Anda di halaman 1dari 40

GANGGUAN MENTAL DAN

PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN


ZAT
Oleh : Ahmad Rahmawan, Oldi Dedya, Rita Ervina,
Haudhiya, Nila Nirmalasari, Munirah, Rahmiyatus Safitri
(Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, RS Ansari Saleh,
Fakultas Kedokteran UNLAM, Banjarmasin)

Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya dari


intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai
gangguan psikotik yang jelas dan demensia, tetapi semua itu diakibatkan
oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa
resep dokter).
Sistem kode :
zat yang digunakan = karakter ke 2 dan 3
keadaan klinis = karakter ke 4 dan 5 (misalnya, F10.03 = Gangguan
mental dan perilaku akibat penggunaan Alkohol, intoksikasi akut
dengan delirium)
Pedoman Diagnostik
Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan
berdasarkan
- data laporan individu,
- analisis objektif dari spesirnen urin, darah, dan sebagainya
- bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan
gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga).
Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari
satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat.
Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan
perihal adanya penggunaan akhir-akhir ini atau saat ini, namun data ini
mempunyai keterbatasan terhadap penggunaan zat di masa lalu atau
tingkat penggunaan saat ini.
Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis obat,
namun bila mungkin, diagnosis gangguan harus diklasifikasi sesuai
dengan zat tunggal (kategori dan zat) yang paling penting yang
digunakannya (yang menyebabkan gangguan yang nyata), sedangkan
kode F19 (gangguan akibat penggunaan obat multipel) hanya digunakan

bila pola penggunaan zat psikoaktif benar-benar kacau dan sembarangan


atau berbagai obat bercampur-baur.
Penyalahgunaan obat lain selain zat psikoaktif, seperti pencahar
atau aspirin, harus diberi kode F55.- (penyalahgunaan zat yang tidak
menyebabkan ketergantungan), dengan karakter ke 4 menunjukkan jenis
zat tersebut.
Kasus gangguan mental (terutama delirium pada usia lanjut) akibat
zat psikoaktif, tetapi tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya,
penggunaan yang merugikan atau sindrom ketergantungan) harus
dimaksudkan dalam kode F00-F09. Bila keadaan delirium bertumpangtindih dengan suatu gangguan dalam blok ini, maka harus diberi kode
Flx.3 atau FIx.4.
Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan kode tambahan dari Bab XX ICD-10 : Y90- (ditetapkan dari kadar
alkohol dalam darah) atau Y91- (ditetapkan dengan derajat
intoksikasinya).
F1x.0 Intoksikasi Akut
Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat menggunakan alkohol
atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi
kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons
psikofisiologis lainnya.
Ini merupakan diagnosis utama hanya pada kasus intoksikasi yang
semata-mata terjadi tanpa berkaitan dengan alkohol atau penggunaan zat
yang lebih menetap. Bila ada masalah demikian, maka diagnosis yang
didahulukan adalah: penggunaan yang merugikan (Flx.l), sindrom
ketergantungan (Flx.2), atau gangguan psikotik (Flx.5).
Pedoman Diagnostik
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang
digunakan (dose-dependent), individu dengan kondisi organik
tertentu yang mendasarinya (misalnya insufisiensi ginjal atau hati)
yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat yang tidak proporsional.
Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau
upacara keagamaan).
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul
akibat penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi
gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau
perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada
akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi penggunaan zat
lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi
semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi
lainnya.

Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat.


Sebagai contoh, zat depresan dapat menimbulkan gejala agitasi atau
hiperaktivitas, dan zat stimulan menimbulkan penarikan diri secara sosial
atau perilaku introvert. Efek zat seperti anabis dan halusinogenika
mungkin sukar diramal. Lebih-lebih, banyak zat psikoaktif mampu
menimbulkan berbagai bentuk efek yang berbeda pada tingkat dosis yang
berbeda. Sebagai contoh, alkohol rupanya dapat mempunyai efek
stimulan pada perilaku dalam dosis yang lebih rendah, namun dapat
menyebabkan agitasi dan agresi dengan meningkatnya dosis, dan
menimbulkan sedasi yang jelas pada dosis yang sangat tinggi.
Termasuk : mabuk akut pada alkoholisme
Bad trips (akibat zat halusinogenik)
Mabuk YTT (drunkenness NOS)
Diagnosis banding
Pertimbangkan kemungkinan adanya cedera kepala akut dan
hipoglikemia. Pertimbangkan juga kemungkinan intoksikasi sebagai
penggunaan zat campuran.
Kode lima karakter berikut digunakan untuk menunjukkan apakah
intoksikasi akut itu disertai dengan suatu komplikasi
F1x.00 Tanpa komplikasi
Gejala keparahannya sangat bervariasi, biasanya tergantung pada
dosis (dose-dependent), terutama pada dosis tinggi.
F1x.01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
F1x.02 Dengan komplikasi medis lainnya
Komplikasi seperti hematemesis, inhalasi dari muntahan.
F1x.03 Dengan delirium
F1x.04 Dengan distorsi persepsi
F1x.05 Dengan koma
F1x.06 Dengan konvulsi
F1x.07 Intoksikasi patologis
Hanya pada penggunaan alkohol.
Onset secara tiba-tiba dengan agresi dan sering berupa
perilaku tindak kekerasan yang tidak khas bagi individu tersebut
saat ia bebas alkohol.
Biasanya timbul segera setelah minum sejumlah alkohol yang
pada kebanyakan orang tidak akan menimbulkan intoksikasi

