Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Gagal jantung adalah keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah
untuk memenuhi secara adekuat kebutuhan metabolisme tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh karena gangguan primer otot jantung atau beban jantung yang berlebihan
atau kombinasi keduanya.
Beban jantung yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek
dengan pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban
yang berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar
jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal atau koarktasio aorta.
Penyebab umum gagal jantung termasuk infark miokard (serangan jantung) dan
bentuk lain dari penyakit jantung iskemik, hipertensi, penyakit jantung katup dan
kardiomiopati. Gagal jantung dapat menyebabkan berbagai macam gejala seperti sesak
napas (biasanya lebih buruk bila berbaring datar, yang disebut ortopnea), batuk,
pergelangan kaki bengkak dan intoleransi latihan. Gagal jantung sering tidak terdiagnosis
karena tidak adanya definisi yang disepakati secara universal dan tantangan dalam
diagnosis definitif. Perawatan biasanya terdiri dari langkah-langkah gaya hidup (seperti
konsumsi garam dikurangi) dan obat-obatan, dan kadang-kadang perangkat atau bahkan
operasi.
Gagal jantung adalah, umum mahal, nonaktifkan dan kondisi yang mematikan. Di
negara-negara berkembang, sekitar 2% orang dewasa menderita gagal jantung, tetapi
pada mereka yang berusia lebih dari 65 tahun, ini meningkat menjadi 60-10%. Sebagian
besar karena biaya rawat inap, hal ini terkait dengan pengeluaran kesehatan tinggi, biaya
yang telah diperkirakan sebesar 2% dari total anggaran dari National Health Service di
Britania Raya, dan lebih dari $ 35 miliar pada Amerika Serikat Gagal jantung
berhubungan dengan kesehatan fisik dan mental sangat berkurang, mengakibatkan
penurunan kualitas kehidupan nyata.. Dengan pengecualian dari gagal jantung yang
disebabkan oleh kondisi reversibel, biasanya kondisi memperburuk dengan waktu.
Meskipun beberapa pasien bertahan hidup bertahun-tahun, penyakit progresif dikaitkan
dengan tingkat kematian secara keseluruhan tahunan sebesar 10%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Masalah umum
Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Masalah Khusus
a. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF ?
b. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan etiologi CHF ?
c. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF ?
d. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan pathway CHF ?
e. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinik CHF ?
f. Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan pelaksanaan pasien dengan CHF ?
g. Bagaimana mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada
pasien dengan CHF ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
b Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi CHF
c. Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
d. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pathway CHF
e. Agar mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinik CHF
f. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pelaksanaan pasien dengan CHF
g.Agar mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan CHF

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gagal jantung kongestif (CHF), disebut juga gagal jantung, terjadi ketika hati
tidak lagi dapat memompa darah secara efisien, sehingga darah punggung di tubuh terutama di hati, paru-paru, tangan, dan kaki. Jika darah punggung dari sisi kanan jantung
(yang mengembalikan darah dari tubuh), gejala biasanya dimulai dengan pembengkakan
kaki dan pergelangan kaki yang semakin buruk ketika orang berdiri dan meningkatkan
ketika ia meletakkan. Jika darah punggung dari sisi kiri jantung (yang mengembalikan darah
dari paru-paru), bisa menyebabkan sesak napas dan batuk, terutama selama latihan seperti
berjalan naik tangga atau saat berbaring di tempat tidur datar. Banyak orang dengan gagal
jantung memiliki gejala yang berhubungan dengan darah back up pada kedua sisi kanan dan
kiri jantung.
Selain pembengkakan (edema) dan sesak napas, gejala dapat mencakup debaran
jantung jantung atau denyut nadi cepat, kelemahan dan kelelahan, intoleransi latihan, batuk
atau mengi, berat badan tiba-tiba, dan kehilangan nafsu makan atau mual. CHF adalah
kondisi, serius progresif yang biasanya kronis dan dapat mengancam hidup. Hal ini dapat
mempengaruhi kanan, kiri, atau kedua sisi jantung dan hasil dalam mengurangi jumlah
oksigen dan nutrisi yang disampaikan ke organ tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan
dan hilangnya fungsi.
Meskipun CHF adalah karena kegagalan jantung untuk memompa darah cukup cukup,
bisa ada banyak penyebab berbeda. Paling sering, CHF terjadi karena hati telah rusak, baik
oleh tekanan darah tinggi (hipertensi), serangan jantung sebelumnya, atau kerusakan
langsung ke otot jantung (disebut cardiomyopathy). CHF juga dapat terjadi ketika ada
kerusakan pada katup di dalam jantung atau dengan jaringan parut di perikardium, membran
sekitar jantung. Jarang, CHF terjadi ketika hati dipaksa untuk mengalahkan jauh lebih kuat
dari biasanya, seperti dengan hipertiroidisme berat, dan tidak dapat memenuhi permintaan
itu. Risiko meningkat bagi mereka yang kelebihan berat badan, diabetes, asap, atau yang
menyalahgunakan alkohol atau kokain.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima

persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden
gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7 perseribu penderita pertahun.2 Kejadian
gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia
harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan
perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah
dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya
sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan
untuk mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang
memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat
progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Gagal jantung kongestif (CHF), atau gagal jantung, adalah suatu kondisi dimana
jantung tidak dapat memompa cukup darah ke organ tubuh lainnya. Hal ini dapat hasil dari
a. Mempersempit arteri bahwa penyakit suplai darah ke otot jantung - arteri koroner
b. Serangan jantung masa lalu, atau infark miokard, dengan jaringan parut yang
c.
d.
e.
f.
g.

mengganggu kerja normal otot jantung


Tekanan darah tinggi
Jantung karena demam rematik sebelumnya atau penyebab lainnya penyakit katup
Utama penyakit otot jantung itu sendiri, yang disebut cardiomyopathy.
Jantung hadir pada lahir cacat - cacat jantung bawaan.
Infeksi pada katup jantung dan atau otot jantung itu sendiri - endokarditis dan atau
miokarditis.
The "gagal" jantung terus bekerja tapi tidak seefisien seharusnya. Orang dengan gagal

jantung tidak dapat mengerahkan diri mereka sendiri karena mereka menjadi sesak napas
dan lelah.
Seperti aliran darah keluar dari jantung melambat, darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah punggung, menyebabkan kemacetan pada jaringan. Sering bengkak
(edema) hasil. Paling sering ada pembengkakan di kaki dan pergelangan kaki, tetapi hal ini
bisa terjadi di bagian lain dari tubuh juga. Kadang-kadang mengumpulkan cairan di paruparu dan mengganggu pernapasan, menyebabkan sesak napas, terutama ketika seseorang
berbaring. Gagal jantung juga mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang natrium
dan air. Air ditahan meningkat edema tersebut.
2.2 Etiologi Gagal Jantung
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :

1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :

Beban tekanan

Beban volume

Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole

Obstruksi pengisian ventrikel

Aneurisma ventrikel

Disinergi ventrikel

Restriksi endokardial atu miokardial

2. Abnormalitas otot jantung

Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,


anemia)

toksin atau sitostatika.

Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi


Di samping itu penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni
pada masa neonatus, bayi dan anak.
a. Periode Neonatus
Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada
biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit atau gangguan
metabolik lainnya. Lesi jantung kiri seperti sindrom hipoplasia jantung kiri,
koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung
pada 1 atau 2 minggu pertama.
b. Periode Bayi
Antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab tersering ialah kelain struktural
termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten atau defek septum
atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks seperti transposisi,
ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia tricuspid atau trunkus arteriosus
biasanya juga terjadi pada periode ini.
c. Periode Anak
Gagal jantung pada penyakit jantung bawaan jarang dimulai setelah usia 1 tahun.

Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan penyakit jantung bawaan yang
berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah pada pasien
penyakit jantung bawaan setelah usia 1 tahun.
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama, yaitu:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan
oleh hilangnya miosit (infrak miokard, kontraksi yang tidak terokoordinasi (left
bundle branch block), kurangnya kontraktilitas (kardiomiopati)).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi)
3. Kegagalan yang berhubungan dengan katup
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikaro)
5. Kegagalan yang disebabkan anormalitas perikard atau efusi perikard (temponade)
6. Kelainan kongenital jantung
Karena setiap bentuk penyakit jantung dapat mengarah pada gagal jantung,
tidak ada satupun mekanisme kausatif. Studi populasi di London Selatan
mendapatkan bahwa persentase penyebab gagal jantung yang tidak diketahui pada
populasi kurang dari 75 tahun turun dari 42% menjadi 10% setelah dilakukan
skintigrafi nuklir dan kateterisasi jantung, sedangkan persentase penyebab gagal
jantung oleh penyakit arteri koroner (CAD) naik dari 29% menjadi 52%.

