun).
Subdas Cikao merupakan daerah yang memiliki tingkat erosivitas yang sangat jelek dan mencapai
hampir 6% dari total luasan subdas (22.072 ha). Lokasi subdas Cikao yang berada di Kabupaten
Karawang dan Purwakarta memiliki kontur yang berbukit-bukit sehingga potensi kerusakan lahan yang
menyebabkan erosi cukup tinggi.
lampiran 1 - 11
lampiran 1 - 12
lampiran 1 - 13
10 Banjir
Banjir.
[1].
Kawasan banjir di Dayeuh Kolot dan Bale Endah (Kabupaten Bandung). Kawasan Dayeuh Kolot dan Bale
Endah Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang selalu tergenang oleh luapan sungai
Citarum pada saat musim hujan tiba. Permasalah banjir khususnya di daerah Bandung sebenarnya
sudah terjadi sejak jaman dahulu. Terletak di daerah Cekungan Bandung sebagai sisa menyusutnya
danau Bandung Purba, menyebabkan kawasan ini hampir selalu mengalami permasalahan banjir. Tahun
1974 Dayeh Kolot ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Bandung, namun dengan pertimbangan kondisi
geografis ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan ke lokasi baru di Kecamatan Soreang. Dayeuh Kolot
dan Bale Endah menjadi kawasan yang rawan bencana banjir karena daerah ini merupakan tempat
bertemunya 3 sungai yaitu Cikapundung dan Cisangkuy yang bermuara di sungai Citarum. Bahkan
elevasi salah satu kampung daerah ini yaitu Cieunteung berada dibawah perhitungan banjir rencana.
Elevasi banjir rencana sungai Citarum pada kawasan ini adalah + 659,3m dpl , sedangkan elevasi lahan di
kawasan ini + 658, sehingga ketika banjir besarpada februari 2010 yang mencapai elevasi 660,3 m dpl
kawasan ini mengalami genangan setinggi 2,3 m. [4]
Sungai Citarum banjir sudah biasa, terutama di daerah-daerah seperti Dayeuh Kolot, Bale Endah dan
sekitarnya. [1]
Banjir Citarum merupakan sebuah bencana rutin di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. [1]
Beberapa wilayah rawan banjir terlihat pada peta dengan konsentrasi banjir berada di pesisir pantai
utara Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan beberapa kecamatan di
Cekungan Bandung seperti Kecamatan Majalaya, Ciparay, Banjaran dan Dayeuh Kolot (DAS Citarum). [1]
Banjir-banjir besar di Bandung dan sekitarnya tercatat pada tahun 1931, 1945, 1977, 1982, 1984, 1986,
1998, 2005, 2010, 2011 dan akan tetap terjadi pada tahun berikutnya bila tidak segera dilakukan
penanganan. [1]
lampiran 1 - 14
[1]
Bencana banjir terjadi di desa Cikao kecamatan Jatiluhur kabupaten Purwakarta sebanyak 1.704 warga
mengungsi (data tahun 2010) [1]
....... banjir yang terjadi pada tahun 2010 meliputi 10 (sepuluh) kecamatan pada kecamatan Karawang
Barat (5 desa), kecamatan Karawang Timur (1 desa), kecamatan Teluk Jambe Timur (7 desa), kecamatan
Teluk Jambe Barat (2 desa), kecamatan Cikampek ( 1 desa), kecamatan Pakisjaya (4 desa), kecamatan
Batujaya (1 desa), kecamatan Klari (1 desa), kecamatan Jayakerta (1 desa) dan kecamatan Tanjungpura
(1 desa) [1]
Lokasi rawan banjir di Kabupaten Bekasi berdasarkan informasi dari bahan rapat terpadu penanganan
masalah banjir pada tahun 2002, luas areal genangan terjadi umumnya di areal pertanian dengan
perkiraan 15,176 ha, tambak sekitar 9.627 ha dan permukiman sekitar 362 Ha. [1]
............. karena kondisi drainase yang kurang terawat dan juga limpasan sungai, dimana pada daerahdaerah rendah sering terkena banjir. Banjir di Kota Bekasi terjadi di Bekasi Timur, Bekasi Utara, Rawa
