PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perubahan ekonomi yang semakin pesat mendorong
industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal penjualan produk
(Hariyanto, 2009). Adapun tujuan dari pemasaran adalah membuat penjualan atau
pemanfaatan produk yang sebesar-besarnya (Supriyanto, 2010).
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
menarik perhatian, pembelian, penggunaan dari konsumen (Sampurno, 2009). Ada
tiga jenis produk obat yang dipasarkan oleh perusahaan farmasi, yaitu obat paten,
obat branded generic dan obat generik. Obat paten adalah obat yang memiliki
kandungan zat aktif yang dilindungi oleh Undang-Undang hak paten. Obat yang
telah habis masa patennya akan diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang
yang disebut obat branded generic. Sedangkan obat generik adalah obat yang
diproduksi dan dipasarkan dengan menggunakan nama kimia atau INN
(International Non-proprietary Name) (Wibowo, 2009). Penggunaan obat generik
di Amerika Serikat sekitar 50% dari seluruh resep yang ada. Sementara di
1
Indonesia, Negara yang memiliki tingkat perekonomian lebih rendah, obat generik
hanya mempunyai pasar sekitar 7% (Wibowo, 2009). Penggunaan obat branded
generic yang melebihi penggunaan obat generik di masyarakat dapat dipengaruhi
oleh strategi pemasaran obat tersebut (Sampurno, 2009).
Obat generik dan obat branded generic sebagai suatu produk, dalam sektor
pemasaran dapat dilihat dari tiga lapisan yaitu, core product, actual product, dan
augmented product. Ketiga lapisan produk ini dapat mempengaruhi kepuasan
pasien dalam menggunakan suatu produk. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan dan
produk yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya (Pohan, 2004). Setiap konsumen memiliki keinginan dan harapan
yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Bila kebutuhan dan harapannya
terpenuhi maka konsumen akan menjadi puas (Supriyanto, 2010).
Pengukuran tingkat kepuasan pasien dalam penggunaan suatu produk obat
dapat dilakukan dengan cara membandingkan kedua jenis produk obat (generik
dan branded generic) yang telah digunakan pasien (Pohan, 2004). Salah satunya
adalah dengan pengukuran kepuasan pasien terhadap penggunaan kaptopril
generik dan kaptopril branded generic. Kaptopril digunakan secara luas untuk
menangani hipertensi terkait dengan efeknya dalam mengontrol tekanan darah
pasien dan kemampuannya dalam mencegah penyakit komplikasi yang
disebabkan oleh hipertensi.
Kaptopril termasuk obat lini pertama dalam penanganan hipertensi.
Penggunaan kaptopril jangka panjang dikaitkan dengan efek sampingnya yang
rendah dan memiliki tingkat toleransi yang baik serta risiko efek samping yang
rendah. Selain untuk penanganan hipertensi, kaptopril dapat digunakan untuk
penanganan hipertensi dengan penyakit yang lain, misalnya hipertensi dengan
diabetes melitus, hipertensi dengan gangguan ginjal kronik, atau hipertensi
dengan penyakit jantung. (Gunawan, 2007).
Salah satu peran farmasi di rumah sakit berdasarkan standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit adalah menjamin penggunaan obat yang sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (DirJen BinFar dan Alkes,
2006). Untuk mencapai tujuan penggunaan obat tersebut, seorang farmasis dapat
mengganti obat dengan persetujuan dokter dan/atau pasien. Salah satunya adalah
dengan menggunakan produk generik untuk pasien yang membutuhkan terapi
jangka panjang sehingga dapat meringankan beban pengobatan pasien. Dalam
melakukan penggantian jenis obat, tingkat kepuasan pasien juga merupakan salah
satu faktor yang patut dipertimbangkan. Untuk itu perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai
dapat
mengevaluasi
kepuasan
pasien
terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
kepada mereka mulai dari nama produsen, brand produk dan kemasannya
(Sampurno, 2009).
2.1.3 Augmented Product
Lapisan ketiga adalah augmented product yang memberikan layanan dan
benefit yang lebih spesifik dan berbeda kepada konsumen. Costumer relationship
management merupakan salah satu dari augment product yang dapat membina
komunikasi dan hubungan dengan konsumennya dengan layanan yang prima
(Sampurno, 2009).
2.2
Obat
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh
semua makhluk hidup untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah,
meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2005). Menurut
pengertian umum obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang dapat
menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia (Katzung,
2001). Berdasarkan konteks pemasaran obat dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok yaitu:obat paten, obat branded generic, dan obat generik (Sampurno,
2009).