2.3 Patofisiologi Gagal Jantung


Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh
darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari

mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan
aktivasi system saraf adrenergik.
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh
ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang
setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan
ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload
serta frekuensi denyut jantung.
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk
memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi
depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung
karena beban jantung yang ringan.
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta
pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan
diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload,
peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.
Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat terjadi
dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit jantung atau

gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan


untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai pompa, di antaranya sistem adrenergik,
renin angiotensin ataupun sitokin. Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat
mengembalikan fungsi kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien
asimptomatik. Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan
menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan
menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi gagal jantung:
1.

Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem
saraf simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres
oksidatif (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin
(meningkat), natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric
oxide, bradikinin, adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).
2. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan
memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.

3. Perubahan biologis pada miosit jantung


Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi,
perubahan miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
4.

Perubahan struktur ventrikel kiri


Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi
lebih sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga
terjadi

peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan

peningkatan hemodynamic overloading.

2.4. Pathway

Gambar: Jantung Manu

PATHWAY GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disfungsi Miokard
Volume

Beban tekanan

Beban sistolik Peningkatan

Beban

(AMI) Miokarditis

berlebihan

berlebihan

keb.metabolisme

berlebihan

2.5

Manifestasi Klinik Gagal Jantung


Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya
gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.
Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang tuanya
bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat dan
berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten
yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau
yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang
masih tinggi setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan kedua atau
ketiga, gejala gagal jantung baru nyata.
Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif,
toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis
tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat).
Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat
gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada
stress, misalnya penyakit infeksi akut.
Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan berupa
perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat dingin.
Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di bagian
basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat terjadi
karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup
ventrikel kanan menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri, biasanya gejala
yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri
tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites.

Keluhan yang timbul berat badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki
bengkak, perut membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.

Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai
delirium.
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi :
dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang
hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta
gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris
pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat,
maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok
kardiogenik.
2.6

Penatalaksanaan Gagal Jantung


Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan
terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan
terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi
retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung.
Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen,
pemberian cairan dan diet. Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juag berupa:
1. Medikamentosa :

Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena),

Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat, nitrogliserin),


(mixed dilator : prazosin, kaptopril, nitroprusid)

Diuretik Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air


dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah

Pengobatan disritmia
2. Pembedahan :
- Penyakit jantung bawaan (paliatif, korektif)
- Penyakit jantung didapat (valvuloplasti, penggantian katup)
Pada tahap simptomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas
seperti cepat

capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites,

hepatomegali dan edema sudah jelas, maka diagnosis gagal jantung mudah dibuat.
Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi
ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas,
sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan

foto rongen, ekokardiografi dan

pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.


Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak gagal
jantung sampai edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE
inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau
SVT lainnya) atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan.
intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin
meningkat) atau kadar kalium rendah (<3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada
pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan
mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun
pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah
mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun noniskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.

2.7

Prognosis Gagal Jantung

Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ mingguminggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta,
koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap
mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan
segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien
ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah
dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil
menungu saat yang baik unuk koreksi bedah.
Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung,
obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis
sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan
jantung.
2.7

Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan
teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

1.

Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri dada

dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.


b.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad

aktivitas.
2.

Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung ,
bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.

b.

Tanda :

1) TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).


2) Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi jantung ; Takikardia.
5) Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi secara inferior ke kiri.
7) Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur sistolik dan diastolic.
10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.
3.

Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah
tersinggung.

4.

Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.

5.

Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak,
diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.

b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema
(umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a.

Gejala

: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

b.

Tanda

: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7.

Neurosensori

a.

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b.

Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

8.

Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit
pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

9.

Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan
bantuan pernapasan.

b.
1)

Tanda

Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.


2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3)

Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4)

Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

5)

Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6)

Warna kulit ; Pucat dan sianosis.


