Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pertumbuhan dan perubahan ekonomi yang semakin pesat mendorong

perusahaan untuk menghadapi persaingan global yang menyebabkan perusahaan


semakin sensitif terhadap adanya kompetisi. Industri farmasi merupakan salah
satu perusahaan dengan kompetisi tinggi yang perkembangannya sangat dinamis
dan kompleks serta memiliki persaingan yang ketat, baik di pasar dalam negeri
maupun di pasar global (Sampurno, 2009). Salah satu persaingan di industri
farmasi adalah pemasaran suatu

produk obat, sektor pemasaran dari sebuah

industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal penjualan produk
(Hariyanto, 2009). Adapun tujuan dari pemasaran adalah membuat penjualan atau
pemanfaatan produk yang sebesar-besarnya (Supriyanto, 2010).
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
menarik perhatian, pembelian, penggunaan dari konsumen (Sampurno, 2009). Ada
tiga jenis produk obat yang dipasarkan oleh perusahaan farmasi, yaitu obat paten,
obat branded generic dan obat generik. Obat paten adalah obat yang memiliki
kandungan zat aktif yang dilindungi oleh Undang-Undang hak paten. Obat yang
telah habis masa patennya akan diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang
yang disebut obat branded generic. Sedangkan obat generik adalah obat yang
diproduksi dan dipasarkan dengan menggunakan nama kimia atau INN
(International Non-proprietary Name) (Wibowo, 2009). Penggunaan obat generik
di Amerika Serikat sekitar 50% dari seluruh resep yang ada. Sementara di
1

Indonesia, Negara yang memiliki tingkat perekonomian lebih rendah, obat generik
hanya mempunyai pasar sekitar 7% (Wibowo, 2009). Penggunaan obat branded
generic yang melebihi penggunaan obat generik di masyarakat dapat dipengaruhi
oleh strategi pemasaran obat tersebut (Sampurno, 2009).
Obat generik dan obat branded generic sebagai suatu produk, dalam sektor
pemasaran dapat dilihat dari tiga lapisan yaitu, core product, actual product, dan
augmented product. Ketiga lapisan produk ini dapat mempengaruhi kepuasan
pasien dalam menggunakan suatu produk. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat
perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan dan
produk yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya (Pohan, 2004). Setiap konsumen memiliki keinginan dan harapan
yang berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Bila kebutuhan dan harapannya
terpenuhi maka konsumen akan menjadi puas (Supriyanto, 2010).
Pengukuran tingkat kepuasan pasien dalam penggunaan suatu produk obat
dapat dilakukan dengan cara membandingkan kedua jenis produk obat (generik
dan branded generic) yang telah digunakan pasien (Pohan, 2004). Salah satunya
adalah dengan pengukuran kepuasan pasien terhadap penggunaan kaptopril
generik dan kaptopril branded generic. Kaptopril digunakan secara luas untuk
menangani hipertensi terkait dengan efeknya dalam mengontrol tekanan darah
pasien dan kemampuannya dalam mencegah penyakit komplikasi yang
disebabkan oleh hipertensi.
Kaptopril termasuk obat lini pertama dalam penanganan hipertensi.
Penggunaan kaptopril jangka panjang dikaitkan dengan efek sampingnya yang

rendah dan memiliki tingkat toleransi yang baik serta risiko efek samping yang
rendah. Selain untuk penanganan hipertensi, kaptopril dapat digunakan untuk
penanganan hipertensi dengan penyakit yang lain, misalnya hipertensi dengan
diabetes melitus, hipertensi dengan gangguan ginjal kronik, atau hipertensi
dengan penyakit jantung. (Gunawan, 2007).
Salah satu peran farmasi di rumah sakit berdasarkan standar pelayanan
kefarmasian di rumah sakit adalah menjamin penggunaan obat yang sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (DirJen BinFar dan Alkes,
2006). Untuk mencapai tujuan penggunaan obat tersebut, seorang farmasis dapat
mengganti obat dengan persetujuan dokter dan/atau pasien. Salah satunya adalah
dengan menggunakan produk generik untuk pasien yang membutuhkan terapi
jangka panjang sehingga dapat meringankan beban pengobatan pasien. Dalam
melakukan penggantian jenis obat, tingkat kepuasan pasien juga merupakan salah
satu faktor yang patut dipertimbangkan. Untuk itu perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai

pengukuran tingkat kepuasan pasien hipertensi terhadap

penggunaan kaptopril generik dan kaptopril branded generic di Badan Rumah


Sakit Umum Tabanan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat kepuasan pasien umum penderita hipertensi rawat
jalan di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan terhadap penggunaan obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generic?
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini


adalah: untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna obat kaptopril generik dan
kaptopril branded generic pada pasien umum penderita hipertensi rawat jalan di
Badan Rumah Sakit Umum Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Penulis
Penulis

dapat

mengevaluasi

kepuasan

pasien

terhadap

penggunaan obat kaptopril generik dan kaptopril branded generic.


2. Bagi Produsen
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
tingkat kepuasan pasien terhadap obat kaptopril generik dan kaptopril
branded generic sehingga dapat dijadikan bahan untuk masukan dalam
produksi suatu produk obat.
3.

Bagi Apoteker dan Tenaga Kesehatan


Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
tingkat kepuasan pasien terhadap obat kaptopril generik dan kaptopril
branded generic sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan
obat yang diberikan kepada pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Produk
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk

menarik perhatian, pembelian, penggunaan, dan untuk dikonsumsi guna


memuaskan keinginan atau kebutuhan. Pengertian produk dapat berupa produk
dalam bentuk fisik dan dalam bentuk jasa. Pemasar membagi produk dalam tiga
lapis yaitu: core product, actual product, dan augmented produk (Sampurno,
2009).
2.1.1 Core Product
Lapisan paling dasar dari produk adalah core product yang merupakan
core benefits yang diperoleh konsumen ketika mereka membeli suatu produk.
Ketika seorang pasien membeli obat, sebenarnya pasien tersebut tidak hanya
membeli obat tetapi juga membeli harapan untuk kesembuhan. Oleh karena itu
core product harus dapat diwujudkan untuk memenuhi harapan dan keinginan
pembeli. Jika perusahaan tidak dapat membuktikan benefit dari core product maka
perusahaan tersebut tidak akan pernah memiliki keunggulan daya saing sehingga
tidak dapat merebut loyalitas konsumen (Sampurno, 2009).
2.1.2 Actual Product
Actual product merupakan lapisan kedua setelah core product. Core
product memiliki lima karakter yaitu: kualitas, fitur, styling, brand name, dan
kemasan. Actual product mempunyai peran yang penting karena berkaitan dengan
impresi pembeli terhadap produk tersebut. Pembeli mengenal suatu produk pada
umumnya terlebih dahulu dari actual product yang memberikan banyak informasi

kepada mereka mulai dari nama produsen, brand produk dan kemasannya
(Sampurno, 2009).
2.1.3 Augmented Product
Lapisan ketiga adalah augmented product yang memberikan layanan dan
benefit yang lebih spesifik dan berbeda kepada konsumen. Costumer relationship
management merupakan salah satu dari augment product yang dapat membina
komunikasi dan hubungan dengan konsumennya dengan layanan yang prima
(Sampurno, 2009).
2.2

