Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam chikungunya atau demam chik adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases, tidak
menyebabkan kematian dan diikuti dengan adanya imunitas penderita, tetapi serangan
kedua kalinya belum diketahui, penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa
(Depkes RI, 2009).
Demam chikungunya biasanya berlangsung dari lima sampai tujuh hari dan
sering menyebabkan nyeri sendi yang parah serta bisa menyebabkan kelumpuhan.
Penyakit ini jarang menimbulkan kematian. Untuk pengobatan belum ditemukan obat
secara khusus tetapi hanya menghilangkan gejalanya saja seperti memberikan analgesik
dan non-steroid anti-inflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan,
sehingga tindakan pencegahan bergantung kepada tindakan untuk menghindari gigitan
nyamuk terutama selama siang hari, dan menghilangkan tempat perkembangbiakan
nyamuk, memakai pakaian yang menutupi sebagai kulit, menggunakan repellents
nyamuk di kulit, menggunakan kelambu untuk melindungi bayi, orang tua, orang yang
sakit dan orang lain yang beristirahat pada siang hari (CDC, 2007).
Wabah chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952,
kemudian di Uganda tahun 1963, Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983, Angola tahun
1972, Afrika Selatan tahun 1976 dan di negara-negara Afrika Tengah, seperti Zaire dan
Zambia pada tahun 1978-1979. Dari Afrika penyakit ini menyebar ke negara-negara
Amerika dan Asia sampai menimbulkan pandemi. Wabah juga dilaporkan terjadi di
India antara tahun tahun 1824 sampai 1965, dan juga di Sri Lanka (Depkes RI, 2009).
Di Francis tepatnya di pulau La Runion di laporkan antara tanggal 28 Maret
2005 dan 12 Februari 2006, terjadi 1.722 kasus chikungunya yang dilaporkan oleh
dokter, termasuk 326 kasus yang dilaporkan selama seminggu dari tanggal 06 sampai 12
Februari. Perkiraan kasus chikngunya menunjukkan bahwa 1.100.00 orang mungkin
telah terinfeksi oleh virus chikungunya sejak Maret 2005 di La Runion, termasuk
22.000 orang selama tanggal 06-12 Februari. Selama minggu pertama Februari, negaranegara lain di Barat Daya Samudra Hindia telah melaporkan kasus seperti Mauritius 206
kasus dan Seychelles 1.255 kasus (CDC, 2006).

1.2 Tujuan
a) Umum
Untuk mengetahui besarnya masalah KLB chikungunya di Kelurahan Siderejo
Lor Kecamatan Siderejo Kota Salatiga
b) Khusus
o Memastikan diagnosis KLB chikungunya
o Memperoleh kepastian terjadinya KLB chikungunya
o Memperoleh gambaran deskripsi KLB chikungunya berdasarkan orang, tempat,
dan waktu
o Mengidentifikasi sumber dan cara penularan
o Diketahuinya hubungan antara kebiasaan tidur siang, baju atau celana panjang
keluar rumah, tidur menggunakan kelambu, menggunakan anti nyamuk, tidur
siang menggunakan selimut, melaksanakan peberantasan sarang nyamuk (PSN),
kebiasaan

menggantung

pakaian,

pengetahuan

tentang

chikungunya,

menggunakan kawat kasa, rumah dekat kebun dengan KLB chikungunya


o Diketahuinya faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya KLB chikungunya
1.3 Manfaat
Memberikan informasi tentang penyakit chikungunya dan memastikan diagnosis
KLB chikungunya.
1.4 Rumusan Masalah
- Untuk memahami penyakit chikungunya
- Untuk mengetahui diagnosa,penularan, pencegahan dan pengobatannya
- Untuk memastikan diagnosis KLB chikungunya

BAB II
KONSEP PENYAKIT MENULAR
2.1 Definisi
Demam chikungunya atau demam chik adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases, tidak

menyebabkan kematian dan diikuti dengan adanya imunitas penderita, tetapi serangan
kedua kalinya belum diketahui, penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa
(Depkes RI, 2009).
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang
disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Sebagai penyebar penyakit adalah
nyamuk Aedes aegypti, juga dapat oleh nyamuk Aedes albopictus. Nama penyakit
berasal dari bahasa Swahili yang berarti yang berubah bentuk atau bungkuk, mengacu
pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat.
Masa inkubasi berkisar 1-4 hari, merupakan penyakit yang self-limiting dengan
gejala akut yang berlangsung 3-10 hari. Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien,
yang kadang-kadang berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Meskipun tidak
pernah dilaporkan menyebabkan kematian, masyarakat sempat dicemaskan karena
penyebaran penyakit yang mewabah, disertai dengan keluhan sendi yang mengakibatkan
pasien lumpuh. Untuk memahami lebih mendalam, dilakukan review terhadap penyakit
ini
Gejala utama Chikungunya adalah demam tinggi, sakit kepala, punggung, sendi
yang hebat, mual, muntah, nyeri mata dan timbulnya rash/ruam kulit. Ruam kulit
berlangsung 2-3 hari, demam berlangsung 2-5 hari dan akan sembuh dalam waktu 1
minggu sejak pasien jatuh sakit. Sakit sendi (arthralgia atau arthritis; sendi tangan dan
kaki) sering menjadi keluhan utama pasien. Keluhan sakit sendi kadang-kadang masih
terasa dalam 1 bulan setelah demam hilang. Penyakit ini merupakan penyakit yang
bersifat self limiting (sembuh dengan sendirinya) dan tidak brakibat kematian. Peranh
dilaporkan terjadi kerusakan sendi yang dikaitkan dengan infeksi Chikungunya.
Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di
bagian leher dan kolaps pembuluh darah kapiler. Gejala yang timbul pada anak-anak
sangat berbeda seperti nyeri sendi tidak terlalu nyata dan berlangsung singkat. Ruam
juga lebih jarang terjadi. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya
tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian. Pada virus DBD akan

ada produksi racun yang menyerang pembuluh darah dan menyebabkan kematian.
Sedangkan pada virus penyebab chikungunya akan memproduksi virus yang menyerang
tulang.
2.2 Faktor Resiko / Penyebab
a) Faktor risiko :
- Berada di wilayah dengan insidensi penyakit chikungunya tinggi (endemik)
- Higienitas dan sanitasi rumah kurang baik
- Tidak dilakukan upaya pencegahan gigitan nyamuk (misalnya menguras bak
mandi, mengganti air di vas bunga, atau memakai kelambu saat tidur)
b) Penyebab :
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan
lewat nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam
berdarah dengue. Meski masih bersaudara dengan demam berdarah, penyakit ini
tidak mematikan.

Gambar : Aedes aegypti merupakan penyebab chikungunya.


2.3 Distribusi & Frekuensi
Menurut orang, chikungunya banyak menyerang wanita dan anak-anak.
Menurut tempat, chikungunya banyak terjadi di daerah berpenduduk padat dan
daerah yang endemis chikungunya.
Menurut waktu , waktu penyebaran penyakit chikungunya secara umum pada musim
hujan, tapi tidak selamanya pada musim hujan mempunyai insidensi tinggi untuk
penyakit chikungunya, tergantung juga pada genangan air yang akan terbentuk jika
terjadi hujan.

