Anda di halaman 1dari 42

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Anatomi Tulang
Tulang manusia berasal dari embryonic hyaline cartilage yang melalui proses
osteogenesis untuk menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel osteoblas, dan
pengerasannya diakibatkan oleh penimbunan garam kalsium.
Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang, yang dapat dikelompokkan menjadi 5
macam bentuk antara lain,
a) Tulang Panjang. Disebut tulang pipa karena tulang jenis tersebut berbentuk
seperti pipa dengan kedua ujungnya yang bulat. Ujung tulangnya yang berbentuk
bulat dan tersusun atas tulang rawan disebut epifisis. Sedangkan pada jenis ini
bagian tengah tulang pipa yang berbentuk silindris dan berongga disebut diafisis.
Di antara epifisis dan diafisis terdapat bagian yang disebut metafisis. Metafisis
tersusun atas tulang rawan. Bagian metafisis ini terdapat cakra epifisis, yang
memiliki kemampuan memanjang.
Di dalam rongga tulang pipa, terdapat bagian yang disebut sumsum tulang.
Sumsum tulang tersusun dari pembuluh darah dan pembuluh saraf. Tulang pipa
memiliki dua sumsum tulang yakni sumsum tulang merah dan kuning. Tempat
sel-sel darah dibentuk berada di dalam sumsum tulang merah. Adapun tempat
pembentukan sel-sel lemak terdapat pada sumsum tulang kuning. Saat kita masih
bayi, hampir seluruh tulang mengan dung sumsum merah. Namun, saat mulai
tumbuh, beberapa di antaranya berubah menjadi sumsum tulang kuning.
Selain sumsum, pada tulang pipa juga terdapat bagian lainnya, misalnya
bagian luar yang keras disebut cangkang. Kemudian tulang pipa juga memiliki
lapisan periosteum yang menyelimuti seluruh tulang. Bagian tubuh yang memiliki
tulang pipa meliputi tulang femur, tulang ulnar, tulang humerus, tulang radial,
tulang tibia, dan tulang fibula.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan dilempeng episfisis.
Epifisis dibentuk dari spongy bone (cancellous dan trabecular). Hormon
pertumbuhan, estrogen dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang.
Estrogen bersama testosteron merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu
tulang panjang yang memiliki rongga disebut kanalis medularis yang berisi
sumsum tulang.
b) Tulang Pendek (carpals). Tulang jenis pendek memiliki bentuk mirip kubus,
pendek tak beraturan, atau bulat. Adanya tulang ini dimungkinkan goncangan
1 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)

yang keras dapat diredam dan gerakan tulang yang bebas dapat dilakukan. Inti
tulang ini dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar yang padat. Sebagai
contoh, tulang telapak kaki dan telapak tangan.
c) Tulang Pipih (tengkorak). Tulang pipih berbentuk pipih dan lebar, berfungsi
untuk melindungi struktur dibawahnya, seperti pada pelvis, tulang belikat dan
tempurung kepala.
d) Tulang Tidak Berarturan. Tulang tidak beraturan ini bentuknya kompleks dan
berhubungan dengan fungsi khusus. Contoh tulang tidak beraturan adalah tulang
punggung dan tulang rahang.
e) Tulang Sesamoid. Tulang kecil yang terletak disekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, contohnya
patella.

2 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar


Rebo)

II.
Fraktur
II.1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubunga patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang
disebabkan oleh trauma benda keras.
II.2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
3 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)

b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. Patofisiologi Fraktur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serat saraf dalam korteks, bone marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terjadilah hematoma di ringga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan dengan bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini segera menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, serta
infiltrasi sel darah putih. Kejadian ini yang merupakan dasar penyembuhan tulang.
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume
darah menurun.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang
sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga

4 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar


Rebo)

mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
Faktor-faktor yang mempegaruhi fraktur adalah :
a) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang beraksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menetukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan tulang.

IV. Klasifikasi Fraktur


a) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1). Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

5 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar


Rebo)

b) Berdasarkan komplit atau tidaknya fraktur


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a)

Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b)

Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi


lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.

c)

Green Stick Fraktur, mengenai satu


korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

c) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma


1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
6 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)

6). Fraktur Impaksi : adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya.
7). Fraktur Fissura : adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

d) Berdasarkan jumlah garis patah


1)

Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.

2)

Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.

3)

Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

e) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

7 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar


Rebo)

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

f) Berdasarkan posisi fraktur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g) Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h) Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
V. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
8 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)

tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa


diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
6. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal. (Black, 1993 : 199 ).
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik,
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada
daerah tersebut.