2.2.1
Obat Paten
Obat paten adalah obat yang memiliki kandungan zat aktif yang
tersebut. Paten dalam hal ini biasanya berupa bahan aktif, proses teknologi dan
klaim khasiatnya. Masa berlakunya hak paten dapat berbeda antara negara yang
satu dengan negara yang lain, namun pada umumnya berkisar sekitar 20 tahun.
Meskipun demikian, perkembangan dan kemajuan teknologi dalam realitasnya
secara efektif dapat mempercepat masa berlakunya hak paten tersebut karena
hanya dalam waktu beberapa tahun akan ada penemuan-penemuan baru yang
lebih baik (Sampurno, H. 2009).
2.2.2
(off patent) yang diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang. Sebagian besar
Negara yang sedang berkembang memproduksi obat branded generik atau disebut
juga obat me too. Mereka tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya
R&D (Research and Development) sangat mahal dan memerlukan kapabilitas
penelitian dengan dukungan teknologi modern yang mahal (Sampurno, H. 2009).
2.2.3
Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam
walaupun
diproduksi
oleh
pabrik
yang
berlainan,
Kepuasan Pasien
Pasien adalah makhluk bio-psiko-sosio-ekonomi-budaya. Seorang pasien
10
Pasien baru akan merasa puas apabila produk yang diperolehnya sama
atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa
pasien akan muncul apabila produk yang diperolehnya tidak sesuai dengan
harapannya (Pohan, 2004). Kepuasan pasien adalah suatu modal untuk
mendapatkan pasien yang lebih banyak dan untuk mendapatkan pasien yang loyal
(setia). Pasien loyal adalah sarana promosi yang murah, memiliki pasien loyal
akan meningkatkan daya jual institusi (Supriyanto, 2010).
2.3.1
Harapan
Harapan adalah keinginan akan produk atau jasa tertentu yang bersifat
Persepsi
Persepsi atau yang di masyarakat disebut kenyataan merupakan proses
akhir dari pengamatan yang diawali pleh proses pengindraan, yaitu proses
11
2.
3.
12
diterimanya tersebut. Hal ini akan membuat konsumen merasa sangat puas
dengan pelayanan tersebut (Tantrisna, 2006).
2.4
Hipertensi
Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah sistolik seseorang 140 mm Hg dan atau tekanan
darah diastolik 90 mm Hg (JNC-7, 2004). Ada hipertensi yang tidak diketahui
sebabnya (hipertensi esensial) dan hipertensi sekunder dengan sebab yang jelas,
misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskular, berbagai penyakit endokrin, dan
obat-obatan (Rahardjo, 2008). Klasifikasi hipertensi oleh JNC-7 2004, untuk
pasien dewasa (umur 18 tahun) adalah berdasarkan rata-rata pengukuran dua
tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC-7 2004
SBP/DBP
Kategori JNC 7
<120/80
Normal
120-139/80-89
Prehipertensi
140-159/90-99
Hipertensi Stadium 1
160/110
Hipertensi Stadium 2
SBP: Sistolic blood presure; DBP: Diastolic blood Presure; JNC 7: The Seventh of Joint National
Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.
2.4.1 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sistem renin angiotensin-aldosteron (SRAA), sistem saraf simpatik dan
parasimpatik, serta faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh sel endotel pembuluh darah (Gunawan, 2007). Mekanisme terjadinya
hipertensi pada SRAA adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
13
14
Kaptopril
Kaptopril merupakan salah satu obat Hipertensi golongan Angiotensin-
15
menunjukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin
sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia, dan obesitas.
Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteinuria pada sindrom
nefrotik dan nefropati DM. Selain itu kaptopril juga sangat baik untuk hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung koroner (Gunawan, 2007).
Beberapa brand name kaptopril adalah Capoten, Acendril, Casipril,
Farmoten, Metopril, Otoryl, Praten, Scantesin, Tensicap, Tensobon,
Vapril, dan lain-lain.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional
dengan pendekatan secara deskriptif analitis. Bersifat deskriptif karena penelitian ini
memberikan penjelasan mengenai perbedaan kepuasan pasien terhadap obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generic di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan,
Kabupaten Tabanan. Perbedaan ini dijelaskan dengan statistik analitik yang datanya
diambil melalui pengamatan secara one shot (sekali ukur) (Antari, 2011).