Wabah chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952,


kemudian di Uganda tahun 1963, Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983, Angola tahun
1972, Afrika Selatan tahun 1976 dan di negara-negara Afrika Tengah, seperti Zaire dan
Zambia pada tahun 1978-1979. Dari Afrika penyakit ini menyebar ke negara-negara
Amerika dan Asia sampai menimbulkan pandemi. Wabah juga dilaporkan terjadi di
India antara tahun tahun 1824 sampai 1965, dan juga di Sri Lanka (Depkes RI, 2009).
Di Francis tepatnya di pulau La Reunion di laporkan antara tanggal 28 Maret
2005 dan 12 Februari 2006, terjadi 1.722 kasus chikungunya yang dilaporkan oleh
dokter, termasuk 326 kasus yang dilaporkan selama seminggu dari tanggal 06 sampai 12
Februari. Perkiraan kasus chikngunya menunjukkan bahwa 1.100.00 orang mungkin
telah terinfeksi oleh virus chikungunya sejak Maret 2005 di La Runion, termasuk
22.000 orang selama tanggal 06-12 Februari. Selama minggu pertama Februari, negaranegara lain di Barat Daya Samudra Hindia telah melaporkan kasus seperti Mauritius 206
kasus dan Seychelles 1.255 kasus (CDC, 2006).
Demam chikungunya di Indonesia dilaporkan pertama kali di Samarinda pada
tahun 1973, kemudian berjangkit di Kuala Tungkal, Martapura, Ternate, Yogyakarta
(1983), Muara Enim (1999), Aceh dan Bogor (2001). Awal 2001, kejadian luar biasa
demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor
bulan Oktober. Setahun kemudian, demam chikungunya berjangkit lagi di Bekasi (Jawa
Barat), Purworejo dan Klaten (Jawa Tengah). Diperkirakan sepanjang tahun 2001-2003
jumlah kasus Chikungunya mencapai 3.918 jiwa dan tanpa kematian yang diakibatkan
penyakit ini (Wikipedia, 2004).
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim
(1999), Aceh (2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang
menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya
seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur
dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau
Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa
Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB
Chikungunya pada hampir semua provinsi dengan 18.169 kasus tanpa kematian.
Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam
Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan

peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di


Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal
dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya lebih sering terjadi di daerah sub urban.

2.4 Interaksi Host, Agent, Environment


Segitiga Epidemiologi

Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi


gambaran tentang hubungan antara tiga faktor yg berperan dalam terjadinya penyakit
dan masalah kesehatan lainnya.

Segitiga epidemiologi merupakan interaksi antara Host (penjamu), Agent (penyebab)


dan Environment (lingkungan).

Keadaan di masyarakat dikatakan ada masalah kesehatan jika terjadi ketidak


seimbangan antara Host, Agent dan Environment

Pada saat terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent dan Environment akan
menimbulkan penyakit pada individu atau masalah kesehatan di masyarakat

1) Faktor Host

Adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit chikungunya.


Dalam penularan penyakit chikungunya faktor manusia erat kaitannya dengan
perilaku seperti peran serta dalam kegiatan pemberantasan vektor di masyarakat dan
mobilitas penduduk yang tinggi memudahkan penyebarluasan chikungunya dari suatu
-

tempat ke tempat lain.


Genetik : DM, asma, hipertensi
Umur : osteoporosis, campak, polio, ca servix, ca mammae
Jenis kelamin : ca servik, BPH, ca paru
Suku/ras/warna kulit : negro lebih kuat dari kulit putih
Fisiologis : kelelahan, kehamilan, pubertas, stres, kurang gizi
Imunologis : ASI, imunisasi, sakit
Perilaku : gaya hidup, personal higienis, HAM, rekreasi, merokok, napza

Karakteristik Host
o Resistensi : kemampuan Host untuk bertahan hidup terhadap infeksi (agent)
o Imunitas : kemampuan Host mengembangkan sistem kekebalan tubuh, baik
didapat maupun alamiah
o Infectiousness : potensi Host yg terinfeksi untuk menularkan penyakit yang
diderita kepada orang lain
2) Faktor Agent
Adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang menjadi
agent dalam penyebaran penyakit chikungunya adalah virus chik.
- Gizi : kurang gizi, vitamin, mineral, kelebihan gizi
- Kimia : pengawet, pewarna, asbes, cobalt, racun, antigen
- Fisik : radiasi, trauma, suara, getaran
- Biologis : amoeba, bakteri, jamur, riketsia, virus, plasmodium, cacing
Karakteristik Agent
o Infektivitas : kesanggupan agent untuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungan
Host untuk mampu tinggal, hidup dan berkembang biak dalam jaringan Host
o Patogenesitas : kesanggupan agent untuk menimbulkan reaksi patologis (penyakit)
pada Host setelah infeksi
o Virulensi : kesanggupan agent untuk menghasilkan reaksi patologis berat yang
menyebabkan kematian

o Toksisitas : kesanggupan agent untuk memproduksi toksin yang merusak jaringan


Host
o Invasivitas : kesanggupan agent untuk penetrasi dan menyebar kedalam jaringan
Host
o Antigenisitas : kesanggupan agent merangsang reaksi imunologis Host
(membentuk antibodi)

3) Faktor Environment
Adalah segala sesuatu yang berada di luar agent dan pejamu antara lain
lingkungan fisik dan lingkungan biologi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi
penularan Chikungunya terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman
pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah.
Kelembaban yang tinggi dan kurangnya pencahayaan dalam rumah merupakan
tempat yang disenangi oleh nyamuk untuk istirahat. Lingkungan fisik yaitu seperti
ketinggian tempat, curah hujan,temperatur dan kelembaban.
-

Fisik : iklim (kemarau dan hujan), geografis (pantai dan pegunungan), demografis

(kota dan desa)


Biologis : flora dan fauna
Sosial : migrasi/urbanisasi, lingkungan kerja, perumahan, bencana alam, perang,
banjir
Karakteristik Environment

o Topografi : situasi lokasi tertentu (letak/posisi/peta), baik alamiah maupun buatan


manusia, yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit tertentu (danau,
sungai, hutan, sawah)
o Geografis : keadaan yang berhubungan dengan permukaan bumi (struktur geologi,
iklim, penduduk, flora, fauna) yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran
penyakit tertentu (tanah pasir atau tanah liat)
2.5 Sumber & Mekanisme Penularan
Penularan demam Chik (sebutan untuk penyakit chikungunya) terjadi apabila
penderita yang sakit digigit oleh nyamuk aedes aegypty yang sudah membawa virus chik