10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

11.

Interaksi sosial
Gejala

12.

: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat
saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
13. Riwayat Kesehatan atau Keperawatan

Keluhan Utama :
a. Lemah beraktifitas
b. Sesak nafas

14. Riwayat Penyakit Sekarang :


a. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
b. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak
nafas.
c. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan
apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
d. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
e. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan
beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas.
15. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
hiperlipidemia.
b. Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic,
nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan alergi
obat.

16. Riwayat Keluarga :


a.Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang
meninggal, apa penyebab kematiannya.
17. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan :
a. Situasi tempat kerja dan lingkungannya
b. Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
c. Kebiasaan merokok
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan

curah

jantung

berhubungan

miokardial/perubahan inotropik,

dengan

Perubahan

kontraktilitas

Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,

Perubahan structural, ditandai dengan :


Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola

EKG
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
Bunyi ekstra (S3 & S4)
Penurunan keluaran urine
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin kusam
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode
dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a.

Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung


Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b.

Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur
dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

c. Palpasi nadi perifer


Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF
lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan
kongesti vena.
f.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat

sesuai indikasi

(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.


Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung

daripada

kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat
badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima,
berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
f.

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

g. Konsul dengan ahli diet.


Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang

memenuhi

kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.


4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran
kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.,
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.


c. Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit,

Mendemonstrasikan perilaku/teknik

mencegah kerusakan kulit.


Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya

edema, area sirkulasinya

terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.


Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
gangguan status nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi

Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
a. Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan
pada program pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila
merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan
resiko eksaserbasi gejala.
c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan
dirumah.
3. Perencanaan

Tujuan/criteria
1.Gangguan perfusi
jaringan berkurang
atau tidak meluas

Intervensi
Rasional
a. Monitor Frekuensi a. Biasanya terjadi
dan irama jantung
b. Observasi warna

takikardi (meskipun
pada saat istirahat )

selama dilakukan

dan suhu kulit atau

untuk

tindakan perawatan

membran mukosa

mengkompensasi

di RS.dengan

c. Ukur haluaran urin

Kriteria hasil :

dan catat berat

kontraktilitas

a. Daerah perifer

jenisnya

ventrikuler. KAAP,

d. Kolaborasi :

PAT, MAT, PVC dan

hangat, tak

penurunan

sianosis, gambaran

Berikan cairan IV l

AF distrima umum

EKG tak

sesuai indikasi

berkenaan dengan

menunjukan
perluasan infark
RR 16-24 x/ menit
tak
terdapat clubbing
finger, kapiler refill
5 detik, nadi 60100x / menit, TD
120/80 mmHg

GJK meskipun
lainnya juga terjadi.
b. Pucat menunjukkan
menurunnya perpusi
perifer sekunder
terhadap tidak
adekuatnya curah
jantung,
vasokonstriksi, dan
anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai
refraktori GJK. Area
yang sakit sering
berwarna biru atau
belang karena
peningkatan kongesti
vena.
c. Ginjal berespon untuk

menurunkan curah
jantung dengan
menahan cairan dan
natrium. Haluaran
urine biasanya
menurun selama
sehari karena
perpindahan cairan ke
jaringan tetapi dapat

4. Implementasi
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling
melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal
jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin
baik prognosisnya.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah
dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan
yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan
penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam,
konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita
terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk
berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom,
endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek
terhadap

kelengsungan

hidup

belum

dapat

dibuktikan.

Gagal

jantung

kronis

mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap
influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun
pengguna katup prostesis.
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non farmakologis
dan farmakologis. Gagal jantung kronis bias terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal
jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak
dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode
udema paru akut maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat
aktifitas.
Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas
hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.
Obat obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik (loop dan
thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, _ blocker (carvedilol, bisoprolol,

metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan,


antiaritmia, serta obat positif inotropik. Pada penderita yang memerlukan perawatan,
restriksi cairan (1,5 2l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah
baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme
serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan
fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. Penderita gagal
jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus
yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan
darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa
penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok
kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi
atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut
maupun defek septum ventrikel pasca infark. Gagal jantung akut yang berat merupakan
kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui
penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi
jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.
Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta
oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi
jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob
dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis,
pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. Pemberian loop diuretik
intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala
walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin
vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi
nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. Opioid parenteral seperti morfin
atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat
menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga
menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru.

Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.


Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan
pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis
rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat
sehingga terjaid keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi
jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi,
sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam. Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai
vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal
jantung yang disertai krisis hipertensi.
Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi
hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan
vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron
dan endotelin di plasma.
Pemberian

intravena

menurunkan

tekanan

pengisian

ventrikel

tanpa

meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload.


Dosispemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01
g/kg/menit. Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan
pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan
sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan
tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah
dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65
mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin _ 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor
adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15
g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju
jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik _1
dan , menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan

meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah


jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi
penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga
terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik
adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung
akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan
inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus
0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5
g/kg/mnt. Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg
atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan
dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit
jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi
emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau
nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan
preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada
penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,
diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung arus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device.
Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur
septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju
jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada

penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.
Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan
takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan
sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak
respon terhadap terapi terutama inotropik.
5. Evaluasi
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik. Pengukuran
tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-lubang yang
terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20 mmhg )
dapat menghasilkan pengukuran preload yang akurat .PAWP atau pulmonary artery wedge
pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah takanan
akhir diastolic ventrikel kiri. Curah Jantung diukur dengan suatu lumen termodelusi yang
dihubungjkn dengan computer.

A. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Gagal

serambi

kiri/kanan

dan

jantung

mengakibtkan

ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi


kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlanjut. GJK selanjutnya
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan tents menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi

a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,


penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1. TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3. Irama Jantung ; Disritmia.
4. Frekuensi jantung ; Takikardia.
5. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah.
6. Posisi secara inferior ke kiri.
7. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik.
8. Dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9. Murmur sistolik dan diastolic.
10.

Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

b. Diagnosa
1. Curah

jantung

menurun

berhubungan

dengan

perubahan

kontraktilitas miokardial /perubahan inotropik.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen atau kebutuhan.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju
filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium atau air.
4. Tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus.
5. Kerusakan integritas kulit resiko tinggi berhubungan dengan faktor resiko
edema, penurunan perpusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi program
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman atau kesalahan
persepsi tentang hubungan fungsi jantung atau penyakit atau gagal.
c. Intervensi
No
1.

Dx. Kep
Curah jantung

Tujuan/KH
Setelah

Intervensi
1.

menurun

dilakukan

Auskultasi nadi

terjadi

berhubungan

tindakan

2.

takikardi

1.

Rasional
Biasanya

dengan

keperawatan

perubahan

COP adekuat

kontraktilitas

dengan KH

3.

istirahat)

miokardial

sebagai berikut :

Palpasi nadi

untuk

/perubahan

1.

inotropik

Catat bunyi

(meskipun

jantung

Menunj

pada saat

prifer

mengkompens

ukkan tanda

4.

asi penurunan

vital dalam

Pantau TD

kontraktilitas

batas yang

5.

ventrikuler.

dapat

Kaji kulit

2.

diterima

terhadap

mungkin

(distimia

pucat dan

lemah karena

terkontrol

sianosis

menurunnya

atau hilang)
dan bebas

kerja pompa
3.

Penurunan

gagal jantung

curah jantung

(misalnya

dapat

parameter

menunjukkan

hemodinamik

menurunnya

dalam batas

nadi radial,

normal,

popliteal,

haluan urine

dorsalis, pedis,

adekuat).

dan postibial.

2.

3.

S1 dan S2

Melapo

4.

Pada GJK

rkan

dini, sedang

penurunan

atau kronis TD

episode

dapat

dispenia,

meningkat

angina.

sehubungan

Ikut
serta dalam

dengan SFR
5.

Pucat

aktivitas yang

menunjukkan

mengurangi

menurunnya

beban kerja

perfusi perifer

jantung.

sekunder

terhadap tidak
adekuatnya
curah jantung,
vasokontraksi,
dan anemia.
2.

