Anda di halaman 1dari 41

TUGAS MANDIRI

KEHIDUPAN BERAGAMA DI LINGKUNGAN


KELUARGA
Mata Kuliah : Agama Islam

Nama Mahasiswa

: Andrew Guruh Wirawan

NPM

: 140910354

Dosen

: Tim Dosen

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS


UNIVERSITAS PUTERA BATAM
2015

Agama Islam |1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Kuasa, sehingga atas izin
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih pada Dosen pembimbing mata kuliah
Agama Islam yang telah memberikan materi yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mandiri mata kuliah Agama
Islam.
Pendidikan

agama

di

lingkungan

keluarga

sangat

besar

peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak, karena di


lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan
yang mempengaruhi perkembangannya selanjutnya. Agar anak-anak
memiliki

kepribadian

yang

baik

dan

terhindar

dari

pelanggaran-

pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama sejak dini


kepada anak-anak dalam keluarga, hingga dewasa. Penulisan makalah ini
diharapkan dapat bermanfaat dalam menjelaskannya.
Tak ada jalan yang tak retak, maka begitu pula lah penulisan
makalah ini yang jauh dari kesempurnaan dan banyak kekeliruan disanasini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Untuk itu, penulis menerima saran, kritik, dan pertanyaan demi perbaikan
di masa yang akan datang.

Batam, 13 Juni 2015

Andrew Guruh Wirawan

Agama Islam |2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1.

Latar

Belakang..................................................................................1
1.2.

Rumusan

Masalah............................................................................3
1.3.

Tujuan

Penulisan..............................................................................3
1.4.

Manfaat

Penulisan............................................................................3
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1. Pendidikan Agama Islam...................................................................4
2.2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam.....................................6
2.3. Metode Pendidikan Agama Islam......................................................8
2.4. Materi Pokok Pendidikan Agama Islam...........................................11
BAB III: PEMBAHASAN
3.1. Peran Keluarga Bagi Anak-Anak.....................................................14
3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian.............................19
3.3. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Berkepribadian Buruk
.......22
3.4. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap
Pembentukan Kepribadian Anak............................................................26

Agama Islam |3

BAB IV: PENUTUP


4.1. Kesimpulan......................................................................................32
Daftar Pustaka ..

34

Agama Islam |1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Islam adalah agama yang suci, agama yang sangat memperhatikan

agar pertumbuhan dan perkembangan anak berada di bawah naungan


keluarga harmonis. Di dalamnya semua orang dapat menunaikan
kesempatannya dan mengetahui hak serta kewajibannya. Selain itu,
mereka bisa memasuki lingkungan masyarakat di sela-sela suasana
keluarga yang telah membekali mereka dengan dasar-dasar yang sangat
penting berupa pendidikan maupun akhlak yang benar.
Keluarga merupakan masyarakat kecil dan menjadi pilar bagi
tegaknya masyarakat makro yaitu umat. Sebuah keluarga dapat terbentuk
karena adanya ikatan laki-laki dan perempuan melalui sebuah pernikahan
yang sah baik menurut hukum negara maupun syariat Islam. Kemudian
Allah SWT memberikan nikmat kepada mereka yang menjadi perhiasan
dan perekat dalam berumah tangga yakni anak. Rumah keluarga muslim
adalah benteng utama tempat anak dibesarkan melalui pendidikan Islam.
Yang

dimaksud

dengan

keluarga

muslim

adalah

keluarga

yang

mendasarkan aktifitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai


dengan syari'at Islam.
Para ahli pendidikan pada umumnya mengatakan pendidikan di
dalam keluarga ini merupakan pendidikan pertama dan utama. Dikatakan
demikian karena di dalam keluarga inilah anak mendapatkan pendidikan
pertama kalinya. Di samping itu, pendidikan di dalam keluarga mempunyai
pengaruh yang dalam bagi kehidupan anak terutama bagi pertumbuhan
dan perkembangan psikis serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri
anak. Pendidikan yang diberikan di lingkungan keluarga berbeda dengan
pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, karena pendidikan dalam

Agama Islam |2

keluarga bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program
khusus.
Peran pendidikan sendiri adalah menjaga generasi sejak masa
kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliyah, mengembangkan pola
hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai dengan fitrah agar menjadi
pondasi yang kuat, pendidikan yang diberikan akan mempengaruhi anak
dan akan menjadi bagian dari kepribadiannya. Untuk membangun pondasi
yang kuat, dalam diri anak dibutuhkan pendidikan agama semenjak usia
dini. Seorang anak memiliki dua potensi yaitu bisa menjadi lebih baik dan
bisa menjadi lebih buruk. Baik buruknya anak sangat berkaitan erat
dengan pembinaan dalam pembinaan agama Islam dalam keluarga,
masyarakat, dan lembaga pendidikan.
Sejalan dengan semakin pesatnya arus globalisasi yang dicirikan
dengan derasnya arus informasi dan teknologi ternyata dari satu sisi
memunculkan persoalan-persoalan baru yang kerap kita temukan pada
diri individu dalam suatu masyarakat. Masalah kepribadian adalah suatu
masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja. Munculnya
kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, narkoba, penyimpangan seksual,
kekerasan serta berbagai bentuk penyimpangan penyakit kejiwaan,
seperti stress, depresi, dan kecemasan adalah bukti yang tak ternafikan
dari adanya dampak negatif dari kemajuan peradaban kita. Hal ini
kemudian secara tidak langsung berpengaruh tidak baik pula pada
kemapanan dan tatanan masyarakat damai seperti kita semua harapkan.
Buruknya kepribadian yang disebutkan di atas adalah di antara macammacam kelakuan anak-anak yang menggelisahkan orang tuanya sendiri
dan juga ada yang menggelisahkan dirinya sendiri. Tidak sedikit orang tua
yang mengeluh kebingungan menghadapi anak-anak yang tidak bisa lagi
dikendalikan baik oleh orang tua itu sendiri maupun guru-gurunya.
Contoh-contoh dalam hal ini sangat banyak, dapat kita rasakan, saksikan,
dan perhatikan sendiri.

Agama Islam |3

Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya kita memikirkan tentang


model pendidikan agama bagi anak-anak di lingkungan keluarga,
sehingga anak-anak remaja kita saat memiliki kepribadian yang baik akan
berdampak pula terhadap kehidupan bangsa ini.
1.2.

Rumusan Masalah

a. Apa itu pendidikan agama islam dalam keluarga?


b. Apakah dasar, tujuan, dan metode pendidikan agama islam dalam
keluarga?
c. Apasajakah yang diajarkan dalam keluarga?
d. Bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak?
1.3. Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan bagaimana pendidikan agama islam dalam keluarga.
b. Menjabarkan dasar, tujuan, dan metode pendidikan Islam dalam
keluarga.
c.

Menjabarkan materi pendidikan agama islam yang harus diajarkan


dalam keluarga.

d. Menjelaskan peran keluarga dalam mendidik anak.


1.4.

Manfaat Penulisan

a. Bagi

masyarakat,

dapat

dijadikan

bahan

pertimbangan

dalam

melakukan pendidikan agama dalam keluarga dalam hal pembentukan


kepribadian anak.
b. Bagi

saya

dan

mahasiswa, dapat menambah

wawasan

ilmu

pengetahuan khususnya dalam hal peranan pendidikan agama islam


dalam pembentukan kepribadian diri kita sendiri.

Agama Islam |4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.