(penular), kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Virus menyerang
semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis (berlaku di suatu
kawasan atau populasi dan senantiasa ada). Selain manusia, primata lainnya diduga
dapat menjadi sumber penularan. Selain itu, pada uji hemaglutinasi inhibisi, mamalia,
tikus, kelelawar, dan burung juga bisa mengandung antibodi terhadap virus
Chikungunya.
Seseorang yang telah dijangkiti penyakit ini tidak dapat menularkan penyakitnya
itu kepada orang lain secara langsung. Proses penularan hanya berlaku pada nyamuk
pembawa. Masa inkubasi dari demam Chikungunya berlaku di antara satu hingga tujuh
hari, biasanya berlaku dalam waktu dua hingga empat hari. Manifestasi penyakit
berlangsung tiga sampai sepuluh hari. Biasanya juga dapat menyebar dengan cepat ke
tetangga sekitar dan bahkan kabupaten sekitar.
Seperti DBD, chikungunya endemic di daerah yang banyak ditemukan kasus
DBD. Kasus DBD dan cikungunya pada wanita dan anak tinggi dengan alasan mereka
lebih banyak berada di rumah pada siang hari saat nyamuk menggigit. KLB
chikungunya bersifat mendadak dengan jumlah penderita relative banyak. Selain
manusia, virus chikungunya juga dapat menyerang tikus, kelinci, monyet, baboon dan
simpanse.

10

BAB III
SURVEY LAPANGAN
3.1 Gambaran Lokasi Survey
A. Kondisi Geografis
Kelurahan Siderejo Lor merupakan salah satu kelurahan yang berada dalam
wilayah Kecamatan Siderejo Kota Salatiga, Kelurahan Siderejo Lor terletak di
daerah yang bergelombang dengan kemiringan 65 % yang memiliki luas wilayah
271.600 Ha yang terdiri dari 33.270 Ha lahan sawah, 22.0300 Ha lahan kering serta
18.030 lahan lainnya.
Kelurahan Siderejo Lor beriklim tropis berhawa sejuk dan memiliki udara
yang segar dan terletak tidak jauh dari ibu kota kabupaten yaitu jarak dengan ibu
kota kecamatan yaitu 0 km, dengan ibu kota yaitu 1 km dan dengan ibu kota
provinsi sejauh 69 km.
Dengan batas-batas wilayah :

Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Timur
Sebelah Barat

: Kelurahan Blotongan
: Kelurahan Pulutan
: Kelurahan Kauman Kidul
: Kelurahan Salatiga

B. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk di Kelurahan Siderejo Lor pada tahun 2011 adalah 13.875
jiwa. Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Golongan Umur di Kelurahan
Siderejo Lor Kecamatan Siderejo Kota Salatiga Tahun 2011.

No

Golongan Umur

Jumlah

0-4 tahun

1.465

10,6

5-9 tahun

1.175

8,5

11

10-14 tahun

1.250

9,0

15-19 tahun

1.368

9,9

20-24 tahun

1.540

11,1

25-29 tahun

1.436

10,3

30-39 tahun

1.952

14,1

40-49 tahun

1.653

11,9

50-59 tahun

1.261

9,1

10

60 tahun ke atas

774

5,6

13.875

100

Jumlah

Sumber : Kelurahan Siderejo Lor Tahun 2011


Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia
20-24 tahun yaitu 11,1%, masalah kependudukan yang dialami adalah jumlah
penduduk yang besar, komposisi penduduk yang kurang menguntungkan dimana
proporsi penduduk usia muda masih relatif tinggi. Hal ini menyebabkan beban
ketergantungan masih tinggi pada usia produktif yaitu 124,89
Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Rukun Warga (RW) dan Jenis
Kelamin Kelurahan Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2011

RW

Jenis Kelamin
Laki-laki

Perempuan

01

309

4,5

330

4,7

02

286

4,2

290

4,1

03

448

6,6

512

7,2

04

453

6,7

477

6,7

05

347

5,1

366

5,2

06

570

8,4

617

8,7

07

1457

21,4

1473

20,8

08

847

12,5

856

12,1

12

09

200

2,9

211

3,0

10

599

8,8

630

8,9

11

433

6,4

426

6,0

12

277

4,1

295

4,2

13

354

5,2

362

5,1

14

218

3,2

232

3,3

6.798

100,0

7.077

100

Sumber : Kelurahan Siderejo Lor Tahun 2011


Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat di RW 07,
sedangkan RW 08 jumlah penduduk laki-laki 12,5% dan penduduk perempuan
sebanyak 12,1%.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan
Siderejo Lor Kecamatan Siderejo Kota Salatiga Tahun 2011

No

Mata Pencaharian

Jumlah

Petani Sendiri

503

3,6

Buruh Tani

882

6,4

Nelayan

Pengusaha/wiraswasta

555

4,0

Buruh Industri

1.812

13,1

Pedagang

1.357

9,8

Buruh Bangunan/lepas

1.336

9,6

Pengangkutan

667

4,8

Pegawai Negeri

1.662

12,0

Pensiunan

980

7,1

Lain-lain

4.120

29,7

Jumlah

13.875

100,0

13

Sumber : Kelurahan Siderejo Lor Tahun 2011


Dari Tabel 3 bahwa mata pencarian penduduk terbanyak adalah buruh
industri 13,1%, hal ini disebabkan karena banyaknya industri di sekitar Kota
Salatiga. Dengan banyak penduduk yang berkerja di luar daerah menyebabkan
mobilisasi penduduk yang tinggi sehingga penyebaran penyakit akan cepat terjadi.
Pekerjaan lain-lain termasuk pekerjaan yang tidak tetap dan penduduk yang masih
belum berkerja sebanyak 29,7%.
C. Kondisi Pelayanan Kesehatan
1) Sarana dan Tenaga Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kelurahan Siderejo Lor adalah
Puskesmas Siderejo Lor dan Pustu Menur, terdapat Bidan Desa yang
memberikan pelayanan persalinan juga melayani penduduk yang ingin berobat
jika sakit. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Siderejo Lor sebanyak 39
orang, sehingga pegawai yang ada di puskesmas bergantian bertugas di Pustu
untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, terdapat 8 pustu
yaitu Pustu Bugel, Pustu Kauman, Pustu Kidul, Pustu Salatiga, Pustu Damos,
Pustu Mata, Pustu Margosari dan Pustu Menur.
Tabel 4. Distribusi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Siderejo Lor Kota
SalatigaTahun 2011

No

Jenis Tenaga

Jumlah

Dokter Umum

15,4

Dokter Gigi

10,3

Sarjana kesehatan masyarakat

2,6

Perawat

23,1

Bidan

20,5

Gizi

5,1

Asisten Apoteker

12,8

Sanitarian

5,1

Analis kesehatan

5,1

14

39

100,0

Sumber : Profil Puskesmas Siderejo Lor 2011


Berdasarkan Tabel 4. bahwa tenaga kesehatan yang terbanyak di
Puskesmas Siderejo Lor adalah tenaga perawat dan paling sedikit Sarjana
Kesehatan Masyarakat.
3.2 Hasil Pengamatan
A. Pemastian Diagnosa
Pemastian diagnosis dilakukan melalui identifikasi 3 gejala klinis untuk
penetapan kasus chikungunya yaitu mendadak demam, nyeri sendi, bercak merah
pada kulit serta gejala lainnya seperti nyeri otot, sakit kepala, menggigil.
Berdasarkan identifikasi dan observasi di lapangan ditemukan 7 gejala
dengan proporsi terbesar pada kasus tersangka. Tanda dan gejala klinis pada kasus
tersangka dalam penyelidikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Gejala Klinis Demam Chikungunya di Rukun Tetangga
(RT) 06 dan RT 11 Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Gejala Klinis