Obat
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh

semua makhluk hidup untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah,
meringankan, dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2005). Menurut
pengertian umum obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang dapat
menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia (Katzung,
2001). Berdasarkan konteks pemasaran obat dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok yaitu:obat paten, obat branded generic, dan obat generik (Sampurno,
2009).
2.2.1

Obat Paten
Obat paten adalah obat yang memiliki kandungan zat aktif yang

dilindungi oleh Undang-Undang tentang paten. Pemilik obat paten mempunyai


hak eksklusif untuk memproduksi dan memasarkan obat patennya. Pihak lain baru
boleh memproduksi jika mendapat persetujuan atau izin dari pemilik paten

tersebut. Paten dalam hal ini biasanya berupa bahan aktif, proses teknologi dan
klaim khasiatnya. Masa berlakunya hak paten dapat berbeda antara negara yang
satu dengan negara yang lain, namun pada umumnya berkisar sekitar 20 tahun.
Meskipun demikian, perkembangan dan kemajuan teknologi dalam realitasnya
secara efektif dapat mempercepat masa berlakunya hak paten tersebut karena
hanya dalam waktu beberapa tahun akan ada penemuan-penemuan baru yang
lebih baik (Sampurno, H. 2009).
2.2.2

Obat Branded Generic


Obat branded generik adalah obat yang telah habis masa hak patennya

(off patent) yang diproduksi dan dipasarkan dengan nama dagang. Sebagian besar
Negara yang sedang berkembang memproduksi obat branded generik atau disebut
juga obat me too. Mereka tidak dapat memproduksi obat paten karena biaya
R&D (Research and Development) sangat mahal dan memerlukan kapabilitas
penelitian dengan dukungan teknologi modern yang mahal (Sampurno, H. 2009).
2.2.3

Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam

Farmakope Indonesia dan INN (International Non-proprietary Names) dari WHO


untuk zat kimia yang dikandungnya. Nama generik ialah nama umum atau nama
resmi yang dipakai dan dikenal di seluruh dunia. Tujuan pemberian nama generik
ialah untuk memberikan pengertian yang sama pada semua orang terhadap suatu
zat kimia tertentu sehingga beribu-ribu zat kimia dapat dibedakan dengan jelas.
Dengan demikian, membedakan di antara obat-obat generik akan lebih mudah

daripada membedakan obat-obat dengan nama dagang yang sangat banyak


jumlahnya (Rahardjo, 2008).
Latar belakang kebijakan pemerintah menyediakan obat generik
diantaranya adalah karena tingginya harga obat-obat yang harus ditebus penderita
di apotek, yang sering kali menyebabkan terjadinya pembelian obat tidak penuh
(separuh, sepertiga, atau seperempat) oleh masyarakat yang tidak mampu. Untuk
lebih meningkatkan dan meratakan pelayanan kesehatan, perlu disediakan obatobatan yang bermutu secara merata. Oleh karena itu, pemerintah bersama
organisasi profesi (IDI, PDGI, IAI, dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia)
telah menyepakati untuk menyediakan obat-obat dengan harga murah dengan
mutu yang baik. Untuk itu tanggal 27 September 1986, telah disepakati untuk
memproduksi obat yang dicantumkan dalam Daftar Obat Program Bersama
(DOPB). Pengadaan obat generik di Indonesia secara bertahap oleh pemerintah
sesuai dengan tingkat prioritas kebutuhan masyarakat terbanyak. Perbedaan obat
generik dengan obat branded generic di antaranya ialah:
1. Obat generik menggunakan nama sesuai dengan zat berkhasiat yang
dikandungnya

walaupun

diproduksi

oleh

pabrik

yang

berlainan,

kemasannya sederhana, dan tidak dipromosikan. Sebaliknya, obat branded


generic menggunakan nama dagang yang bermacam-macam, bergantung
pada pabrik yang memproduksinya. Satu jenis obat yang sama dapat
diproduksi oleh banyak pabrik sehingga namanya bermacam-macam, dan
untuk menarik perhatian para dokter dan konsumen, kemasannya dibuat

mewah, dan tiap pabrik dengan gencar melalui berbagai cara


mempromosikan obat dengan nama dagang masing-masing.
2. Harga obat generik lebih murah dari obat branded generic dengan jenis
dan kegunaan yang sama karena kemasannya lebih sederhana dan tidak
dipromosikan sehingga tidak memerlukan biaya kemasan dan biaya
promosi yang tinggi (Rahardjo, 2008).
2.3

Kepuasan Pasien
Pasien adalah makhluk bio-psiko-sosio-ekonomi-budaya. Seorang pasien

menginginkan terpenuhinya kebutuhan, keinginan, dan harapan dari aspek


biologis (kesehatan), aspek psikologis (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (papan,
sandang, pangan dan afiliasi sosial), serta aspek budaya. Pihak-pihak yang
mengetahui secara khusus kebutuhan, keinginan, atau harapan pasien yang akan
memiliki keuntungan berhubungan dengan pasien (Supriyanto, 2010).
Konsep kepuasan pasien masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan
dapat merupakan proses yang sederhana, dan dapat pula menjadi proses yang
kompleks dan rumit. Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pasien secara
lebih baik, maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Kepuasan pasien
adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul akibat dari kinerja layanan
kesehatan atau produk yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya
dengan apa yang diharapkannya. Kepuasan pasien digunakan sebagai variabel
yang sangat penting untuk mengukur pemasaran produk kesehatan dengan
perilaku pembelian berulang-ulang (Wahdi, N. 2006).

10

Pasien baru akan merasa puas apabila produk yang diperolehnya sama
atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa
pasien akan muncul apabila produk yang diperolehnya tidak sesuai dengan
harapannya (Pohan, 2004). Kepuasan pasien adalah suatu modal untuk
mendapatkan pasien yang lebih banyak dan untuk mendapatkan pasien yang loyal
(setia). Pasien loyal adalah sarana promosi yang murah, memiliki pasien loyal
akan meningkatkan daya jual institusi (Supriyanto, 2010).
2.3.1

Harapan
Harapan adalah keinginan akan produk atau jasa tertentu yang bersifat

individual dengan memperhatikan bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan


keinginan (Supriyanto, 2010). Harapan menjadi kunci pokok bagi setiap pelaku
bisnis yang terlibat dalam kepuasan pelanggan. Tanpa mengenal harapan
pelanggan sebaik-baiknya, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk mampu
memberikan kepuasan yang optimal kepada para pelanggannya. Pelanggan
dengan harapan yang tinggi, akan jauh lebih sulit untuk dipuaskan begitu juga
sebaliknya. Harapan merupakan sesuatu yang diharapkan seseorang sebagai hasil
dari pengubahan perilaku atau imbalan dari apa yang individu tersebut pikirkan
(Bensley, 2003).
2.3.2

Persepsi
Persepsi atau yang di masyarakat disebut kenyataan merupakan proses

akhir dari pengamatan yang diawali pleh proses pengindraan, yaitu proses

11

diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian diteruskan ke otak yang


diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Dengan persepsi
individu dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya
maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo,
2004). Melalui persepsi, individu berusaha untuk merasionalkan lingkungan dan
objek, orang, dan peristiwa di dalamnya. Karena setiap individu memberikan
pengertian mereka sendiri terhadap stimulus, maka individu yang berbeda akan
mempersepsikan hal yang sama dengan cara yang berbeda (Ivancevich,et all.,
2006).
Hasil yang akan diperoleh setelah konsumen membandingkan antara
harapan dan persepsi terhadap penggunaan sebuah produk, antara lain:
1.