VI. Pemeriksaan
Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur tulang sama
dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada jaringan lunak yang
berhubungan dengan trauma. Nilai berdasarkan pada tanda dan gejala. Setelah bagian
yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian menilai adanya lima P yaitu Pain
(rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan warna), Paralysis
(kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia (rasa kesemutan), dan
Pulselessness (tidak ada denyut) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi
motorik pada bagian distal fraktur (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
Anamnesis
9 | Astiandra Mendolita (Co.Ass Bedah RSUD Pasar
Rebo)

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi
di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang
tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau
karena trauma olahraga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain.
Pemeriksaan Fisik
Perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau perdarahan
2. Kerusakan organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.
3. Faktor predisposisi (misalnya pada fraktur patologis)

Pemeriksaan Lokal
Inspeksi (Look), contoh penampakan fraktur. tampak angulasi (penyudutan), deformitas,
dan jika dilakukan pengukuran, lebih pendek dari anggota gerak kontralateralnya

bandingkan dengan bagian yang sehat

perhatikan posisi anggota gerak

keadaan umum penderita secara keseluruhan

ekspresi wajah karena nyeri

lidah kering atau basah

adanya tanda anemia/ perdarahan

adanya luka pada kulit & jaringan lunak

10 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

deformitas: angulasi, rotasi, pemendekan

trauma organ lain

kondisi mental penderita

keadaan vaskularisasi

Palpasi (Feel) > dilakukan hati2, karena NYERI. Perhatikan:

temperatur setempat yang meningkat

nyeri tekan, bersifat superfisial yang disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak
yang dalam akibat fraktur

krepitasi, lakukan dengan perabaan HATI-HATI

pemeriksaan vaskuler di daerah distal trauma, misalnya A. radialis pada


ekstremitas superior, A. dorsalis pedis dan A. tibialis posterior pada ekstremitas
inferior. Bisa juga dilakukan dengan memeriksa refilling arteri pada kuku dan
warna kulit pada distal trauma.

pengukuran panjang tungkai, terutama tungkai bawah untuk mengetahui


perbedaan panjangnya.

Pergerakan (Move)

menggerakkan sendi proksimal dan distal trauma secara pasif dan aktif.

NYERI HEBAT, sehingga uji ini tidak boleh dilakukan secara kasar

bila dilakukan berlebihan bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak


seperti pembuluh darah & saraf.

Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik definitif
yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian, beberapa fraktur
mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada awalnya sehingga akan
membutuhkan evaluasi radiografi pada hari berikutnya untuk mendeteksi bentuk callus.
Jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan pemeriksaan complete blood count
(CBC) untuk menilai banyaknya darah yang hilang. Lebih lanjut, perawat akan menilai
komplikasi yang mungkin terjadi dan menentukan beberapa faktor resiko terhadap
komplikasi dimasa depan (Revees, Roux, Lockhart, 2001).
11 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

VII. Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh
untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur
dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal:
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah :
a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
Remodelling ke bentuk tulang semula
(Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender 2005)
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
Proses penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya
langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus
menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun
kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling
dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Ada 3 persyaratan untuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:
1. Pelaksanaan reduksi yang tepat
2. Fiksasi yang stabil
3. Eksistensi suplay darah yang cukup
12 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan


menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat
pada sekitar minggu ke empat fiksasi.

Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.


Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan
lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas
5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodelling. (Buckley, R., 2004, Buckwater J. A., et al,2000).
1. Fase Inflamasi:
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan
inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel
dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau
pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi
mikro yang sesuai untuk :
(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,
(2) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
(3) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematome awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktir
terjadi sampai 2-3 minggu.
2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan

13 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan
jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan
jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara
klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan
kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan
produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis. (Rubin,E,1999)
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai
fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
(Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis Kalus

14 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak
bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara
perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur. (Miller, 2000)
4. Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Stadium Remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang
tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali
pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk
semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh
secara klinis dan radiologi.