Jumlah

Persentase

Demam

84

100,0

Nyeri persendian

73

86,9

Nyeri otot

73

86,9

Ruam pada kulit

43

51,2

Sakit Kepala

40

47,6

muntah

13

15,5

Kejang

1,2

Gejala lain seperti mual dan

15

Berdasarkan Tabel 5 bahwa gejala yang paling dominan terjadi pada kasus
adalah demam, nyeri sendi, nyeri otot dibandingkan dengan gejala lainnya.
Pemastian

diagnosis

secara

laboratorium,

telah

dilakukan

pemeriksaan

immunoglobulin terhadap 7 tersangka kasus dengan menggunakan rapid diagnostic


test (RDT) adalah negatif, pengambilan darah oleh petugas Dinas Kesehatan Kota
Salatiga.
Pemastian perbedaan diagnosis demam chikungunya dengan penyakit
lainnya berdasarkan gejala klinis yang mirip dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis


Gejala
yang
Gejala klinis

Chikunguny
a

DBD

Cam
pak

Mala
ria

Demam

ditemuka

typoid

n
dilapanga
n

Nyeri sendi

Demam

Ruam

Sakit kepala

Mual/muntah

Mata merah

16

Renjatan
(shock)

Pedarahan

hati

Batuk

Pilek

Kulit bersisik -

Diare

muka

Menggigil

Kejang

Ikterus

Berkeringat

Rose spot

Nyeri

ulu

Bercak
koplek

di

Sumber : Control of Communicable Diseases Manual, 2000.


Gejala klinis penderita pada KLB ini dibandingkan dengan gejala klinis
penyakit-penyakit pada Tabel 6 lebih mendekati pada gejala klinis demam
chikungunya.
B. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan karena keresahan yang terjadi di masyarakat.
Keresahan diakibatkan karena ketidak tahuan masyarakat perihal penyakit ini.
Keresahan semakin meluas semenjak ada beberapa orang menderita penyakit dan
keluhan yang sama dalam beberapa hari yaitu mendadak demam serta beberapa
anggota tubuh terutama tangan dan kaki sulit untuk digerakkan.

17

Kasus demam chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor merupakan kejadian


luar biasa (KLB). Hal ini didasarkan pada laporan W1 (laporan KLB/wabah/24 jam)
dan didukung dengan laporan mingguan W2 Puskesmas Siderejo Lor. Penetapan
adanya KLB juga dilakukan dengan membandingkan data surveilans Puskesmas
Siderejo Lor dan Dinas Kesehatan Kota Salatiga selama ini belum pernah ditemukan
kasus demam chikungunya di daerah tersebut. Jadi kasus demam chikungunya yang
terjadi merupakan kasus pertama.
Di Puskesmas siderejo Lor selama 3 tahun kebelakang belum pernah terjadi
kasus chikungunya. Penetapan KLB untuk penyakit chikungunya adalah jika
ditemukan lebih dari satu kasus demam chikungunya yang berhubungan secara
epidemilogis atau terjadi secara berkelompok (Depkes RI, 2009).

C. Deskripsi KLB
1. Distribusi kasus
Hasil analisa gejala dari pertama kali muncul diketahui bahwa kasus
chikungunya telah terjadi pada tanggal 20 Desember 2011 dengan jumlah kasus
1 orang, puncak terjadinya kasus terjadi pada tanggal 07 Januari 2012 sebanyak
10 kasus dan pada tanggal 18 Januari 2012 ditemukan kasus 1 kasus tambahan
2. Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat, Orang dan Waktu
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Tempat
Pertama kali yang melaporkan adanya kasus Chikungunya adalah di
RT 06 RW 08, dimana warganya mengalami gejala panas, persendian sakit,
pusing, demam, badan menggigil, tulang linu dan tidak bisa berjalan,
kemudian menyebar ke RT 11 yang sangat berdekatan dengan gejala yang
sama. Distribusi kasus demam chikungunya menurut tempat dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan di RT
di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012

RT

Jumah

Jumlah

AR

penduduk

Penderita

(%)

18

RT 06

116

48

41,3

RT 11

118

36

30,5

Jumlah

234

84

35,8

Berdasarkan Tabel 7 bahwa penderita demam chikungunya di


Kelurahan Siderejo Lor hanya terjadi di RW 08 yang terdiri dari 2 RT, dan
RT yang paling banyak kasusnya adalah RT 06 sebanyak 48 orang,
sedangkan RT 11 sebanyak 36 orang, di RT 06 lebih banyak menderita
chikungunya (AR=41,3%) bila dibandingkan dengan RT 11.
b. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Orang
Deskripsi kasus demam chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor di
RW 08 menurut variabel orang adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan Jenis
Kelamin di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota
Salatiga Tahun 2012
Jumlah

Jumlah

penduduk

Penderita

Laki-laki

108

38

35,3

Perempuan

126

46

36,4

Jumlah

234

84

35,8

Jenis Kelamin

AR
(%)

Dari Tabel 8 diperoleh bahwa distribusi penderita demam chikungunya


berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (AR =
36,4%). Hal ini disebabkan oleh karena perempuan lebih banyak berada di
rumah dibandingkan dengan laki-laki.
Tabel 9. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor
Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Pendidikan

Jumah

Jumlah

AR

19

penduduk

Penderita
(%)

Tidak sekolah

11

9,3

Belum sekolah

28

21,7

Belum tamat SD

12

75,0

SD

39

16

40,6

SLTP

38

15

39,2

SLTA

75

32

42,4

Sarjana

31

16,1

Jumlah

234

84

35,8

Berdasarkan Tabel 9 di peroleh bahwa penderita chikungunya lebih


banyak terjadi pada pendidikan SLTA sedangkan menurut AR maka yang
paling tinggi terjadi pada yang belum tamat SD (AR=75,0%) sedangkan yang
paling rendah terjadi pada yang tidak sekolah.
Tabel 10. Distribusi Penderita Demam Chikungunya Berdasarkan
Pekerjaan di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota
Salatiga Tahun 2012
Jumah

Jumlah

AR

Penduduk

Penderita

(%)

Ibu rumah tangga (IRT)