3.2
Alat Penelitian
Alat penelitian adalah kuesioner tertutup yang disusun berdasarkan tiga
lapisan produk yaitu core product, actual product, dan augment product. Kuesioner
yang disebarkan menggunakan skala Likert untuk memperoleh data kuantitatif
(Sampurno, 2009). Sebelum digunakan sebagai alat penelitian, kuesioner dicobakan
pada 30 responden penelitian, untuk menguji validitas dan reliabilitasnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi syarat akan diikutsertakan sebagai alat
16
17
Prosedur Penelitian
Skor
4
3
2
1
Favorable: Pernyataan yang menguntungkan pasien; Unfavorable: Pernyataan yang merugikan pasien
18
rancangan kuesioner awal sudah valid dan reliabel untuk digunakan sebagai
instrumen penelitian. Jika kuesioner yang akan dipergunakan telah memenuhi syarat,
maka penelitian dilanjutkan dengan pengambilan data.
1. Uji validitas.
Uji validitas dipergunakan untuk mengetahui kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti,
sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang valid. Instrumen yang valid artinya
alat ukur yang digunakan untuk mengukur atau mendapatkan data itu valid. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (Sugiyono, 2010).
Untuk mengukur validitas suatu instrumen dapat dengan membandingkan
indeks produk moment (r hitung) dengan nilai kritisnya. Dimana r hitung dapat
diperoleh dengan rumus:
r=
N
N
i 1
X i2
X
N
i 1
X iYi
N
i 1
N
i 1
X i iN1Yi
N
i 1
X i2
N
i 1
Xi
.........................(1)
Keterangan:
r : koefesien korelasi produk moment
n : jumlah responden
x : skor tiap pertanyaan
y : skor total
Tingkat validitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas r
hitung dengan nilai product moment, dimana untuk jumlah sampel 30 nilai
product momentnya adalah 0,361 (lampiran 4) . Sehingga apabila probabilitas r
18
19
S x2
K 1
...................................................................................(2)
S
2
x
x x
x
x i
N
n 1
Keterangan :
K = jumlah pertanyaan
S x2 = variansi skor total
19
20
2.
3.
Sedang menunggu obat di Instalasi Farmasi Badan Rumah Sakit Umum Tabanan,
Kabupaten Tabanan pada waktu penelitian berlangsung yaitu pada jam kerja
Instalasi Farmasi,
4.
5.
6.
7.
Z 2 xPxQ
d2
...............................................................................................(3)
20
21
Keterangan:
n
: jumlah sampel minimal
Z
: deviat baku alfa
P
: proporsi kategori variable yang diteliti
Q
:1P
d
: presisi (Dahlan, 2009)
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel minimum yang dapat digunakan
adalah 49 responden (Lameshow, 1997).
3.5
Data penelitian
Data yang dikumpulkan merupakan data primer melalui pengamatan secara
one shot dengan penyebaran kuesioner yang terdiri dari kuesioner harapan dan
persepsi pasien. Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif/numerik dengan
skala interval. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pasien yang
memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian (Antari,2011). Kuesioner
disusun berdasarkan tiga lapisan produk yaitu core product, actual product, dan
augment product. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
(Sampurno, 2009).
3.6
Analisis Data
Analisis data penelitian:
21
22
2. Data kuesioner yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif untuk harapan dan
persepsi. Masing-masing poin dari pertanyaan dihitung menggunakan sistem
skala likert. Rentang rata-rata dimulai dari nilai terkecil 1 sampai nilai terbesar
yaitu 4 (Mulyono, 1991)
Tabel 3.2 Klasifikasi Harapan Pasien
Interval
1,0 1,6
> 1,6 2,2
> 2,2 2,8
> 2,8 3,4
> 3,4 4,0
Klasifikasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Klasifikasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
22
23
Sangat tinggi
4. Uji Beda
Uji beda dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang
signifikan dari harapan dan persepsi pasien. Sebelum dilakukan uji beda,
dilakukan uji normalitas untuk menguji apakah data uji mempunyai distribusi
normal atau tidak. Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan
membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha
yang digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi normal bila
signifikansi > alpha (0,05). Jika hasil distribusi normal maka dilakukan uji
statistik parametrik dengan uji t berpasangan. Jika hasil t hitung <0,05 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan dari kepuasan pasien terhadap
penggunaan obat kaptopril generik dan branded generic. Sedangkan jika hasil t
hitung >0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari
kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic. Jika hasil uji tidak terdistribusi normal dilakukan uji statistik
nonparametrik dengan uji wilcoxon. (Ghozali, 2006). Jika nilai signifikan <0,05
maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan dari kepuasan pasien
terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded generic. Sedangkan jika
hasil t hitung >0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dari kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic.