Pendidikan Agama Islam


Pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Orang tua

mendidik anaknya, anak mendidik orang tuanya, guru mendidik muridnya,


murid mendidik gurunya, bahkan anjing mendidik tuannya. Semua yang
kita sebut atau kita lakukan dapat disebut mendidik kita. Begitu juga yang
disebut dan dilakukan orang lain terhadap kita, dapat disebut juga
mendidik kita. Dalam pengertian ini kehidupan adalah pendidikan, dan
pendidikan adalah kehidupan. (Lodge, 1974: 23).
Menurut Marimba (1989: 19) bahwa yang dinamakan pendidikan
ialah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 pendidikan adalah
aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan
jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa,
cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilankerampilan).
Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang
biasanya di usahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu
pada kanak-kanak atau orang yang sedang di didik. Dari beberapa
pendapat yang telah di uraikan di atas, maka dapat di simpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar melalui bimbingan, pengarahan dan
latihan untuk membantu mengarahkan anak didik agar berkepribadian

Agama Islam |5

tinggi menuju yang sempurna serta mampu melaksanakan kewajibannya


terhadap agama dan Negara.
Istilah agama memiliki berbagai macam pengertian. Agama itu
bersumber dari dua kata, yaitu A yang berarti tidak dan Gama yang
berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi, agama artinya tidak kacau atau
tidak teratur. Ada pula yang berpendapat bahwa agama berasal dari kata
bahasa sangsekerta yang artinya haluan, peraturan, jalan atau kebaikan
kepada Tuhan.
Agama adalah peraturan-peraturan yang harus di taati yang
mempersatukan seluruh umat manusia itu sejahtera, damai dan mendapat
kedudukan yang terpuji atau sikap terhadap dunia yang mencakup acuan
yang menunjukkan lingkungan lebih luas dari pada lingkungan dunia ffisik
yang terikat ruang dan waktu.
Pendidikan agama ialah pendidikan yang menyangkut dengan
penanaman nilai-nilai keagamaan dengan ajaran agama dan kepercayaan
masing-masing. Namun, dalam hal ini ialah pendidikan agama Islam.
Menurut Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah suatu
usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya ia dapat
memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan serta
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan
agama islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta

didik

untuk

mengenal,

memahami,

menghayati,

hingga

mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran


agama islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Hadits
melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman, agar kelak dapat berguna menjadi pedoman hidupnya untuk
mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Agama Islam |6

Di dalam dunia pendidikan Islam, istilah pendidikan berkisar pada


konsep-konsep yang dirumuskan dalam istilah-istilah sebagai berikut:
a. Taklim;

pendidikan

yang

menitikberatkan

masalah

pada

pengajaran, penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu.


b. Tarbiyah;

pendidikan

yang

menitikberatkan

masalah

pada

pendidikan, pembentukan, dan pengembangan pribadi dan kode


etik (norma-norma etika/akhlak).
c. Ta'dib; pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan
merupakan

usaha

yang

mencoba

membentuk

keteraturan

susunan ilmu yang berguna bagi dirinya sebagai muslim yang


harus melaksanakan kewajiban serta fungsionalisasi atas niat atau
sistem sikap yang direalisasikan dalam kemampuan berbuat yang
teratur, sistematik, terarah, dan efektif.

Hal itu senada dengan rumusan fungsi dan tujuan Pendidikan


Nasional Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang no 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 sebagai bertikut:
Pendidikan

nasional

berfungsi

mengembangkan

kemampuan

dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam


rangka

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

bertujuan

untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman


dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

2.2.

Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam


Dasar adalah landasan tempat terpijak atau tempat tegaknya

sesuatu. Dalam hubungannya dengan pendidikan agama islam, dasar-

Agama Islam |7

dasar itu merupakan pegangan untuk memperkokoh nilai-nilai yang


terkandung di dalamnya.
Adapun yang menjadi dasarnya adalah:
a. Al-Quran;

sebagai kitab suci telah di pelihara dan di jaga

kemurnianya oleh Allah SWT dari segala sesuatu yang dapat


merusak sepanjang masa dari sejak diturunkannya sampai hari
kiamat kelak.
b. Hadits; merupakan perkataan ataupun perbuatan Nabi Muhammad
SAW yang memberikan gambaran tentang segala sesuatu hal,
yang juga di jadikan dasar dan pedoman dalam Islam dan sebagai
umat Islam kita harus mentaati apa yang telah di sunnahka an
Rasulullah dalam Haditsnya.
c. Undang-undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2, yang
berbunyi:
i.
ii.

Negara berdasarkan azas Ketuhanan Yang Maha Esa


Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing
Menurut Prof. Ahmad tafsir dalam bukunya ilmu pendidikan dalam

persfektif islam (2007: 157), ada dua arah mengenai kegunaan pendidikan
agama dalam keluarga. Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan
hidup yang kelak mewarnai perkwembangan jasmani akalnya. Kedua,
penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan
pengetahuan di sekolah.
Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh setiap manusia,
pasti tidak lepas dari tujuan. Tujuan utama Pendidikan Agama Islam
adalah mencari ridha Allah SWT. Dengan pendidikan, di harapkan akan
lahir

individu-individu

yang

baik,

bermoral,

berkualitas

sehingga

bermanfaat kepada dirinya, keluarga, masyarakat, negaranya dan umat

Agama Islam |8

manusia secara keseluruhan. Jadi tujuan pendidikan adalah perkara yang


amat penting, sebab tujuan itulah yang menentukan sifat-sifat metode dan
kandungan pendidikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
tujuan pendidikan dalam keluarga adalah terciptanya kesempurnaan dari
masing-masing anggota keluarga. Selain itu dapat saling berakhlak baik
kepada Allah SWT dengan cara menjalankan perintah dan menjauhi
larangannya, berbuat baik kepada sesama manusia, diri sendiri, maupun
makhluknya.

2.3.

Metode Pendidikan Agama Islam


Pola atau dapat disebut juga sebagai metode merupakan suatu

cara yang dilakukan oleh pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai atau


materi pendidikan pada peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan
itu sendiri sebagai salah satu komponen penting dalam proses
pendidikan, pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan
dinamika dan perkembangan peradaban manusia.
Pola atau metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya
mencontoh pada perilaku Nabi Muhammad Saw dalam membina keluarga
dan sahabatnya. Karena segala apa yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad merupakan manifestasi dari kandungan al-Quran. Adapun
dalam pelaksanaannya, Nabi memberikan kesempatan pada para
pengikutnya untuk mengembangkan cara sendiri selama cara tersebut
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan yang
dilakukan oleh Nabi.
Abdulrahman Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah alIslamiyah wa Ashalibiha (1983) mencoba mengembangkan metode
pendidikan Qurani.(Syahidin, 2005: 59) yang disebut metode pendidikan
Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang berdasarkan kandungan
al-Quran dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk upaya pendidikan

Agama Islam |9

didasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan asSunnah.