18

13

72,2

Pedagang

18

16,7

42

21,4

PNS

37,5

Wiraswasta

82

32

39,0

Buruh pabrik

34

11,8

Pekerjaan

Pelajar/siswa (termasuk
tidak) berkerja

20

petani

12,5

Pegawai swasta

18

5,6

Pensiunan

33,3

Jumlah

234

84

35,8

Berdasarkan Tabel 10 di peroleh bahwa penderita chikungunya paling


banyak terjadi pada wiraswasta, sedangkan menurut angka AR paling tinggi
terjadi pada IRT dengan AR=72,2%, hal ini disebabkan oleh karena ibu
rumah tangga lebih banyak berada di rumah dibandingkan dengan pekerjaan
yang lainnya.
c. Deskripsi Kasus Berdasarkan Variabel Waktu
Kejadian luar biasa chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor dapat
diketahui perkiraan pola penularan, periode paparan, puncak kejadian serta
periode terjadinya kejadian luar biasa dengan mengamati kurva epidemik
kasus chikungunya seperti pada Gambar 5.
Gambar Kurva Epidemik KLB Demam Chikungunya di RW 08
Kelurahan Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Jawa Tengah Tahun
2012. Tipe kurva epidemik (epidemic curve) adalah tipe propagated, yang
berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat sepanjang masa
paparan penyakit. Dengan menarik kebelakang sebesar masa inkubasi
terpendek (3 hari) dari kasus pertama dan inkubasi terpanjang pada kasus
yang terakhir (12 hari), maka dengan demikian dapat diketahui bahwa waktu
paparan terjadi pada tanggal 17 Desembar 2011 sampai 18 Januari 2012 atau
33 hari.
3. Populasi Risiko Tinggi
Populasi resiko tinggi dapat dianalisis dengan berbagai cara yaitu
berdasarkan variabel orang, tempat dan waktu, sehingga di peroleh populasi yang
memiliki risiko tinggi menderita chikungunya yaitu :
a. Jenis kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis kelamin laki-laki (AR = 36,4%), IRT dengan AR=72,2%,
b. Pendidikan yang belum tamat SD (AR=75,0%)

21

c. Penduduk yang tinggal di RT 06 lebih berisko dibandingkan dengan RT 11


(AR=41,3%)

D. Identifikasi Sumber dan Cara Penularan


1. Pemeriksaan Jentik di rumah
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan chikungunya di RW 08,
maka karyasiswa dibantu oleh petugas Dinas Kesehatan dan Puskesmas Siderejo
Lor Kota Salatiga memeriksa jentik di dalam dan luar rumah dari 60 rumah yang
diamati diperoleh bahwa :
Tabel 11. Distribusi Pemeriksaan Jentik Berdasarkan Tempat Yang
Diperiksa di RT 6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota
Salatiga Tahun 2012
Positif

Tempat yang

Total

diperiksa

diperiksa

Di
dalam

Bak mandi

Di luar

Di
dalam

Di luar

78

23

29,5

0,0

32

9,4

18,8

Bak WC

43

13

30,2

0,0

Vas/pot bunga

67

0,0

11,9

Container lain
( kaleng bekas, ban

85

31

0,0

36,5

Drum penampung
air

bekas dll)
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh bahwa jentik ditemukan paling banyak
terdapat di Bak WC di dalam rumah sedangkan di luar rumah terdapat di kaleng
bekas, ban bekas.
Tabel 12. Distribusi Pemeriksaan Jentik Berdasarkan House Indeks di RT
6 dan RT 11 di Kelurahan Siderejo Lor Kec.Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
Rumah di periksa

Total di

Positif

22

Kasus

Kontrol

28

32

periksa
60

34

56,6

Dilihat dari house indeks dari 60 rumah yang diperiksa ditemukan 34


rumah yang memiliki jentik, sehingga diketahui house indeksnya adalah 56,6%
2. Analisis Faktor Risiko
Dalam menganalisa faktor risiko chikungunya, maka semua kasus
penderita chikungunya dengan gejala utama demam, nyeri pada persendian dan
bintik-bintik merah pada kulit (ruam) serta anggota keluarga atau tetangga dari
penderita yang tidak mengalami gejala demam, nyeri pada persendian dan bintikbintik merah pada kulit (ruam) ditanyakan dengan menggunakan kuesioner yang
terstrukur sehingga di peroleh faktor-faktor risiko terjadinya chikungunya
seperti pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis faktor Risiko Kasus Demam Chikungunya di
RW 08 Kelurahan Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012
OR

Kasus

Kontrol

(n)

(n)

(CI)

Ya

35

19

2,689

Tidak

50

73

(1,384-5,226)

Baju atau celana

Tidak

70

81

0,634

panjang

Ya

15

11

(0.273-1,470)

Tidur menggunakan

Tidak

68

70

1,257

kelambu

Ya

17

22

(0,615-2,571)

Tidak menggunakan

Ya

41

24

2,640

Tidak

44

68

(1.405-4.960)

Tidur siang

Tidak

68

79

0,658

menggunakan

Ya

17

13

Variabel

Tidur siang

anti nyamuk

P Value

0.003*

0.285

0,530

0,002*
0,298

23

selimut

(0,298-1,453)
0,444

Tidak

70

84

Ya

15

(0,178-1,109)

Ya

65

72

0,903

Tidak

20

20

(0,446-1,827)

Pengetahuan tentang

Tidak

49

51

1,094

chikungunya

Ya

36

41

(0,603-1,984)

Kawat kasa anti

Tidak

73

54

4,281

Ya

12

38

(2,046-8,956)

Ya

35

14

3,900

Tidak

50

78

Melaksanakan PSN
Kebiasaan
menggantung
pakaian

nyamuk
Rumah dekat kebun

0,077

0,776

0,767

0,000*

0,000*
(1,909-7,967)

Keterangan : p value* = bermakna (p<0,05), OR= Odds Ratio


Dari Tabel 13 diperoleh bahwa dengan menggunakan analisis bivariat di
dapatkan variabel kebiasaan tidur siang merupakan faktor risiko (OR=2,68),
artinya orang dengan kebiasaan tidur siang memiliki risiko terjadinya chikungunya
3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan tidur
siang dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,384-5,226, p=0.003). Kebiasaan
tidak menggunakan obat anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=2,640) artinya
orang yang tidak menggunakan obat anti nyamuk memiliki peluang menderita
chikungunya 3 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan obat anti
nyamuk dan secara statistik bermakna dengan (CI=1.405-4.960, p=0,002). Rumah
yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko
(OR=4,281) artinya rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti nyamuk
memiliki peluang menderita chikungunya bagi anggota keluarganya sebesar 4 kali
bila dibandingkan dengan rumah yang menggunakan dan secara statistik bermakna
(CI=2,046-8,956, p=0,000). Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4

24

kali (OR=3,900) lebih besar menderita chikungunya bila dibandingkan dengan


rumah yang berjauhan dengan kebun, secara statistik bermakna dimana (CI=
1,909-7,967, p=0,000).
Variabel tidur menggunakan kelambu bukan merupakan risiko terjadinya
chikungunya (OR=1,257), menggunakan baju atau celana panjang bukan
merupakan risiko terjadinya chikungunya (OR=0,634), tidur siang menggunakan
selimut bukan merupakan risiko terjadinya chikungunya (OR=0,658). Kebiasaan
menggantung

pakaian

bukan

merupakan

risiko

terjadinya

chikungunya

(OR=0,903), serta pengetahuan chikungunya bukan merupakan risiko terjadinya


chikungunya (OR=1,094) variabel tersebut secara statistik tidak bermakna dimana
p < 0,005
Tabel 14. Hasil Analisis Multivariabel Kasus Demam Chikungunya di
RW 08 Kelurahan Siderejo Lor Kec. Siderejo Kota Salatiga Tahun 2012

Variabel

S.E.

