Anda di halaman 1dari 18

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Nama : Shynthia
112013269

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jalan Terusan Arjuna no. 6
Jakarta Barat
11510

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

Shynthia

Fakuktas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Shynthia1403@gmail.com

Latar belakang
Demam reumatik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non-supuratif
yang digolongkan pada klainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses
reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh
terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat.
Manifestasi klinis penyakit demam reumatik ini akibat kuman Streptokokus
Grup-A (SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu.
Sedangkan penjaykit jntung reumatik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat
demam reumatik atau kelainan karditis reumatik.
Dikatakan bahwa demam reumatik dapat ditemukan di seluruh dunia dan
mengenai semua umur, tetapi 90% dari serangan pertama terdapat pada umur 5-15
tahun, sedangkan terjadi dibawah 5 tahun jarang sekali.

Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang harus dilakukan dengan wawancara,
baik secara langsung dengan pasien (autoanamnesis) maupun kepada orang tua atau
sumber lain (aloanamnesis). Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebaagian
besar data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis.
Namun, hambatan dapat dijumpai saat pembuatan anamnesis pasien anak. Hal ini
dikarenakan data tentang keadaan anak yang didapat mungkin berdasarkan asumsi
orang tua atau pengantar.1
Dalam anamnesis dapat ditanyakan:
a. Identitas: untuk memastikan bahwa anak tersebut yang benar-benar
dimaksudkan, dan tidak keliru dengan anak lain. Dalam identitas mencakup
nama, umur, jenis kelamin, alamat, dapat juga dicantumkan nama orang tua,
agama/ suku bangsa.
b. Keluhan utama: suatu gejala yangmenyebabkan pasien dibawa berobat.
c. Riwayat perjalanan penyakit: menjelaskan secara kronologis mengenai
keadaan kesehatan sejak sebelum ada keluhan sampai anak tersebut di bawa
berobat.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran: untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu
saat kehamilan dan bagaimana proses kelahiran.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan: untuk mengetahui berat badan dan
tinggi badan sesuai umur, dan untuk mengetahui perkembangan si anak.
f. Riwayat imunisasi: status imunisasi penderita, khususnya imunisasi BCG,
DPT, Polio, dan Campak. Hal ini perlu untuk mengetahui status perlindungan
anak, juga dapat membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu.
g. Riwayat makanan: untuk mendapat gambaran makanan anak, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya.
h. Riwayat penyakit yang pernah diderita: pernahkan anak mengalami hal seperti
ini sebelumnya, karena terkadang ada hubungannya dengan penyakit yang
sekarang.
i. Riwayat keluarga: untuk mengetahui secara sekilas gambaran mengenai
keadaan sosial-ekonomi-budaya serta keadaan kesehatan keluarga pasien.1
Selain itu dapat pula ditanyakan apakah sebalumnya pernah menderia faringitis,
apakah dikeluarga atau tetangga ada yang menderita seperti ini, dan sebagainya.
3

Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital dapat dilakukan pemeriksaan nadi, dan perlu
dinilai frekuensi, ekualitas, irama serta kualitas nadi. Penghitungan frekuensi nadi
yang baik adalah saat keadaan tidur. Perlu ditekankan juga bahwa penghitungan nadi
harus disertai penghitungan frakuensi denyut jantung, untuk menyingkirkan
kemungkinan terdapatnya pulsus defisit. Dalam keadaan normal, irama nadi adalah
teratur. Disritmia sinus adalah jenis ketidakteraturan nadi yang sering dijumpai.
Kualitas nadi nadi yang normal disebut cukup, pada kelainan dapat dijumpai pulus
seler dimana nadi yang teraba sangat kuat dan dan turun dengan cepat. Sedangkan
ekualitas nadi menilai bahwa nadi teraba sama pada keempat ekstremitas.1
Pemeriksaan tekanan darah idealnya dilakukan pada keempat ekstremitas.
Pemeriksaan pada satu ekstreitaas dapat dibenarkan, bila pada palpasi teraba denyut
nadi yang normal pada keempat ekstremitas. Tanda vital ketiga yang perlu dinilai
adalah pernapasan. Disamping frekuensi pernapasan, tipe dan kedalaman pernapasan
juga perlu diperhatikan.
Selain itu juga diperlukan pengukuran suhu tubuh, karena demam atau kenaikan
suhu tubuh merupakan manifestasi pelbagai penyakit.1
Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan menyeluruh
dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci. Secara
keseluruhan dapat dilakukan inspeksi pada kulit yang mengalami kelainan, seperti ada
tidaknya ulkus, nodul subkutan, edema, dll. Selain itu penting juga untuk melakukan
palpasi, seperti dilakukannya pemeriksaan turgor kulit, kelembaban kulit dan tekstur
kulit. Pada kasus ini dapat dilakukan perabaan pada daerah lesi eritemnya. Apakah
daerah lesi tersebut terasa nyeri, apakah lesinya menimbul, apakah lesi terasa hangat,
dsb.
Eritem merupakan nama umum untuk lsei kulit yang berwarna kemerahan. Pada
kasus demam reumatik dapat ditemukan eritema marginatum, yang biasanya terdapat
pada lengan, tungkai, dan tubuh. Eritema marginatum terdiri dari makula-makula
dengan bagian tengah bening dengan batas jelas. 1

Anggota gerak
Pada pemeriksaan anggota gerak sekaligus dinilai keadaan tulang, otot dan sendi.
Dapat dilakukan inspeksi pada anggota gerak, bagaimana cara berjalannya, apakah
ada deformitas, lalu juga perlu di perhatikan jari-jari pasien apakah ada clubing finger,
dan lain sebagainya. Selain itu pada palpasi dapat juga diperhatikan adanya nyeri
tekan pada anggota gerak, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau infeksi ataupun
pembengkakan lokal. Lalu dapat juga dinilai pergerakan anggota gerak, apakah
anggota gerak dapat ekstensi atau difleksikan dengan maksimal atau tidak.1
Jantung
Pada inspeksi jantung dapat dilihat iktus kordisnya, namun biasanya sulit dilihat
pada bayi atau anak kecil, kecuali pada anak yang sangat kurus atau terdapat
kardiomegali. Dengan palpasi, iktus kordis dapat ditentukan, meskipun batasnya tidak
sejelas pada anak besar. Pda anak 3 tahun ke atas, iktus kordis terdapat pada sela iga
ke-5 sedikit medial dari garis mid-klavikularis kiri. Terkadang juga dapat diraba detak
pulmonal pada kelainan hipertensi pulmonal yang biasanya terdapat pada penyakit
jantung bawaan. Selain itu juga dapat ditemukan getaran bising (thrill) yang biasanya
menandakan kelainan organik.1
Pada anak besar, perkusi yang dilakukan dari perifer ke tengah dapat memberi
kesan besarnya jantung, terutama bila terdapat kardiomegali.tetapi pada anak kecil,
perkusi sulit dilakukan dengan baik, bahkan dapat memberi informasi yang salah.
Auskultasi biasanya dilakukan pada katup-katup jantung, yaitu mitral di apeks, daerah
trikuspid di parasternal kiri bawah, daerah pulmonal sela iga ke-2 tepi kiri sternum,
dan daerah aorta di sela iga ke-2 tepi kanan sternum.1
Pemeriksaan penunjang
Sampai saat ini belum ada uji laboratorium tunggal maupun kombinasi dengan uji
lainnya yang memungkinkan diagnosis spesifik demm reumatik akut.2
Reaktan fase akut
Tiga uji yang biasa digunakan adalah anti streptoksin O (ASTO), hitung leukosit
perifer, laju endap darah (LED), dan protein C-reaktif (PCR). Pada demam
reumatik, 80% akan menunjukkan hasil ASTO positif. Hitung leukosit