Metode pendidikan agama yang dapat di gunakan dalam keluarga :
a. Metode keteladanan
Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan sebagainya.
Keteladanan merupakan metode yang paling baik dalam rangka
proses kehidupannya, mereka memerlukan keteladanan yang baik dan
sholeh. Teladan dari orang tua akan jauh lebih membekas dari pada
semua kata yang mereka ajarkan. Dengan demikian keteladanan yang
diberikan orang tua pada anaknya akan sangat menentukan
keberhasilan orang tua dalam membimbing anak-anaknya. Metode ini
yang paling efektif untuk membimbing anaknya. Orang tua tidak hanya
memberikan bimbingan secara lisan melainkan juga langsung
memberikan contoh kepada anak-anaknya.
b. Metode Kisah
Dalam islam banyak kisah para Nabi yang dapat di petik pelajaran
moral yang di paparkan melalui metode cerita. Sebagai contoh : kisah
Nabi Muhammad, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, Nabi Musa dan
lain-lain. Dari kisah tersebut, orang tua menceritakan kepada anakanaknya dengan metode yang sangat berkesan dan dengan ungkapan
dalam kehidupannya.
c. Metode Nasehat
Di antara metode pendidikan yang popular sejak dulu adalah
dengan cara nasehat, sebab manusia itu senang dan selalu
memperhatikan jika mendengar nasehat dari orang yang disintainya.
Oleh sebab itu, dalam kondisi yang demikian ini, nasehat sangat

A g a m a I s l a m | 10

mampu berpengaruh pada diri orang yang mendengarkan nasehat


maka oleh sebab itu sebagai orang tua hendaknya memahami dalam
memberikan

nasehat

dalam

mendidik

anak-anaknya

sehingga

akhirnya dapat menjadi anak yang baik berfikir jerrnih serta


berwawasan luas.
d. Metode Pengawasan
Metode pengawasan ini adalah peran orang tua disini adalah
melakukan pengawasan, maksudnya yaitu mendampingi anak dalam
upaya pembentukan kepribadian yang baik serta mengawasi dan
mempersiapkan keadaannya baik dalam jasmani maupun rohani.
Pengawasan merupakan metode yang tidak bisa di abaikan oleh orang
tua,

karena

anak

tidak

selamanya

berada

di

tengah-tengah

keluarganya dia akan semakin besar dan makin luas dunianya. Oleh
sebab itu, orang tua harus melakukan pengawasan yang baik terhadap
anaknya mulai sejak dini.
e. Metode Hukuman
Bila teladan dan nasehat tidak mampu, maka harus di adakan
tindak tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar,
tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman merupakan metode
terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus di gunakan karena
hukuman adalah cara yang paling terakhir. Oleh sebab itu, ada
beberapa hal yang hendak di perhatikan pendidik dalam menggunakan
hukuman antara lain adalah :

Menghukum bertujuan untuk memperbaiki kesalahan untuk tidak


melakukan lagi di manapun dan kapanpun.

Metode hukuman digunakan apabila metode ini tidak berhasil


digunakan lagi dalam memperbaiki peserta didik.

A g a m a I s l a m | 11

Sebelum dijatuhkan hukuman, terlebih dahulu hendaknya memberi


kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri.

Hukuman

yang

olehnya,sehingga

diberikan
dia

hendaknya

sadar

dengan

dapat

kesalahan

dimengerti
dan

tidak

mengulaginya lagi.

Hukuman hendaknya melihat kondisi atau latar belakang peserta


didik.

Menjatuhkan

hukuman

hendaknya

yang

logis,

yakitu

hukumandisesuaikan dengan jenis kesalahan.

Hukuman piskis lebih baik dari pada pisik.Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa anak benar-benar membutuhkan perhatian dari
keluarga, khususnya orang tua. Oleh karena ituorang tua memang
harus menjadi teladan yang utama bagi anak-anaknya setadapat
memberikan nasehat-nasehat bila anaknya ada masalah yang
mungkin tidak dapat diselesaikan denagn sendiri oleh anak.

2.4.

Materi Pokok Pendidikan Agama Islam

a) Pendidikan Akidah
Sesungguhnya tujuan utama kehidupan manusia sebagaimana
digambarkan dalam al-Quran adalah mengesakan dan menyembah
Allah

SWT,

mengenal-Nya

dengan

sebenar-benarnya,

dan

memakmurkan alam semesta ini sesuai dengan syariat yang


ditetapkan. Para mufassir menyebutkan makna al-ibadah dalam ayat
ini dalam beberapa pendapat: pertama, tauhid; kedua, melaksanakan
ibadah

dan

menjaga

ketaatannya;

ketiga,

mengenal

Allah

(marifatullah).
Sebagaimana tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah
membina generasi imani yang mempunyai keimanan kuat dalam
hatinya dan terlihat pengaruhnya pada akhlak dan perbuatannya, Nabi

A g a m a I s l a m | 12

Muhammmad saw juga telah menegaskan betapa besar pengaruh


orang tua dalam memberikan bimbingan akidah yang benar bagi anakanaknya. Nabi Muhammmad saw bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orang tuanyalah yang


menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi.
Dasar-dasar

akidah

paling

penting

yang

wajib

diajarkan

kepadaanak-anak adalah: mengesakan Allah (tauhidullah), Allah


menaklukkan semua makhluk untuk berkhidmat kepada manusia,
beriman kepada qadha dan qadar serta bertawakal kepada Allah,
menanamkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw.
b) Pendidikan Ibadah
Materi dalam pendidikan ibadah yang dimaksud di sini adalah
meliputi: Shalat, karena shalat adalah mediator antara hamba dan
Tuhannya. Selain itu, shalat merupakan tiang agama Islam, siapa yang
menegakkannya

maka

berarti

telah

menegakkan

Islam

dan

barangsiapa yang merobohkannya maka roboh pula Islam. Bersama


dengan lainnya; syahadatain, haji, puasa, dan zakat, shalat menjadi
tiang (fondasi) bangunan Islam. Shalat adalah satu-satunya ibadah
yang pelaksanaannya harus diperintahkan kepada seorang anak,
bahkan dapat diberi ganjaran dengan pukulan apabila si anak
menunjukkan keengganan untuk melaksanakannya.

A g a m a I s l a m | 13

Ayat tersebut menjelaskan pendidikan shalat tidak terbatas tentang


kaifiyah di mana menjalankan shalat lebih bersifat fiqhiyah melainkan
termasuk menanamkan nilai-nilai di balik shalat. Dengan demikian
mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar makruf nahi
munkar serta jiwanya teruji sebagai orang yang sabar
c) Pendidikan Pokok-Pokok Ajaran Islam
1. Mengenal Allah
Mengenal Allah adalah merupakan bagian esensial dari ajaran
islam yang pertama kali harus dilakukan sebelum seseorang
mempelajari bagian ajaran Islam lainnya. Manusia dapat mengenal
Allah dengan menggunakan potensi yang ada dalam dirinya, yaitu
fitrah ke-Tuhanan atau unsur lahut yang ada dalam diri manusia.
Melalui fitrah keberagamaan tersebut manusia dapat mengenal
Tuhannya.
2. Memahami Al-Quran dan Hadits
Al-Quran dan Hadits merupakan dasar utama ajaran Islam,karena
dari kedua dasar tersebut dapat dikembangkan berbagai disiplin
studi Islam , seperti tafsir, hadits, fiqih, ilmu kalam, akhlak dan lain
sebagainya. Selain itu al-Quran dan Hadits merupakan pedoman
hidup umat Islam yang dapat menjamin keselamatan baik di dunia
maupun di akhirat
d) Pendidikan Akhlakul Karimah
Islam bukanlah himpunan keyakinan dan ibadah semata. Islam
adalah agama kehidupan dan sosial. Oleh karena itu, Islam
menganjurkan untuk melatih anak-anak sejak kecil dengan dasardasar pokok adab pergaulan dan akhlak yang benar. Rasulullah
menganjurkanuntuk memanfaatkan kesempatan dan menegur anakanak bila ada kesalahan dalam sikap yang mereka lakukan. Tidak

A g a m a I s l a m | 14

diragukan lagi jika seorang tidak belajar adab pergaulan yang benar
sejak kecil, maka ia akan menuai banyak kecaman dari orang-orang di
sekitarnya dan bahkan akan jatuh dalam posisi yang sulit dan
memalukan. Oleh karena itu, salah satu kewajiban orang tua adalah
memperhatikan hal santun umum ketika hadir di suatu majlis semisal
adab

berbicara,

mendengarkan,

minta

izin,

memperkenalkan

namanya, berbicara di telepon, membalas salam, berjalan, makan


minum, bercanda, dan menghormati orang lain.

A g a m a I s l a m | 15

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.