23
24
3.7
Skema Penelitian
Penyebaran kuesioner
untuk uji validitas dan
reabilitas
Uji validitas dan reabilitas
Pengambilan data
penelitian
Analisis data
24
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
25
26
Karakteristik Responden
Jumlah
Persentase (%)
Usia
1
18-30 tahun
31-50 tahun
> 50 tahun
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Pendidikan
SMA
D1
D3
S1
S2
Pekerjaan
Mahasiswa
Wiraswasta
Pegawai Swasta
PNS
Guru
Dosen
12 orang
31 orang
6 orang
25%
63%
12%
24 orang
25 orang
49%
51%
10 orang
3 orang
7 orang
24 orang
5 orang
21%
6%
14%
49%
10%
7 orang
15 orang
9 orang
11 orang
4 orang
3 orang
4%
31%
18%
23%
8%
6%
26
27
mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku
(Behrman, 2000). Responden dengan jumlah paling banyak adalah responden yang
berusia 31-50 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
hipertensi cenderung dialami oleh responden yang berusia diatas 30 tahun
(Dalimartha, 2008). Responden diatas usia 50 tahun seharusnya diperoleh dalam
jumlah yang lebih banyak. Namun karena penelitian ini membutuhkan adanya kerja
sama dengan responden, jumlah responden diatas usia 50 tahun diperoleh hanya
sedikit. Hal ini disebabkan karena responden pada usia tersebut lebih susah untuk
diajak bekerja sama, dalam hal ini adalah bekerja sama untuk mengisi kuesioner.
Jumlah responden pria dalam penelitian ini adalah 24 orang (49%) dan jumlah
responden wanita adalah 25 orang (51%). Jika dilihat dari data tersebut, jumlah
responden pria dan wanita tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan baik pria maupun
wanita memiliki risiko terserang hipertensi. Pada umumnya pria lebih rentan
terserang hipertensi dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki
proteksi dari adanya hormon estrogen. Hormon estrogen berfungsi dalam
meningkatkan kadar HDL di dalam tubuh. Kadar kolesterol HDL yang tinggi dapat
mencegah terjadinya aterosklerosis yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi
(Tambayong, 2000). Selain itu, pola hidup pria yang kurang sehat seperti, merokok
dan mengkonsumsi alkohol dapat pula menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Jumlah
responden wanita yang tidak jauh berbeda dari responden pria pada penelitian ini
27
28
dapat disebabkan apabila ditilik dari faktor usia, ada kemungkinan responden wanita
ada yang telah mengalami menopause yang akan meningkatkan risiko hipertensi.
Pekerjaan dan tingkat pendidikan umumnya akan mempengaruhi persepsi dan
harapan seseorang terhadap suatu produk, sehingga nantinya akan mempengaruhi
tingkat kepuasan dari konsumen. Seseorang dengan pendidikan tinggi dan memiliki
pengetahuan cukup akan semakin kritis dalam menyampaikan pendapatnya.
Responden yang memiliki pengetahuan luas, akan lebih mudah untuk bekerja sama
dalam mengisi kuesioner. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi jumlah pendapatan
seseorang. Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli. Daya beli responden akan
berpengaruh pada kepuasannya terhadap suatu produk kesehatan yang dikehendaki
(Trimurthy, 2008). Makin tinggi pendapatan seseorang, makin tinggi pula daya
belinya. Dan makin tinggi pula harapannya terhadap suatu produk.
4.2. Analisis Tingkat Kepuasan Responden
Analisis tingkat kepuasan responden terhadap penggunaan suatu produk obat
dapat dilakukan dengan perhitungan skor gap. Dalam perhitungan skor gap ini,
tingkat kepuasan responden diperoleh dari skor persepsi dan skor harapan terhadap
masing-masing dimensi yang terdapat pada kuesioner. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tingkat kepuasan responden ditentukan oleh besarnya gap antara
persepsi dan harapan. Semakin tinggi skor harapan dan semakin rendah skor persepsi,
berarti gap semakin besar (gap negatif). Jika nilai skor gap negatif artinya produk
yang diterima responden masih dibawah dari harapannya. Sebaliknya, apabila nilai
28
29
skor gap yang diperoleh menunjukkan nilai positif, maka produk yang diterima
responden sudah sesuai dengan yang diharapkannya (Irawan, 2003).