Intoleransi

Setelah

aktivitas

dilakukan

tanda vital

ortostatik

berhubungan

tindakan

sebelum dan

dapat terjadi

dengan

keperawatan Dx

segera

dengan

ketidakseimba

dapat

setelah

aktivitas

ngan

antara

mengintoleransi

aktivitas,

karena efek

oksigen

aktivitas dengan

khususnya

obat

atau

KH sebagai

bila pasien

(vasolidasi),

kebutuhan.

berikut:

menggunaka

perpindahan

1.

n vasodilator,

cairan

pasi pada

diuretik,

(diuretik) atau

aktivitas yang

penyekat

pengaruh

diinginkan,

beta

fungsi jantung

suplai

Bervaritisi

memenuhi

2.

1.

2.

Periksa

Catat

1.

2.

Hipotensi

Penurunan/

kebutuhan

respon

ketidakmampu

perawatan

kardiopulmon

an miokardium

diri sendiri

al terhadap

untuk

ektivitas,

meningkatkan

peningkatan

cata

volume

toleransi

takikardi,

sekuncup

aktivitas yang

distritmia,

selam aktifitas,

dapat diukur,

dispenia,

dapat

dibuktikan

berkeringat,

menyebabkan

oleh

pucat.

peningkatan

Kaji

segera pada

Mencapai

menurunnya

3.

kelemahan

presipator/

frekuensi

dan kelelahan

penyebab

jantung dan

dan tanda

kelemahan

kebutuhan

vital DBN

contoh

oksigen, juga

selam

pengobatan,

peningkatan

aktivitas.

nyeri, obat

kelelahan dan

4.

Evaluasi
peningkatan

kelemaha.
3.

Kelemahan

intoleran

adalah efek

aktivitas

samping
beberapa obat
(beta bloker,
traquliazer,
dan sedatif).
Nyeri dan
program
penuh stress
juga
memerlukan
energi dan
menyebabkan
kelemahan
4.

Dapat
kebutuhan
perawatan diri
pasien tanpa
mempengaruhi
stress
miokard/
kebutuhan
oksigen
berlebihan.

3.

Kelebihan

Setelah

1.

Pantau

Haluar

volume cairan

dilakukan

haluan urine,

an urine

berhubungan

tindakan

catat jumlah

mungkin sedikit

dengan

keperawatan

dan warna

dan pekat

menurunnya

volume cairan

saat hari

(khususnya

laju filtrasi

tubuh didapat

dimana

selam sehari)

glomerulus

dengan KH

diuresis

karena

(menurunnya

sebagai berikut:

terjadi

penurunan

curah jantung)
atau

1.

2.
Mendemonstr

Pantau/hit

perfusi ginjal.

ung

Posisi telentang

meningkatnya

asikan volume

keseimbagan

membantu

produksi ADH

cairan stabil

pemasukan

diuresis;

dan retensi

dengan

dan

sehingga

natrium atau

kesinambungan

pengeluaran

haluaran urine

air.

masukan

selama 24

dapat

pengeluaran,

jam

ditingkatkan

bunyi nafas

Pertahank

pada malam/

bersih/ jelas,

an duduk

selama tirah

tanda vital

atau tirah

baring.

dalam rentang

baring

yang dapat

dengan

diuretik dapat

diterima, berat

posisi semi

disebabkan

badan stabil, dan

Fowler selam

oleh kehilangan

tidak ada

akut.

cairan tiba-tiba/

edema.
2.

3.

Menyatakan

Terapi

berlebihan
(hipovolemia)

pemahaman

meskipun

tentang/

sedma/ asites

pembatasan

masih ada

cairan individual

Posisi
telentang
meningkatkan
filtrasi ginjal
dan
menurunkan
produksi ADH
sehingga
meningkatkan

diuresis.
4.

Tinggi

Setelah

kerusakan

dilakukan

bunyi

pertukaran gas

tindakan

catat krekels,

kongesti

berhubungan

keperawatan

mengi.

pengumpulan

dengan

kerusakan

perubahan

pertukaran gas

pasien batuk

menunjukkan

membran

tidak terjadi

efektif, nafas

kebutuhan

kapiler-

dengan KH

dalam

untuk

alveolus.

sebagai berikut:
1.

1.

2.