merupakan uji yang paling berubah-ubah dan paling tidak dapat diandalkan. LED
paling berguna dalam memantau perjalanan penyakit.
Uji diagnosis infeksi streptokokus
Bukti terjadinya faringitis streptokokus grup A sebelumnya diperlukan untuk
menegakkan diagnosis demam reumatik. Diagnosis infeksi streptokokus selama
infeksi akut biasanya dibuat dengan melakukan biakan usap tenggorok. Namun
biasanya hasil dapat negatif karena pembersihan organisme oleh mekanisme
pertahanan tubuh. Analisis antibodi terhadap antigen streptokokus dalam serum
pasien merupakan metode yang lebih dapat dipercaya untuk bukti adanya infeksi
ini.
Gambaran radiologis
Roentgenogram dada amat bermanfaat dalam penilaian ukuran jantung. Foto dada
yang normal tidak menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan ini berguna
untuk menentukan kardiomegali dan kemungkinan terdapatnya perikarditis.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG awal dan secara seri berguna dalam diagnosis dan tatalaksana
karditis reumatik akut, walau pemeriksaan ini kadaang normal, dan hanya
menunjukkan terdapat takikardia sinus. Jadi gamabran elektrokardiogram yang
normal tidak menyingkirkan karditis aktif. Sering perubahan EKG terjadi setelah
proses reumatik diamati beberapa minggu.
Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat membantu penilaian jenis dan derajat kelainan jantung. Pada
pasien demam reumatik akut, ekokardiografi dapat membarikan informasi
penting tentang karditis dan kelainan katup.2
Manifestasi klinis
Demam reumatik akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis. Manifestasi yang
paling sering adalah artritis, yang paling serius adalah karditis, yang paling aneh
adalah korea, dan yang paling jarang serta paling tidak ada hubungannya adalah
nodulus subkutan serta eritema marginatum. Demam reumatik merupakan penyakit
multisistem yang terutama mengenai jantung, sendi, otak, jaringan kutan, dan
subkutan.2
Karditis

Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam reumatik


akut dan menyebabkan mortalitas paling sering selama stadium penyakit akut.
Bahkan sesudah fase akut, cedera sisa pada katup dapat menyebabkan gagal
jantung yang tidak mudah ditangani, dan seringkali memerlukan intervensi
bedah. Banyak dokter memandang karditis sebagai manifestasi demam
reumatik yang paling khas. Demam reumatik merupakan penyebab utama
insufisiensi mitral. Penyakit ini terkait dengan gejala nonspesifik meliputi
mudah lelah, anoreksia, dan kulit pucat kekuningan. Mungkin juga didapatkan
demam ringan dan mengeluh bernapas pendek, nyeri dada, dan artralgia.
Takikardia merupakan salahsatu tanda klinis awal miokarditis.
Pengukuran frakuensi jantung paling dapat dipercaya apabila pasien tidur.
Pada umumnya tanda klinis karditis reumatik meliputi bising patologis,
terutama insufisiensi mitral, adanya kardiomegali secara patologis yang makin
lama makin membesar, adanya gagal jantung dan tanda perikarditis.
Insufisiensi mitral sering terjadi pada karditis reumatik. , yang ditandai adanya
bising holosistolik halus dengan nada tinggi. Bising ini paling baik terdengar
apabila pasien tidur mirinng ke kiri. Sedangkan pembesaran jantung ataupun
gagal jantung dapat terjadi akibat kelainan katup.2
Artritis
Artritis terjadi pada sekitar 70% dengan demam reumatik. Artritis
menyatakan secara tidak langsung adanya radang aktif sendi, ditandai oleh
nyeri yang hebat, bengkak, ertitema dan demam. Meskipun tidak semua
manifestasi ada, tetapi nyeri yang hebat saat istirahat biasanya merupakan
tanda yang mencolok. Sendi besar merupakan sendi yang paling sering
terkena, yang terutama adalah sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah.2
Artritis adalah gejala major yang sering ditmukan pada demam reumatik
akut. Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah
sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan
bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang
diikuti dengan reaksi adang. Nyeri ini akan menghilang secara perlahan-lahan.3
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga
terlihat sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6