Lapisan
Skor
gap
3
Core
4
product
5
6
7
8
Rata rata Core
1
2
3
Actual
product
4
5
6
Rata rata Actual
1
Augmented
2
product
3
Rata rata Augmented
0.02*
0.06*
0.27
0.24
0.39
0.10
0.24
0.22
0.17
0.39
0.12
0.27
0.12
0.18
0.08
0.19
0.22
0.12
0.22
0.19
0.18
1
2
Kuesioner Generik
Klasifikasi
Pernyataan
Sedang
Lapisan
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
3
Core
4
product
5
6
7
8
Rata rata Core
1
2
3
Actual
product
4
5
6
Rata rata Actual
1
Augmented
2
product
3
Rata rata Augmented
Rata rata gap branded
Sedang
generic
p = 0,650
Skor
gap
Klasifikasi
Sedang
0.29
Sedang
0.18
0.31
0.20
0.24
0.22
0.14
0.16
0.22
0.22
0.20
0.29
0.06
0.10
0.16
0.16
0.16
0.35
0.02
0.07
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
0.20
Sedang
Dari tabel 4.2 dapat dilihat perbedaan hasil skor gap dari masing-masing lapisan
produk. Pada lapisan core product, nilai skor gap untuk produk branded generic
29
30
adalah 0,17 dan untuk produk generik 0,22. Core product merupakan lapisan yang
memenuhi manfaat yang dibutuhkan konsumen saat menggunakan suatu produk obat
(Reid, 2010). Pada lapisan ini, nilai kepuasan responden lebih terhadap obat generik
lebih besar daripada obat branded generic. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
walaupun obat generik memiliki harga yang lebih murah, namun ternyata produk
generik tetap memiliki kualitas yang baik pada efektifitasnya. Pada lapisan actual
product dan augmented product, nilai skor gap produk branded generic lebih tinggi
daripada produk generik. Lapisan actual product merupakan lapisan yang mencakup
tampilan dari suatu produk yang dapat dijadikan sebagai alat pemasaran produk
tersebut (Reid, 2010). Sedangkan lapisan augmented product merupakan lapisan yang
mencakup layanan tambahan dari suatu produk (Lao, 2001). Untuk lapisan actual
product, nilai skor gap produk branded generic 0,19 dan produk generik 0,16. Untuk
lapisan augmented product, nilai skor gap produk branded generic 0,19 dan produk
generik 0,07. Nilai kepuasan responden yang lebih tinggi pada lapisan tersebut, dapat
disebabkan karena produsen obat branded generic mengalokasikan dana yang besar
untuk tampilan produk obatnya. Dana yang besar dapat digunakan untuk
memproduksi produk obatnya agar dapat menarik perhatian konsumen.
Nilai rata-rata total untuk produk branded generic adalah 0,18 dan produk
generik 0,20. Untuk melihat tingkat kepuasan responden, dilakukan pengklasifikasian
dari data yang diperoleh. Klasifikasi tersebut ditentukan oleh interval nilai. Dari
interval nilai tersebut, kemudian kepuasan pasien dibagi menjadi lima jenis. Lima
30
31
jenis klasifikasi kepuasan tersebut adalah sangat rendah (-3 s/d -1,8), rendah (>-1,8
s/d -0,6), sedang (>-0,6 s/d 0,6), tinggi (>0,6 s/d 1,8), sangat tinggi (>1,8 s/d 3,0).
Hasil perhitungan skor gap menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien pada
produk kaptopril branded generic dan kaptopril generik termasuk dalam klasifikasi
sedang. Klasifikasi kepuasan sedang ini menunjukkan bahwa kepuasan terhadap
produk obat yang dirasakan biasa saja oleh responden atau moderat. Hasil
perhitungan skor gap yang diperoleh tidak berbeda jauh antara produk branded
generic dan produk generik. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai 0,650. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kepuasan pasien terhadap penggunaan produk obat
branded generic dan produk obat generik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ada
beberapa perbedaan antara obat branded generic dan obat generik tetapi hal tersebut
tidak mempengaruhi kepuasan responden dalam menggunakan kedua obat tersebut.