Peran Keluarga Bagi Anak-Anak


Keluarga secara etimologis berasal dari rangkaian kata kawula

dan warga. Kawula artinya abdi yakni hamba sedangkan warga berarti
anggota . Sebagai abdi di dalam keluarga, seseorang wajib menyerahkan
segala kepentingan kepada keluarganya dan sebagai warga atau
anggota, ia berhak untuk ikut mengurus segala kepentingan di dalam
keluarganya.
Sedangkan menurut M.I Sulaiman (1994 : 12) ciri hakiki suatu
keluarga ialah bahwa keluarga itu merupakan : Satu persekutuan hidup
yang dijalin kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang
dikukuhkan

dengan

pernikahan,

yang

bermaksud

untuk

saling

menyempurnakan diri.
Dalam Ensyclopedi Umum yang dimaksud dengan keluarga yaitu
kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan yang terdiri
dari ibu, ayah, anak anaknya (yang belum memisahkan diri sebagai
keluarga.
Dalam bahasa Inggris kata keluarga diartikan dengan Family.
Everet Wilson mengartikan family (keluarga ) adalah the face to face
group (kelompok tatap muka). Dia mengartikan lebih ke arah fungsi
keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang
terdiri atas ayah, ibu, anak-anak dan kerabat lainnya. Lingkungan
keluarga merupakan tempat di mana anak-anak dibesarkan dan
merupakan lingkungan yang pertama kali dijalanai oleh seorang anak di

A g a m a I s l a m | 16

dalam mengarungi hidupnya, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan


oleh anak-anak dalam keluarga akan dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan jiwa seorang anak.
Keluarga merupakan unit pertama dan institusi pertama dalam
masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya,
sebahagian besarnya bersifat hubungan langsung dan di situlah
berkembang individu dan di situ pulalah terbentuknya tahap-tahap awal
proses sosialisasi bagi anak-anak. Dari interaksi dalam keluarga inilah
anak-anak memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai-nilai,
emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu pulalah mereka
memperoleh ketenteraman dan ketenangan.
Pembentukan keluarga dalam Islam bermula dengan terciptanya
hubungan suci yang menjalin seorang laki-laki dan seorang perempuan
melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat
sahnya perkawinan tersebut. Oleh karena itu, kedua suami dan isteri itu
merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Jadi, keluarga dalam
pengertiannya yang sempit merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari
seorang suami dan seorang isteri, atau dengan kata lain, keluarga adalah
perkumpulan yang halal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang bersifat terus menerus di mana yang satu merasa tenteram dengan
yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan masyarakat.
Dan ketika kedua suami isteri itu dikaruniai seorang anak atau lebih, maka
anak-anak itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut di
samping dua unsur sebelumnya.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi setiap individu di
mana ia berinteraksi. Dari interaksi dengan lingkungan pertama inilah
individu

memperoleh

unsur-unsur

dan

ciri-ciri

dasar

daripada

kepribadiannya. Juga dari situlah ia memperoleh akhlak, nilai-nilai,


kebiasaan

dan

emosinya

dan

dengan

itu

ia

merobah

banyak

A g a m a I s l a m | 17

kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan dan kesediannya menjadi kenyataan dalam hidup dan tingkah laku yang tampak. Jadi
keluarga itu bagi seorang individu merupakan simbol atas nilai-nilai yang
mulia, seperti keimanan yang teguh kepada Allah, pengorbanan,
kesediaan

berkorban

untuk

kepentingan

kelompok,

cinta

kepada

kebaikan, kesetiaan dan lain-lain lagi nilai mulia yang dengannya keluarga
dapat menolong individu untuk menanamkannya pada dirinya.
Individu itu perlu pada keluarga bukan hanya pada tingkat awal
hidupnya dan pada masa kanak-kanak, tetapi ia memerlukannya
sepanjang hidupnya, sebab di dalam keluargalah, baik anak-anak, remaja,
orang dewasa, orang tua maupun manula mendapatkan rasa kasih
sayang, rasa tenteram dan ketenangan.
Keberadaan keluarga bukan hanya penting bagi seorang individu,
tetapi juga bagi masyarakat, sehingga masyarakat menganggap keluarga
sebagai institusi sosial yang terpenting dan merupakan unit sosial yang
utama melalui individu-individu yang telah dipersiapkan di dalamnya, baik
berupa nilai-nilai, kebudayaan, kebiasaan maupun tradisi yang ada di
dalamnya. Dari segi inilah, maka keluarga dapat menjadi ukuran dalam
sebuah masyarakat, dalam arti apabila masing-masing keluarga itu
berada dalam keluarga yang sehat, maka akan sehatlah suatu
masyarakat. Dan sebaliknya, jika masing-masing keluarga itu tidak sehat,
dampaknya terhadap masyarakat pun akan menjadi tidak sehat.
Keluarga sebagai tempat di mana anak-anak dibesarkan memiliki
peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak, karena pertamapertama yang akan dilihat dan dirasakan oleh anak sebelum orang lain
adalah keluarga. Peranan pendidikan keluarga tidak akan tergeser oleh
banyaknya institusi-institusi dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada,
seperti Taman Kanak-kanak, Sekolah-sekolah, Akademi- akademi dan
lain-lainnya.

Begitu

juga

dengan

bertambahnya

lembaga-lembaga

A g a m a I s l a m | 18

kebudayaan, kesehatan, politik, agama tidak akan menggeser fungsi


pendidikan keluarga.
Walaupun begitu tingginya tingkat perkembangan dan perubahan
yang

berlaku

disebahagian

besar

masyarakat

modern,

termasuk

masyarakat muslim sendiri, tetapi keluarga tetap memelihara fungsi


pendidikannya dan menganggap bahwa hal itu merupakan sebagian
tugasnya, khususnya dalam rangka menyiapkan sifat cinta mencintai dan
keserasian di antara anggota-anggotanya. Begitu juga ia harus memberi
pemeliharaan

kesehatan,

psikologikal,

spiritual,

akhlak,

jasmani,

intelektual, emosional, sosial di samping menolong mereka menumbuhkan


pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan yang diingini yang
berguna dalam segala lapangan hidup mereka serta sanggup mengambil
manfaat dari pelajaran lembaga-lembaga lain.
Peranan pendidikan yang sepatutnya dipegang oleh keluarga bagi
anggota- anggotanya secara umum adalah peranan yang paling pokok
dibanding dengan peranan-peranan lain. Lembaga-lembaga lain dalam
masyarakat, misalnya lembaga politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain
tidak dapat memegang peranan itu.Walaupun lembaga-lembaga lain
dapat menolong keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi ia tidak
sanggup menggantikan, kecuali dalam keadaan- keadaan luar biasa,
seperti ketika ibu bapak meninggal atau karena ibu bapak rusak akhlak
dan menyeleweng dari kebenaran, atau mereka acuh tak acuh dan tidak
tahu cara-cara yang betul dalam mendidik anak. Orang tua semacam ini
tidak akan sanggup mendidik anak-anaknya menjadi orang yang baik dan
terhormat, karenanya akan menjadi mashlahat apabila anak-anak itu
dididik di luar keluarga mereka, misalnya dalam institusi-institusi yang
yang baik, teratur dan bertanggungjawab atas baik dan buruknya
kepribadian.
Menurut Syamsu Yusuf (2007), keluarga dipandang sebagai

A g a m a I s l a m | 19

penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah: (1)


keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan
keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan significant people
bagi pembentukan kepribadian anak.
Di samping itu, keluarga juga dipandangn sebagai lembaga yang
dapat memenuhi kebutuhan insani, terutama bagi pengemnbagan
kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan
perawatan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhannya,
baik kebutuhan fisik-biologis, maupun kebutuhan sosio psikologisnya.
Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka dia
cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.
Perlakuan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan
nilai-nilai kehidupan, baik nilai agama maupun nilai sosial budaya yang
diberikan

kepada

anak

merupakan

faktor

yang

kondusif

untuk

mempersiapkan anak menjadi pribadi dan warga masyarakat yang sehat


dan produktif.
Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian
anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
harmonis dan agamis, yaitu suasana yang memberikan curahan kasih
sayang,

perhatian,

dan

bimbingan

dalam

bidang

agama,

maka

perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif, sehat.