Jika persepsi lebih kecil daripada harapan, konsumen akan


memberikan suatu anggapan yang negative terhadap pelayanan yang telah
diterimanya tersebut. Hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan pada
konsumen.

2.

Jika persepsi sama dengan harapan, konsumen akan memberikan


suatu anggapan yang netral, sesuai dengan pelayanan yang telah
diterimanya tersebut. Hal ini akan membuat konsumen cukup puas dengan
pelayanan tersebut.

3.

Jika persepsi lebih besar daripada harapan, konsumen akan


memberikan suatu anggapan positif terhadap pelayanan yang telah

12

diterimanya tersebut. Hal ini akan membuat konsumen merasa sangat puas
dengan pelayanan tersebut (Tantrisna, 2006).
2.4

Hipertensi
Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah tinggi adalah suatu

keadaan dimana tekanan darah sistolik seseorang 140 mm Hg dan atau tekanan
darah diastolik 90 mm Hg (JNC-7, 2004). Ada hipertensi yang tidak diketahui
sebabnya (hipertensi esensial) dan hipertensi sekunder dengan sebab yang jelas,
misalnya penyakit ginjal, penyakit renovaskular, berbagai penyakit endokrin, dan
obat-obatan (Rahardjo, 2008). Klasifikasi hipertensi oleh JNC-7 2004, untuk
pasien dewasa (umur 18 tahun) adalah berdasarkan rata-rata pengukuran dua
tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC-7 2004
SBP/DBP
Kategori JNC 7
<120/80
Normal
120-139/80-89
Prehipertensi
140-159/90-99
Hipertensi Stadium 1
160/110
Hipertensi Stadium 2
SBP: Sistolic blood presure; DBP: Diastolic blood Presure; JNC 7: The Seventh of Joint National
Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.

2.4.1 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sistem renin angiotensin-aldosteron (SRAA), sistem saraf simpatik dan
parasimpatik, serta faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi
oleh sel endotel pembuluh darah (Gunawan, 2007). Mekanisme terjadinya
hipertensi pada SRAA adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memegang peran

13

fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung


angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I, oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan penting dalam menaikkan tekanan darah dengan
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga menyebabkan volume
darah meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat (Gunawan, 2007).
2.4.2 Komplikasi Hipertensi
Hipertensi lama atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa
kerusakan organ (jantung, otak, ginjal, mata, pembuluh darah perifer). Pada
jantung dapat terjadi hipertropi ventrikel kiri sampai gagal jantung, pada otak
dapat terjadi stroke karena pecahnya pembuluh darah serebral, pada ginjal dapat
menyebabkan penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal, pada mata dapat terjadi
retinopati hipertensif berupa bercak-bercak perdarahan pada retina dan edema
pupil. Selain itu, hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis
dengan akibat jantung koroner (angina pektoris sampai infark miokard dan stroke
iskemik). Pengendalian berbagai faktor risiko pada hipertensi sangat penting
untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler. Faktor yang dapat dimodifikasi
adalah tekanan darah (Gunawan, 2007).
2.4.3 Penatalaksanaan Terapi

14

Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan perubahan gaya


hidup (non farmakologis). Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi berlanjutnya
tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah
prehipertensi. Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga
terbukti meningkatkan efektivitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko
penyakit kardiovaskuler. Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan
darah adalah mengurangi kebiasaan merokok, mengurangi berat badan untuk
individu yang gemuk, dan mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) (Gunawan, 2007). Sedangkan untuk terapi farmakologi dapat
digunakan obat-obat golongan Diuretik, Beta Blocker, Alpha Blocker, ACE
Inhibitor, Angiotensin Reseptor Blocker, dan Calcium Channel Blocker.
2.5

Kaptopril
Kaptopril merupakan salah satu obat Hipertensi golongan Angiotensin-

Converting Enzyme (ACE) inhibitor yang mekanisme kerjanya adalah


menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II. Senyawa ini juga
menghambat inaktivasi bradikinin sehingga terjadi vasodilatasi yang dapat
menurunkan tekanan darah (Gunawan, 2007). Hambatan terhadap ACE tidak
hanya terjadi dalam plasma tetapi juga dalam endothelium vaskular, menghasilkan
vasodilatasi, penurunan resistensi perifer, dan penurunan tekanan darah. Inhibitor
ACE juga mengurangi produksi aldosterone dan retensi Na+, dan ini juga dapat
berperan dalam efek antihipertensinya (Direktorat Bina Farmasi, 2006).
Kaptopril merupakan salah satu obat hipertensi yang banyak digunakan
karena efektifitas yang baik dan toksisitasnya yang rendah. Kaptopril mempunyai
waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis sekali pakai 12,5-25 mg
dua sampai tiga kali sehari, dosis maksimum 150 mg sehari. Kaptopril

15

menunjukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin
sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia, dan obesitas.
Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteinuria pada sindrom
nefrotik dan nefropati DM. Selain itu kaptopril juga sangat baik untuk hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung koroner (Gunawan, 2007).
Beberapa brand name kaptopril adalah Capoten, Acendril, Casipril,
Farmoten, Metopril, Otoryl, Praten, Scantesin, Tensicap, Tensobon,
Vapril, dan lain-lain.

16

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional

dengan pendekatan secara deskriptif analitis. Bersifat deskriptif karena penelitian ini
memberikan penjelasan mengenai perbedaan kepuasan pasien terhadap obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generic di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan,
Kabupaten Tabanan. Perbedaan ini dijelaskan dengan statistik analitik yang datanya
diambil melalui pengamatan secara one shot (sekali ukur) (Antari, 2011).
3.2

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan, Kabupaten

Tabanan. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2013.


