BRONKOPNEUMONI
BAB 1
PENDAHULUAN
Istilah pneumoni mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini
masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak dinegara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian
anak didunia , lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi diafrika dan asia tenggara. Insiden
pneumonia dinegara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibaawah usia 5
tahun, 16-22% per 1000 anak pada usai 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak
pada anak yang lebih tua.
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di
Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita Indonesia disebabkan
oleh penyakit system pernafasan, terutama pneumonia menduduki peringkat
keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka
kematian pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada
bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai
pada anak kecil dan bayi dan biasanya sering disebabkan oleh bakteri
streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada
dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian pneumonia di
Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.
BAB 2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. S
Usia
: 2,5 bulan
Alamat
: ,RT/RW 07/03
No RM
: 914902
: Tn. D
Umur
: 42 th
Agama
: Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan
: Pedagang
Ibu
Nama
: Ny. C
Umur
: 40 th
Agama
: Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan
B.
: IRT
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Batuk sejak 3 hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh orangtuanya ke IGD pada tanggal 24 februari 2014.
Ibunya mengatakan pasien mengalami batuk. Batuk dilaporkan terus menerus
sejak 3 hari SMRS dan diserta sesak nafas. Ibu os mengeluhkan os juga
mengalami demam tetapi tidak terlalu tinggi dan muntah jika diberi ASI. Makan
dan minum baik. BAB dan BAK normal.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu pasien mengaku menderita penyakit bronchitis sejak hamil anak ke II,
sudah berobat, tetapi tidak pernah kontrol lagi setelah obat habis.
d. Riwayat kehamilan
Paritas Gravida G2P2A2
Bayi S dalam kandungan selama 38 minggu. Ibu pasien rutin memeriksakan
kandungannya ke bidan setempat. Berat badan sebelum hamil serta kenaikan
berat badan selama kehamilan tidak diketahui.
e. Perawatan antenatal
- Ibu kontrol secara teratur ke bidan setiap bulan. Tidak ada masalah selama
kehamilan dan janin di dalam kandungan dinyatakan sehat.
-Penyakit selama kehamilan
Riwayat masalah dan penyakit selama masa kehamilan tidak ada.
-Obat-obatan yang diminum
Ibu pasien mendapatkan vitamin setiap kali melakukan pemeriksaan kehamilan.
g. Riwayat persalinan
Persalinan
: Dirumah
Penolong persalinan
: Kebidan
Cara persalinan
: Spontan pervaginam
Masa gestasi
: 9 bulan
Ketuban pecah
Berat plasenta
Ketuban
: jernih
: 14.00 siang
Keadaan bayi
Berat lahir
: 2,8 gram
Panjang badan
: 44 cm
Lingkar kepala
Menurut Ibu, bayinya langsung menangis dan kulit bayi berwarna merah. Tidak
ada cacat.
Riwayat Nutrisi
Pasien masih minum ASI sejak lahir sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi
BCG
Polio
DPT
Campak
Hepatitis
C. Pemeriksaan fisis
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
Nadi
: 138 kali/menit,
Laju Pernapasan
: 67 kali/menit
Suhu Tubuh
: 37,8C
Kepala :
Bentuk dan ukuran
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
: sianosis (-)
Lidah
: Tidak kotor
Tenggorokan
Leher
Thorax
Jantung
I : iktus kordis kuat angkat tidak terlihat.
P : iktus kordis kuat angkat tidak teraba.
P : redup, batas jantung tidak melebar.
A : bunyi jantung murni I dan II, tidak ditemukan gallop atau murmur.
Paru-paru
Paru (depan)
I : simetris kanan dan kiri, terlihat retraksi subcostal
P : vokal fremitus kanan dan kiri normal.
P : sonor di kedua lapang paru.
A : vesikuler normal, Ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time < 2 detik.
D. Differential Diagnosis
o Bronkiolitis
o Bronkopneumoni
o Wheezing Infant
E. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 24 februaru 2014
1
Darah Rutin
Hemoglobin
: 8.4 g/dL
(13-17 g/dL)
Leukosit
: 13700 /L
(4000-10000 /L)
Hematokrit
: 25,8 %
( 37-43 %)
Trombosit
: 523000 / L
( 150000-450000 /L)
2 Radiologi
Thorak
jantung
Corakan bronkoveskuler bertambah.