Sedangkan anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
berantakan,

tidak

harmonis,

keras

terhadap

anak

dan

tidak

memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya


cenderung

mengalami

distorsi

atau

mengalami

kelainan

dalam

penyesuaian dirinya.
Apabila

fungsi

keluarga

dalam

kajian

psikologikal

modern

menekankan pendidikannya kepada pembinaan jiwa mereka dengan rasa

A g a m a I s l a m | 20

cinta, kasih sayang dan ketenteraman, justeru para ahli ilmu jiwa Muslim
jauh sebelum itu telah menekankan perkara ini dalam berbagai tulisannya.
Ulama-ulama Muslim dahulu kala menekankan pentingnya peranan
pendidikan keluarga itu pada tahun-tahun pertama usia anak-anak yang
berdasar kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Di samping
itu, nash-nash al-Quran dan as-Sunnah banyak yang menekankan
pentingnya pendidikan dalam keluarga, di antaranya: Allah berfirman:
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (Q.S.(66):6). Juga
Rasulullah bersabda: Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka
ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani atau Majusi
(H.R.Tabrani dan Baihaqi). Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah
menjelaskan: Awasilah anak-anakmu dan perbaikilah adabnya (H.R.Ibnu
Majah).
Dari bukti-bukti yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa
mendidik anak dalam keluarga kewajiban paling utama. Kewajiban ini
tidak dapat ditinggalkan kecuali karena udzur, dan juga tidak akan
membebaskan ia dari tanggungjawab ini dengan adanya institusi-institusi
pendidikan yang didirikan khusus untuk anak-anak dan generasi muda.
Sebab, institusi itu tidak akan sanggup menggantikan keluarga dalam
menanamkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak-anak.
Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, pertama
karena keluarga merupakan lingkungan awal sebelum anak itu mengenal
luar dan utama karena keluarga menjadi lingkungan sosial dan emosional
dimana hal itu sangat memberikan kualitas pengalaman sehingga menjadi
faktor determinan untuk pembentukan kepribadian seorang anak.
Menurut M.I. Sulaeman (1994: 84), fungsi keluarga itu ada delapan
jenis, yaitu: (1) fungsi edukasi, (2) fungsi sosialisasi, (3) fungsi proteksi, (4)
fungsi afeksi, (5) fungsi religius, (6) fungsi ekonomi, (7) fungsi rekreasi, (8)
fungsi biologis.

A g a m a I s l a m | 21

Berdasarkan kepada beberapa fungsi keluarga di atas terlihat


bahwa salah satu fungsi keluarga ialah fungsi pendidikan. Hal ini berarti
bahwa orangtua sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai
kewajiban dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya termasuk
pendidikan nilai moral.

3.2.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian


Kepribadian menurut Woodwort dalam Elizabeth B. Hurlock

(1976) yaitu kualitas keseluruhan perilaku individu. Sedangkan menurut


Allport masih dalam Elizabeth B. Hurlock (1976), kepribadian adalah
organisasi atau tata aturan dinamis dalam diri seseorang dengan sstem
psiko-fisiknya yang menentukan karakter tingkah laku dan pemikirannya.
Kepribadian yang dimiliki seseorang tidak lepas dari pengaruh yang
datang dari luar dirinya. Paling tidak, ada tiga faktor utama yang bekerja di
dalam menentukan perkembangan kepribadian seseorang. Pertama,
pengaruh keturunan individu; kedua, pengalaman awal dalam keluarga;
dan ketiga, peristiwa-peristiwa penting di kemudian hari di luar lingkungan
rumah. Dengan demikian, pola kepribadian bukanlah hasil belajar secara
eksklusif atau keturunan eksklusif. Sebaliknya, itu berasal dari interaksi
dari keduanya.
Kepribadian yang dimiliki seseorang tidak bisa lepas dari faktor
keturunan, terutama yag berkaitan dengan pematangan karakteristik fisik
dan mental. Meskipun faktor lingkungan sosial dan lainnya besar
pengaruhnya terhadap kepribadian, namun tidak lepas dari potensi yang
ada dalam individu. Bahan baku utama kepribadian, seperti fisik,
kecerdasan, dan temperamen adalah hasil dari keturunan. Anak memiliki
warisan-warisan sifat bawaan yang berasal dari kedua orang tuanya,
merupakan potensi tertentu yang sudah terbentuk dan sukar dirubah.

A g a m a I s l a m | 22

Menurut H.C. Witherington dalam Uyoh Sadullah (2007) heriditas


adalah proses penurunan sifat- sifat atau ciri-ciri tertentu dari suatu
generasi ke generasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada dasarnya
yang diturunkan itu adalah struktur tubuh. Jadi, apa yang diturunkan orang
tua kepada anak-anaknya berdasar kepada perpaduan gen-gen, yang
pada umumnya haya mencakup sifat atau ciri-ciri struktur individu. Yang
diturunkan itu sangat kecil menyangkut ciri atau sifat orang tua yang
diperoleh dari lingkungan atau hasil belajar dari lingkungannya. Beberapa
ciri atau sifat orang tua yang kemungkinan dapat diturunkan , misalnya:
warna kulit, kecerdasan, bentuk fisik, seperti bentuk mata, hidung dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan struktur fisik individu.
Selain dipengaruhi oleh faktor keturunan, kepribadian juga
terbentuk dari interaksi figur yang signifikan dari semua anggota keluarga
(pertama ibu, kemudian ayah dan saudara, dan kemudian figur keluarga
yang lainnya) dengan anak. Anak itu membawa kepada interaksi ini,
seperti konstitusi biologis tertentu, kebutuhan tertentu, dan kapasitas
intelektual tertentu yang menentukan reaksinya dengan cara di mana ia
menindaklanjuti figur yang signifikan tersebut.
Dalam interaksi antara faktor dan lingkungan, individu memilih dari
lingkungannya apa yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dan
menolak apa yang tidak. Oleh karena itu, pola kepribadian berkembang
dimulai dari interaksi dengan lingkungannya sendiri.
Salah satu alasan untuk menekankan peran keturunan dalam
pengembangan pola kepribadian adalah fakta bahwa pola kepribadian
merupakan sesuatu yang tunduk pada keterbatasan. Seseorang yang
mewarisi kecerdasan tingkat rendah, misalnya, tidak bisa, bahkan di
bawah kondisi lingkungan paling menguntungkan, mengembangkan pola
kepribadian yang akan menyebabkan sama bagusnya penyesuaian
pribadi dan sosial sebagai orang yang mewarisi tingkat yang lebih tinggi

A g a m a I s l a m | 23

dari kemampuan intelektual.