F1x.1 Penggunaan yang merugikan


Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak
kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis
karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental
(misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi
berat alkohol).
Pedoman diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis harus ada cedera nyata pada
kesehatan jiwa atau fisik pengguna
Pola penggunaan ,yang rnerugikan sering dikecam oleh pihak lain
dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak
diinginkan. Bila suatu pola penggunaan atau suatu zat tertentu
tidak disetujui oleh orang lain atau budaya setempat, atau menjurus
pada kepada konsekuensi yang negatif secara sosial seperti
penahanan atau cekcok dalam perkawinan bukanlah merupakan
bukti dari adanya penggunaan yang merugikan.
Intoksikasi akut (lihat F1x.O) atau hang-over sendiri bukanlah
merupakan bukti cukup untuk pemberian kode penggunaan yang
merugikan.
Tidak ada sindrom ketergantungan (Flx.2), gangguan psikotik
(Flx.S) atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan
dengan penggunaan obat atau alkohol.
F1x.2 Sindrom Ketergantungan
Suatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat
penggunaan suatu zat atau golongan zat tertentu yang mendapat prioritas
lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang perilaku yang pernah
diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama yang khas dari sindrom
ketergantungan ialah keinginan (sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat)
untuk menggunakan obat psikoaktif (baik yang diresepkan atau pun tidak),
alkohol, atau tembakau. Mungkin ada bukti bahwa mereka yang
menggunakan kembali zat setelah suatu periode abstinensia akan lebih
cepat kambuh daripada individu yang sama sekali tidak ketergantungan.
Pedoman diagnostik
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3
atau lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun
sebelumnya
1. adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa
(kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif;
2. kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat,
termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat
sedang menggunakan;
3. keadaan putus zat secara fisiologis (lihat Flx.3 atau Flx.4)
ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan,
terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang
tersebut menggunakan zat, atau golongan zat yang sejenis

dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari


terjadinya gejala putus zat;
4. terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat
psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama
yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh
yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan
ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat
mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya atau
mematikan bagi pengguna pemula;
5. secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau
minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif meningkatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau
menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya;
6. tetap menggunakankan zat meskipun ia menyadari adanya
akibat yang merugikan kesehata nny a, seperti gangguan
fungsi hati karena minum alkohol berlebihan, keadaan
depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang
berat, atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan
penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan
bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan,
sadar akan hakekat dan besarnya bahaya
Memperbanyak pola kebiasaan penggunaan zat psikoaktif telah
dideskripsikan sebagai gambaran khas (misalnya kecenderungan minum
minuman beralkohol pada hari kerja ketimbang akhir minggu dengan
mengabaikan larangan sosial, yang menentukan pola).
Ciri khas penting dari sindrom ketergantungan ialah penggunaan
atau keinginan untuk menggunakan zat psikoaktif. Kesadaran subjektif
adanya kompulsi untuk menggunakan zat biasanya ditemukan ketika
berusaha untuk menghentikan atau mengatasi penggunaan zat. Syarat
diagnostik ini mengecualikan pasien pasta bedah yang mendapatkan opioida
untuk menghilangkan rasa nyeri dan kemudian menunjukkan tanda-tanda
keadaan putus zat bila zat tidak diberikan, namun mereka sebenarnya tidak
menginginkan untuk melanjutkan penggunaan zat.
Sindrom ketergantungan dapat juga terjadi terhadap bahan/zat yang
spesifik (misalnya tembakau dan diazepam), atau pada golongan zat
tertentu (misalnya opioida), atau pada aneka ragam zat (seperti pada individu
yang cenderung ada dorongan kompulsif untuk menggunakan obat apa
pun yang tersedia dan menunjukkan gejala "tertekan", agitasi, dan/atau
tanda fisik dari keadaan putus zat ketika obat itu dihentikan).
Termasuk: alkoholisme kronis
dipsomania
adiksi obat
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut
dengan kode lima karakter berikut :
Flx.20 Kini abstinen
F1x.21 Kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yang terlindung (seperti dalam rumah sakit, komuniti terapeutik,
lembaga pemasyarakatan, dll)