Tampak bercak disuprahiler dan parakardial
kanan.
Kesan:
o Menyokong Bronkopneumoni
o Tak tampak kardiomegali.
F. Diagnosis Kerja
Bronkopneumoni
G. Penatalaksanaan
IVFD KAEN I B 20 tpm (mikro)
Ampicilin 4 x 125 tab
Colsancetin 4 x 100
Dexamethason 3 x
Cefotaxim 3 x 200
Ottopan 3 x 0,6
: 136 x/menit
RR
: 68 x/menit
FOLLOW UP
03-03-2014
S: demam - , batuk +, sesak +, muntah O: TTV: Suhu : 37,3 oC
Nadi
: 130 x/menit
RR
: 58 x/menit
FOLLOW UP
04-03-2014
S: demam - , batuk +, sesak -, muntah O: TTV: Suhu : 36,7 oC
Nadi
: 128 x/menit
RR
: 46 x/menit
Bibir sianosis Thorax : Paru : simetris, retraksi -/-, ronki -/-, wheezing -/Cor : dbn
Abdomen : dbn
A : Bronkopneumonia
P : IVFD KAEN I B 20 tpm (mikro)
Ampicilin 4 x 125 tab
Colsancetin 4 x 100
Dexamethason 3 x
Cefotaxim 3 x 200
Ottopan 3 x 0,6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan
atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan kimia, radiasi, aspirasi,
obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya
disebut pneumonitis.1,2
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang
terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut
tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang
biasanya menyertai
penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi
spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi
primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. 1,2
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a pneumonia lobaris
b pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c
kejang
kesadaran menurun
hipertermi / hipotermi
kejang
kesadaran menurun
Malnutrisi.9,10
ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan
sampai 2 tahun, . Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan
penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik
Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 2
Umur
Neonatus
Bakteri Patogen
E. Coli, Streptococcus group B, Listeria
monocytogenes
Klebsiella sp, Enterobacteriaceae
1-3 bulan
Chlamydia trachomatis
Usia
prasekolah
pneumoniae
Haemophillus influenzae B, Streptococcus
pneumoniae
Staphylococcus aureus
Usia sekolah
MANIFESTASI KLINIS
- usia 1 5 tahun
infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubanglubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar
dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi
secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan
oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh
lobus bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa
paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.2
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel
epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan
menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae
akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel
alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus
melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi selsel PMN.2,
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1 Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.2
2 Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding
dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang
ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi,
sianosis, batuk, panas, dan iritabel.2
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan
retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri
kepala, dehidrasi dan letargi.2,3
3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
b panas badan
c Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)3
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien pneumonia meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.
Terapi suportif yang diberikan pada penderita pneumonia adalah :
1 Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring.
Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin
diperlukan terutama dalam 24-48 jam
2 Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3 Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4 Mengatasi penyakit penyerta.
5 Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan merupakan tata laksana
rutin yang harus diberikan. 2
Usia
Rawat jalan
Rawat Inap
Bakteri Patogen
0-2 minggu
1. Ampisillin +
Gentamisin
2. Ampisillin +
Cefotaksim
>2-4
minggu
1. Ampisillin +
Cefotaksim atau
- E. Coli
- Streptococcus B
- Nosokomial
enterobacteria
- E. Coli
- Nosokomial
Ceftriaxon
Enterobacteria
2. Eritromisin
- Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter
- C. trachomatis
>1-2 bulan
1. Ampisillin +
Gentamisin
Enterobacteria
2. Cefotaksim atau
Ceftriaxon
- H. influenza
- S. pneumonia
- C. trachomatis
>2-5 bulan
1. Ampisillin
1. Ampisillin
- H. influenza
2. Sefuroksim
2. Ampisillin +
- S. pneumonia
sefiksim
Kloramfenikol
Sefuroksim
Ceftriaxon
>5 tahun
1. Penisillin A
1. Penisillin G
- S. pneumonia
2. Amoksisilin
2. Sefuroksim
- Mycoplasma 9
Eritromisin
Seftriakson
Vankomisin
DIAGNOSA BANDING
a Bronkiolitis
b Aspirasi pneumonia
c Tb paru primer
PROGNOSIS
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak
kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3%
sampai 5%.13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas
dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi
protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.2
PENCEGAHAN