Anda di halaman 1dari 5

1.

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS


OLEH (MITIYANI. SALEMBA MEDIKA. JAKARTA:2011)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS
Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi
kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram (Murray,
2002 dalam Mitayani, 2011).
1.1.1 Etiologi
Etiologi ynag menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut.
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom,
lingkungan nidasi kurang sempurna, dan pengaruh luar.
2) Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis, dan
HIV.
3) Abnormalitas traktur genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks
berlebihan, robekan serviks, dan retroversio uterus.
4) Kelainan plasenta.
1.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut:
1) Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, saat hasil konsepsi masih dalam
uterus tanpa adanya dilatasi serviks.
2) Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
3) Aborsi inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih adanya sisa yang
tertinggal dalam uterus.
4) Aborsi kompletus adalah abortus yang hasil konsepsinya sudah
dikeluarkan.
5) Abortus servikalis adalah keluarnya hasil konsepsi dari uterus
dihalangi oleh osteum uterus ekternum yang tidak membuka, sehingga
semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis uterus menjadi besar,
kurang lebih bundar dengan dinding menipis.
6) Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.

7) abortus hibitualis adalah abortus yang berulang dengan frekwensi


lebih dari 3 kali.
8) Abortus septik adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran
kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritonium.
1.1.3 Manifestasi klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid
yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada
1.1.4

perut begian bawah.


Penatalaksanaan
Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi
selama kehamilan. Ibu harus istirahat total dan dianjurkan untuk
re;aksasi. Terapi intervena atau tranfusi darah dapat dilakukan bila
diperlukan. Pada kasus aborsi inkomplit di usahakan untuk
mengosongkan uterus melalui pembedahan. Begitu juga dengan kasus
missed abortion jika janin tidak keluar spontan. Jiak penyebabnya
adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda sampai dapat

penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik.


1.2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN KEHAMILAN
EKTOPIK
Definisi
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah di buahi diluar
cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan
abdomen. Namun, kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di
tuba falopi (Murria, 2002 dalam Mutiyani).
2.2.1

Etiologi
Sebagian besar penyebab tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor
yang memegang peranan adalah sebagai berikut:
1) Faktor dalam lumen tuba: endosalfingitis, hipoplasia lumen tuba.
2) Faktor dinding lumen tuba: endometriosis tuba, diventrikel tuba

kongenital.
3) Faktor diluar dinding lumen tuba: perlengketan pada tuba, tumor.
4) Faktor lain: migrasi luar ovum, fertilasi in vitro.
1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan kehamilan ektopik adalah sebagai
berikut;

1) Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada


umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan
mungkin merasa nyeri sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa
dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek,
walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba
yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada
pemeriksaan bimanual.
2) Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dirongga perut samapai terdapat gejala yang tidak
jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.
3) Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.
Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu
pingsan dan masuk kedalam syok.
4) Perdarahan pervaginam merupakan salah satu tanda penting yang kedua
pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan
kematian janin,
5) Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi.
2. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam
tindakan demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
1) Kondisi ibu pada saat itu.
2) Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3) Lokasi kehamilan ektopik.
4) Kondisi anatomis organ pelvis.
5) Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6) Kemampuan tekhnologi fertilasi vitro setempat.
Hasil pertimbangan ini yang menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dapat dilakukan
pembedahan konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan
ektopik di parsampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani
dengan

menggunakan

pembedahan.

kemoterapi

untuk

menghindari

tindakan

A. ASUHAN

KEPERAWATAN

PADA

IBU

DENGAN

HIPEREMIS

GRAVIDARUM
1. Definisi
Hiperemis gravidarum adalah mual muntah berlebihan sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk.
Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering ditemui pada
kehamilan trimester I, kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama
10 minggu. Sekitar 60-80% multigravida mengalami mual muntah, namun
gejala ini terjadi lebih berta hanya pada 1 di antara 1.000 kehamilan
(Mitiyani, 2011).
2. Etiologi
Etiologi hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, namun
diduga dipengarhi oleh berbagai faktor berikut ini:
1) Faktor predisposisi seperti primigravida, molahidatidosa,

dan

kehamilan ganda.
2) Faktor organik seperti alergi masuknya vilikhorialis dalam sirkulasi,
perubahan metabolik akibat kehamilan, dan resistensi ibu yang
menurun.
3) Faktor psikologi.
3. Patofisiologi
Secara fisiologis, mual terjadi akibat kadar estrogen yang meningkat
dalam darah sehingga memengaruhi sistem pencernaan, tetapi mual
muntah yang terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan dehidrasi,
hiponatremia,
mengakibatkan

serta

penurunan

hemokonsentrasi

klorida
yang

urine

yang

mengurangi

selanjutnya

perfusi

darah

kejaringan dan menyebabkan tertimbunnya zat toksik.


Pemakaian cadangan karbohidrat dan lemak mengakibatkan oksidasi
lemak tedak sempurna, sehingga terjadi ketosis. Hipokalemia akibat
muntah dan ekskresi yang berlebihan yang selanjutnya menambah
frekuensi muntah dan merusak hepar. Selaput lendir esofagus dan lambung
dapat robek (sindrom Mallory-Weiss), sehingga terjadi perdarahan
gastrointestinal.
4. Manifestasi klinis
Berdasarkan berat ringannya gejala, hiperemesis gravidarum dibagi
menjadi 3 tingkatan.
1) Tingkat I

Muntah yang terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum,


menimbulkan rasa lemah, penurunan nafsu makan, berat badan turun,
dan nyeri epigastrium. Frekwensinya ibu biasanya naik menjadi 100
kali/menit, tekanan darah sistolik turun, turgor kulit menurun, lidah
kering, dan mata cekung.
2) Tingkat II
Ibu tanpak lemah dan apatis, lidah kotor, nadi kecil dan cepat, suhu
tubuh terkadang naik, serta mata sedikitikterik. Berat badan ibu turun,
timbul hipotensi, hemokonsentrasi, oliguria, konstipasi, dan npas bau
aseton.
3) Tingkat III
Kesadaran ibu menurun dari samnolen hingga koma, muntah berhenti,
nadi cepatdan kecil, suhu meningkat, serta tekanan darah semakin
turun.
5. Penatalaksanaan
Bila pencegahan tidak berhasil, maka diperlukan pengobatan dengan
tahapan sebagai berikut (Mitayani, 2011):
1) Ibu diisolasi dalam kamar yang tenang dan cerah dengan pertukaran
cahaya yang baik. Kalori deberikan secara parental dengan glukosa 5%
dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.
2) Deuresis selalu dikontrol untuk keseimbangan cairan.
3) Bila selama 24 jam ibu tidak muntah, coba berikan makan dan minum
sedikit demi sedikit.
4) Sedatif yang diberikan adalah fenobarbital.
5) Pada keadaan yang lebih berat, berikan

antiemetik

seperti

metoklopramid, disiklomin hidroklorida, atau klopromazin.


6) Berikan terapi psikologis yang meyakinkan ibu bahwa penyakitnya bisa
disembuhkan serta menghilangkan perasaan takut akan kehamilan dan
konflik yang melatarbelakangi hiperemesis.

Anda mungkin juga menyukai