Kurangnya pengenalan obat generik di masyarakat dapat menjadi sebab mengapa
masyarakat lebih menganggap obat branded generic lebih efektif dibandingkan obat
generik (Wibowo, 2009). Harga obat generik yang lebih murah membuat masyarakat
tidak percaya bahwa obat generik memiliki kualitas yang sama dengan opbat branded
generic. Anggapan ini sangat merugikan pihak pasien, karena pasien menjadi tidak
efisien dalam membeli obat. Selain itu, peresepan dari dokter yang sering memberi
obat branded generic membuat pasien terbiasa dengen obat branded generic
(Spillane, 2010).
Nilai skor gap tertinggi pada keseluruhan pernyataan, dapat digunakan untuk
menunjukkan keunggulan dari suatu produk, dimana persepsi konsumen jauh
31
32
melampaui harapannya. Pada produk branded generic, nilai skor gap tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 1 lapisan actual product. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa pasien merasa produk obat tersebut nyaman saat digunakan. Hal
ini harus dipertahankan produsen. Jika pasien nyaman menggunakan suatu produk
obat, maka hal ini akan meningkatkan kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat
tersebut. Sehingga terapi dapat berjalan dengan baik.
Untuk produk generik, nilai skor gap tertinggi terdapat pada pernyataan nomor
2 augmented product. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa obat generik sudah
memiliki informasi yang lengkap. Untuk produk obat keras, hal tersebut penting
untuk pasien karena informasi yang lengkap dapat memberikan edukasi kepada
pasien tentang obat yang dikonsumsinya. Sehingga pasien akan mengetahui secara
lebih lengkap tentang manfaat serta efek samping dari produk obat yang
dikonsumsinya. Sehingga pasien akan lebih berhati-hati dalam menggunakan produk
obat tersebut.
Nilai skor gap terendah menunjukkan bahwa persepsi yang diperoleh pasien
belum dapat melebihi harapan responden terhadap produk obat tersebut. Pada produk
branded generic, nilai skor gap terendah terdapat pada pernyataan nomor 1 dan 2
pada lapisan core product. Pernyataan nomor 1 menyatakan bahwa setiap kontrol ke
dokter tekanan darah pasien tidak stabil. Serta pernyataan nomor 2 core product yang
menyatakan selama menggunakan obat tersebut pasien mengalami efek samping
berupa kemerahan pada kulit. Hal ini merupakan hal yang penting bagi pasien. Dalam
penggunaan obat, pasien menginginkan efektifitas yang baik serta efek samping obat
32
33
yang minimal. Nilai skor gap yang negatif pada kedua pernyataan tersebut
menunjukkan persepsi yang masih jauh dari harapan pasien.
Pada produk generik, nilai skor gap terendah terdapat pada pernyataan nomor 3
augmented product. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pasien merasa obat
generik kurang memberikan informasi jaringan layanan konsumen. Informasi
jaringan layanan konsumen penting untuk menangani layanan informasi dan
pengaduan konsumen. Adanya informasi yang berasal dari pengaduan konsumen
dapat digunakan bahan untuk meningkatkan pengawasan suatu produk obat.
Untuk meningkatkan penggunaan obat generik, edukasi ke masyarakat wajib
untuk dilakukan. Dalam hal ini, seorang farmasis memiliki peran yang penting untuk
memberikan penjelasan kepada responden bahwa obat generik juga memiliki
efektifitas yang sama dengan obat branded generic. Dalam produksinya, baik obat
generik maupun branded generic harus melengkapi persyaratan dalam Cara-cara
Pembuatan Obat yang baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain itu, obat
generik dan obat branded generic yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan
kesetaraan biologi dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah
obat yang pertama kali dikembangkan. Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi
mendapat jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan, dan mutu yang
dibutuhkan (Wibowo, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan
kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic.Sehingga dengan persetujuan dokter dan responden, seorang farmasis dapat
33
34
mengganti obat branded generic dengan obat generik yang lebih murah dan dapat
mempermudah biaya pengobatan responden (Spillane, 2010).
4.3 Analisis Harapan Responden
Memahami keinginan pasien, adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan
pasien. Pasien dikatakan puas apabila produk yang digunakan oleh pasien dapat
melebihi harapan responden tersebut. Sebaliknya ketikpuasan terjadi jika terjadi
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang diterima oleh pasien. Sehingga
kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh harapan pasien tersebut terhadap suatu
produk obat yang digunakannya. Dengan mengetahui harapan pasien, maka produsen
suatu produk obat akan dapat memenuhi kepuasan pasien dengan baik.
