PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban
yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan jawaban yang
tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter).
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter
melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan
terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi
(perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf
pusat.
Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan
internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu
mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung
melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu
mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan
dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah
untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf somatis adalah otot
rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan
kelenjar sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu :
Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori
(Afferent Sensory Pathway).
Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di otak
untuk
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada
penatalaksanaan sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid dan
piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut
dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin
terjadi sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil. Sesuatu
retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin mengakibatkan radang
selaput otak. (Clifford R Anderson : 1975)
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan
medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :
Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella, dll.
Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)
Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)
disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla
spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali
menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono :
1996)
2. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung
menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis),
selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses
otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok,
pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan
limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari
dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di
lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,
selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel
darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf
pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi
eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI,
VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi
CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
(Harsono : 1996)
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai
cara antara lain :
Hematogen atau limpatik
Perkontuinitatum
Retograd melalui saraf perifer
Langsung masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada
diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningoencephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :
Hyperemia Meningens
Edema jaringan otak
Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan
intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih
sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi
dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)
3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah
dan
punggung
dalam
sikap
hiperekstensi,
kesadaran
menurun.
Tanda
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela
menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,
permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise
umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku
kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia. Gangguan
kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala
dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri
kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat
disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu
badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). (Harsono : 1996)
penyumbatan aliran
darah
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda dan gejala
demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto fobia,
delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif,
ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).
PENYEBAB
Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;
streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka /
pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E. Donges : 1999)
4. KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter
yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium Tuberculosa,
Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Manifestasi Klinis
Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,
marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.
Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan
terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun,
kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering dijumpai nadi yang lambat,
abdomen nampak mencekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini. Yang
sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal, monoparesis,
hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.
Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleksrefleks tendo yang lemah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit.
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis
tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa diperoleh
hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein
yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto kepala
- Bila mungkin CT Scan.
Penatalaksanaan
a. Medis
ampisin
azinamid
eptomisin a/
: 15 mg / kg / hari, oral
mbutol
ncegah perlekatan
dikasi
sadaran menurun
sis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3 minggu,
selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Disamping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason
untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.
Meningitis Purulenta
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan kesadaran
menurun.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur
Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh
karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati,
jaringan yang mati dan bakteri.
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi
- Foto dada.
Penatalaksanaan
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif
untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap
kausa diberikan obat sebagai berikut :
Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x / hari.
Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.
Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief Mansjoer : 2000)
5. DIAGNOSIS PENUNJANG
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan
sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal. Pada setiap penderita
dengan iritasi meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala
kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya, harus
dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal pertama tidak didapatkan derita
yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada
bakteri. Walaupun fungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk
kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.
Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan descrebrasi,
reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara ini untuk
menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila
cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol 0,25
-0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi otak.
Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan CSS 200-500
mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen.
Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah sel
berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100000/mm 3 , dapat disertai
sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm 3 , maka kemungkinannya adalah abses otak
yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996)
a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
- Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)
- Tekanan meningkat
6. PENATALAKSANAAN
Infeksi Intrakranial Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis).
Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya / penyembuhannya
dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga sampai
terjadi kematian.
MEDIS
1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam
dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotic dengan
spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah
demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
Kadang kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu meningkat
lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian cairan parental
atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic
yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau
abses otak.
Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan meningokok
dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya diberikan
kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam intravena. Untuk
meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari.
Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kumankuman gram negatif.
2. MANAJEMEN TERAPI
1). Isolasi
2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur
3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral)
4). Mencegah dan mengobati komplikasi
5). Mengontrol kejang
6). Mempertahankan ventrilasi
7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
8). Penatalaksanaan syok septik
9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)
EMERIKSAAN DIAGNOSTIK
voltasenya
meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.
Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
1. Testing Cerebral Function
Status mental
a. Pemeriksaan orientasi
Tanya klien tentang :
Tempat tinggal
Tempat lahir
Alamat sekolah
Tanya klien tentang :
Hari apa
Tanggal berapa
Jam berapa
Bulan berapa
Tahun berapa
2. Pemeriksaan daya ingat
Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik
Minta klien untuk menyebutkan nama benda.
3. Perhatian dan perhitungan
Tanya klien tentang perhitungan :
100-7:
93-7 :
86-7 :
79-7 :
72-7 :
4. Fungsi bahasa
Perlihatkan orang coba penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut
Minta orang coba untuk mengatakan jika tidak atau andai tetapi
Minta orang coba untuk mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki, serahkan ke
temannya
Perlihatkan kertas perintah pada orang coba.
Tingkat kesadaran
1. Alert
Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil, visual
Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.
2. Lethargi
Sering tidur/ngantuk
Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara
Respon tepat.
3. Obtuned
Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya
Klien akan tidur lagi setelah bangun
Respon tepat.
4. Stuport
menghindar
untuk
mengekspresikan
sesuatu,
perhatikan
apakah
bicara
klien
lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005
MASALAH DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan saraf
pusat (meningitis, encephalitis, abses otak) serta intervensinya :
1. Potensial penyebaran infeksi
Kemungkinan penyebab :
-
Proses peradangan
2. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik itu
pengunjung maupun petugas
3. Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung
4. Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien
5. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh yang menetap.
6. Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya
7. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam
8. Observasi urine out put : warna, bau, jumlah.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun Intra thecal
b. Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan.
2. Gangguan perfusi serebral
Kemungkinan penyebab :
-
Hypovolemia
Udema serebral
Kesadaran baik
Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 450 sesuai indikasi.
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan sistolik, tekanan
nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak teratur
Monitor status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data sebelumnya
Cegah kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut dan bila panas
berikan kompres
Monitor intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan kondisi membran mukosa
Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk merubah-rubah
posisinya
Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang hangat,
sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras
Berikan waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan prosedur yang terlalu
lama.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis.
b. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah
c. Kolaborasi pemberian oksigen
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti steroid, chlorpromazine, acetaminophen.
3. Potensial terjadinya trauma
Kemingkinan penyebab :
Rangsangan kejang
Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma.
Intervensi
Sirkulasi toxin
Tujuan / kriteria hasil
Ciptakan lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan seperti
cahaya yang berlebih / silau
kebisingan,
Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk yang
dihangatkan.
Tindakan Kolaboratif
Kerusakan neuromuskular
Nyeri / discomfort
Bed rest
Tujuan / kriteria hasil
Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif
Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas
Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board
Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri serta
gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol
Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit, edema dan
tanda-tanda lainnya
Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi darah
Gunakan bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan secara intensif
Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya dengan
baik.
Tindakan Kolaboratif
Tanda :
KULASI
a:
a:
MINASI
a:
ANAN / CAIRAN
a:
a:
IENE
a:
ROSENSORI
a:
a:
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada
saraf kranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis). Timbul kejang
(meningitis bakteri atau abses otak).
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
Ketulian (pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang
berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala
berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).
Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan TIK),
nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus-menerus).
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi motorik dan
sensorik (saraf kranial V dan VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami
hipotonia / flaksid paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).
Hemiparese atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis).
Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi
meningeal (fase akut).
Rigiditas nukal (iritasi meningeal).
Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif.
Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki (meningitis).
RI / KENYAMANAN
a:
a:
NAPASAN
a:
a:
MANAN
a:
a:
YULUHAN / PEMBELAJARAN
a:
mbangan
ana pemulangan :
oleh :
KAN /
Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan
mempertahankan tugas / pekerjaan rumah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(PENYEBARAN)
Diseminata hematogen dari patogen.
Stasis cairan tubuh.
Penekanan respons inflamasi (akibat-obat).
Pemajanan orang lain terhadap patogen.
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
Mencapai masa penyembuhan tepat waktu,
tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipovolemia.
KAN /
TAN :
eh :
KAN /
TAN :
NYERI, (AKUT)
eh :
KAN /
TAN :
eh :