Lumbu, Jatiasih, Bekasi Selatan Mustika Jaya, Bekasi Barat, Pondok Melati, dan Pondok Gede. [1]
Kabupaten Subang -- Wilayah yang sering terkena banjir adalah Kec. Pamanukan, Legon Kulon,
Kecamatan Pusakanegara, Kec. Blanakan, Compreng, Ciasem, Binong, dan Cipunagara. Sungai
lampiran 1 - 15
11 Kelongsoran
Luasan wilayah yang rawan mengalami longsor 7.587,86 ha. Wilayah yang sering terkena bencana tanah
longsor akibat erosi banyak terjadi di kecamatan Pangalengan, Ibun, Margaasih, Cicalengka, Ciwidey,
Pasirjambu, Nagreg, Rancabali, Soreang, Cimenyan, Cilengkrang dan Cikancung. [1]
wilayah yang berpotensi longsor saat hujan turun adalah Cipongkor, Gununghalu, dan Rongga, Cikalong
Wetan, Lembang, Cipatat, Sindangkerta, Rajamandala, Cisarua, Cililin. [1]
Kota Cimahi. Lima daerah yang termasuk dalam kategori rawan longsor adalah RW 10 Kelurahan
Citeureup, RW 1 Kelurahan Cimahi, RW 13 Kelurahan Padasuka, RW 20 Kelurahan Padasuka, dan RW 1
Kelurahan Cibeureum. [1]
Kedelapan kecamatan di Purwakarta yang rawan bencana alam itu ialah Kecamatan Kiarapedes,
Wanayasa, Jatiluhur, Plered, Manis, Tegalwaru, Bojong dan Kecamaan Darangdan. Rata-rata daerah itu
merupakan rawan bencana longsor, banjir dan angin puting beliung. [1]
Kabupaten Bekasi : rawan bencana longsor (di Kecamatan Tambun Utara dengan luas 133,877 Ha) [1]
12 Kekeringan
Kabupaten Subang -- .....kekeringan pada musim kemarau terjadi pada kecamatan Pamanukan<
Pusakanagara, Pusakajaya, Sukasari, Legonkulon, Tambakdahan, Blanakan, Ciasem dan kecamatan
Compreng. [1]
Pola Pengelolaan SDA WS Citarum 6 Cis :
Kekurangan air irigasi terutama terjadi pada bagian akhir jaringan irigasi. Potensi untuk mengurangi
kekeringan dilakukan dengan memperbaiki distribusi air irigasi, meningkatkan efisiensi air irigasi,
menindak tegas pengambilan air tidak berijin serta meningkatkan kesadaran dan kepatuhan petani
terhadap jadwal tanam yang telah ditentukan.
Kekurangan air yang terjadi pada akhir musim tersebut, dalam praktek di lapangan, biasa disiasati petani
dengan (1) dengan menggunakan re-use water dan (2) pemberian air secara gilir-giring. [7]
lampiran 1 - 16
[7]
Kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air RKI akan menjadi isu yang penting di masa mendatang.
Karena adanya permasalahan pengambilan air tanah yang melampaui batas, terutama terjadi di wilayah
Cekungan Bandung, maka pemakaian air tanah dalam akan dibatasi, yang artinya pemenuhan
kebutuhan RKI harus diganti dan dipenuhi dari air permukaan. [7]
Besarnya kekurangan air pada tahun 2010 sebesar 3.6% dari total kebutuhan air (defisit dibagi
kebutuhan) dan diperkirakan akan meningkat menjadi 6.63% di tahun 2030 jika tidak dilakukan upaya
penanganan. [7]
Berdasarkan analisis Ribasim, pada 1 Ci kekurangan air terjadi di distrik 319, terutama terjadi pada saat
aliran rendah sungai Cikarang dengan defisit air 1% dari total kebutuhan air irigasi. Defisit juga terjadi
pada distrik air 330, WD 406, WD 407, WD 412, WD 422, WD 424, WD 438 disebabkan oleh aliran sungai
yang rendah pada musim kemarau, sedangkan defisit yang terjadi pada distrik air 434 disebabkan oleh
terbatasnya kapasitas dari waduk Cipancuh. [7]
Kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan air RKI menjadi isu yang penting di masa mendatang.