F1x.22 Kini dalam pengawasan klinis dengan terapi pemeliharaan


atau
dengan
pengobatan
zat
pengganti
(ketergantungan
terkendali)
(misalnya
dengan
methadone, penggunaan "nicotine gum" atau "nicotine
patch")
F1x.23 Kini abstinen, tetapi sedang dalarn terapi obat aversif
atau penyekat (misalnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
F1x.25 Penggunaan berkelanjutan
F1x.26 Penggunaan episodik (dipsomania)
F1x.3 Keadaan Putus Zat
Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan yang
terjadi pada penghentian pemberian zat secara absolut atau relatif sesudah
penggunaan zat yang terus-menerus dan dalam jangka panjang dan/atau
dosis tinggi. Onset dan perjalanan keadaan putus zat itu biasanya waktunya
terbatas dan berkaitan dengan jenis dan dosis zat yang digunakan
sebelumnya. Keadaan putus zat dapat disertai dengan komplikasi kejang.
Pedoman Diagnostik
Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom
ketergantungan
(lihat
Flx.2) dan diagnosis
sindrom
ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan.
Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama,
bila hal ini mentpakan alasan rujukan dan cukup parah sampai
memerlukan perhatian medis secara khusus.
Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat, yang digunakan.
(.angguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan
tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini.
Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat
akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.
Perlu diingat bahwa gejala putus zat dapat diinduksi dengan
rangsang yang terkondisi/dipelajari walaupun tanpa penggunaan zat
sebelumnya. Pada kasus yang demikian, diagnosis keadaan putus zat
hendaknya dibuat hanya apabila taraf keparahan putus obatnya cukup
berarti.
Diagnosis Banding
Banyak gejala pada keadaan putus obat bisa disebabkan oleh
keadaan psikiatrik lain, misalnya keadaan anxietas dan gangguan depresif.
Gejala sisa ("hangover") sederhana atau tremor karena kondisi lain
jangan dikacaukan dengan gejala putus zat.
Diagnosis keadaan putus zat dapat ditentukan lebih lanjut dengan
menggunakan kode lima karakter berikut :
F1x.30 Tanpa komplikasi

F1x.31 Dengan konvulsi


F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
Satu keadaan putus zat (lihat Flx.3) disertai komplikasi delirium
(lihat kriteria untuk FO5.-).
Delirium tremens yang disebabkan oleh alkohol hendaknya digolongkan dalam kode ini. Delirium tremens adalah suatu keadaan gaduh
gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat
membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatik. Delirium tremens
biasanya merupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif
pada pengguna yang sangat tergantung akibat penggunaan yang lama.
Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Pada beberapa kasus,
gangguan ini muncul selama suatu episode minum yang berat, dan kasus
demikian harus digolongkan dalam kode ini.
Gejala prodromal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan.
Onset dapat didahului oleh kejang akibat putus zat. Trias yang klasik dari
gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, halusinasi dan ilusi
yang nyata yang mengenai salah satu modalitas sensorik, dan tremor
hebat. Biasanya ditemukan waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur
yang terbalik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan.
Tak Termasuk: delirium yang bukan disebabkan oleh alkohol dan zat lain
(F05,-)
Diagnosis keadaan putus zat dengan delirium dapat ditentukan
dengan penggunaan kode lima karakter berikut:
F1x.40 Tanpa konvulsi
F1x.41 Dengan konvulsi
F1x.5 Gangguan Psikotik
Sekelompok fenomena psikotik yang terjadi selama atau segera
sesudah penggunaan zat psikoaktif dan ditandai oleh halusinasi nyata
(khasnya auditorik, tetapi sering pada lebih dari satu gangguan
modalitas sensorik), kekeliruan identifikasi, waham dan/atau gagasan
yang menyangkut diri sendiri (ideas of reference) (sering yang bersifat
paranoid atau kejaran), gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan
afek yang abnormal, yang terentang antara ketakutan yang mencekam
sampai ke ekstasi. Pada umumnya keadaan kesadaran jernih, kecuali adanya
kesadaran berkabut walaupun tidak sangat bingung. Gangguan itu mereda
setidaknya sebagian dalam sebulan dan hilang sama sekali dalam enam
bulan.
Pedoman Diagnostik
Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah
penggunaan obat (biasanya dalam waktu 48 jam) harus dicatat di sini,
kecuali jika keadaan itu bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus
zat dengan delirium (lihat Flx.4) atau suatu onset lambat. Gangguan
psikotik onset lambat (dengan onset lebih dari dua minggu setelah
penggunaan zat) dapat terjadi, namun harus digolongkan dalam kode