Tidur siang

0,749 0,382 3.849

Tidak
Menggunakan

1,217 0,376

anti nyamuk
Kawat

kasa

anti nyamuk
Rumah
kebun

dekat

1,677 0,426

Wald

10.48
9
15.52
5

1,260 0,408 9.556

Exp(B

df

Sig.

0,050 2.114

1,001-4,465

0,001 3.378

1,617-7,058

0,000 5,349

0,081-0,431

0,002 3.527

1,586-7,842

95%CI

Berdasarkan Tabel 14 di peroleh bahwa dari analisis multivariabel dari 4


variabel, diketahui variabel rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti
nyamuk memiliki peluang 5 kali lebih besar menderita chikungunya (OR=5,349,
CI=0,081-0,431) bila dibandingkan dengan variabel lainnya, ditambah dengan

25

rumah yang berdekatan dengan kebun memililki risiko 4 kali lebih besar untuk
terjadinya penyakit chikungunya (OR=3.527, CI=1,586-7.842).
3.. Sumber Penularan
Penularan demam chikungunya terjadi pada penderita yang sakit (dalam
keadaan viremia) digigit oleh nyamuk aedes aegypti kemudian menggigit orang
lain, biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga dan dengan cepat
menyebar ke wilayah baik RT/RW/dusun atau desa (Depkes RI, 2009).
Untuk mengetahui sumber penularan dapat dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan seluruh warga yang menderita chikungunya yaitu sebanyak 84
orang dimana 48 orang di RT 06 dan 36 di RT 11. Serta pemeriksaan jentik
dilakukan dengan mengamati tempat penampungan air baik di dalam maupun di
luar rumah. Dari hasil wawancara tersebut dan pengamatan di peroleh bahwa yang
pertama sekali mengalami gejala seperti demam, nyeri sendi, nyeri otot, timbul
bintik merah dikulit adalah Bapak S pada tanggal 20 Desember 2011, kemudian 4
hari yaitu pada tanggal 24 Desember 2011 Ny. Y menderita sakit dengan gejala
yang sama dengan Bapak S, serta sekeluarga Bapak S menderita sakit yang
memiliki gejala yang sama,berdasarkan pengamatan jentik di rumah Bapak S
ditemukan jentik di luar rumah yaitu drum penampungan air hujan yang digunakan
sebagai tempat untuk menyiram bunga, dan rumah Bapak S berdekatan dengan
tempat penampungan barang-barang bekas yang dibiarkan terbuka oleh pengelola
usaha tersebut. Ditempat usaha juga ditemukan jentik.
Dilihat dari house indeks di RT 06 dan RT 11, 60 rumah yang diperiksa
ditemukan 34 rumah yang memiliki jentik, sehingga diketahui house indeksnya
adalah 56,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ditemukan tempat-tempat
perindukan nyamuk.
4. Cara Penularan
Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia oleh gigitan nyamuk betina
yang terinfeksi. Umumnya nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus, nyamuk
ini dapat biasanya menggigit pada siang hari, walaupun mungkin ada puncak
aktivitas di pagi hari dan sore. Kedua spesies tersebut ditemukan menggigit di luar
rumah, namun ae. aegypti mengigit dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk yang

26

terinfeksi, akan terjadi sakit pada host antara empat dan delapan hari, tetapi dapat
berkisar dari dua sampai 12 hari (CDC, 2008).
Cara penularan berbentuk propogated yaitu sumber penularan bukan
merupakan faktor tunggal dan utama dimana sumber penularan lebih dari satu
orang atau sebelumnya telah terjadi penularan penderita demam chikungunya
secara terus menerus dari kasus di gigit nyamuk dan nyamuk yang telah terinfeksi
mengigit orang sehat.
Hasil analisis bivariat di dapatkan variabel kebiasaan tidur siang
merupakan faktor risiko (OR=2,68) dan secara statistik bermakna dimana
(CI=1,384-5,226, p=0.003). Kebiasaan tidak menggunakan obat anti nyamuk
merupakan faktor risiko

(OR=2,640) dan secara statistik bermakna dimana

(CI=1.405-4.960, p=0,002). Rumah yang tidak menggunakan kawat kasa anti


nyamuk merupakan faktor risiko (OR=4,281) dan secara statistik bermakna
(CI=2,046-8,956, p=0,000). Rumah yang dekat dengan kebun merupakan faktor
risiko (OR=3,900) menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana
(CI=1,909-7,967, p=0,000).
Kota Salatiga berada di cekungan kaki bukit diantara gunung-gunung kecil
serta curah hujan cukup tinggi yaitu 1.935 mm per tahun terutama pada Desember
sampai Pebruari peningkatan kejadian chikungunya erat kaitannya dengan semakin
banyaknya tempat perindukan nyamuk dengan meningkatnya curah hujan serta
meningkatnya mobilisasi penduduk.
Di Kelurahan Siderejo Lor terutama di RT 11 dan RT 06 terdapat dua
pengusaha yang pengumpul barang-barang bekas di lingkungan warga, sehingga
barang-barang bekas dapat menampung air hujan yang memungkinkan untuk
tempat nyamuk bertelur seperti kaleng-kaleng bekas, tempat air mineral bekas, dan
lain-lain yang berada disekitar rumah penduduk yang dapat menjadi tempat
perindukan vektor penyakit demam chikungunya dan ditemukan juga kebun jati
yang dimana terdapat cekungan di pohon tersebut sehingga dapat merupakan
tempat perindukan nyamuk yang akan meningkatnya populasi nyamuk.
5. Kegiatan Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan

27

Kegiatan penanganan KLB chikungunya di Kelurahan Siderejo Lor telah


dilaksanakan berdasarkan surat Kepala Dinas Kesehatan Kota Salatatiga tertanggal
12 Januari 2012 adalah :
a. Membuka posko kesehatan di lokasi kejadian yang bertempat di salah satu
rumah warga yaitu Bapak L yang berada di RT 06 posko kesehatan selama dua
hari yaitu tanggal 12-13 Januari 2012. Dibukanya pos kesehatan untuk
menjaring pasien-pasien chikungunya yang baru disamping memberikan
informasi kepada masyarakat tentang cara-cara pencegahan supaya penyakit
chikungunya tidak menjadi wabah di kelurahan tersebut.
b. Penyelidikan epidemiologi ke lokasi kejadian adalah untuk mengetahui sumber
penularan

dan

faktor-faktor

yang

menyebabkan

terjadinya

penyakit

chikungunya tersebut, kegiatan penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh


petugas Dinkes Kota Salatiga dibantu oleh staf surveilands Puskesmas Siderejo
Lor, melibatkan bidan desa, kader dan tokoh masyarakat.
c. Penyuluhan tentang chikungunya
Pada tanggal 15 Januari 2012 telah dilakukan penyuluhan di RW 08 yang
merupakan daerah penderita chikungunya, pemateri dalam kegiatan itu adalah
staf Dinkes Kota Salatiga di bantu oleh petugas Puskesmas Siderejo Lor,
masyarakat yang mengikuti kegiatan tersebut kebanyakan ibu-ibu rumah
tangga.
d. Foging fokus
Kegiatan pengasapan ini dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa yang
dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2011 dan diulangi pada tanggal 19
Januari 2012, hal ini di nilai efektif karena setelah dilakukan pengasapan kasus
chikungunya turun drastis.