Karena adanya permasalahan air tanah terutama terjadi di Cekungan Bandung, maka pemakaian air
tanah dalam akan dibatasi, yang artinya pemenuhan kebutuhan RKI akan dipenuhi dari air permukaan.
Hasil simulasi Ribasim, dengan kondisi prasarana air tetap seperti sekarang ini dan tingkat kebutuhan air
pada tahun 2030 menunjukkan adanya kekurangan air di distrik air tertentu yang sebarannya terlihat
pada Gambar 3.28 dan Gambar 3.29 untuk kekurangan kebutuhan air irigasi tahun 2010 dan tahun
2030, dan pada Gambar 3.30 dan Gambar 3.31 menunjukkan kekurangan kebutuhan air RKI. [7]
Kekurangan air juga akan terjadi di distrik air di Cekungan Bandung (distrik air 306, WD 328, WD 329,
WD 422, WD 321, WD 323, WD 324). [7]
lampiran 1 - 17
Daerah kekurangan air RKI berdasarkan Kelompok kota untuk tahun 2030 dapat diringkas sebagai
berikut: [7]
Kekurangan air untuk kebutuhan irigasi dan RKI pada WS 1 Ci terjadi pada water district seperti terlihat
pada Tabel 3.19, dengan asumsi bahwa penggunaan air untuk RKI seluruh sumber airnya berasal dari air
permukaan. [7]
[7]
Selain karena belum dimanfatkannya sumber air yang ada secara optimal, penyebab utama terjadinya
kekurangan air irigasi di wilayah tersebut juga karena masih rendahnya efisiensi penggunaan air, terjadi
pemborosan air dan pengambilan air yang tidak berijin. Hal ini juga disebabkan oleh adanya kerusakan
pada bangunan pengatur dan pengukur air, sehingga sering terjadi pemberian air yang tidak terukur dan
cenderung berlebihan pada bagian awal jaringan. Akibatnya pada bagian akhir dari jaringan irigasi sering
mengalami kekurangan air. [7]
Namun demikian, di lapangan kekurangan air RKI tersebut di atas relatif tidak terlalu signifikan, karena
sebagian besar penduduk masih memanfaatkan air tanah (sumur dangkal). Apabila tidak dilakukan
tindakan apapun, maka krisis/kekurangan air pada masa datang akan semakin mengkhawatirkan,
terutama pada pusat-pusat pertumbuhan, antara lain Wilayah Metropolitan Jabodetabek dan Wilayah
Metropolitan Bandung. [7]
Pada tahun 2030, secara umum kebutuhan air untuk keperluan irigasi cenderung menurun, sedangkan
tingkat kebutuhan air untuk keperluan RKI cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena adanya peralihan
fungsi lahan pertanian seiring dengan pesatnya pertumbuhan kota, terutama terjadi pada wilayah di
sekitar Metropolitan Jabodetabek dan Metropolitan Cekungan Bandung. [7]
13 sedimentasi
Pada tahun 2007 dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sedimentasi di Waduk Cirata mencapai 146
juta meter kubik dengan rata-rata laju sedimen 3,9 milimeter/tahun. Rata-rata laju tersebut tiga kali
lebih cepat daripada rata-rata laju perencanaan yang hanya mencapai 1,2 milimeter/tahun. Waduk
lampiran 1 - 18
produktifitas 3 PLTA di waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang memasok kebutuhan tenaga listrik
di Pulau Jawa dan Bali,
produktifitas (paling tidak) 240.000 hektar sawah di kabupaten Bekasi, Karawang, Subang dan
Indramayu
produktifitas sistem pengolan air bersih/minum kota jakarta dan beberapa kota/kabupaten di pantai
utara jawa barat,
produktifitas usaha budi daya ikan air tawar di 3 waduk (Saguling, Cirata dan Jatiluhur).
lampiran 1 - 19
laju sedimentasi yang terjadi di 3 waduk akibat tingkat erosi yang sangat buruk akan berakibat
akan semakin singkatnya usia operasional waduk, seperti waduk Cirata misalnya, salah satu hasil
penelitian menunjukan bahwa Cirata telah kehilangan 20 tahun masa,
kualitas air yang buruk juga menyebabkan terjadinya korosi dan pelapukan pada sistem PLTA
terutama radiator dan pipa-pipa pendingin.