Selanjutnya,

pengakuan

keterbatasan

yang

dikenakan

oleh

keturunan menggarisbawahi fakta bahwa orang tidak benar-benar bebas


untuk memilih dan mengembangkan jenis pola kepribadian yang mereka
inginkan. Menggunakan kecerdasan lagi sebagai ilustrasi: Seseorang
dengan kecerdasan tingkat rendah tidak dapat mengembangkan pola
kepribadian seorang pemimpin meskipun ia ingin melakukannya dan
walaupun keinginannya memberinya motivasi yang kuat untuk mencoba
mengembangkan ciri kepribadian yang penting untuk kepemimpinan.
Pendidikan dalam berbagai bentuk, khususnya, atau belajar di
bawah bimbingan dan arahan yang lain, memainkan peran utama dalam
pengembangan pola kepribadian. Sikap terhadap diri, model karakteristik
menanggapi orang dan situasi, sikap terhadap asumsi peran sosial
disetujui, dan metode penyesuaian pribadi dan

sosial, termasuk

penggunaan mekanisme pertahanan, dipelajari melalui pengulangan dan


diperkuat oleh kepuasan yang mereka bawa. Secara bertahap, konsep-diri
dibangun dan tanggapan belajar menjadi kebiasaan, yang merupakan ciri
dalam pola kepribadian individu.
Ada dua alasan, mengapa pendidikan memainkan peran dalam
pengembangan pola kepribadian, yaitu: Pertama, ia memberitahu kita
bahwa pengendalian dapat dilaksanakan untuk memastikan bahwa
individu akan mengembangkan jenis pola kepribadian yang akan dapat
menyesuaikan pribadi dan sosial yang baik. Kedua hal itu mengatakan
kepada kita bahwa konsep diri yang tidak sehat dan pola sosial tidak
dapat diterima penyesuaiannya dapat diubah dan dimodifikasi. Seperti
dalam mempelajari semua, semakin cepat perubahan atau modifikasi
dicoba, akan semakin mudah.

A g a m a I s l a m | 24

3.3.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Berkepribadian Buruk


Apabila bila kita analisis faktor-faktor yang menyebabkan anak-

anak memiliki kepribadian buruk, sehingga mengakibatkan merosotnya


moral pada masyarakat sangat banyak sekali. Menurut Zakiyah Darajat
(1988), antara lain yang terpenting adalah:
a. Kurang tertanamnya jiwa

agama pada tiap-tiap orang dalam

masyarakat.
Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang
sungguh- sungguh dan sehat tentang ajaran agama yang dianutnya,
kemudian

diiringi

dengan

pelaksanaan

ajaran-ajaran

tersebut

merupakan benteng moral yang paling kokoh. Apabila keyakinan


beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian
seseorang, maka keyakinannya itulah yag akan mengawasi segala
tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Jika terjadi tarikan orang
kepada

sesuatu

menggembirakan,

yang
maka

tampaknya

keimanannya

menyenangkan
cepat

bertindak

dan
meneliti

apakanhal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. Andaikan


termasuk hal yang terlarang, betapapun tarikan luar itu tidak akan
diindahkannya, karena ia takut melaksanakan yang terlarang dalam
agama.
Jika setiap orang kuat keyakinannya kepada Tuhan, mau
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, maka tidak perlu
polisi, tidak perlu pengawasan yang ketat, karena setiap orang dapat
menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan
ketentuan Tuhannya. Semakin jauh masyarakat dari agama, semakin
susah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin
kacaulah

suasana,

karena

semakin

banyaknya

pelanggaran-

pelanggaran atas hak dan hukum.


b. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi,

A g a m a I s l a m | 25

sosial, dan politik.


Faktor kedua yang ikut mempengaruhi moral masyarakat ialah
kurang stabilnya keadaan, baik ekonomi, sosial, maupun politik.
Kegoncangan

atau

ketidakstabilan

suasana

yang

melingkungi

seseorang menyebabkan gelisah dan cemas, akibat tidak dapatnya


mencapai rasa aman dan ketenteraman dalam hidup. Demikian juga
dengan keadaan sosial dan politik, jika tidak stabil, maka akan
menyebabkan orang merasa takut, cemas dan gelisah, dan keadaan
seperti ini akan mendorong pula kepada kelakuan-kelakuan yang
mencari rasa aman yang kadang-kadang menimbulkan kecurigaan,
tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan, kebencian kepada orang lain,
adu domba, fitnah dan lain sebagainya. Hal ini semua mudah terjadi
pada orang yang kurang keyakinannya kepada agama, dan mudah
menjadi gelisah.
c. Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, baik di rumah
tangga, sekolah maupun masyarakat.
Faktor ketiga yang juga penting adalah tidak terlaksananya
pendidikan moral dengan baik dalam rumah tangga, sekolah dan
masyarakat. Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak
kecil sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak
lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan
belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam
lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap-sikap yang
dianggap baik untuk pertumbuhan moral, anak-anak aka dibesarkan
tanpa mengenal moral itu.
Juga perlu diingat bahwa pemahaman tentang moral belum dapat
menjamin tindakan moral. Moral bukanlah suatu pelajaran atau ilmu
pengetahuan

yang

dapat

dicapai

dengan

mempelajari,

tanpa

membiasakan hidup bermoral dari kecil, karena moral itu tumbuh dari
tindakan kepada pengertian. Di sinilah peranan orangtua, guru dan

A g a m a I s l a m | 26

lingkungan yang sangat penting. Jika anak dilahirkan dan dibesarkan


oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik,
ditambah pula dengan lingkungan masyarakat yang goncang dan
kurang mengindahkan moral, maka sudah barang tentu hasil yang
akan terjadi tidak menggembirakan dari segi moral.
d. Suasana rumah tangga yang kurang baik.
Faktor yang terlihat pula dalam masyarakat sekarang ialah
kerukunan hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak tampak
adanya saling pengertian, saling menerima, saling menghargai, saling
mencintai

di

antara

suami

isteri.

Tidak

rukunnya

ibu-bapak

menyebabkan gelisahnya aak-anak, mereka menjadi takut, cemas dan


tidak tahan berada ditengah-tengah orangtua yang tidak rukun. Maka
anak-anak yang gelisah dan cemas itu mudah terdorong kepada
perbuatan-perbuatan yang merupakan ungkapan dari rasa hatinya,
biasanya akan mengganggu ketenteraman orang lain. Demikian juga
halnya dengan anak-anak yang merasa kurang mendapat perhatian,
kasih sayang dan pemeliharaan orang tua akan mencari kepuasan di
luar rumah.

e. Diperkenalkannya secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil.


Suatu hal yang sementara pejabat tidak disadari bahayanya
terhadap moral anak-anak muda adalah diperkenalkanya secara
populer obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah
kehamilan. Seperti kita ketahui bahwa usia muda adalah usia yang
baru mengalami dorongan seksual akibat pertumbuhan biologis yang
dilaluinya, mereka belum mempunyai pengalaman, dan jika mereka
juga belum mendapat didikan agama yang mendalam, merka akan
dengan mudah dapat dibujuk oleh orang-orang yag tidak baik, yang

A g a m a I s l a m | 27

hanya melampiaskan hawa nafsunya. Dengan demikian, akan


terjadilah obat atau alat- alat itu digunakan oleh anak-anak muda yang
tidak terkecuali anak-anak sekolah atau mahasiswa yang dapat dibujuk
oleh orang yang tidak baik itu oleh kemauan mereka sendiri yang
mengikuti arus darah mudanya, tanpa terkendali. Orang tidak ada yang
tahu, karena bekasnya tidak terlihat dari luar.
f. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, keseniankesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral.
Suatu hal yang belakangan ini kurang mendapat perhatian kita
ialah tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran,
kesenian-kesenian,dan

permainan-permainan

yang

seolah-olah

mendorong aak muda untuk mengikuti arus mudanya. Segi-segi moral


dan mental kurang mendapat perhatian, hasil-hasil seni itu sekedar
ungkapan dari keinginan dan kebutuhan yang sesungguhnya tidak
dapat dipenuhi begitu saja. Lalu digambarka dengan sangat realistis,
sehingga semua yang tersimpan di dalam hati anak-anak muda
diungkap dan realisasinya terlihat dalam cerita, lukisan atau permainan
tersebut. Ini pun mendorong anak-anak muda ke jurang kemerosotan
moral.
g. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang (leisure time)
dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
suatu faktor yang juga telah ikut memudahkan rusaknya moral
anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu
luang dengan yang baik dan sehat. Umur muda adalah umur suka
berkhayal, melamunkanhal yang jauh. Kalau mereka dibiarkan tanpa
bimbingan dalam mengisi waktunya, maka akan banyak lamunan dan
kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.
h. Tidak ada atau kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan
bagi anak- anak dan pemuda-pemuda.