3.3

Alat Penelitian
Alat penelitian adalah kuesioner tertutup yang disusun berdasarkan tiga

lapisan produk yaitu core product, actual product, dan augment product. Kuesioner
yang disebarkan menggunakan skala Likert untuk memperoleh data kuantitatif
(Sampurno, 2009). Sebelum digunakan sebagai alat penelitian, kuesioner dicobakan
pada 30 responden penelitian, untuk menguji validitas dan reliabilitasnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi syarat akan diikutsertakan sebagai alat

16

17

penelitian, sedangkan pernyataan-pernyataan yang tidak memenuhi syarat akan


digugurkan.
3.4

Prosedur Penelitian

3.4.1 Menyusun Kuesioner


Pada tahap ini dilakukan pembuatan kuesioner yang didalamnya terdapat
pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan tiga lapisan produk yaitu core
product, actual product, dan augment product untuk diberikan kepada responden.
Penilaian item kuesioner dibedakan menjadi 2, yaitu item favorable dan item
unfavorable. Item favorable adalah pernyataan yang cenderung menguntungkan
pasien sedangkan item unfavorable adalah pernyataan yang cenderung merugikan
bagi pasien. Berikut ini adalah tabel penilaian untuk item favorable dan unfavorable:
Tabel 3.1 Skor Pernyataan Favorable dan Unfavorable
Favorable
Unfavorable
Kategori Respon
Skor
Kategori Respon
Sangat Tidak Setuju
1
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
2
Tidak Setuju
Setuju
3
Setuju
Sangat Setuju
4
Sangat Setuju

Skor
4
3
2
1

Favorable: Pernyataan yang menguntungkan pasien; Unfavorable: Pernyataan yang merugikan pasien

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas


Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada 30 responden diluar anggota sampel. Sebelum diberikan kepada 30
responden, kuesioner terlebih dahulu dikonsultasikan pada 10 responden yang
berkompeten di bidang kesehatan. Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan
17

18

rancangan kuesioner awal sudah valid dan reliabel untuk digunakan sebagai
instrumen penelitian. Jika kuesioner yang akan dipergunakan telah memenuhi syarat,
maka penelitian dilanjutkan dengan pengambilan data.
1. Uji validitas.
Uji validitas dipergunakan untuk mengetahui kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti,
sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang valid. Instrumen yang valid artinya
alat ukur yang digunakan untuk mengukur atau mendapatkan data itu valid. Valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (Sugiyono, 2010).
Untuk mengukur validitas suatu instrumen dapat dengan membandingkan
indeks produk moment (r hitung) dengan nilai kritisnya. Dimana r hitung dapat
diperoleh dengan rumus:

r=

N
N
i 1

X i2


X
N
i 1

X iYi
N
i 1

N
i 1

X i iN1Yi

N
i 1

X i2

N
i 1

Xi

.........................(1)

Keterangan:
r : koefesien korelasi produk moment
n : jumlah responden
x : skor tiap pertanyaan
y : skor total
Tingkat validitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai probabilitas r
hitung dengan nilai product moment, dimana untuk jumlah sampel 30 nilai
product momentnya adalah 0,361 (lampiran 4) . Sehingga apabila probabilitas r

18

19

hitung 0,361 item tersebut dinyatakan valid, sedangkan apabila nilai


probabilitas r hitung < 0,361 maka item tersebut dinyatakan tidak valid (Sugiono,
2010).
2. Uji reliabilitas
Hasil penelitian yang reliabel adalah jika terdapat keseragaman data jika
digunakan pada waktu yang berbeda. Instrumen yang reliabel adalah instrumen
yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang seragam.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan metode one shot (sekali ukur).
Kriteria pengujian adalah jika nilai Cronbach Alpha hitung >0,6, maka instrumen
yang diuji tersebut dapat dinyatakan telah reliabel dan memenuhi syarat untuk
digunakan sebagai alat pengukur analisis , dimana nilai Cronbach Alpha dapat
dihitung dengan rumus:
2
2
K S x S i

S x2
K 1
...................................................................................(2)

S
2
x

x x

x
x i
N

n 1

Keterangan :
K = jumlah pertanyaan
S x2 = variansi skor total

S i2 = total variansi butir (Sugiono, 2010)

19

20

3.4.3 Populasi dan Penentuan Pengambilan Sampel


Populasi penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan yang menderita
penyakit hipertensi di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan, Kabupaten Tabanan tahun
2010-2011. Sampel adalah pengguna obat kaptopril generik dan kaptopril branded
generik yang diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Purposive sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Pasien rawat jalan penderita hipertensi yang menggunakan kaptopril di Badan


Rumah Sakit Umum Tabanan, Kabupaten Tabanan.

2.

Pernah menggunakan obat kaptopril generik dan kaptopril branded generic.

3.

Sedang menunggu obat di Instalasi Farmasi Badan Rumah Sakit Umum Tabanan,
Kabupaten Tabanan pada waktu penelitian berlangsung yaitu pada jam kerja
Instalasi Farmasi,

4.

Merupakan pasien umum.

5.

Berusia >18 tahun dengan pendidikan minimal SMA.

6.

Lolos pertanyaan skrining.

7.

Bersedia mengisi kuesioner dan mampu berkomunikasi dengan baik.


Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
tabel (lampiran 3) yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
N

Z 2 xPxQ
d2
...............................................................................................(3)

20

21

(1,96) 2 0,5 0,5


0,14 2
N = 49
N

Keterangan:
n
: jumlah sampel minimal
Z
: deviat baku alfa
P
: proporsi kategori variable yang diteliti
Q
:1P
d
: presisi (Dahlan, 2009)
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel minimum yang dapat digunakan
adalah 49 responden (Lameshow, 1997).
3.5

Data penelitian
Data yang dikumpulkan merupakan data primer melalui pengamatan secara

one shot dengan penyebaran kuesioner yang terdiri dari kuesioner harapan dan
persepsi pasien. Data yang diperoleh merupakan data kuantitatif/numerik dengan
skala interval. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pasien yang
memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian (Antari,2011). Kuesioner
disusun berdasarkan tiga lapisan produk yaitu core product, actual product, dan
augment product. Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling
(Sampurno, 2009).
3.6

Analisis Data
Analisis data penelitian:

1. Data penelitian disajikan dalam bentuk persentase untuk menggambarkan


distribusi dan frekuensi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan dan alamat.