3.3 Permasalahan
Telah terjadi KLB demam chikungunya dengan gejala-gejala klinis demam,
ruam, nyeri sendi di Kelurahan Siderejo Lor Kecamatan Siderejo Kota Salatiga Provinsi
Jawa Tengah.

28

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Berdasarkan Variabel Orang, Tempat dan Waktu


1) Variabel Orang
Untuk mengetahui kelompok berisiko menurut variabel orang dapat dilihat
dari angka AR dimana jenis kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki (AR=36,4%), IRT dengan AR=72,2%,
hal ini disebabkan karena perempuan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah
untuk mengurus segala kebutuhan bagi anggota keluarga dan menjadi ibu rumah
tangga. Dilihat dari pendidikan kelompok yang berisiko adalah yang belum tamat
SD (AR=75,0%), hal ini disebabkan karena kebiasaan anak-anak yang sering
bermain di halaman dan sekitar rumah ditambah rumah berdekatan dengan kebun
yang tidak dirawat sehingga sebagai tempat beristirahat nyamuk (resting place).
Dilihat dari perumahan yang tidak dilengkapi dengan kawat kasa anti nyamuk

29

sehingga nyamuk memiliki kesempatan yang lebih besar untuk masuk karena hospes
berada di dalam rumah.
2) Tempat
Berdasarkan variabel tempat tinggal penduduk bahwa kasus demam
chikungunya menyebar di 2 (dua) RT yang berdekatan yaitu di RT 11 dan RT 06,
Penduduk yang tinggal di RT 06 lebih berisko dibandingkan dengan RT 11
(AR=41,3%), hal ini disebabkan karena di RT 06 ditemukan tempat-tempat
perindukan nyamuk seperti tempat jual-beli barang rongsokan yang merupakan
media untuk tempat perkembangbiakan nyamuk pada musim penghujan, serta RT 06
sangat berdekatan dengan kebun jati warga yang tidak terawat dengan baik dan di
kebun tersebut ditemukan tempat perindukan nyamuk seperti kaleng-kaleng bekas,
dan cekungan-cekungan pohon jati yang dapat menampung air hujan

3) Variabel Waktu
Berdasarkan tipe kurva epidemik (epidemic curve) yaitu tipe propagated,
menunjukan bahwa penularan KLB di Siderejo Lor

terus menerus dalam satu

tempat, sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal, sehingga sumber


penularan atau vektornya berada di RT 06 dan RT 11, penularan demam
chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan veremia) digigit
oleh nyamuk penular, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan terjadi
dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu wilayah
(RT/RW/dusun/desa) (Depkes, 2009).
Gambaran kurva epidemik menunjukkan kurva yang terbentuk adalah
propagated, yang berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat.
Terdapat 2 puncak yang terjadi yaitu puncak pertama pada tanggal 01 Januari 2011
dengan kasus sebanyak 12 kasus dan puncak kedua pada tanggal 08 Januari 2012
dengan kasus sebanyak 16 orang. Hal ini disebabkan pada bulan Desember sampai
Januari tingkat curah hujan meningkat sehingga akan menyebabkan peningatan dari

30

populasi jentik, maka tindakan yang harus dilakukan adalah mengaktifkan kegiatan
PSN di lingkungan tempat tinggal.
Waktu paparan di kurva epidemik menunjukkan bahwa waktu paparan
pertama diperkirakan terjadi pada tanggal 17 Desember 2011 karena setelah 3 hari
(masa inkubasi terpendek) telah terjadi kasus (indeks case) yaitu B. S, lamanya
paparan terjadi 33 hari yaitu dari tanggal 17 Desember 2011 sampai 18 Januari 2012.
4.2 Berdasarkan Faktor Risiko
Analisis bivariat menunjukkan bahwa dari variabel faktor kebiasaan tidur siang,
menggunakan anti nyamuk, kawat kasa anti nyamuk, rumah dekat kebun. Untuk melihat
faktor resiko yang dominan tersebut berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan
analisis multivariabel pada faktor risiko yang secara statistik bermakna.
Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang
dominan berhubungan dengan KLB chikungunya adalah rumah yang tidak
menggunakan kawat kasa anti nyamuk merupakan faktor risiko (OR=4,281) dan secara
statistik bermakna (CI=2,046-8,956, p=0,000), hal ini mungkin karena penderita lebih
banyak digigit di dalam rumah dimana perempuan (AR=36,4%), lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah serta kebiasaan anak-anak yang belum tamat SD
(AR=75,0%), yang memiliki kebiasaan bermain di dalam, halaman dan sekitar rumah,
Rumah yang dekat dengan kebun memiliki peluang 4 kali (OR=3,900) lebih besar
menderita chikungunya dan secara statistik bermakna dimana (CI=1,909-7,967,
p=0,000), hal ini disebabkan karena kebun yang tidak dirawat tersebut terdapat
cekungan-cekungan dan terdapat kaleng-kaleng bekas dimana pada musim penghujan
dapat menampung air sehingga dapat menjadikan media yang baik bagi nyamuk untuk
berkembang biak.
Nyamuk ini dapat biasanya menggigit pada siang hari, walaupun mungkin ada
puncak aktivitas di pagi hari dan sore. Kedua spesies ditemukan menggigit di luar
rumah, namun Ae. aegypti mengigit dalam rumah. Setelah gigitan nyamuk yang
terinfeksi, akan terjadi sakit pada host antara empat dan delapan hari, tetapi dapat
berkisar dari dua sampai 12 hari (CDC, 2008).

