Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan layanan kesehatan bagi masyarakat semakin meningkat, sebagian
dari masyarakat tersebut adalah kelompok lansia. Jumlah lansia di seluruh dunia
meningkat dengan cepat. Diperkirakan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) yang
berusia 60 tahun ke atas menjadi dua kali lipat dari 11% sekitar 650 juta di tahun
2006 menjadi 22% sekitar 2 miliar pada tahun 2050 (Kementrian Kesehatan RI
2012 dalam Anwar 2013). Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah
penduduk berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia pada
tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, pada
tahun 2015 diperkirakan jumlah lansia mencapai 24,5 juta orang; dan pada tahun
2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1
tahun. (Menkokesra, 2012).
Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 15.814.511 jiwa atau
7,2% dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 28.822.879 jiwa pada tahun 2020
atau sebesar 11,34% (Data Statistik Indonesia 2012 dalam Anwar 2013). Di Jawa
Timur berdasarkan data BPS tahun 2012 dari jumlah penduduk yang mencapai 37,5
juta jiwa, ternyata 11% nya merupakan warga lansia atau sekitar 4,1 juta jiwa
(Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jatim 2012 dalam Anwar 2013)

Survey kesehatan RI tahun 2001 menyatakan bahwa gangguan mental pada


usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia diatas 65 tahun mencapai
12,3% (Dianingtyas & sarah 2008 dalam Anwar 2013)
Menurut data dari World health organization (WHO), masalah gangguan
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius.
WHO menyatakan, tahun 2001 paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Yosep, 2009)
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat
yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan
lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan
pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992 dalam
Mugiono, 2009). Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai
lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta
orang akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu
sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu
penanganan yang serius (Sulistyowati dkk 2006 dalam Isnaeni, Wijayanti, Upoyo
2008).
Diantara berbagai gangguan jiwa, gangguan neurotic (neurosis cemas)
merupakan gangguan jiwa yang paling banyak didapati di masyarakat. 2%-4% di
antara penduduk di suatu tempat diperkirakan pernah mengalami gangguan cemas
(Hawari, 2001). Pasien skizofrenia menunjukkan perilaku menarik diri, terisolasi,
sulit diatur dan cemas (Atkinson, 1999)

Gangguan jiwa yang paling umum adalah skizofrenia yang merupakan suatu
penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran
konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta
memecahkan masalah (Stuart dan Sudeen, 2007). Menurut Arif (2006), ciri-ciri
utama skizofrenia adalah adanya waham yang mencolok atau halusinasi auditorik.
Ciri-ciri lainnya meliputi anxiety (cemas), kemarahan, menjaga jarak dan suka
beragumentasi.
Gejala kecemasan, baik akut maupun kronis merupakan komponen utama
bagi semua gangguan psikiatri. Sebagian dari komponen kecemasan itu bisa berupa
gangguan panik, fobia, obsesi kompulsi, dan sebagainya (Nasir, 2011). Gangguan
skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran
sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah
marah, mudah salah faham dan sebagainya (Mugiono, 2009)
Pengobatan kecemasan pada pasien skizofrenia saat ini tidak hanya dapat
diobati dengan obat-obatan farmakologi saja tetapi juga dapat diobati dengan cara
pengobatan alternatif. Penggunaan pengobatan alternatif semakin populer karena
selain dengan pengobatan farmakologi, pengobatan alternatif saat ini banyak dilirik
oleh masyarakat karena murah dan aman. Salah satu pengobatan alternatif yang
dilirik adalah aroma terapi. Dalam dua dekade terakhir ini, aroma terapi telah
menjadi mitra bagi terapi pengobatan modern yaitu sebagai terapi pendukung
(Hidayati, 2005).
Aroma terapi merupakan terapi modalitas atau pengobatan alternatif dengan
menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan cairan tanaman yang

mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari tumbuhan. Cairan tersebut
diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan yang dikenal sebagai minyak
esensial. Aroma terapi merupakan terapi tambahan yang dilakukan di samping
terapi konvensional (Kushariyadi, 2011). Sharma (2009) mengatakan bahwa bau
berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat analgesik. Misalnya,
mencium lavender maka akan meningkatkan gelombang-gelombang alfa didalam
otak dan membantu untuk merasa rileks.
Aroma terapi dianjurkan mengatasi masalah kecemasan, untuk menenangkan
tubuh, pikiran dan saraf. Aroma yang paling populer adalah Lavender. Lavender
digunakan terutama untuk relaksasi, untuk mengurangi susah tidur, kecemasan, dan
depresi, serta untuk penyakit fisik seperti sakit perut dan sakit kepala (Cuncic, 2012
dalam Pande, Agustini, Putra, 2013).
Menurut penelitian dari Pande, Agustini, Putra (2013), ada pengaruh
signifikan aromaterapi lavender terhadap kecemasan pada pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Lavender memiliki nama latin Lavandula
afficinalis syn. L. Angustifolia. Tumbuhan yang termasuk dalam suku Lamiaceae
ini memiliki 25-30 spesies. Kini Lavender berkembang diseluruh Eropa Selatan,
Australia, dan Amerika Serikat. Lavender adalah tumbuhan pendek bercabang yang
tumbuh hingga ketinggian sekitar 60 cm. Minyak Lavender dari bunga yang
berwarna ungu memberikan aroma yang harum dan menenangkan (Hartanto, 2010).
Lansia yang mengalami skizofrenia dapat dirawat di Rumah sakit Jiwa
Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan pada
lansia dengan skizofrenia

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh aromaterapi lavender terhadap tingkat kecemasan
pada lanjut usia dengan skizofrenia
1.2.2 Tujuan Khusus
1.

Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diberikan aromaterapi lavender

pada lanjut usia dengan skizofrenia


2.

Mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah diberikan aromaterapi lavender

pada lanjut usia dengan skizofrenia


3.

Mengetahu perbedaan skor penurunan tingkat kecemasan pada kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan aromaterapi lavender pada lanjut usia dengan
skizofrenia
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoristis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu literatur di keperawatan
jiwa dan menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan jiwa, khususnya dalam penanganan
kecemasan pada lansia dengan skizofrenia
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi institusi rumah sakit
Dapat diterpkan sebagai asuhan keperawatan dalam kegiatan perawatan seharihari
2. Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai terapi modalitas keperawatan


jiwa dan menambah literatur tentang aromaterapi terhadap kecemasan pada
lanjut usia dengan skizofrenia
3. Penelitian keperawatan
Sebagai data untuk penelitian selanjutnya, dan menambah literatur tentang
aromaterapi lavender terhadap kecemasan pada lansia dengan skizofrenia
4. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan baru dalam asuhan keperawatan untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada lansia dengan skizofrenia dengan cara pemberian
aromaterapi lavender.

Anda mungkin juga menyukai