Mminggu sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengbatan
dengan aspirin dapat merupakan diagnosa terapetik pada attiris yang sangat
bermanfaat. Bila tidak membaik dalam 24-72 jam, maka diagnosis akan
diragukan.3
Korea Sydenham
Korea Sydenham, korea minor, atau St. Vitus dance, mengenai sekitar
15% pasien demam reumatik. Manifestasi ini melibatkan sistem saraf pusat,
terutama ganglia basal dan nuklei kaudati, oleh proses radang. Hubungan
korea dengan deam reumatik tetap tidak jelas untuk waktu yang lama.
Pasien dengan korea datang denga gerakan yang tidak disengaja dan
tidak bertujuan, inkoordinasi muskular, serta emosi yang labil. Manifestasi ini
nyata apabila pasien dalam keadaan stress. Semua otot terkena, tetapiyang
paling mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas. Pasien korea biasanya
tidak dapat mempertahankan kestabilan tonus dalam waktu yang pendek. Pada
sebagian pasien mungkin hal ini sering disalahtafsirkan sebagai menderita
kelainan tingkah laku.2
Chorea didapatkan pada 10% dari demam reumatik yang dapat
merupakan manifestasi klinis senditi atau bersamaan dengan karditis. Masa
laten infeksi SGA dengan chroea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih. Lebih
sering dikenai pada perempuan pada umur 8-12 tahun, dan gejala ini muncul
selama 3-4 bulan. Gerakan-geraan tanpa disadari akan ditemukan pada waah
dan anggota-anggota gerak tubuh yang biasanya unilateral. Dan gerakan ini
menghilang saat tidur.3
Eritema marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas untuk demam reumatik dan
jarang ditemukan pada penyakit lain. Data menunjukkan bahwa eritema ini
hanya terjadi kurang lebih pada 5% pasien. Ruam ini tidak gatal, makular,
dengan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain mengelilingi
kulit yang tampak normal. Lesi ini serig ditemukan pada batang tubuh dan
tungkai proksimal, dan tidak melibatkan wajah.2
Nodulus subkutan
Nodulus biasanya terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama
siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang nodulus ditemukn pada kulit

kepala dan di atas kolumna vertebralis. Nodul subkutan pada pasien demam
reumatik akut biasanya lebih kecil dan lebih cepat menghilang pada daripada
nodul pada reumatoid artritis.2 Besarnya kira-kira 0,5-2cm, bundar, terbatas dan
tidak nyeri tekan demam pada demam reumatik tidak kahas, dan jarang
menjadi keluhan utama oleh pasien demam reumatik. 3
Selain manifestasi di atas, dapat juga ditemukan adanya demam yang remiten dan
suhunya jarang melebihi 39o C dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3
minggu, walau tanpa pengobatan. Nyeri abdomen juga dapat terjai pada demam
reumatik akut dengan gagal jantung oleh karena distensi hati. Anoreksia, nausea, dan
muntah seringkali ada, tetapi kebanyakan akibat gagal jantung kogestif atau akibat
keracunan salisilat.2
Diagnosis demam reumatik didasarkan pada manifestasi klini, bukan hanya pada
simptom, gejala tau kelainan laboatorium patgnomonik, ditambh : bukti-bukti adaya
suatu infeksi Stretokokus sebelumnya yaitu hapusan tenggorok yang positif atu
kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti-DNA-se B. Terutama pada anak dewasa
muda aloanamnesis pada orang tua dan keluarga sangat diperlukan.
Gejala Mayor
Poliarthritis
Karditis
Korea

Gejala Minor
Klinis : suhu tinggi
Sakit sendi (athralgia)
Riwayat pernah menderita

Nodul subkutan
Eritema maginatum

reumatik
Lab : reaksi fase akut
Interbal PR memanjang

demam

Bila terdapat adanya nfeksi Streptokokus sebelumnya maka diagnosis penyakit


jantung reumatik didasarkan atas adanya :
1. Dua gejala mayor
2. Satu gejala mayor dengan dua gejala minor
Sedangkan penyediaan fasilitas pemeriksaan kuman
Differential diagnosis
Sistemik lupus ertematosus
Lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit autoimun yang dapat
melibatkan hampir setiap sistem organ dalam proses radang. SLE sering terjadi pada