Praktek tanam pada di sawah berigasi telah bertahun-tahun mengaplikasikan pupuk kimia an-organik
dan pestisida, ternyata dihadapkan pada fenomena bahwa : aplikasi bahan kimia ini ternyata,
diantaranya, berdampak sbb. :
tanah menjadi semakin asam dan rusaknya tekstur tanah yang pada akhirnya berakibat pada
penurunan tingkat produktifitas,
punahnya populasi hewan predator pemangsa tikus yang berakibat hama tikus semakin
merajalela menghancurkan produktifitas panen,
Isu lain yang diperoleh dari berbagai sumber tentang ancaman/tekanan terhadap kelestarian
produktifitas lahan pertanian beririgasi di ringkas sebagai berikut dibawah ini :
tingginya sedimentasi dan pencemaran air sungai Citarum berakibat pada menurunnya
produktifitas persawahan, kurang lebih 100.000 ha sawah terancam tidak produktif dan
berpotensi mengakibatkan kerugian sebesar 16 triliyun rupiah,
Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan kehidupan selama hampir setengah
abad.. Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang
rapuh.
Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti
(pemeliharaan dan perbaikan yang perlu dilakukan banyak yang tidak dapat dilakukan, dan dari
tahun ke tahun berakumulasi semakin banyak).
http://www.indii.co.id/upload_file/201105100737170.Raksasa%20itu%20sedang%20terkapar.pdf :
Ribuan kilometer jaringan irigasi Jatiluhur mengalirkan kehidupan selama hampir setengah abad..
Dibangun untuk melipatgandakan produksi pangan, keberadaannya kini bak raksasa yang rapuh.
Kemunduran terus terjadi seolah berpacu dengan perbaikan yang tiada henti
ATLAS profil kabupaten Bandung :
Panjang saluran irigasi adalah 594 km dan terbagi atas saluran teknis sepanjang 183,8 km dengan
kondisi 137,975 km kondisinya baik, 36,889 km rusak ringan dan 4,983 km rusak berat serta saluran non
teknis sepanjang 410,55 km dengan kondisi 28,741 km dalam keadaan baik, 103, 240 km rusak ringan
dan 35,800 km rusak berat. [1]
lampiran 1 - 20
terlampau padatnya populasi ikan di waduk berakibat menurunnya kandungan oksigen dalam
air yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan , bahkan dapat berdampak
mematikan ikan yang dibudidayakan,
kelebihan pemberian pakan yang mengendap di dasar waduk akan berubah menjadi zat sulfur
yang yang sifatnya meracuni/mematikan mahluk hidup (termasuk ikan) - lapisan endapan ini
dapat terangkat ke lapisan diatasnya bahkan sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air
akibat hujan dan debit inflow yang tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali
diikuti oleh kejadian kematian ikan secara masal dan mendadak,
lampiran 1 - 21
timbunan limbah beracun di dasar waduk yang berasal dari pencemaran serta kondisi tidak ada
oksigen dalam air di lapisan bawah/dalam waduk terangkat ke lapisan diatasnya bahkan
sampai ke permukaan manakala terjadi gejolak air akibat hujan dan/atau debit inflow yang
tinggi, keadaan terangkatnya lapisan beracun ini seringkali diikuti oleh kejadian kematian ikan
secara masal dan mendadak.
Jumlah keramba atau jala apung yang diijinkan seharusnya 1 % dari luas permukaan waduk
Cirata atau hanya mencapai 12.000 petak jaring apung. Namun, saat ini terdapat hingga 50.000
petak jaring apung
di waduk Jatiluhur. Jumlah keramba apung pada tahun 2008 sudah mencapai lebih dari 14.000
unit dari 5.000 unit yang diijinkan.
lampiran 1 - 23