15 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

16 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

VIII. Tatalaksana Fraktur


Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis
pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat
dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri
dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka
merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat.
Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen
kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan.
3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi
(ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah
satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai
kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan
tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi,
mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri,
mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2
pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu: 13
1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa
nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan
bidai / spalk, maupun memasang gips.
17 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu,
fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat
digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam
waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal
tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
A. Penatalaksanaan fraktur
A.1 Terapi pada fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk memperbaiki
posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya bersama-sama
sebelum fragmen-fragmen itu menyatu; sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus
di pertahankan. Pada penyembuhan fraktur dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot
dan penahanan beban secara lebih awal. Tujuan ini mencakup dalam 3 keputusan yang
sederhana; reduksi, mempertahankan, lakukan latihan.
Pada penanganan sulit menahan fraktur secara memadai sambil tetap
menggunakan tungkai secukupnya: ini merupakan suatu pertentangan (tahan lawan
gerakan) yang perlu dicari pemecahannya secepat mungkin oleh ahli bedah (misalnya
dengan fiksasi internal). Terapi bukan saja d tentukan oleh jenis fraktur tetapi juga
oleh keadaan jaringan lunak di sekitarnya. Tscherne (1984) telah menyediakan
klasifikasi cedera tertutup yang bermanfaat: tingkat 0 adalah fraktur biasa dengan
sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak; tingkat 1 adalah fraktur dengan abrasi
dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan; tingkat 3 adalah cedera berat
dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartemen.
A.1.1 Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahulukan, tidak boleh ada
keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam
pertama akan mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang tak
memerlukan reduksi;
(1) bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;
(2) bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan
(3) bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada
vertebra).
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna
mungkin karna setiap ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis
degenerative. Terdapat dua metode reduksi; tertutup dan terbuka.
18 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Reduksi tertutup
Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan manuver
tiga tahap:
(1) bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;
(2) sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan membalikkan
arah kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan
(3) penjajaran di sesuaikan ke setiap bidang. Beberapa fraktur (misalnya pada batang
femur) sulit di reduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan
membutuhkan traksi yang lama.
Reduksi terbuka
Reduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung di indikasikan:
(1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau
karena. Terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen itu;
(2) Bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau
(3) Bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya reduksi
terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal.
A.1.2 Mempertahankan Reduksi
Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:
(1) traksi terus-menerus;
(2) pembebatan dengan gips:
(3) pemakaian panahan fungsional,
(4) fiksasi internal; dan
(5) fiksasi eksternal.
Otot di sekeliling fraktur, kalau utuh bertindak sebagai suatu kompartemen cair;
traksi atau kompresi menciptakan suatu efek hidrolik yang dapat membebat fraktur.
Karena itu metode tertutup paling cocok untuk fraktur dengan jaringan yang lunak
yang utuh, dan cenderung gagal jika metode itu digunakan sebagai metode utama
untuk terapi fraktur yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Traksi terus menerus
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan suatu
tarikan yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat berguna
untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser dengan
kontraksi otot.
Traksi tidak dapat menahan fraktur yang diam, traksi dapat menarik tulang
panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi yang tepat
kadang-kadang suka dipertahankan. Dan sementara itu pasien dapat menggerakkan
sendi-sendinya dan melatih ototnya. Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan dan
berhati-hati bila menyiapkan pen-traksi. Masalahnya adalah kecepatan: bukan karena
19 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

fraktur menyatu secara perlahan-lahan (bukan demikian) tetapi karena traksi tungkai
bawah akan menahan pasien tetap di rumah sakit. Akibatnya, segera setelah fraktur
lengket (dapat mengalami deformitas tetapi tidak mengalami pergeseran), traksi harus
digantikan dengan bracing kalau metode ini dapat dilaksanakan.
Traksi dengan gaya berat; cara ini hanya berlaku pada cidera tungkai atas. Karena
itu, bila memakai kain penggendong lengan, berat lengan akan memberiakan

traksi terus menerus pada humerus.


Traksi kulit; traksi kulit (traksi buck) dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4
atau 5 kg. Ikatan holland atau elastoplast rentang-satu-arah di tempelkan pada
kulit yang telah di cukur dan di pertahankan dengan suatu pembalut. Maleolus di

lindungi dengan tisu gamgee, dan untuk traksi di gunakan tali atau plaster
Traksi kerangka; kawat kirscer, pen steinmann atau pen denham di masukkan,
biasanya di belakang tuberkel tibia untuk cidera pinggul, paha dan lutut; di
sebelah bawah tibia atau pada kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan
suatu pen, di pasang kait yang dapat berputar dengan bebas, dan tali dipasang
pada kait itu untuk menerapkan traksi. Traksi harus selalu dilawan dengan oleh
aksi lawan; artinya, tarikan harus di lakukan terhadap sesuatu, atau tarikan itu

hanya akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya.


Traksi tetap; tarikan di lakukan terhadap suatu titik tertentu, contohnya palster di
tempelkan pada bagian persilangan bebat thomasdan menarik kaki ke bawah

hingga pangkal tungkai menyentuh cicin bebat itu.


Traksi berimbang; tarikan di lakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal
dari berat tubuh bila kaki tempat tidur tersebut di naikkan. Tali dapat di ikata pada

kaki tempat tidur, atau di lewatkan pada kerekan-kerekan dan di beri pemberat.
Traksi kombinasi; beban thomas di gunakan. Plester di tempelkan pada ujung
bebat dan bebat itu di gantung, atau di ikat pada ujung tempat tidur yang di
angkat.

20 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Pembelatan dengan gips


cara ini cukup aman, selama kita waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat
dan asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kecepatan penyatuannya tidak lah
lebih tinggi maupun lebih rendah dibandingkan traksi, tetapi pasien dapat pulang lebih
cepat. Mempertahankan reduksi biasanya tak ada masalah dan pasien dengan fraktur
tibia dapat menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi yang terbungkus
dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku, kekakuan yang mendapat
julukan penyakit fraktur merupakan masalah dalam penggunaan gips konvensional.
Kekakuan dapat diminimalkan dengan :
1. Pembebatan tertunda yaitu penggunaan traksi hingga gerakan telah diperoleh
kembali, dan baru kemudian menggunakan gips, atau
2. Memulai dengan gips konvensional, tetapi setelah beberapa hari bila tungkai dapat
dipertahankan tanpa terlalu banyak ketidaknyamanan gips tersebut maka diganti
dengan suatu penahan fungsional yang memungkinkan gerakan sendi.
Bracing fungsional