perempuan dan mempunyai insidenisi yang lebih tinggi pada populasi kulit hitam
daripada kaukasia.
Artritis atau artralgia, kehilangan berat badan, demam, malaise, dan ruam
merupakan gejala yang sering pada awal penyakit. Artritis lebih banyak mengenai
sendi kecil daripada sendi besar dan nyerinya relatif tidak sebanding dengan temuan
fisiknya. Banyak pasien mempunyai ruam "kupu-kupu" yang khas pada daerah pipi,
menyisakan lipatan nasolabial. Banyak ruam lain terdapat bersamaan dengan SLE dan
dapat bervariasi dari papul sampai bula. Beberapa ruam ini menunjukkan foto
sensitivitas. Setiap permukaan serosa dapat juga mengalami radang, menyebabkan
perikarditis, pleuritis, atau nyeri perut akut akibat serositis abdomen. Dapat dijumpai
adanya vaskulitis, miositis, pankreatitis, dan sindrom antibodi antifosfolipid (dengan
kecenderungan untuk trombosis).3
Penyakit ginjal sering terjadi pada SLE walaupun pada beberapa pasien, penyakit
ginjal ini mungkin tidak tampak secara klinis. Biopsi renal menunjukkan berbagai lesi
yang disertai dengan pengendapan komplemen dan imunoglobulin dalam glomerulus.
Gangguan hematologis biasa terjadi dan juga menggambarkan pembentukan
autoantibodi. Gangguan meliputi anemia hemolitik coombs-positif, leukopenia akibat
antibodi antinetrofil, dan trombositopenia yang disertai dengan antibodi antitrombosit.
Spektrum luas gangguan neurologis dapat disebabkan oleh SLE, yang paling sering
adalah kejang atau keadaan psikotik. Kadar protein cairan serebrospinal (CSS) dapat
meningkat ringan, dan pemeriksaan MRI dapat memberikan hasil abnormal.
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium, hampir semua pasien mempunyai hasil uji
ANA positif walaupun ini merupakan uji skrining dan bukan diagnostik.
Pengobatannya bervariasi artritis dan manifestasi yang kurang seruis biasanya
diberikan OAINS. Pada manifestasi kulit hindari sinar matahari. Pada pasien
keterlibatan sistem organ dapat diberikan kortikosteroid oral. Pasien yang mengalami
trombosis yang menunjukkan bukti adanya sindrom antifosfolipid mungkin
memerlukan antikoagulan.4
Artritis reumatoid juvenil
ARJ merupakan penyakit kronis pada anak-anak umur di bawah 16 tahun.
Penyakit ini ditandai dengan peradangan pada ssinovium dan pada tipe tertentu
disertai gejala sistemik. Adapun gejala yang dapat ditimbulkan adalah artritis
sistemik, yang sering dijumpai pada anak dibawah umur 4 tahun. Gejalanya sangat
10

sspesifik. Ditandai dengan anak mendadak sakit berat yang di awali dengan panas
tinggi mendadak, dan mencapai puncaknya pada sore hari dan selanjutnya kembali
normal keesokan harinya. Saat panas kadang disertai bercak kemerahan seperti warna
daging ikan salmon. Bercak ini dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan. Sifat
bercaknya biasanya berkelompok, bentuknya makula atau pruritus, dan biasanya
bercak menghilang pada saat panasnya turun.5
Oligoartritis ditandai dengan artritisnya pada 1-4 sendi, tanpa gejala sistemik, dan
sering pada anak perempuan dengan umut 1-3 tahun.5
Poliartritis lebih banyak menyerang perempuan, gambaran artritisnya mirip
seperti gambaran pada orang dewasa, dan banyak menyerang perempuan usia 12-16
tahun, biasanya disertai gejala sistemik ringan.selain itu juga dapat ditemukan lemah,
demam, penurunan berat badan, dan anemia.5
Artritisnya asimetrik dan menyerang sendi besar. Keluhan yang sering dijumpai
biasanya adalah nyeri pinggang khususnya pada pagi hari, kesulitan duduk ataupun
berdiri lama, dan jarang sekali tidur nyenyak.5
Patogenesis
Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian
yang mendapatkan bahwa demam reumatik yang mengakibatkan penyakit jantung
reumatik terjadi akibat sensitisasi dari antigen streptokokus sesudah 1-4 minggu
infeksi Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian
titer antistreptoksin (ASTO) anti-deoksiribonukleat B (anti-DNA-ase B) yang
merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman SGA.3
Faktor-faktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca streptokokus ini
kemungkinan utama adalah pertama virulensi dan antigenisitas Streptokokus dan
kedua besarnya responsi umum dari host dan peristensi organisme yang
menginfeksi faring. Resiko untuk kambuh sesudah pernah mendapat serangan
Streptokokus adalah 50-60%. Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong
mekanisme autoimunitas atas dasar reaksi antigen-antibodi terhadap antigen
Streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah protein-M Sreptococcus. Pada serum
pasien demam reumatik akut dapat ditemukan antibodi dan antigen. Antibodi yang
terbentuk bukan bersifat kekebalan. Dan reaksi ini dapat ditemukan pada miokard,
otot skelet dan sel otot polos. Dengan imunofloresensi dapat ditemukan
imunoglobulinnya dan komplemen pada sarkolema miokard. 3
11