Kuesioner Generik
Lapisan
Skor
harapa
n
Klasifikasi
Pernyataan
1
2
3
4
Core
product
5
6
7
8
Rata Rata Core
1
Actual
product
2
3
4
5
3.33*
3.33*
3.08
3.12
3.10
3.31
3.10
3.12
3.19
3.04
3.20
3.18
3.16
3.24
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
1
2
3
4
5
6
7
8
Pernyataan
1
2
3
4
5
34
Lapisan
Core
product
Actual
product
Skor
harapa
n
Klasifikasi
3.41
3.18
3.14
3.18
3.18
3.18
3.45*
3.10
3.23
3.12
3.08
3.22
3.45*
3.12
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
35
6
Rata rata Actual
1
Augmente
2
d product
3
Rata rata Augmented
Rata rata gap generik
3.20
3.17
3.24
3.22
3.20
3.22
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
3.19
Tinggi
6
1
2
3
Augmente
d product
3.02
3.17
3.43*
3.43*
3.24
3.37
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
3.23
Tinggi
36
dapat menyebabkan pasien lelah saat beraktivitas keesokan harinya. Selain itu,
,menurut literatur kurangnya tidur merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan risiko hipertensi (Angkat, 2009). Pada actual product, skor tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 4 yang menyatakan bahwa pasien ingin obat yang
diterima selalu dalam keadaan baik. Serta pada augmented product skor tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 1 dan 2 yang menyatakan bahwa pasien
mengharapkan harga yang terjangkau serta adanya informasi yang lengkap pada
produk obat tersebut. Obat generik merupakan obat yang mendapatkan subsidi dari
pemerintah, sehingga masyarakat menginginkan harga yang terjangkau dari obat
tersebut. Sehingga dapat membantu biaya pengobatannya. Namun, walaupun pasien
membeli obat generik tersebut dengan harga yang lebih murah daripada obat branded
generic, pasien tetap menginginkan kualitas yang baik dari obat tersebut. Pasien tetap
mengharapkan bahwa obat yang mereka terima selalu dalam keadaan yang baik serta
memiliki informasi yang lengkap. Pasien tidak ingin jika harga yang murah membuat
mereka mendapatkan kualitas produk yang buruk.
Berdasarkan hasil skor total, diperoleh hasil rata-rata skor total harapan untuk
obat kaptopril branded generic adalah 3,19 dan obat kaptopril generik 3,23. Jika
diklasifikasikan hasil rata-rata skor kedua obat tersebut termasuk dalam klasifikasi
tinggi. Hal ini menunjukkan dalam penggunaan obat generik maupun obat branded
generic responden sama-sama memiliki harapan yang tinggi. Berdasarkan uji statistik
antara harapan terhadap obat branded generic dan obat generik diperoleh hasil 0,251.
Hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan harapan pasien yang signifikan terhadap
36
37
penggunaan obat kaptopril branded generic dan kaptopril generik. Menurut pasien,
apapun yang membedakan antara kedua obat tersebut, pasien tetap menginginkan
tercapainya terapi. Pasien tidak ingin adanya perbedaan antara kedua obat tersebut,
membuat mereka mendapatkan hasil yang berbeda. Berdasarkan uji statistik terhadap
persepsi pasien terhadap kedua obat tersebut diperoleh hasil 0,936. Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil yang diterima pasien dari kedua obat tersebut tidak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa produk obat generik dan
branded generic mempunyai kualitas yang tidak berbeda bagi pasien.
Dengan mengetahui harapan pasien terhadap produk obat, produsen obat dapat
meningkatkan kualitas produksinya. Sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
konsumen terhadap produk obatnya. Hal ini akan sangat menguntungkan produsen
obat dari segi pemasaran obatnya. Produsen obat dapat bersaing dengan produsen
obat lainnya serta dapat meningkatkan daya jual dan kemampuannya berlaba
(Supriyanto, 2010).
37
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Secara umum pasien tingkat kepuasan pasien terhadap penggunaan obat
kaptopril generik dan kaptopril branded generic termasuk dalam kategori
sedang pada keseluruhan lapisan produk..
5.2 Saran
1. Dapat dilakukan penelitian yang sama di daerah lain di Bali selain Kota
Tabanan.