21 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Bracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan
merupakan salah satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih
memungkinkan pembebatan fraktur. Segmen dari gips hanya dipasang pada batang

tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen gips itu dihubungkan dengan
engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan gerakan pada suatu bidang. Bebat
bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak banyak terbatas
dibandingkan gips konvensional.
Bracing fungsional paling luas digunakan untuk fraktur femur atau tibia, tetapi
karena penahan ini tidak kaku, biasanya ini hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu,
misalnya 3-6 minggu setelah traksi atau gips konvensional. Bila digunakan dengan
cara ini, ternyata 4 persyaratan dasar yang diperlukan akan terpenuhi; fraktur
dapat dipertahankan cukup baik; sendi-sendi dapat digerakkan; fraktur akan menyatu
dengan kecepatan normal (atau mungkin sedikit lebih cepat) tanpa tetap menahan
pasien di rs dan metode itu cukup aman.
Teknik diperlukan banyak keterampilan untuk memasang suatu penahan yang efektif.
Pertama fraktur di stabilkan; setelah beberapa hari dalam traksi atau dalam gips
konvensional untuk fraktur tibia; dan setelah beberapa minggu dalam traksi untuk
fraktur femur (sampai fraktur telah lengket, artinya dapat melentur tetapi tidak dapat
terjadi pergeseran). Kemudian pembalut gips atau bebat yang berengsel di pasang
yang akan cukup menahan fraktur tetapi memungkinkan gerakan sendi; di anjurkan
melakukan aktivitas fungsional, termasuk penahan beban.
Fiksasi internal
Fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam
yang di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa
sekrup pengunci),circumferential bands, atau kombinasi dari metode ini. Bila di
pasang dengan semestinya, fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga
22 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

gerakandapat segera di mulai; dengan gerakan lebih awal penyakit fraktur (kekakuan
dan edema) dapat di hilangkan. Dalam hal kecepatan pasien dapat meninggalkan
rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia harus ingat bahwa meskipun tulang
bergerak sebagai satu potong, fraktur belum menyatu, hanya dipertahankan oleh
jembatan logam; karna itu penahanan beban yang tak terlidung selama beberapa
waktu tidak aman. Bahaya yang terbesar adalah sepsis; kalau terjadi infeksi semua
keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas yang segera dan gerakan
lebih awal) dapat hilang.
Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan. Indikasi

utamanya adalah:
1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi
2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali
setelah reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur
pergelangan kaki yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang cenderung perlu di tarik
terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau olecranon)
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada
leher femur.
4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani resiko
komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan
cedera multiple) dan sangat lansia).
23 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Teknik banyak tersedia metode, termasuk pengunaan kawat, skrup, plat, batang
intramedula dan kombinasi dari semua itu. Bila plat di gunakan, kalau mungkin plat
harus di pasang pada permukaan yang
Dapat di tegangkan, yang biasanya pada sisi cembung tulang, bila paku
intramedula di gunakan, paku itu dapat dikuncikan dengan sekrup melintang (muller
dkk., 1991)
Fraktur ulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan patah
lagi. Paling cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman; beberapa minggu
setelah pelepasan, tulang itu lemah, dan di perlukan perawatan atau perlindungan.
Fiksasi luar
Fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan melalui
tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu kerangka luar. Cara ini
dapat di terapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini juga digunakan
untuk fraktur pada femur, humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulang-tulang
pada tangan.

Indikasi fiksasi luar sangat berguna untuk:


1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka
dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan kulit.
2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh.
3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya dapat
dipertahankan hingga mulai terjadi penyembuhan.
4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadang-kadang
fraktur ini di kombinasi dengan pemanjangan.
24 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi dengan metode lain.
6. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
7. Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko komplikasi
yang berbahaya (phillips dan contreras, 1990)
Teknik prinsip fiksasi eksternal sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan di
bawah fraktur dan sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal
kemudian di hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku. Terdapat
berbagai teknik dan alat fiksasi: transfiksi dengan pen, sekrup atau kawat; batang
penghubung pada kedua sisi tulang atau pada satu sisi saja.
A.1.3 Latihan
Lebih tepatnya memulihkan fungsi-bukan saja pada bagian yang mengalami cedera
tetapi juga pada pasien secara keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi edema,
mempertahankan gerakan sendi, memulihkan tenaga otot dan memandu pasien
kembali ke aktivitas normal.
Pencegahan edema pembengkakan hampir tak dapat dielakkan setelah fraktur dan
dapat menyebabkan perengangan dan lepuh pada kulit. Edema yang menetap adalah
penyebab adalah penyebab penting kekakuan sendi, terutama pada tangan; kalau
dapat, ini perlu dicegah, dan terapi dengan giat kalau sudah terjadi, dengan kombinasi
peninggian dan latihan. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, dan cidera yang
tidak begitu berat pada tungkai atas berhasil ditangani dengan penempatan lengan
pada kain gondongan; tetapi kemudian penting untuk berusaha menggunakannya
secara aktif, dengan menggerakkan semua sendi bebas. Inti perawatan jaringan lunak
dapat diringkas sbb : meninggikan dan melakukan latihan: jangan menjutaikan, jangan
memaksa.
Peninggian tungkai yang mengalami cedera berat biasanya perlu di tinggikan;
setelah reduksi pada fraktur kaki, kaki tempat tidur ditinggikan dan latihan di mulai.
Latihan aktif gerakan aktif membantu memompa keluar cairan edema, merangsang
sirkulasi, mencegah pelekatan jaringan lunak dan membantu penyembuhan fraktur.
Gerakan berbantuan telah lama diajarkan bahwa gerakan pasif dapat merusak,
terutama pada cidera sekitar siku dimana terdapat banyak resiko munculnya miositis
osifikans. Tentu saja tak boleh lakukan gerakan paksaan, tetapi bantuan perlahanlahan selama latihan aktif dapat membantu mempertahankan fungsi atau memperoleh
kembali gerakan setelah terjadi fraktur yang melibatkan permukaan artikular.
Aktifitas fungsional pasien mungkin perlu diajarkan lagi bagaimana cara
melakukan tugas sehari-hari, misalnya berjalan, rebah, dan bangun dari tempat tidur,
mandi, dll.
25 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