F1x.75.
Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil
dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi
oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat. Pada
penggunaan obat stimulan seperti kokain dan amfetamin, gangguan psikotik
yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tinggi
dosisnya dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan.
Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan
distorsi persepsi atau pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan ialah
halusinogenika primer (misalnya lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis
tinggi). Pada kasus demikian dan juga untuk keadaan kebingungan,
suatu kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0) harus
dipertimbangkan.
Perlu diperhatikan untuk menghindari kesalahan diagnosis psikosis
sebagai keadaan yang lebih berat (misalnya skizofrenia), padahal
diagnosisnya ialah psikosis yang disebabkan oleh zat psikoaktif. Banyak
keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif berlangsung
singkat asal tidak ada lagi obat yang digunakan (seperti pada kasus
psikosis akibat amfetamin dan kokain). Diagnosis yang salah pada
kasus demikian dapat memberi dampak yang merugikan dan biaya tinggi baik
bagi pasien maupun fasilitas petayanan kesehatan.
Termasuk :

halusinosis alkoholik
kecemburuan alkoholik
paranoia alkoholik
psikosis alkoholik YTT

Diagnosis Banding
Pertimbangkan kemungkinan adanya gangguan jiwa lain yang
dicetuskan dan diberatkan oleh penggunaan zat psikoaktif (misalnya
skizofrenia (F20.-); gangguan suasana perasaan (mood [afektifl) (F30F39); gangguan kepribadian paranoid atau skizoid (F60.0, F60.1)). Pada
kasus demikian, diagnosis keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat
psikoaktif mungkin tidak memadai.
Diagnosis suatu keadaan psikotik dapat ditentukan lebih lanjut
deagan kode lima karakter berikut:
F1x.50 Lir-skizofrenia
F1x.51 Predominan waham
F1x.52
F1x.53

Predominan halusinasi (termasuk halusinosis alkoholik)


Predominan polimorfik

F1x.54

Predominan gejala depresif

F1x.55

Predominan gejala manik

F1x.56

Campuran

F1x.6 Sindrom Amnesik


Satu sindrom yang berhubungan dengan hendaya/gangguan daya
ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol; kadang
terdapat gangguan daya ingat jangka panjang (remote memory),
sedangkan daya ingat segera masih baik. Gangguan daya nilai
berjalannya waktu dan urutan peristiwa biasanya menonjol, seperti juga
kesulitan untuk mempelajari hal baru. Konfabulasi mungkin menonjol,
tetapi tidak selalu harus ada. Fungsi kognitif lain biasanya relatif
masih baik dan gangguan amnesik yang terjadi tidak sepadan dengan
gangguan lain.
Pedoman Diagnostik
Sindrom amnesik yang disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif lain
yang digolongkan dalam kode ini harus memenuhi kriteria umum untuk
sindrom amnesik organik (lihat F04). Syarat utama untuk menentukan
diagnosis adalah:
gangguan daya ingat jangka-pendek (dalam mempelajari hal baru);
gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis,
meninjau kejadian berulang kali menjadi satu peristiwa, dll.);
tiadanya gangguan daya ingat segera, tiadanya gangguan
kesadaran, dan tiadanya gangguan kognitif secara umum;
adanya riwayat atau bukti objektif penggunaan alkohol atau obat
yang kronis (terutama dengan dosis tinggi).
Perubahan kepribadian, yang sering disertai keadaan apatis dan
hilangnya inisiatif yang nyata, dan kecenderungan untuk mengabaikan
keadaan yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis.
Meskipun konfabulasi mungkin nyata tetapi jangan dianggap
sebagai persyaratan yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis.
Termasuk : psikosis atau sindrom Korsakov, psikosis yang
disebabkan oleb alkohol atau zat psikoaktif lainnya
Diagnosis Banding .
Pertimbangkan : sindrom amnesik organik (nonalkoholik) (lihat F04);
sindrom organik lain yang meliputi gangguan daya ingat yang nyata
(misalnya demensia atau delirium) ( F00-F03; F05.-); suatu gangguan
depresif (F31-F33).