A g a m a I s l a m | 28

Terakhir perlu dicatat, bahwa kurangnya markas bimbingan dan


penyuluhan yang akan menampung dan menyalurkan anak-anak
kearah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak adanya
tempat kembali bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu,
maka pergilah mereka berkelompok dan bergabung dengan aak-anak
yang juga gelisah. Dari sini akan keluarlah model kelakuan yang
kurang menyenangkan.
3.4.

Peran

Pendidikan

Agama

dalam

Keluarga

terhadap

Pembentukan Kepribadian Anak


Setelah kita mengetahui penyebab anak-anak memiliki kepribadian
buruk yang mengakibatkan merosotnya moral seperti yang diuraikan di
atas, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak
kita, dan betapa pula besarnya bahaya yang terjadi akibat kurangnya
pendidikan agama itu. Untuk itu, perlu kiranya kita mencari jalan yang
dapat mengantarkan kita kepada terjaminnya kepribadian anak-anak yang
kita harapkan menjadi warga Negara yang cinta akan bangsa dan tanah
airnya,

dapat

menciptakan

dan

memelihara

ketenteraman

dan

kebahagiaan masyarakat dan bangsa di kemudian hari.


Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan
agama bag anak-anaknya, terutama dalam pembentukan kepribadian.
Menurut M.I. Soelaeman (1978: 66), salah satu fungsi keluarga ialah
fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan
beragama. Untuk melaksanakannya, orang tua sebagai tokoh- tokoh inti
dalam keluarga itu terlebih dulu harus menciptakan iklim religius dalam
keluarga itu, yang dapat dihayati seluruh anggotanya, terutama anakanaknya.
Pendidikan agama harus dimulai sejak dini, terutama dalam
keluarga, sebab anak-anak pada usia tersebut siap untuk menerima
ajaran agama yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah tanpa harus

A g a m a I s l a m | 29

menuntut dalil yang menguatkannya. Dalam pendidikan usia dini, ia juga


tidak berkeinginan untuk memastikan atau membuktikan kebenaran ajaran
agama yang diterimanya.
Dalam penanaman pendidikan agama di lingkungan keluarga yang
harus diberikan kepada anak-anak tidak terbatas kepada masalah ibadah
seperti sholat, zakat, puasa, mengaji, tetapi harus mencakup keseluruhan
hidup, sehingga menjadi pengendali dalam segala tindakan. Bagi orang
yang menyangkan bahwa agama itu sempit, maka pendidikan agama
terhadap anak-anak dianggap cukup dengan memanggil guru ngaji ke
rumah atau menyuruh anaknya belajar mengaji ke madrasah atau ke
tempat lainnya. Padahal yang terpenting dalam penanaman jiwa agama
adalah di dalam keluarga, dan harus terjadi melalui pengalaman hidup
seorang anak dalam keluarga. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan
oleh anak sejak ia kecil akan mempengaruhi kepribadiannya.
Supaya pembinaan nilai-nilai agama itu betul-betul membuat
kuatnya jiwa anak-anak untuk menghadapi tantangan segala zaman dan
suasana dikemudian hari, hendaknya ia dapat terbina sejak lahir, bahkan
sejak dalam kandungan sampai ia mencapai usia dewasa dalam
masyarakat.
Hasan Langgulung (1986) mengemukakan bahwa pendidikan
agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
mendapat perhatian penuh

oleh

keluarga terhadap anak-aaknya.

Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan


kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui
bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
dan upacara-upacaranya. Begitu juga membekali anak-anak dengan
pengetahuan-pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai
dengan umurnya dalam bidang aqidah, ibadah, muamalah dan sejarah.
Begitu juga dengan mengajarkan kepadanya cara-cara yang betul untuk
menunaokan

syiar-syiar

dan

kewajiban-kewajiban

agama,

dan

A g a m a I s l a m | 30

menolongnya mengembangkan sikap agama yang betul, dan yang


pertama-tama harus ditanamkan ialah iman yang kuat kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan
selalu mendapat pengawasan dari orang tua dalam segala perbuatan dan
perkataannya.
Di antara cara-cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga
untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak-anak adalah
sebagai berikut:
a. Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan
iman kepada Allah dan berpegang dengan ajaran-ajaran agama
dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu.
b. Membiasakan mereka menunaikan syiar-syiar agama semenjak
kecil sehingga penunaian itu menjadi kebiasaan yang mendarah
daging, mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan
merasa tentram sebab mereka melakukannya.
c. Menyiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah di
mana mereka berada.
d. Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang
berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhlukmakhluknya untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan
atas wujud dan keagungannya.
e. Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas
agama, dan lain-lain.
Ketika keluarga menunaikan hal-hal tersebut di atas, sebelumnya
menurut kepada petunjuk dari Al Qur-an, Sunnah Nabi s.a.w. dan
peninggalan.

Assalaf-Assaleh

yang

semuanya

mengajak

untuk

melaksanakan pendidikan mengharuskan orangtua mendidik anak-anak


nya akan iman dan akidah yang betul dan membiasakannya mengerjakan
syariat, terutama sembahyang. Seperti firman Allah swt: Perintahlah

A g a m a I s l a m | 31

keluargamu bersembahyang dan tekunlah engkau mengerjakannya. Kami


tidak minta darimu rezeki. Kami memberimu rezeki. Akibat yang baik bagi
taqwa.

Sabda

Rasulullah

saw:

Perintahlah

anak-anak

mu

bersembahyang sedang mereka berumur tujuh tahun. Pukullah mereka


kalau tidak mau jika mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahkanlah
mereka dalam pembaringan. (H.R. Abu Daud, Al Turmuzi, Ahmad dan Al
Hakim).
Juga agama memestikan mereka menanamkan nilai-nilai agama
dan kebiasaan-kebiasaan Islam pada jiwa anak-anak dan menyuruh
mereka menghafal sebagian Al Qur-an, Sunnah Nabis.a.w. dan sejarah
sahabat-sahabat dan Khulafaa Al Rasyidin supaya mereka terbimbing
kejalan yang lurus.Rasulullah s.a.w. bersabda : Hak anak kepada ibubapaknya adalah bahwa ibu-bapak mengajarkannya Kitab Allah s.w.t.,
memanah, berenang dan memberinya warisan yang baik. Juga sabda
Rasulullah s.a.w. mencintai keluarga Nabi s.a.w., dan membaca Al Qur-an.
Selain pendidikan agama seperti yang dijelaskan di atas,
pendidikan akhlak dalam keluarga juga sangat besar pengaruhnya
terhadap kepribadian anak. Tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa
pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang
dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap
buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak-akhlak keutamaankeutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan
yang diajarkan oleh agama.Sehingga seorang Muslim tidak sempurna
agamanya sehingga akhlaknya menjadi baik. Hampir-hampir sepakat
filosof-filosof pendidikan Islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan Islam. Sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
mendidik jiwa dan akhlak.
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan

A g a m a I s l a m | 32

akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang mula-mula sekali


berinteraksi

dengannya

oleh

sebab

mereka

mendapat

pengaruh

daripadanya atas segala tingkah lakunya. Oleh sebab itu haruslah


keluarga mengambil berat tentang pendidikan ini, mengajar mereka
akhlak

yang

muliayang

diajarkan

Islam

seperti

kebenaran,

kejujuran,keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah,


berani dan lain-lain sebagainya. Dia juga mengajarkan nilai dan
faedahnya berpegang teguh pada akhlak di dalam hidup,membiasakan
mereka berpegang kepada akhlak semenjak kecil. Sebab manusia itu
sesuai dengan sifat asasinya menerima nasihat jika datangnya melalui
rasa cinta dan kasih sayang, sedang ia menolaknya jika disertai dengan
kekerasan dan biadab. Tepat sekali firman Allah s.w.t. : Jika engkau (hai
Muhammad) kasar dan bengis tentu mereka akan meninggalkanmu (Ali
Imran: 159).
Di antara kewajiban keluarga dalam penanaman akhlak kepada
anak-anak agar memiliki kepribadian yang baik adalah sebagai berikut:
a. Memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang
teguh kepada akhlak mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil
menguasai dirinya tentulah tidak sanggup meyakinkan anakanaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Di antara
kata-kata mutiara yang terkenal dari Ali R.A. adalah : Medan
perang

pertama

adalah

dirimu

sendiri,

jika

kamu

telah

mengalahkannya, tentu kamu akan mengalahkan yang lain. Jika


kalah disitu, niscaya ditempat lain kamu akan lebih kalah. Jadi
berjuanglah disitu lebih dahulu. Tepat sekali firman Allah
s.w.t. :Adakah kamu memerintah orang berbuat baik sedang
kamu melupakan dirimu sendiri. (Al Baqarah : 44).
b. Menyediakan bagi anak-anaknya peluang-peluang dan suasana
praktis di mana mereka dapat mempraktekkan akhlak yang

A g a m a I s l a m | 33

diterima dari orang tuanya. Memberi tanggung jawab yang sesuai


kepada anak-anaknya supaya mereka bebas memilih dalam
tindak-tanduknya

Menunjukkan

bahwa

keluarga

selalu

mengawasi mereka dengan sadar dan bijaksana.


c. Menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan
tempat-tempat kerusakan, dan lain-lain lagi cara di mana keluarga
dapat mendidik akhlak anak-anaknya.
Di antara dalil-dalil yang digunakan pendidik-pendidik Islam tentang
pentingnya pendidikan akhlak dan pentingnya peranan keluarga di situ,
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam sejarahnya dari
Nabi s.a.w. bersabda: Tidak memberi seorang bapak lebih baik daripada
akhlak yang baik.
Juga diriwayatkan oleh Al Turmudzi dan Al Tabarani dari Jabir bin
Samrah katanya Rasulullah s.a.w. bersabda : Jika seseorang mengajar
anaknya lebih baik baginya daripada ia bersedekah setiap hari setengah
gantang kepada orang miskin. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari Ibnu
Abbas, mereka berkata : wahai Rasulullah engkau telah mengajar kami
tentang hak orang tua terhadap anaknya. Maka apa pula hak anak
terhadap orang tuanya, Beliau bersabda : Bahwa engkau memberi nama
yang baik dan membaiki adabnya. Juga diriwayatkan bahwa beliau s.a.w.
bersabda: Muliakanlah anak-anakmu dan baikanlah adab mereka
(H.R.Ibnu Majah).

A g a m a I s l a m | 34

BAB IV
PENUTUP

4.1.

Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut: Lingkungan keluarga sangat besar


peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak, karena di
lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan
yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan buruknya kepribadian
anak-anak yang dapat menimbulkan kemerosotan moral pada anak-anak,
di antaranya: (1) Kurang tertanamnya nilai-nilai keimanan pada anakanak, (2) lingkungan masyarakat yang kurang baik, (3) Pendidikan moral
tidak berjalan menurut semestinya, baik di keluarga, sekolah dan
masyarakat, (4) Suasana rumah tangga yag kurang baik, (5) Banyak
diperkenalkannya obat-obat terlarang dan alat-alat anti hamil, (6) Banyak
tulisan-tulisan, gambar-gambar, saran-siaran yang tidak sejalan dengan
nilai-nilai moral, (7) Kurang adanya bimbingan dalam mengisi waktu luang
dengan cara yang baik yang membawa kepada pembinaan nilai moral, (8)
Kurangnya markas-markas bimbingan da penyuluhan bagi anak-anak.
Agar anak-anak memiliki kepribadian yang baik dan terhindar dari
pelanggaran-pelanggaran moral, maka perlu adanya pembinaan agama
sejak dini kepada anak-anak dalam keluarga dan adanya kerjasama
antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebaik apa pun pendidikan
moral dalam keluarga tanpa adanya dukungan dari sekolah dan
masyarakat, sulit bagi anak-anak untuk memiliki kepribadian yang baik.
Begitu juga pendidikan kepribadian di sekolah, tanpa adanya dukungan
dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak untuk memiliki pribadi yang

A g a m a I s l a m | 35

baik. Dengan demikian, ketiga jenis lembaga ini tidak bisa dipisahkan dan
harus saling mendukung.
Proses pembinaan nilai-nilai agama dalam membentuk kepribadian
aak-anak dapat dimulai sejak anak lahir sampai ia dewasa. Ketika lahir
diperkenalkan dengan kaliamah thoyyobah, kemudian setelah mereka
tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak, maka yang pertama harus
ditanamkan ialah nilai-nilai agama yang berkaitan dengan keimanan,
sehingga anak meyakini adanya Allah dan dapat mengenal Allah dengan
seyakin-yakinnya (marifatullah).
Bersamaan dengan itu, anak-anak juga dibimbing mengenai nilainilai moral, seperti cara bertutur kata yang baik, berpakaian yang baik,
bergaul

dengan

baik,

dan

lain-lainnya.

Kepada

anak-anak

juga

ditanamkan sifat-sifat yang baik, seperti nilai-nilai kejujuran, keadilan,


hidup serderhana, sabar dan lain-lainnya. Selain itu, agar anak-anak
memiliki nilai-nilai moral yang baik, juga di dalam antara keduanya dan
harus menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya.

A g a m a I s l a m | 36

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nasih Ulwan (2007), Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta:


Pustaka Imani.
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam, Rumah, dan Masyarakat,
terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 1995.
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Media Group, 2003
A. Khudori Soleh (ed), Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit
Jendela, 2003.
Alex Shobur, Anak Masa Depan, Bandung: Angkasa, 1991
Chabib Thoha , Kapita Selekta pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 1996.
Djahiri,(1966). Menelusur Dunia Afektif. Pendidikan Nilai dan Moral.
Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP.
Ihat Hatimah, dkk. (2007), Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan,
Jakarta: Universitas terbuka.
Linda, N.Eyre, Richard. 1995. Teaching Your Children Values. New York:
Simon sand Chuster.
M.I. Soelaeman (1978), Pendidikan dalam Keluarga, Diktat Kuliah.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak Gazira. Abdi Ummah
(penerj),
Euis Jatiningsih (ed). Cet- I (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003)
Muhammad Syarif ash-Shawwaf, ABG Islami: Kiat-kiat Efektif Mendidik
Anak dan Remaja, penerj. Ujang Tatang Wahyuddin, Bandung: Pustaka

A g a m a I s l a m | 37

Hidayah, 2003.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Rohmat Mulyana. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung:
Alfabeta.
Safyan Sauri (2010), Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Arfino Raya
...................... (2011), Filsafat dan Teosofat Akhlak, Bandung: Rizqi Press.
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2007.
Widodo Supriyono, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1976
Zakiah Darajat (1971), Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta:
Bulan Bintang
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, Jakarta: Bumi
Aksara,1991.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Anda mungkin juga menyukai