A.2 Terapi Pada Fraktur Terbuka


1. Pertimbangan umum
Ada 4 klasifikasi yang perlu di perhatikan; (1) bagaimana sifat luka itu; (2)
bagaimana keadan kulit di sekitar luka? Apakah sirkulasi cukup baik? Dan (3) apakah
semua saraf utuh?
Semua fraktur terbuka seberapapun ringannya harus di anggap terkontaminasi
dan perlu untuk mencegah adanya infeksi. Untuk tujuan ini, empat hal penting
adalah: (1) pembalutan luka dengan segera; (2) profilaksis antibiotika; (3) debridemen
luka secara dini; dan (4) stabilisasi fraktur.
2. Klasifikasi
a) Tipe i luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol
keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa pengancuran dan
fraktur tidak kominutif.
b) Tipe ii luka lebih dari 1 cm tetapi tidak ada penutup kulit tidak banyak terdapat
kerusakan jaringan lunak dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur
tingkat sedang.
c) Tipe iii terdapat kerusakaan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur
neurovascular, disertai banyak kontaminasi luka. Pada tipe iii a, tulang yang
mengalami fraktur mungkin dapat di tutupi secara memadai oleh jaringan lunak.
Pada tipe iii b tidak dan malah terdapat pelepasan periosteum, selain fraktur
kominutif yang berat. Fraktur di golongkan sebagai tipe iii c kalau terdapat cidera
arteri yang perlu di perbaiki, tak perduli berapa banyak kerusakaan jaringan lunak
yang lain. Cedera kecepatan tinggi di golongan sebagai tipe iii b atau c meskipun
luka itu kecil, kerusakan internal hebat. Insidensi infeksi luka berhubungan
langsung dengan tingkat kerusakan jaringan lunak; kurang dari 2% pada fraktur
tipe i sampai lebih dari 10% pada fraktur tipe ii.
3. Penanganan dini
Luka harus tetap ditutup. Antibiotika diberikan secepat mungkin, seberapapun
laserasi itu harus dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati. Pada umumnya
pemberian kombinasi benzilpensilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan
mencukupi. Jika luka sangat terkontaminasi, maka untuk mencegah gram-negatif
yaitu dengan menambahkan gentaminisin atau methonidazol dan melanjutkan terapi
selama 4-5 hari. Pemberian profilaksis tetanus juga penting. Toksoid yang diberikan

26 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

pada mereka yang sebelumnya telah diimunisasi. Jika belum, berilah antiserum
manusia.
4. Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati,
memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian tersebut. Dilakukan irigasi
akhir disertai obat antibiotika. Jaringan kemudian di tangani sebagai berikut.
Kulit
Hanya sesedikit mungkin kulit di eksisi dari tepi luka. Pertahankan sebanyak
mungkin kulit. Luka sering perlu di perluas dengan insisi yang terencana untuk
memperoleh daerah terbuka yang memadai.setelah di perbesar, pembalut dan

bahan asing lain dapat di lepas.


Fasia
Fasia di belah secara meluas sehigga sirkulasi tidak terhalang.
Otot
Otot yang mati berbahaya, karna merupakan makanan bakteri. Otot yang mati
biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang keungu-unguannya,
konsistensinya buruk, tidak dapat berkontraksi bila di rangsang, dan tak berdarah

bila di potong.
Pembuluh darah
Pembuluh darah yang banyak mengalami pendarahan diikat dengan cermat tetapi,
untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal dalam luka, pembuluh yang

kecil di jepit dengan gunting tang arteridan di pilin.


Saraf
Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja tetapi bila luka itu bersih dan
ujung-ujung luka bersih dan tidak terdiseksi, selubung luka dijahit dengan

bahanyang tak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan dibelakang hari.


Tendon Biasanya, tendon yang terotong juga dibiarkan saja seperti halnya saraf,
penjahitan diperbolehkan hanya kalau luka itu bersih dan diseksi tak perlu

dilakukan.
Tulang Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali
pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan fragmen baru

boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali.


Sendi Cidera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka, penutupan
sinovium dan kapsul, dan antibiotika sistemik: drainase atau irigasi sedotan hanya
digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.

5. Penutupan luka
27 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Luka tipe i yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam
setelah cidera, setelah debridement, dapat dijahit. Luka yang lain harus dibiarkan
terbuka hingga bahaya infeksi telah dilewati. Luka itu dibalut sekedarnya dengan kasa
steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau bersih, luka tersebut dijahit.
6. Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi infeksi. Untuk luka tipe i atau tipe
ii yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah secara
luas atau, untuk femur digunakan traksi pada bebat. Metode yang paling aman adalah
fiksasi external. Pemasangan pet intramedula dapat digunakan untuk femur atau tibia,
terbaik jangan melakukan pelebaran luka pendahuluan yang akan meningkatkan
resiko infeksi.
7. Perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan ditemoat tidur dan sirkulasinya diperhatikan dengan cermat.
Syok mungkin masih membutuhkan terapi. Kalau luka dibiarkan terbuka, periksa
setelah 5-7 hari.
8. Sekuele pada fraktur terbuka
Kulit kalau terdapat kehilangan kulit atau kontraktur, pencangkokan mungkin
diperlukan. Bila diperlukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada jaringan yang

lebih dalam, pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat diperlukan.


Tulang infeksi dapat mengakibatkan sekuester dan sinus. Sekuester yang kecil harus
disingkirkan secara dini, tetapi potongan-potongan besar dapat dieksisi. Penundaan
penyatuan tak dapat dielakkan setelah infeksi fraktur, tetapi penyatuan akan terjadi

jika infeksi dikendalikan dan terapi dilanjutkan dalam waktu yang cukup lama.
Sendi bila fraktur yang terinfeksi mempunyai hubungan dengan suatu sendi, prinsip
terapinya sama seperti terapi infeksi tulang, yaitu ; pengobatan, drainase, dan
pembebatan.

IX. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
28 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas


kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
f. Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sampai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability

29 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

DISLOKASI
I. Definisi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami
dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet.
Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamenligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara
anatomis (tulang lepas dari sendi) Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Patah
tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dis lokasi. Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot,
kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari
kesatuan sendi.
30 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

II. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1.

Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan

2.

Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang

3.

Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan
disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot
dan tarikan.

A. Dislokasi sendi bahu


1. Dislokasi anterior (preglenoid, subkorakoid, subklavikuler)
Mekanisme trauma

31 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Paling sering, Jatuh dalam posisi out


strechted atau trauma pada skapula
sendiri dan anggota gerak dalam posisi
rotasi lateral sehingga kaput humerus
menembus kapsul anterior sendi. Pada
dislokasi anterior kaput humerus berada
dibawah glenoid, subkorakoid dan
subklavikuler.
Gambaran
Nyeri hebat, gangguan gerakan sendi bahu, kontur sendi bahu rata karena kaput
humerus bergeser kedepan.
Pengobatan
a. Dengan pembiusan umum
Metode hipocrates : penderita dibaringkan dilantai, anggota gerak ditarik
keatas dan kaput humerus ditekan dengan kaki agar kembali ke tempatnya.

Metode kocher : penderita dibaringkan ditempat tidur dan ahli bedah berdiri
disamping penderita
Cara : sendi siku fleksi 90o dan dilakukan traksi sesuai garis humerus, rotasi
kearah lateral, lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh
kearah garis tengah, lengan dirotasi ke medial sehingga tangan jatuh didaerah
dada.

32 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

b. Tanpa pembiusan umum


Teknik menggantung lengan
Penderita diberi petidin atau diazepam agar
tercapai relaksasi maksimal, biarkan tidur
tengkurap dan membiarkan lengan tergantung
dipingggir tempat tidur. Setelah beberapa waktu
dapat terjadi reduksi secara spontan. Setelah
reposisi difiksasi didaerah thoraks selama 3-6
minggu agar tak terjadi dislokasi rekuren
Komplikasi
Kerusakan nervus aksilaris, kerusakan pembuluh darah,
tidak dapat
direposisi, kaku sendi, dislokasi rekuren.
2. Dislokasi posterior
Biasanya akibat trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna.
Ditemukan adanya nyeri tekan serta
benjolan dibagian belakang sendi.
Pengobatan dilakukan dengan cara
menarik lengan kedepan secara hati-hati
dan rotasi eksterna serta imobilisasi selam
3-6 minggu.
3. Dislokasi inferior

33 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Akibat kaput humerus mengalami jepitan


dibawah glenoid dimana lengan mengarah
keatas sehingga terjadi dislokasi inferior.
Ditangani dengan reposisi tertutup seperti
pada dislokasi anterior, bila tidak berhasil
dengan reposisi terbuka secara operasi.
4. Dislokasi disertai dengan fraktur tuberositas
mayor humerus
Biasanya tipe dislokasi anterior disertai dengan fraktur. Bila reposisi dilakukan pada
daerah dislokasi maka fraktur akan tereposisi dan melekat kembali pada humerus.
B. Dislokasi sendi siku
Biasanya penderita jatuh dengan posisi tangan out strechted dimana bagian distal
humerus terdorong kedepan melalui kapsul anterior sedangkan radius dan ulna
mengalami dislokasi ke posterior. Dislokasi umumnya posterior atau posterolateral.
Terdapat nyeri disertai pembengkakan yang hebat disekitar sendi siku ketika siku dalam
posisi semi fleksi, olecranon dapat teraba pada bagian belakang. Pengobatan dengan
reposisi, pada jam-jam pertama dapat tanpa pembiusan umum, setelah reposisi lengan
difleksikan >900 dan dipertahankan dengan gips selama 3 minggu. Komplikasi :
kekakuan sendi, trauma nervus medianus, trauma a.brakhialis.
C. Dislokasi sendi lutut
Dislokasi ini sangat jarang terjadi, biasanya terjadi apabila penderita mendapat
trauma dari depan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Dislokasi dapat bersifat anterior,
posterior, lateral, medial atau rotasi. Dislokasi anterior lebih sering ditemukan dimana
tibia bergerak kedepan terhadap femur, trauma ini menimbulkan kerusakan pada
kapsul, ligamen, yang besar dan sendi. Trauma juga dapat menyebabkan dislokasi yang
terjadi disertai dengan kerusakan pada nervus peroneus dan arteri poplitea. Gambaran
klinis dijumpai adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan
hamartrosis serta deformitas. Pengobatan, tindakan reposisi dengan pembiusan harus
dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi hamartrosis dan setelahnya
dipasang bidai gips posisi 100 -150 selama 1 minggu kemudian dipasang gips sirkuler
iatas lutut selama 7-8 minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus)
maka harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.
D. Dislokasi sendi panggul
34 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

1. Dislokasi posterior
Trauma biasanya terjadi akibat kecelakaan laulintas dimana lutut dalam keadaan
fleksi dan menabrak dengan keras yang berada dibagian depan lutut, dapat juga
terjadi pada saat mengendarai sepeda motor.
Klasifikasi, untuk rencana pengobatan (Thompson Epstein) :
Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil
Tipe II : dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada bagian posterior
acetabulum
Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir acetabulum yang komunitif
Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar acetabulum
Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat dengan keluhan nyeri
dan deformitas pada daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol
kebelakang dalam posisi adduksi, fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan
anggota gerak bawah.
Pengobatan dengan reposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai
relaksasi secukupnya, Penderita
dibaringkan dilantai dan pembantu
menahan panggul. Sendi panggul
difleksikan serta lutut difleksi 900 dan
kemudian dilakukan tarikan pada paha
secara vertical. Setelah direposisi, stabilitas
sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat
didislokasi dengn cara menggerakkan
secara vertical pada sendi panggul. untuk
kasus yang melibatkan penanganan
fragmen tulang membutuhkan tindakan
operatif. Traksi kulit 4-6 minggu, setelah
itu tak menginjakkan kaki dan
menggunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi dini berupa kerusakan nervus skiatik, kerusakan kaput femur, dan
fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut berupa nekrosis avaskuler, osteoarthritis,
dan dislokasi yang tak dapat direduksi.
2. Dislokasi anterior
Lebih jarang, dapat akibat kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian atau trauma
dari belakang saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang
35 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

dipaksakan, leher femur atau throkanter menabrak acetabulum dan terjungkir keluar
melalui robekan kapsul anterior. Gambaran klinis, tungkai bawah dalam keadaan
rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi, tungkai tak mengalami pemendekan
karena perlekatan otot rectus femur mencegah kaput femur bergeser ke proximal,
terdapat benjolan didepan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba dengan
mudah, sendi panggul sulit digerakkan. Pengobatan dilakukan dengan reposisi
seperti pada dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada dislokasi anterior.
Komplikasi tersering adalah nekrosis avaskuler.
3. Dislokasi sentral
Tejadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial acetabulum pada rongga
panggul, kapsul tetap utuh. Terdapat perdarahan dan pembengkakan didaerah
tungkai proximal tetapi posisi tetap normal, nyeri tekan pada daerah throchanter, dan
gerakan sendi panggul terbatas. Pengobatan dengan melakukan reposisi dan traksi
selama 4-6 minggu, setelah itu diperbolehkan berjalan dengan penopang berat
badan.
E. Fraktur dan fraktur dislokasi sendi pergelangan kaki
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana
talus duduk dan dilindungi oleh malleolus lateralis dan malleolus medialis yang diikat
oleh ligament, dahulu disebut fraktur pott. Terjadi akibat adanya fraktur malleolus
dengan atau tanpa subluksasi dari talus. Klasifikasi Danis-weber, berdasarkan lokasi
fraktur tehadap sindesmosis tibiofibuler :
Fraktur malleolus dibawah sindesmosis
Fraktur malleolus lateral, avulsi malleolus medial disertai robekan ligamen
tibiofibular bagian depan
Fraktur fibula diatas sindesmosis , avulsi tibia disertai robekan malleolus medial
(fraktur dupuytren).
Terapi dengan konservatif yaitu pada fraktur yang tak bergeser dengan
pemasangan gips secara sirkuler dibawah lutut. Sedangkan tindakan operatif
dilakukan bila dijumpai adanya robekan ligament dan dislokasi talus.
Tipe-tipe cedera persendian

Contusio. Terjadi akibat trauma langsung pada persendian, yang mengakibatkan


sinovial membran memberikan reaksi berupa peninggian produksi cairan sendi ;
pembuluh darah sinovial dapat pecah yang mengakibatkan hemarthrosis.
36 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Ligamentous Sprain. Sprain dikarakteristikkan dengan adanya pembengkakan lokal,


nyeri apabila sendi yang terlibat digerakkan karena ligamen yang cedera tertarik.
Pengobatan bertujuan untuk melindungi ligamen yang cedera. Immobilisasi yang
komplit jarang dibutuhkan kecuali bila nyerinya hebat. Pergerakan aktif sangat
dibutuhkan tidak hanya untuk mencegah kekakuan sendi, namun juga untuk melatih
otot-otot yang bersifat protektif terhadap sendi tersebut.