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbandingan antara
persepsi dan harapan pasien terhadap penggunaan obat generik atau obat
branded generic yang lain selain obat kaptopril.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Alving, B.M. 2004. The Seven Report of The join National Committee Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, (cited, 2011 Des,
1).
Available
from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. p. 12
Angkat, D. 2009. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan darah Pada
Remaja Usia 15-17 Tahun di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa (Skripsi).
Fakultas Kedokteran-Universitas Sumatra Utara, Medan.
Antari, U. 2010. Perbedaan Harapan dan Persepsi Pasien Rawat Jalan Terhadap
Pelayanan kefarmasian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Tesis). Program
Pasca Sarjana Fakultas Farmasi-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Balitbangkes Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar, (cited, 2012 Jan, 10).
Available
from:
http://
www.dinkesjatengprov.go.id/download/mi/riskesdas_jateng2007.pdf
Behrman, Kliegman, and Arvin. 2000. In. Samik Wahab (Eds). Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Ed. 15. Jakarta: EGC. hal. 1850
Bensley, J.R dan Jodi, B.R. 2003. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
Diterjemahkan oleh: Apriningsih dan Nova, S. Jakarta: EGC. hal. 13.
Chandra, B. 2009. Ilmu kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC. hal.
163.
39
40
Dahlan, S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Ed. 5. Jakarta: Salemba
Medika. hal. 36.
Dalimartha, S., Basuri, P., Nova, S., Mahendra, dan Rahmat, D. 2008. Care Your self,
Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus. hal. 22.
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas,
(cited,
2012
Jan,
10).
Available
from:
http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-obt-ob.pdf
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pharmacheutical care untuk Penyakit Hipertensi,
(cited,
2011
Des,
5).
Available
from:
http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-hipertensi.pdf
Gormer, B. 2008. Farmakologi Hipertensi, (cited, 2011 Des, 1). Available from:
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppham.pdf.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius. hal. 1819.
Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Ed. 5. Jakarta: UI Press. hal. 351-358.
Hariyanto, D. 2009. Memenangkan Persaingan Bisnis Produk Farmasi Melalui
Marketing Public Relations. J. Manajemen Pemasaran 4(1): 38-44.
Hoffman, B.B. 2001. Obat-obat Antagonis Adrenoseptor. Katzung, B.G. Farmakologi
Dasar dan Klinik Ed. 1. Jakarta: Salemba Medika. hal 256.
Irawan, H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. hal. 9-10.
Ivancevich, J.M., Robert K., and Michael, T.M. 2006. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Diterjemahkan oleh: Gina Gania. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal.
116-117.
Lameshow, S. Hormer Jr, D.W., Klar.J., Lwanga, S.K. 1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan. Diterjemahkan oleh Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gama
University Press. hal. 119.
Lao Jr, F.M. 2001. Marketing Management. Philippine: Rex Printing Company Inc. p.
56
Mulyono, S. 1991. Statistika untuk Ekonomi. Jakarta: UI Press. hal. 76.
40
41
Pohan, I.S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC. hal. 156-160.
Pratiwi, M., dan Lannie, H. 2010. Optimasi Formula Tablet Lepas Lambat Kaptopril
Menggunakan Metode Desain Faktorial. Majalah Farmasi Indonesia. 21(4):
285-295.
Reid, R.D., and Bojanic, D.C. 2010. Hospitality Marketing Management. New
Jersey: John Wiley and Sons Inc. p. 283
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2008. In. Rio Rahardjo (Eds). Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed. 2. Jakarta:
EGC. hal. 9-10, 448.
Sampurno, H. 2009. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Gama University Press.
hal. 137-141.
Spillane, J. 2010. In. Arita, L (Eds). Ekonomi Farmasi. Jakarta: Grasindo. hal. 294,
300.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. hal. 85, 125, 127.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. hal. 42-44.
Supriyanto, S., dan Ernawaty. 2010. Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 4-10.
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC. hal.
47-48.
Tambayong, J. 2000. In. Monica Ester (Eds). Patofisiologi untuk Keperawatan.
Jakarta: EGC. hal. 95
Tantrisna, dan Prawitasari. 2006. Analisa Harapan dan Persepsi Penumpang Terhadap
Kualitas Makanan yang Disediakan oleh Maskapai Penerbangan Domestik di
Indonesia. J. Manajemen Perhotelan. 2(1): 38-39.
Trimurthy. 2008. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan
dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan rawat Jalan Puskesmas
Pendanaran Kota Semarang (Tesis). Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat-Universitas Diponogoro, Semarang.
41
42
42