Lesi yang patognomonik demam reumatik adalah badan aschoff sebagai


diagnostik histopatologi. Sering ditemukan juga pada saat tidak adanya tanda-tanda
keaktifan kelainan jantung, dan dapat bertahan lama setelah tanda-tanda gambaran
klinis menghilang, atau masih ada keaktifan laten. Badan aschoff ini umumnya
terdapat pada septum fibrosa intervasculer, dijaringan ikat perivascular dan didaerah
subendotelial. Pada penyakit jantung reumatik biasanya terkena ketiga lapisan
endokard, miokard dan perikard secara bersamaan atau sendiri-sendiri atau
kombinasi.3
Pada endokard yang terkena utama adalah katup-katup jantung dan 50%
mengenai katup mitral. Pada keadaan dini demam reumatik akut katup-katup yang
terkena menjadi tebl, fibrotik, pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis.3
Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului
terjadinya demam reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Bahwa hubungan ini bersifat sebab akibat dan bukan karena kebetulan terbukti
dengan pengobatan. Obat antistreptokokus telah menurunkan serangan ulang dengan
mencolok, dan pengobatan faringitis akibat streptokokus dengan peisilin telah
menurunkan insidens serangan pertama.2
Streptococcus beta-hemolyticus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan
kemampuannya untuk menimbukan hemolisis pada plat agar darah. Sel ini terdiri dari
sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang disusun terutama dari
lipoprotein. Di luar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga
komponen. Komponen bagian dalam adalah peptidoglikan, yang memberi kekakuan
dinding sel. Senyawa ini digabung dengan polisakarid dinding sel, menimbulkan
artritis, serta reaksi nodular pada kulit binatang percobaan.2
Komponen kedua adalah polisakarid dinding sel, atau karbohidrat spesifik-grup.
Struktur imunokimia komponen tersebut menentukan spesifisitas serologis bermacammacam serogrup.2
Karbohidrat grup A merupakan polimer polisakarid, yaitu yang terdiri dari
pendukung utama ramnose dengan rantai samping ramnose yang diakhiri ujung
terminal N-asetilgluktoasmin. Gula amino ini merupakan determinan antigenik
spesifik dari karbohidraat streptokokus grup A. Karbohidrat ini terbukti memiliki
determinan antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.2
12

Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yag dilabel sebagai protein M, R,
dan T. Adanya protein M pada permukaan streptokokus menghambat fagositosis. Dari
permukaan keluar bentuk menyerupai rambut merupakan lapisan fimbrie yang
tersusun oleh asam lipoteikoat. Komponen ini penting dalam perlekatan streptokokus
terhadap sel epitel. Beberapa dari strain streptokokus grup A, terutama yang
ditemukan dari epidemi demam reumatik, mempunyai kapsul mukoid yang terdiri dari
asam hialuronat.2
Epidemiologi
Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta-hemolyticus grup
A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir
meniadakan resiko terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3% dari
individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi
ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati.2
Pelbagai penelitian menekankan hubungan antara kejadian demam reumatik dan
derajat manifestasi klinis faringitis streptokokus yang mendahuluinya. Walau hal ini
pada umumnya benar, namun kira-kira sepertiga kasus demam reumatik akut terjadi
setelah faringitis ringan yang hampir tanpa gejala. Karena hubungan ini, maka
epidemiologi kedua penyakit ini sangat terkait. Serangan pertama demam reumatik
akut terjadi paling sering antara umur 6 sampai 15 tahun. Demam reumatik jarang
ditemukan pada anak dibawah umur 5 tahun. Insidens demam reumatik lebih tinggi
ditemukan ada orang dewasa dengan risiko tinggi terhadap faringitis streptokokus,
termasuk anggota angkatan bersenjata serta orang tua anak usia sekolah, terutama
yang tinggal di tempat yang penuh sesak. Tidak didapatkan perbedaan insidens
demam reumatik pada lelaki dan wanita. Perbedaan ras serta etnik tampaknya terkait
dengan faktor lingkungan.2
Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per
100.000 pendidik pada kelompok usia 5-19 tahun. Insidens yang hampir sama
dilaporkan di negara Eropa Barat. Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi
di negara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi
demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik
sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju.2
Beberapat faktor membantu menurunkan insidens penyakit jantung reumatik di
negara maju. Tingkat ekonomi yang baik tampak merupakan faktor yang paling
13

mendorong. Perubahan virulensi kuman juga dapat mempengaruhi serta yang paling
penting adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum
tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut.2
Penatalaksanaan
Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah
sakit. Pasien harus diperiksa tiap hari untuk menemukan valvulitis dan untuk mulai
pengobatan dini bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir slalu terjadi dalam 2-3
minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus dilakukan
selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi.2

Tabel

Pedoman tirah baring dan rawat jalan pada pasien demam reumatik

Status Karditis
Tidak ada karditis

Penatalaksanaan
Tirah baring selama 2 minggu dan sedikit demi
sedikit rawat jalan selama 2 minggu.

Karditis, tidak ada kardiomegali

Tirah baring selama 4 minggu dan sedikit demi


sedikit rawat jalan selama 4 minggu.

Karditis, dengan kardiomegali

Tirah baring selama 6 minggu dan sedikit demi


sedikit rawat jalan selama 6 minggu.

Karditis, dengan gagal jantung

Tirah baring ketat selama masih ada gejala gagal


jantung dan sedikit demi sedikit rawat jalan selama 3
bulan.

Eradikasi streptokokus merupakan syarat utama dalam pengobatan demam reumatik


akut. Pengobatan lain bergantung pada manifestasi penyakit.
Cara pemusnahan streptokokus dari tonsil dan farings sama dengan cara untuk
pengobatan faringitis srteptokokus. Adapun obat yang diperlukan adalah
Penisilin benzatin intramuskular
BB > 30 kg: 1.200.000 U
BB < 30 kg: 600.000-900.000 U

14

Penisilin V oral: 4x 250 mg (400.000 U) selama 10 hari


Eritromisin: 40 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2-4 dosis selama 10 hari
Untuk pencegahan sekunder:
Penisilin benzatin G intramuskular:
BB < 30 kg : 600.000 900.000 U
BB 30 kg : 1.200.000 U
Diberikan tiap 3-4 minggu
Penisilin V oral 2 x 250 mg
Eritromisin 40 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2-4 dosis
Sulfadiazin :
BB < 30 kg : 1 x 0,5 g/ hari
BB 30 kg : 1 x 1 g/ hari
Pengobatan anti-radang amat efektif dalam menekan manifestasi radang akut
demam reumatik, sedemikian baiknya sehingga respons yang cepat dari artritis
terhadap salisilat dapat membantu diagnosis. Salisilat dan steroid adalah hal yang
penting untuk mengontrol manifestasi klinis dari demam reumatik. Asam
asetilsalisilat merupakan obat yang paling sering digunakan, dengan dosis terapi 80100 mg/kgBB/hari. Periode minimum selama 6 minggu. Ketika steroid atau asam
salisilat dihentikan, dosis sebaiknya diturunkan secara bertahap selama 2-4 minggu.
Jika rebound timbul, terapi penuh diberikan kembali selama 4-6 minggu.6
Pengobatan karditis reumatik ini dapat diberikan prednison dengan dosis 2
mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu. Prednison dapat dikurangi bertahap dengan
pengurangan dosis harian sebanyak 5 mg setiap 2-3 hari. Bila penurunan ini dimulai,
aspiris dengan dosis 75 mg/kgBB/ hari harus ditambahkan dan dilanjutkan selama 6
minggu setelah prednison dihentikan. Terapi ini ditujukan untuk mengurangi insidens
rebound klinis pascaterapi. Digitalis dapat diberikan pada pasien dengan karditis
berat, dan dengan gagal jantung. Dosisnya adalah 0,04-0,06 mg/kg.2
Pasien korea yang ringan umumnya hanya memerlukan tirah baring. Pada kasus
yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat mengendalikan korea. Obat yang
sering digunakan adalah fenobarbital yang diberikan dalam dosis 15-30 mg tiap 6

15

sampai 8 jam dan haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5 mg) dan dinaikkan
sampai 2,0 mg tiap 8 jam.2
Prognosis
DR tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik
bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama
perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila organik katup tidak menghilang.
Prognosis memburuk bila gejala karditisnya Lebih berat, dan ternyata DR akut fengan
payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun.
Dari data penyebuhan ini akan bertambah bila pengobatan pencegahan sekunder
dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat
bergantung pada beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun
pertama sangat mempengaruhi angka kematian DR ini. Penelitian selama 10 tahun
yang mereka lakukan menemukan adanya kelompok lain terutama kelompok
perempuan dengan kelainan mitral ringan yang menimbulkan payah jantung yang
berat tanpa diketahui adanya kekambuhan DR atau infeksi Streprococcus.5
Komplikasi
Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk
aritmia jantung, dan kelainan katup jantung.6
Pencegahan
Untuk pencegahan terjadinya demam reumatik sebaiknya diagnosis infeksi
saluran napas oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Hal ini penting untuk
mencegah demam reumatik. Namun bila seorang pasien demam reumatik telah
sembuh, maka masalah utama adalah pencegahan sekunder. Hal ini bukan didasarkan
ringan atau beratnya penyakit, tapi kerentanan penyakit ini sangat tinggi sehingga
serangan berulang dapat timbul. Dari penelitian diketahui bahwa dengan parenteral
penisilin G lah yang paling baik diantara sulfasalazin, oral penisilin G dan suntikan
benzatin penisilin G setiap bulan. Tentang lamanya pencegahan belum ada
kesepakatan sampai saat ini.4

16

Kesimpulan
Demam reumatik adalah penyakit yang terjadi akibat adanya faringitis yang
disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Manifestasi klinisnya
terutama terkait dengan jantung, sendi, dan otak. Karena manifestasinya ini, panyakit
demam reumatik kadang sulit untuk didiagnosis, ditambah lagi karena tidak ada
pemeriksaan penunjang yang spesifik terhadap penyakit ini. Prognosis untuk pasien
demam reumatik cukup baik, tetapi kemungkinan untuk terkena kembali juga cukup
tinggi.

17

Daftar Pustaka
1.

Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH,


et al. Diagnosis fisik pada anak. Jakarta: fakultas kedokteran universitas
indonesia. 1991.

2.

Sudigdo S, Bambang M. Kardiologi anak. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994.

3. Manurung D. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5 (3). Jakarta: InternalPublishing;

2009. H. 1586-601
4.

Ricahrd EB, Robert MK. Esensi pediatri nerlson. Jakarta: EGC. 2010

5.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu


penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: balai penerbit FKUI. 2009.

6.

Latief A, Napitipulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Buku kuliah ilmu
kesehatan anak jilid 2. Jakarta: fakultas kedokteran universitas indonesia. 1985.

7. Colin R, Abraham R, Margaret H, George L, Norman S. Buku ajar pediatri

rudolph, Ed. 20, Vol. 3. Jakarta: EGC. 2007.

18

Anda mungkin juga menyukai