Mendemo
ventilasi dan

1.

nafas,

paru/

intervensi lanjut
2.

posisi sering
4.

adanya

sekret

Dorong
perubahan

Meny
atakan

Anjurkan

3.

nstrasikan

Mem
bersihkan jalan

Pertahank

nafas

dan

oksigenasi

an

adekuat

dikursi/

pada

baring

jaringan

dengan

antu mencegah

ditunjukkan

kepala

atelektasi

oleh

tempat

GDA/

duduk

memudahkan

tirah

aliran oksigen
3.

tidur

dan

pneumonia

tinggi

dalam

derajat, posisi

unkan inflamasi

rentang

semi Fowler.

paru maksimal

dan

5.

20-30

Memb

oksimetri

normal

2.

Auskultasi

4.

Menur

Sokong

bebas gejala

tangan

distress

dengan

pernapasan

bantal

Berpartisi
pasi

dalam

program
pengobatan
dalam batas
kemampuan/
5

Kerusakan

situasi
Setelah

1.

Lihat kulit,1.

Kulit berisiko

integritas

dilakukan

catat

karena gangguan

tindakan

penonjolan

sirkulasi

berhubungan

keperawatan

tulang,

imobilitas

dengan

kerusakan

adanya

dan

integritas kulit

edema,

penurunan

tidak terjadi

sirkulasinya

perpusi

dengan KH

terganggu/

jaringan.

sebagai berikut:

pigmentasi,

meminmalkan

1.

atau

hipoksia jaringan.

resiko

resiko

kulit
tinggi
faktor

edema,

Mempert

area

kegemukan/ 3.

integritas

kurus.

kulit
2.

2.

Mendemo

fisik,

gangguan

status nutrisi

2.

ahankan

perifer,

Meningkatka
aliran

darah,

Memperbaiki
sirkulasi/

Pijat area

menurunkan

kemerahan

waktu satu area

nstrasikan

atau

yang

perilaku/

memutih

tekhnik

3.

yang

mengganggu

Ubah

mencegah

posisi

kerusakan

di

kulit.

tidur/

aliran daerah.

sering
tempat
kursi,

bantu latihan
rentang gerak
pasif/ aktif
6.

Kurang

Setelah

pengetahuan

dilakukan

fungsi

(kebutuhan

tindakan

jantung

penyakit

dan

belajar),

keperawatan

normal.

harapan

dapat

mengenai

pengetahuan

Meliputi

memudahkan

kondisi program

pasien

informasi

ketaatan

pengobatan

meningkat

sehubungan

program

berhubungan

dengan KH

dengan

pengobatan

dengan kurang

sebagai berikut:

perbedaan

pemahaman

1.

pasien

atau kesalahan

Mengident
ifikasi

1.

Diskusi

fungsi

dan

1.

2.

Pengetahua
proses

pada

Pasien
percaya bahwa
pengubahan

persepsi

hubungan

normal.

program

tentang

terapi

Jelaskan

pascapulang

hubungan

(program

perbedaan

dibolehkan bila

fungsi

pengobatan)

antara

merasa

untuk

serangan

dan

menurunkan

jantung

episode

GJK

atau

jantung
penyakit

atau gagal

berulang dan

gejala

atau

merasa

lebih

sehat

yang

rasional

dapat

kompliksi

pengobatan

meningkatkan

Menyatak
an

tanda/

gejala

yang

memerlukan
intervensi
cepat
mengident
ifikasi

stres

pribadi/
faktor

resiko

dan beberapa
tekhnik untuk
menangani
4.

Kuatkan

bebas

mencegah
2.

3.

2.

dan

baik

Melakukan
perubahan
pola

hidup/

perilaku yang
perlu

resiko
eksaserbasi
gejala.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah
peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi
gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik.
Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik
yang meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue,
takikardi, penurunan urin output, dan lain-lain.
Komplikasi yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam,
toksisitas digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi: manajemen
farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan. Masalah-masalah Keperawatan
yang biasanya muncul pada pasien CHF meliputi: penurunan curah jantung, kelebihan
volume cairan, intoleransi aktivitas, cemas, risiko kerusakan pertukaran gas, dan lain-lain.
3.2 Saran
Sebagai perawat professional hendaknya mampu melakukan asuhan Keperawatan baik
secara mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain.

DAFTAR PUSTAKA
http://astaqauliyah.com/2006/07/penyakit-gagal-jantung/
Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological management of
chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September 1996, Hal. 443 - 450
Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai