Anda di halaman 1dari 1

Di tengah seretnya prestasi olahraga Indonesia secara umum, hal yang paling bany

ak menjadi kambing hitam ialah ketidakmampuan para pengurus cabang olahraga dala
m regenerasi pemain. Hal ini pula yang menjadi keresahan bersama pada cabang ola
hraga (yang katanya) paling populer se-Indonesia, sepak bola. PSSI seolah latah
dan baru mendeklarasikan pembinaan sebagai fokus utama mereka pada kepengurusan
2015 ini (cek fokus utama kepengurusan Djohar Arifin apa). Keberhasilan tim nasi
onal U-19 yang pada 2013 lalu menjadi juara tingkat Asia Tenggara jelas tidak bi
sa dipandang sebagai keberhasilan pembinaan karena memang sejatinya pembinaan se
pakbola usia muda di Indonesia belum tertata kalau tidak mau dibilang belum terb
entuk. Memang banyak kompetisi kategori usia dini di penjuru Indonesia seperti L
iga Kompas Gramedia, Danone Cup, Piala Suratin, maupun Liga Pendidikan Indonesia
akan tetapi dari sekian banyak kompetisi usia muda hanya Liga Pendidikan Indone
sia dan Piala Suratin yang merupakan program PSSI, selebihnya merupakan program
institusi swasta yang memiliki kepedulian terhadap sepak bola nasional. Dilihat
dari ruang lingkupnya, sebenarnya Liga Pendidikan Indonesia memiliki posisi pali
ng strategis dalam mengakomodasi pembinaan sepak bola nasional, akan tetapi dari
segi pelaksanaan seakan-akan kompetisi ini salah asuhan dan muaranya pun tidak
sebaik yang dicita-citakan. Sebaiknya kita mundur sejenak untuk berkaca pada cab
ang olahraga lain yang telah lebih dahulu maju dalam hal kompetisi junior.
Ialah basket dengan Development Basketball League (DBL)-nya yang patut menjadi p
anutan. DBL, yang mulai bergulir pada tahun 2004, awalnya merupakan kompetisi ba
sket tingkat SMA yang diselenggarakan terbatas di Jawa Timur, tepatnya di Suraba
ya.

Anda mungkin juga menyukai