31

Hal ini berbeda dengan KLB chikungunya yang dilakukan oleh Yumantini (2008)
di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok bahwa ketersediaan kasa nyamuk
tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian chikungunya (p=0,787).
Faktor dominan yang mempengaruhi KLB adalah kepadatan hunian (OR=2,3:1,2813,970). Probabilitas kejadian chikungunya

yaitu

sebesar

2,1 kali apabila tingkat

pendidikan rendah dan hunian tidak padat dibandingkan dengan tingkat pendidikan
tinggi dan hunian padat.
Salah satu cara untuk mencegah chikungunya haruslah terlebih dahulu mengetahui
tentang chikungunya terutama dari petugas kesehatan. Berdasarkan wawancara dengan
masyarakat, umumnya mereka tidak mengetahui tentang chikungunya sehingga hal ini
akan sulit untuk mengetahui cara-cara pencegahan seperti menghilangkan tempat-tempat
perindukan nyamuk. Pengetahuan masyarakat tentang chikungunya dapat dilakukan
dengan penyebaran informasi melalui penyuluhan atau kegiatan lain sebaiknya
disampaikan melalui petugas kesehatan dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat
serta disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat setempat. Penyebaran informasi
ini sebaiknya tidak hanya dilakukan melalui ceramah (penyuluhan) atau pembagian
leaflet atau media lain tetapi juga dengan tindakan nyata/ praktek seperti kerja bakti
bersama agar masyarakat semakin memahami informasi yang di dapat. Pengelolaan
lingkungan dan perlindungan diri seperti melakukan PSN, memodifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk buatan manusia, pemakaian obat

anti

nyamuk,

dan

sebagainya harus terus dilakukan sebagai tindakan pencegahan penyakit chikungunya.

32

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah terjadi KLB demam chikungunya di RW 08 Kelurahan Siderejo Lor Kec.
Siderejo Kota Salatiga dengan jumlah kasus 84 kasus, dimana RT 06 sebanyak 48
orang, sedangkan RT 11 sebanyak 36 orang, periode KLB demam chikungunya dengan
periode waktu selama lebih kurang 4 minggu dari tanggal 17 Desember 2011 sampai 18
Januari 2012, gejala chikungunya terutama demam (100%), nyeri persendian dan otot
86,9%, ruam pada kulit 51,2%, sakit kepala 47,6%, mual dan muntah 15,5%, kejang
1,2%.
Kasus tersebar di 2 RT yaitu RT 11 dan RT 06, RT 06 lebih berisko (AR=41,3%). Jenis
kelamin perempuan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin
laki-laki (AR = 36,4%), profesi IRT dengan AR=72,2%, Pendidikan yang belum tamat
SD (AR=75,0%).
Dengan teknik wawancara ditemukan kasus pertama sekali (indeks case) adalah bapak
S pada tanggal 20 Desember 2011 menderita demam, nyeri sendi, kemudian sekeluarga
Bapak S menderita sakit yang memilki gejala yang sama dengan yaitu Ny. Y pada
tanggal 24 Desember 2011.
Dilihat dari cara penularan kasus di chikungunya termasuk tipe propagated, yang
berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat. Kasus yang pertama
diperkirakan terpapar oleh gigitan nyamuk pada tanggal 17 Desember 2011.
Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan
berhubungan dengan KLB chikungunya adalah rumah yang tidak menggunakan kawat
kasa anti nyamuk mempunyai risiko lebih besar yaitu 4 kali (OR=4,281) dan secara

33

statistik bermakna (CI=2,046-8,956) serta variabel rumah dekat kebun mempunyai


risiko lebih besar yaitu 4 kali (OR=3,900) serta secara statistik bermakna CI=1,9097,967).
Kegiatan yang telah dilakukan adalah membuka posko kesehatan di lokasi kejadian,
penyelidikan epidemiologi ke lokasi kejadian untuk mengetahui sumber penularan dan
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit chikungunya. Penyuluhan tentang
chikungunya serta kegiatan pengasapan ini dilakukan untuk membunuh nyamuk
dewasa
5.2 Saran
1) Kepada dinas Kesehatan Kota Salatiga
o Meningkat sistem kewaspadaan dini terhadap KLB dengan melaksanakan
kegiatan surveilands aktif, serta pembinaan secara kontinyu terhadap pemegang
program surveilands Puskesmas tentang penyakit-penyakit yang potensial
wabah.
o Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan analisis data
kejadian penyakit sehingga diketahui trends setiap penyakit.
o Meningkatkan kerjasama lintas program dengan bagian Promosi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan tentang
chikungunya.
o Meningkatkan kegiatan penyelidikan epidemiologis terhadap penyakit serta
pemantauan perkembangan KLB chikungunya setiap saat
2) Kepada Puskesmas Siderejo Lor
o Meningkatkan peran serta masyarakat melalui kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk dengan merangkul tokoh masyarakat, tokoh agama serta mengaktifkan
forum kesehatan kelurahan (FKK).
o Sistem pencatatan dan pelaporan surveilands (W1, W2) ditingkatkan sehingga
apabila

terjadinya

peningkatan

kasus

akan

segera

melaksanakan pelatihan-pelatihan singkat di puskesmas


3) Kepada Masyarakat Siderejo Lor

diketahui

dengan

34

Melaksanakan kegiatan gotong royong melalui forum kesehatan kelurahan


(FKK) sehingga kegiatan tersebut lebih terorganisir dengan melibatkan seluruh

masyarakat melalui peraturan dari Kelurahan.


o Lebih meningkatkan kembali kegiatan PSN di lingkungan rumah masing-masing
untuk mengurangi populasi jentik nyamuk yang dapat dilakukan seminggu atau
dua minggu sekali.
o Masyarakat dianjurkan untuk selalu menghindari gigit nyamuk seperti
menggunakan kawat kasa anti nyamuk di rumah-rumah, menggunakan obat anti
nyamuk, menggunakan baju atau celana panjang jika keluar rumah.

35

DAFTAR PUSTAKA
Bres, P. (1995), Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa,
Petunjuk Praktis, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta
CDC

(2006),.Chikungunya

Fever

Diagnosed

Among

Travelers.United.States,.2005-2006,http://www.cdc.gov/mmwr/.

International
preview/

mm

wrhtml/mm5538a2.htm (diakses 22 Januari 2012).


CDC.
(2008),.Chikungunya.Fact.Sheet,.http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/Chikungunya/C
H_FactSheet.html (diakses 22 Januari 2012).
Chin J (2000), Control of Communicable Diseases Manual, American Public Health
Association, 17th Editions, Washington
Depkes RI (2007), Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman
Epidemiologi Penyakit), Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RI (2009), Pedoman Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Menular
dan Keracunan Makanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, (2010), Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009, Semarang
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, (2011), Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2010, Semarang
EPPY (2008) Demam Chikungunya, Bagian Penyakit Dalam Rs Persahabatan Jakarta
Majalah, Medicinus vol 21 Halaman 20-28
Fatmi, Y (2006). Penelitian tentang Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan Yang
Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan
Limo, Kota Depok.
Hastono (2007). Analisa Data Kesehatan. Basic Data Analysis for Health Research Training.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia

36

Kementrian.Kesehatan.RI.
(2012),.Chikungunya.di.Depok,.http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1764-chikungunya-di-depok.html (diakses 25 Januari 2012).
WHO.(2007),.What.Is.Chikungunya.Fever,.http://www.who.int/features/qa/63/en/(

diakses

23 Januari 2012)
WHO.(2006),.Chikungunya.Di.La>Runion.Island.
(Prancis),.http://www.who.int/csr/don/2006_02_17a/en/index.html (diakses 23 Januari 2012)
Widodo (2010), Sejarah Chikungunya Di Indonesia Suatu Penyakit Reemeging, Media
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol; XX Hal 55-59

Anda mungkin juga menyukai