21

22

2. Data kuesioner yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif untuk harapan dan
persepsi. Masing-masing poin dari pertanyaan dihitung menggunakan sistem
skala likert. Rentang rata-rata dimulai dari nilai terkecil 1 sampai nilai terbesar
yaitu 4 (Mulyono, 1991)
Tabel 3.2 Klasifikasi Harapan Pasien
Interval
1,0 1,6
> 1,6 2,2
> 2,2 2,8
> 2,8 3,4
> 3,4 4,0

Klasifikasi
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

3. Analisis kepuasan responden pada masing-masing lapisan produk dengan


menentukan skor gap :
Skor (gap) = skor persepsi skor harapan
Nilai kepuasan terendah diperoleh jika kualitas produk obat yang diterima
(persepsi) jauh dibawah harapan, dinilai dengan persepsi minimal (1) dan harapan
maksimal (4), sehingga nilainya sebesar 1-4 = 3. Sebaliknya nilai kepuasan
tertinggi diperoleh jika kualitas produk obat yang diterima (persepsi) jauh
melebihi harapan, dinilai dengan persepsi maksimal (4) dan harapan minimal (1),
sehingga 4-1 = 3
Tabel 3.3 Klasifikasi Kepuasan Pasien
Interval
-3,0 s/d -1,8
> -1,8 s/d -0,6
> -0,6 s/d 0,6
> 0,6 s/d 1,8

Klasifikasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi

22

23

> 1,8 s/d 3,0

Sangat tinggi

4. Uji Beda
Uji beda dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang
signifikan dari harapan dan persepsi pasien. Sebelum dilakukan uji beda,
dilakukan uji normalitas untuk menguji apakah data uji mempunyai distribusi
normal atau tidak. Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan
membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha
yang digunakan, dimana data tersebut dikatakan berdistribusi normal bila
signifikansi > alpha (0,05). Jika hasil distribusi normal maka dilakukan uji
statistik parametrik dengan uji t berpasangan. Jika hasil t hitung <0,05 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan dari kepuasan pasien terhadap
penggunaan obat kaptopril generik dan branded generic. Sedangkan jika hasil t
hitung >0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari
kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic. Jika hasil uji tidak terdistribusi normal dilakukan uji statistik
nonparametrik dengan uji wilcoxon. (Ghozali, 2006). Jika nilai signifikan <0,05
maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan dari kepuasan pasien
terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded generic. Sedangkan jika
hasil t hitung >0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dari kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic.

23

24

3.7

Skema Penelitian

Persiapan dan penyusunan


Kuesioner

Penyebaran kuesioner
untuk uji validitas dan
reabilitas
Uji validitas dan reabilitas

Pengambilan data
penelitian
Analisis data

Data kepuasan pasien


Gambar 3.1 Skema Penelitian

24

25

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tingkat kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril


generik dan kaptoril branded generic pada penderita hipertensi di BRSU Tabanan
dilakukan untuk melihat tingkat kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril
generik dan kaptopril branded generic. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner yang berisi 17 pernyataan. Kuesioner yang digunakan disusun
berdasarkan tiga lapisan produk yaitu core product, actual product, dan augmented
product. Sebelum digunakan, kuesioner dikonsultasikan kepada para profesional
kesehatan (dokter dan apoteker). Hal ini bertujuan untuk meminta masukan serta
untuk mengetahui apakah kuesioner tersebut sudah layak disebarkan kepada
responden. Setelah itu, kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya untuk
mengetahui apakah semua pernyataan sudah valid dan reliabel untuk digunakan
dalam penelitian. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 responden.
Hasil yang diperoleh dari uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa seluruh
pernyataan valid dan reliabel. Sehingga tidak ada pernyataan yang harus digugurkan
dalam kuesioner tersebut.
4.1 Gambaran Karakteristik Responden
Data yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari 49 responden yang telah
memenuhi kriteria inklusi. Analisis karakteristik responden dalam penelitian ini

25

26

dilakukan untuk menjelaskan gambaran responden yang dibedakan berdasarkan jenis


kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden


Nomor

Karakteristik Responden

Jumlah

Persentase (%)

Usia
1

18-30 tahun
31-50 tahun
> 50 tahun
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Pendidikan
SMA
D1
D3
S1
S2
Pekerjaan
Mahasiswa
Wiraswasta
Pegawai Swasta
PNS
Guru
Dosen

12 orang
31 orang
6 orang

25%
63%
12%

24 orang
25 orang

49%
51%

10 orang
3 orang
7 orang
24 orang
5 orang

21%
6%
14%
49%
10%

7 orang
15 orang
9 orang
11 orang
4 orang
3 orang

4%
31%
18%
23%
8%
6%

Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia, menunjukkan responden


berjumlah paling banyak adalah responden yang berusia 31-50 tahun dengan jumlah
31 orang (63%), responden yang berusia 18-30 tahun dengan jumlah 12 orang (25%),
kemudian responden yang berjumlah paling sedikit adalah responden dengan usia
lebih dari 50 tahun dengan jumlah 6 orang (12%). Usia merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya hipertensi. Semakin bertambah usia seseorang maka risiko penyakit
hipertensi juga semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena dengan pertambahan
usia akan terjadi penurunan elastisitas dinding pembuluh darah . Dinding arteri akan

26

27

mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku
(Behrman, 2000). Responden dengan jumlah paling banyak adalah responden yang
berusia 31-50 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
hipertensi cenderung dialami oleh responden yang berusia diatas 30 tahun
(Dalimartha, 2008). Responden diatas usia 50 tahun seharusnya diperoleh dalam
jumlah yang lebih banyak. Namun karena penelitian ini membutuhkan adanya kerja
sama dengan responden, jumlah responden diatas usia 50 tahun diperoleh hanya
sedikit. Hal ini disebabkan karena responden pada usia tersebut lebih susah untuk
diajak bekerja sama, dalam hal ini adalah bekerja sama untuk mengisi kuesioner.
Jumlah responden pria dalam penelitian ini adalah 24 orang (49%) dan jumlah
responden wanita adalah 25 orang (51%). Jika dilihat dari data tersebut, jumlah
responden pria dan wanita tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan baik pria maupun
wanita memiliki risiko terserang hipertensi. Pada umumnya pria lebih rentan
terserang hipertensi dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki
proteksi dari adanya hormon estrogen. Hormon estrogen berfungsi dalam
meningkatkan kadar HDL di dalam tubuh. Kadar kolesterol HDL yang tinggi dapat
mencegah terjadinya aterosklerosis yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi
(Tambayong, 2000). Selain itu, pola hidup pria yang kurang sehat seperti, merokok
dan mengkonsumsi alkohol dapat pula menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Jumlah
responden wanita yang tidak jauh berbeda dari responden pria pada penelitian ini

27

28

dapat disebabkan apabila ditilik dari faktor usia, ada kemungkinan responden wanita
ada yang telah mengalami menopause yang akan meningkatkan risiko hipertensi.
Pekerjaan dan tingkat pendidikan umumnya akan mempengaruhi persepsi dan
harapan seseorang terhadap suatu produk, sehingga nantinya akan mempengaruhi
tingkat kepuasan dari konsumen. Seseorang dengan pendidikan tinggi dan memiliki
pengetahuan cukup akan semakin kritis dalam menyampaikan pendapatnya.
Responden yang memiliki pengetahuan luas, akan lebih mudah untuk bekerja sama
dalam mengisi kuesioner. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi jumlah pendapatan
seseorang. Pendapatan berpengaruh terhadap daya beli. Daya beli responden akan
berpengaruh pada kepuasannya terhadap suatu produk kesehatan yang dikehendaki
(Trimurthy, 2008). Makin tinggi pendapatan seseorang, makin tinggi pula daya
belinya. Dan makin tinggi pula harapannya terhadap suatu produk.
4.2. Analisis Tingkat Kepuasan Responden
Analisis tingkat kepuasan responden terhadap penggunaan suatu produk obat
dapat dilakukan dengan perhitungan skor gap. Dalam perhitungan skor gap ini,
tingkat kepuasan responden diperoleh dari skor persepsi dan skor harapan terhadap
masing-masing dimensi yang terdapat pada kuesioner. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tingkat kepuasan responden ditentukan oleh besarnya gap antara
persepsi dan harapan. Semakin tinggi skor harapan dan semakin rendah skor persepsi,
berarti gap semakin besar (gap negatif). Jika nilai skor gap negatif artinya produk
yang diterima responden masih dibawah dari harapannya. Sebaliknya, apabila nilai

28

29

skor gap yang diperoleh menunjukkan nilai positif, maka produk yang diterima
responden sudah sesuai dengan yang diharapkannya (Irawan, 2003).