Subluxations. Terjadi pergeseran pada permukaan sendi sehingga menjadi


tidak normal lagi, namun masih ada kontak.

Dislocations. Terjadi pergeseran permukaan sendi hingga tidak ada lagi kontak
antara kedua permukaan sendi tersebut secara total.

Fraktur Dislokasi

Subluksasi atau Dislokasi yang disertai dengan fraktur.

III. Etiologi
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah
raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3.Terjatuh
o
o
o
o
o
o
o

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Tidak diketahui
Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan.
Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
Terjadi infeksi disekitar sendi.

IV. Patofisiologi
37 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan,
merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian
posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke
bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir
selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).
Proses Penyembuhan Ligamen

Pada ligamen yang robek sebagian (partial), pemberian proteksi terhadap sendi tersebut
selama beberapa waktu akan membantu proses penyembuhannya.

Pada ligamen yang robek total > ada gap (jarak) antara kedua ujung ligamen > gap
tersebut akan ditumbuhi jaringan ikat > ligamen menjadi lebih panjang dari semula >
ligamen lebih lemah dari sebelumnya.

Waktu penyembuhan bervariasi :


Ligamen sendi tangan 3 minggu
Ligamen yang besar (misalnya : pada lutut) 3 bulan.
Anak-anak lebih singkat dari orang dewasa

V. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat misalnya pada lengan.Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat
rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah
klavikula.
- Nyeri
- perubahan kontur sendi
- perubahan panjang ekstremitas
- kehilangan mobilitas normal
- perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
- deformitas
- kekakuan

38 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

VI. Diagnosis
1. Anamnesis
o Ada trauma
o Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada
dislokasi anterior sendi bahu.
o Ada rasa sendi keluar.
o Bila trauma minimal hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual.
2. Pemeriksaan klinis.
o Deformitas, terdapat kelainan bentuk misalnya hilangnya tonjolan tulang normal,
misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu, Perubahan panjang ekstremitas,
Kedudukan yang khas pada dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi
panggul kedudukan sendi panggul endorotasi, fleksi dan abduksi.
o Nyeri
3. Pemeriksaan radiologis.
Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur, pada dislokasi lama
pemeriksaan radiologis lebih penting oleh karena nyeri dan spasme otot telah
menghilang.

VII. Penatalaksanaan
1) Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi
ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu
memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan ditempat kejadian tanpa
anasthesi, misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu dan dislokasi jari.
2) Jika tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka
diperlukan reposisi dengan anasthesi lokal dan obat obat penenang misalnya
Valium.
3) Jangan memaksa melakukan reposisi jika penderita mengalami rasa nyeri yang
hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap penderita, dapat
menyebabkan syok neurogenik, bahkan dapat menimbulkan fraktur.
4) Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan anasthesi
umum. Dislokasi setelah reposisi, sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips
atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa
39 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

minggu setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
5) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
6) Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
7) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
8) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
9) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang ditimbulkan oleh suatu dislokasi atau subluksasi hampir sama dengan
komplikasi yang ditimbulkan oleh suatu fraktur.

Immediate Local Complications


Cedera kulit, kerusakan pembuluh darah, syaraf tepi dan medula spinalis.

Early Local Complications


Infeksi (septic arthritis) pada cedera sendi yang terbuka
Avaskular necrosis yang umumnya terjadi pada caput femoris.

Late Complications
-

Kaku sendi

- Osteoporosis

Ketidakstabilan sendi

- Reflex sympathetic dystrophy

Recurrent dislocation

- Myositis ossificans

Peny. Sendi degeneratif (OA)

Dini
- Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
- Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
- Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut
40 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi


bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot

41 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Daftar Pustaka

Apley A. Graham, Solomon Louis, Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley,

Widia Medika, Jakarta.


Mller M., Nazarian S, Koch P, Schatzker J. The Comprehensive Classification of

Fractures of Long Bones. Springer Verlag, Berlin, Heidelberg, New York, 1990.
McKibbin B. The biology of fracture healing in long bone. J Bone Joint Surg 1978;

60B: 15062.
Woo SL, Vogrin TM, Abramowitch SD. Healing and repair of ligament injuries in the

knee. J Am Acad Orthop Surg 2000; 8: 36472.


Charnley J. The Closed Treatment of Common Fractures. Churchill Livingstone,
Edinburgh, 1961.

42 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( C o . A s s B e d a h R S U D P a s a r
Rebo)

Anda mungkin juga menyukai