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Skor Gap Responden


Kuesioner Branded generic
Pernyataan

Lapisan

Skor
gap

3
Core
4
product
5
6
7
8
Rata rata Core
1
2
3
Actual
product
4
5
6
Rata rata Actual
1
Augmented
2
product
3
Rata rata Augmented

0.02*
0.06*
0.27
0.24
0.39
0.10
0.24
0.22
0.17
0.39
0.12
0.27
0.12
0.18
0.08
0.19
0.22
0.12
0.22
0.19

Rata rata gap generik

0.18

1
2

Kuesioner Generik
Klasifikasi

Pernyataan

Sedang

Lapisan

Sedang

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

3
Core
4
product
5
6
7
8
Rata rata Core
1
2
3
Actual
product
4
5
6
Rata rata Actual
1
Augmented
2
product
3
Rata rata Augmented
Rata rata gap branded
Sedang
generic
p = 0,650

Skor
gap

Klasifikasi

Sedang
0.29
Sedang
0.18
0.31
0.20
0.24
0.22
0.14
0.16
0.22
0.22
0.20
0.29
0.06
0.10
0.16
0.16
0.16
0.35
0.02
0.07

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

0.20

Sedang

Dari tabel 4.2 dapat dilihat perbedaan hasil skor gap dari masing-masing lapisan
produk. Pada lapisan core product, nilai skor gap untuk produk branded generic

29

30

adalah 0,17 dan untuk produk generik 0,22. Core product merupakan lapisan yang
memenuhi manfaat yang dibutuhkan konsumen saat menggunakan suatu produk obat
(Reid, 2010). Pada lapisan ini, nilai kepuasan responden lebih terhadap obat generik
lebih besar daripada obat branded generic. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
walaupun obat generik memiliki harga yang lebih murah, namun ternyata produk
generik tetap memiliki kualitas yang baik pada efektifitasnya. Pada lapisan actual
product dan augmented product, nilai skor gap produk branded generic lebih tinggi
daripada produk generik. Lapisan actual product merupakan lapisan yang mencakup
tampilan dari suatu produk yang dapat dijadikan sebagai alat pemasaran produk
tersebut (Reid, 2010). Sedangkan lapisan augmented product merupakan lapisan yang
mencakup layanan tambahan dari suatu produk (Lao, 2001). Untuk lapisan actual
product, nilai skor gap produk branded generic 0,19 dan produk generik 0,16. Untuk
lapisan augmented product, nilai skor gap produk branded generic 0,19 dan produk
generik 0,07. Nilai kepuasan responden yang lebih tinggi pada lapisan tersebut, dapat
disebabkan karena produsen obat branded generic mengalokasikan dana yang besar
untuk tampilan produk obatnya. Dana yang besar dapat digunakan untuk
memproduksi produk obatnya agar dapat menarik perhatian konsumen.
Nilai rata-rata total untuk produk branded generic adalah 0,18 dan produk
generik 0,20. Untuk melihat tingkat kepuasan responden, dilakukan pengklasifikasian
dari data yang diperoleh. Klasifikasi tersebut ditentukan oleh interval nilai. Dari
interval nilai tersebut, kemudian kepuasan pasien dibagi menjadi lima jenis. Lima

30

31

jenis klasifikasi kepuasan tersebut adalah sangat rendah (-3 s/d -1,8), rendah (>-1,8
s/d -0,6), sedang (>-0,6 s/d 0,6), tinggi (>0,6 s/d 1,8), sangat tinggi (>1,8 s/d 3,0).
Hasil perhitungan skor gap menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien pada
produk kaptopril branded generic dan kaptopril generik termasuk dalam klasifikasi
sedang. Klasifikasi kepuasan sedang ini menunjukkan bahwa kepuasan terhadap
produk obat yang dirasakan biasa saja oleh responden atau moderat. Hasil
perhitungan skor gap yang diperoleh tidak berbeda jauh antara produk branded
generic dan produk generik. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai 0,650. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kepuasan pasien terhadap penggunaan produk obat
branded generic dan produk obat generik. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun ada
beberapa perbedaan antara obat branded generic dan obat generik tetapi hal tersebut
tidak mempengaruhi kepuasan responden dalam menggunakan kedua obat tersebut.
Kurangnya pengenalan obat generik di masyarakat dapat menjadi sebab mengapa
masyarakat lebih menganggap obat branded generic lebih efektif dibandingkan obat
generik (Wibowo, 2009). Harga obat generik yang lebih murah membuat masyarakat
tidak percaya bahwa obat generik memiliki kualitas yang sama dengan opbat branded
generic. Anggapan ini sangat merugikan pihak pasien, karena pasien menjadi tidak
efisien dalam membeli obat. Selain itu, peresepan dari dokter yang sering memberi
obat branded generic membuat pasien terbiasa dengen obat branded generic
(Spillane, 2010).
Nilai skor gap tertinggi pada keseluruhan pernyataan, dapat digunakan untuk
menunjukkan keunggulan dari suatu produk, dimana persepsi konsumen jauh
31

32

melampaui harapannya. Pada produk branded generic, nilai skor gap tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 1 lapisan actual product. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa pasien merasa produk obat tersebut nyaman saat digunakan. Hal
ini harus dipertahankan produsen. Jika pasien nyaman menggunakan suatu produk
obat, maka hal ini akan meningkatkan kepatuhannya dalam mengkonsumsi obat
tersebut. Sehingga terapi dapat berjalan dengan baik.
Untuk produk generik, nilai skor gap tertinggi terdapat pada pernyataan nomor
2 augmented product. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa obat generik sudah
memiliki informasi yang lengkap. Untuk produk obat keras, hal tersebut penting
untuk pasien karena informasi yang lengkap dapat memberikan edukasi kepada
pasien tentang obat yang dikonsumsinya. Sehingga pasien akan mengetahui secara
lebih lengkap tentang manfaat serta efek samping dari produk obat yang
dikonsumsinya. Sehingga pasien akan lebih berhati-hati dalam menggunakan produk
obat tersebut.
Nilai skor gap terendah menunjukkan bahwa persepsi yang diperoleh pasien
belum dapat melebihi harapan responden terhadap produk obat tersebut. Pada produk
branded generic, nilai skor gap terendah terdapat pada pernyataan nomor 1 dan 2
pada lapisan core product. Pernyataan nomor 1 menyatakan bahwa setiap kontrol ke
dokter tekanan darah pasien tidak stabil. Serta pernyataan nomor 2 core product yang
menyatakan selama menggunakan obat tersebut pasien mengalami efek samping
berupa kemerahan pada kulit. Hal ini merupakan hal yang penting bagi pasien. Dalam
penggunaan obat, pasien menginginkan efektifitas yang baik serta efek samping obat
32

33

yang minimal. Nilai skor gap yang negatif pada kedua pernyataan tersebut
menunjukkan persepsi yang masih jauh dari harapan pasien.
Pada produk generik, nilai skor gap terendah terdapat pada pernyataan nomor 3
augmented product. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa pasien merasa obat
generik kurang memberikan informasi jaringan layanan konsumen. Informasi
jaringan layanan konsumen penting untuk menangani layanan informasi dan
pengaduan konsumen. Adanya informasi yang berasal dari pengaduan konsumen
dapat digunakan bahan untuk meningkatkan pengawasan suatu produk obat.
Untuk meningkatkan penggunaan obat generik, edukasi ke masyarakat wajib
untuk dilakukan. Dalam hal ini, seorang farmasis memiliki peran yang penting untuk
memberikan penjelasan kepada responden bahwa obat generik juga memiliki
efektifitas yang sama dengan obat branded generic. Dalam produksinya, baik obat
generik maupun branded generic harus melengkapi persyaratan dalam Cara-cara
Pembuatan Obat yang baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh BPOM. Selain itu, obat
generik dan obat branded generic yang diregistrasikan ke BPOM harus menunjukkan
kesetaraan biologi dengan obat pembanding inovator. Inovator yang dimaksud adalah
obat yang pertama kali dikembangkan. Dengan demikian, masyarakat terutama klinisi
mendapat jaminan obat yang sesuai dengan standar efikasi, keamanan, dan mutu yang
dibutuhkan (Wibowo, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan
kepuasan pasien terhadap penggunaan obat kaptopril generik dan branded
generic.Sehingga dengan persetujuan dokter dan responden, seorang farmasis dapat

33

34

mengganti obat branded generic dengan obat generik yang lebih murah dan dapat
mempermudah biaya pengobatan responden (Spillane, 2010).
4.3 Analisis Harapan Responden
Memahami keinginan pasien, adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan
pasien. Pasien dikatakan puas apabila produk yang digunakan oleh pasien dapat
melebihi harapan responden tersebut. Sebaliknya ketikpuasan terjadi jika terjadi
kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang diterima oleh pasien. Sehingga
kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh harapan pasien tersebut terhadap suatu
produk obat yang digunakannya. Dengan mengetahui harapan pasien, maka produsen
suatu produk obat akan dapat memenuhi kepuasan pasien dengan baik.

Tabel 4.3 Skor Harapan Responden


Kuesioner Branded generic

Kuesioner Generik

Lapisan

Skor
harapa
n

Klasifikasi

Pernyataan

1
2
3
4
Core
product
5
6
7
8
Rata Rata Core
1
Actual
product
2
3
4
5

3.33*
3.33*
3.08
3.12
3.10
3.31
3.10
3.12
3.19
3.04
3.20
3.18
3.16
3.24

Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi

1
2
3
4
5
6
7
8

Pernyataan

1
2
3
4
5

34

Lapisan

Core
product

Actual
product

Skor
harapa
n

Klasifikasi

3.41
3.18
3.14
3.18
3.18
3.18
3.45*
3.10
3.23
3.12
3.08
3.22
3.45*
3.12

Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi

35

6
Rata rata Actual
1
Augmente
2
d product
3
Rata rata Augmented
Rata rata gap generik

3.20
3.17
3.24
3.22
3.20
3.22

Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi

3.19

Tinggi

6
1
2
3

Augmente
d product

Rata rata gap branded


generic
p = 0,251

3.02
3.17
3.43*
3.43*
3.24
3.37

Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi

3.23

Tinggi

Dari keseluruhan pernyataan, ada beberapa pernyataan yang memiliki skor


harapan tinggi oleh responden. Skor harapan tertinggi ini dapat digunakan sebagai
masukan untuk produsen agar dapat bersaing dengan produsen obat lainnya. Untuk
produk obat branded generic, skor harapan tertinggi terdapat pada pernyataan nomor
1 core product yang mengharapkan stabilnya tekanan darah setiap kontrol ke dokter.
Pernyataan ini penting bagi pasien karena mereka memiliki harapan kesembuhan
setelah mengkonsumsi obat tersebut. Serta pernyataan nomor 2 core product yang
mengharapkan tidak adanya efek samping berupa kemerahan pada kulit. Seorang
pasien tentu menginginkan tidak adanya efek samping dari penggunaan suatu obat.
Selain itu kemerahan pada kulit dapat mengganggu aktivitas pasien setiap harinya.
Insiden terjadinya kemerahan pada kulit setelah menggunakan kaptopril cukup besar
yaitu 4-7%.
Untuk produk obat generik skor harapan tertinggi terdapat pada lapisan core,
actual, dan augmented product. Pada lapisan core product skor tertinggi terdapat
pada pernyataan nomor 7 yang menyatakan bahwa pasien ingin setelah
mengkonsumsi obat tersebut tidak lagi mengalami susah tidur. Gangguan berupa
susah tidur merupakan hal yang sangat mengganggu bagi pasien. Karena hal tersebut
35

36

dapat menyebabkan pasien lelah saat beraktivitas keesokan harinya. Selain itu,
,menurut literatur kurangnya tidur merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan risiko hipertensi (Angkat, 2009). Pada actual product, skor tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 4 yang menyatakan bahwa pasien ingin obat yang
diterima selalu dalam keadaan baik. Serta pada augmented product skor tertinggi
terdapat pada pernyataan nomor 1 dan 2 yang menyatakan bahwa pasien
mengharapkan harga yang terjangkau serta adanya informasi yang lengkap pada
produk obat tersebut. Obat generik merupakan obat yang mendapatkan subsidi dari
pemerintah, sehingga masyarakat menginginkan harga yang terjangkau dari obat
tersebut. Sehingga dapat membantu biaya pengobatannya. Namun, walaupun pasien
membeli obat generik tersebut dengan harga yang lebih murah daripada obat branded
generic, pasien tetap menginginkan kualitas yang baik dari obat tersebut. Pasien tetap
mengharapkan bahwa obat yang mereka terima selalu dalam keadaan yang baik serta
memiliki informasi yang lengkap. Pasien tidak ingin jika harga yang murah membuat
mereka mendapatkan kualitas produk yang buruk.
Berdasarkan hasil skor total, diperoleh hasil rata-rata skor total harapan untuk
obat kaptopril branded generic adalah 3,19 dan obat kaptopril generik 3,23. Jika
diklasifikasikan hasil rata-rata skor kedua obat tersebut termasuk dalam klasifikasi
tinggi. Hal ini menunjukkan dalam penggunaan obat generik maupun obat branded
generic responden sama-sama memiliki harapan yang tinggi. Berdasarkan uji statistik
antara harapan terhadap obat branded generic dan obat generik diperoleh hasil 0,251.
Hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan harapan pasien yang signifikan terhadap
36

37

penggunaan obat kaptopril branded generic dan kaptopril generik. Menurut pasien,
apapun yang membedakan antara kedua obat tersebut, pasien tetap menginginkan
tercapainya terapi. Pasien tidak ingin adanya perbedaan antara kedua obat tersebut,
membuat mereka mendapatkan hasil yang berbeda. Berdasarkan uji statistik terhadap
persepsi pasien terhadap kedua obat tersebut diperoleh hasil 0,936. Hasil ini
menunjukkan bahwa hasil yang diterima pasien dari kedua obat tersebut tidak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini menjelaskan bahwa produk obat generik dan
branded generic mempunyai kualitas yang tidak berbeda bagi pasien.
Dengan mengetahui harapan pasien terhadap produk obat, produsen obat dapat
meningkatkan kualitas produksinya. Sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
konsumen terhadap produk obatnya. Hal ini akan sangat menguntungkan produsen
obat dari segi pemasaran obatnya. Produsen obat dapat bersaing dengan produsen
obat lainnya serta dapat meningkatkan daya jual dan kemampuannya berlaba
(Supriyanto, 2010).

37

38

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Secara umum pasien tingkat kepuasan pasien terhadap penggunaan obat
kaptopril generik dan kaptopril branded generic termasuk dalam kategori
sedang pada keseluruhan lapisan produk..
5.2 Saran
1. Dapat dilakukan penelitian yang sama di daerah lain di Bali selain Kota
Tabanan.
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbandingan antara
persepsi dan harapan pasien terhadap penggunaan obat generik atau obat
branded generic yang lain selain obat kaptopril.

38

39

DAFTAR PUSTAKA
Alving, B.M. 2004. The Seven Report of The join National Committee Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure, (cited, 2011 Des,
1).
Available
from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. p. 12
Angkat, D. 2009. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan darah Pada
Remaja Usia 15-17 Tahun di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa (Skripsi).
Fakultas Kedokteran-Universitas Sumatra Utara, Medan.
Antari, U. 2010. Perbedaan Harapan dan Persepsi Pasien Rawat Jalan Terhadap
Pelayanan kefarmasian di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Tesis). Program
Pasca Sarjana Fakultas Farmasi-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Balitbangkes Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar, (cited, 2012 Jan, 10).
Available
from:
http://
www.dinkesjatengprov.go.id/download/mi/riskesdas_jateng2007.pdf
Behrman, Kliegman, and Arvin. 2000. In. Samik Wahab (Eds). Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Ed. 15. Jakarta: EGC. hal. 1850
Bensley, J.R dan Jodi, B.R. 2003. Metode Pendidikan Kesehatan Masyarakat.
Diterjemahkan oleh: Apriningsih dan Nova, S. Jakarta: EGC. hal. 13.
Chandra, B. 2009. Ilmu kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC. hal.
163.

39

40

Dahlan, S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Ed. 5. Jakarta: Salemba
Medika. hal. 36.
Dalimartha, S., Basuri, P., Nova, S., Mahendra, dan Rahmat, D. 2008. Care Your self,
Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus. hal. 22.
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas,
(cited,
2012
Jan,
10).
Available
from:
http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-obt-ob.pdf
DirJen BinFar dan Alkes. 2006. Pharmacheutical care untuk Penyakit Hipertensi,
(cited,
2011
Des,
5).
Available
from:
http://
ilmufarmasis.files.wordpress.com/2011/03/ph-care-hipertensi.pdf
Gormer, B. 2008. Farmakologi Hipertensi, (cited, 2011 Des, 1). Available from:
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppham.pdf.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius. hal. 1819.
Gunawan, S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Ed. 5. Jakarta: UI Press. hal. 351-358.
Hariyanto, D. 2009. Memenangkan Persaingan Bisnis Produk Farmasi Melalui
Marketing Public Relations. J. Manajemen Pemasaran 4(1): 38-44.
Hoffman, B.B. 2001. Obat-obat Antagonis Adrenoseptor. Katzung, B.G. Farmakologi
Dasar dan Klinik Ed. 1. Jakarta: Salemba Medika. hal 256.
Irawan, H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo. hal. 9-10.
Ivancevich, J.M., Robert K., and Michael, T.M. 2006. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Diterjemahkan oleh: Gina Gania. Jakarta: Penerbit Erlangga. hal.
116-117.
Lameshow, S. Hormer Jr, D.W., Klar.J., Lwanga, S.K. 1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan. Diterjemahkan oleh Dibyo Pramono. Yogyakarta: Gama
University Press. hal. 119.
Lao Jr, F.M. 2001. Marketing Management. Philippine: Rex Printing Company Inc. p.
56
Mulyono, S. 1991. Statistika untuk Ekonomi. Jakarta: UI Press. hal. 76.

40

41

Pohan, I.S. 2004. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC. hal. 156-160.
Pratiwi, M., dan Lannie, H. 2010. Optimasi Formula Tablet Lepas Lambat Kaptopril
Menggunakan Metode Desain Faktorial. Majalah Farmasi Indonesia. 21(4):
285-295.
Reid, R.D., and Bojanic, D.C. 2010. Hospitality Marketing Management. New
Jersey: John Wiley and Sons Inc. p. 283
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2008. In. Rio Rahardjo (Eds). Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed. 2. Jakarta:
EGC. hal. 9-10, 448.
Sampurno, H. 2009. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Gama University Press.
hal. 137-141.
Spillane, J. 2010. In. Arita, L (Eds). Ekonomi Farmasi. Jakarta: Grasindo. hal. 294,
300.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. hal. 85, 125, 127.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. hal. 42-44.
Supriyanto, S., dan Ernawaty. 2010. Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 4-10.
Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC. hal.
47-48.
Tambayong, J. 2000. In. Monica Ester (Eds). Patofisiologi untuk Keperawatan.
Jakarta: EGC. hal. 95
Tantrisna, dan Prawitasari. 2006. Analisa Harapan dan Persepsi Penumpang Terhadap
Kualitas Makanan yang Disediakan oleh Maskapai Penerbangan Domestik di
Indonesia. J. Manajemen Perhotelan. 2(1): 38-39.
Trimurthy. 2008. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan
dengan Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan rawat Jalan Puskesmas
Pendanaran Kota Semarang (Tesis). Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat-Universitas Diponogoro, Semarang.

41

42

Wahdi, N. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien


Sebaagai Upaya Meningkatkan Loyalitas Pasien (Tesis). Program Studi
Magister Manajemen-Universitas Diponogoro, Semarang.
Wibowo, A. 2009. Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit. Jakarta: PT
Lingkar Pena Kreativa. hal 47-48.

42

Anda mungkin juga menyukai