F1x.7 Gangguan Psikotik Residual dan Onset Lambat


Satu gangguan fungsi kognitif, afek, kepribadian, atau perilaku yang
disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif yang berlangsung melampaui
jangka waktu khasiat psikoaktifnya.
Pedoman Diagnostik
Onset dari gangguan harus secara langsung berkaitan dengan
penggunaan alkohol atau zat psikoaktif. Kasus dengan onset pertama
yang berjarak jauh sesudah episode penggunaan zat hares digolongkan

dalam kode ini hanya apabila ada bukti yang jelas dan kuat bahwa keadaan
ini sebagai efek residual zat tersebut. Gangguan tersebut harus
memperlihatkan suatu perubahan atau peningkatan yang nyata dari fungsi
sebelumnya yang normal.
Gangguan ini harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu
yang dianggap sebagai efek langsung zat psikoaktif tersebut (lihat Flx.0
intoksikasi akut). Demensia yang disebabkan oleh alkohol atau zat
psikoaktif tidak selalu bersifat ireversibel, sesudah suatu periode yang
cukup lama dari abstinensia total, fungsi intelek dan daya ingatnya akan
pulih.
Gangguan ini harus secara hati-hati dibedakan dari kondisi yang
berhubungan dengan peristiwa putus zat (lihat Flx.3 dan Flx.4). Harus
diingat bahwa pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu, fenomena putus
zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah zat dihentikan
penggunaannya.
Kondisi yang disebabkan oleh zat psikoaktif, yang menetap sesudah
penggunaannya, dan memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan
psikotik, jangan digolongkan di sini (gunakan Flx.5, gangguan psikotik).
Pasien yang menunjukkan keadaan akhir dari sindrom Korsakov kronik
harus digolongkan dalam kode Flx.6.
Diagnosis Banding
Pertimbangkan: gangguan jiwa yang sudah ada terselubung oleh
penggunaan zat dan yang muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut
menghilang (misalnya anxietas fobik, gangguan depresif, skizofrenia atau
gangguan skizotipal). Pada kasus kilas balik, pertimbangkan adanya
psikosis akut dan sementara (F23.-). Pertimbangkan juga cedera organik
dan retardasi mental ringan atau sedang (F70-F71) yang mungkin terdapat
bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif.
Rubrik diagnostik ini dapat dibagi lebih lanjut dengan menggunakan kode
lima karakter berikut:
F1x.70 Kilas balik (Flashback)
Dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat
episodiknya, sering berlangsung dalam jangka waktu sangat singkat
(dalam hitungan detik sampai menit) dan oleh gambaran duplikasi (dan
kadang-kadang sangat mirip) dengan pengalaman sebelumnya yang
berhubungan dengan penggunaan zat.
F1x.71 Gangguan kepribadian atau perilaku
Memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian organik (F07.0).
F1x.72 Gangguan afektif residual
Memenuhi kriteria untuk gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) organik (F06.3) .
F1x.73 Demensia
Memenuhi kriteria umum untuk demensia seperti yang diuraikan
dalam pendahuluan F00-F09.
F1x.74 Hendaya kognitif menetap lainnya
Satu kategori residual untuk gangguan dengan hendaya kognitif
yang menetap, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk sindrom amnesik
yang disebabkan oleh zat psikoaktif (Flx.6) atau demensia (F1x.73).

F1x.75 Gangguan psikotik onset lambat


F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku Lainnya
Masukkan dalam kode ini sebarang gangguan sebagai akibat
penggunaan zat yang dapat diidentifikasi berperan langsung pada keadaan
tersebut, tetapi yang tidak memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam
salah satu gangguan yang telah disebutkan di atas.
Flx.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT

PENGGUNAAN ALKOHOL
Akibat Penggunaan Alkohol
1. Intoksikasi Alkohol
Gejala intoksikasi alkohol meliputi gangguan kesadaran, kognitif,
persepsi, afektif dan perilaku. Dapat disertai gangguan lain yaitu
perubahan faal. Kematian biasanya diakibatkan oleh aspirasi isi lambung
ke dalam paru-paru.
Intoksikasi ringan ditandai euforia, cadel, kantuk, ataksia,
nistagmus. Intoksikasi alkohol dapat menimbulka hipoglikemia, walaupun
dalam konsentrasi yang relatif rendah.
Intoksikasi berat dapat terjadi stupor, koma, dan berhentinya
pernapasan. Umumnya dijumpai bradikardi, hipotensi, hipotermia, dan
kejang.
Intoksikasi sangat berat dapat tampak seperti sudah mati dengan reflekreflek negatif dan bahkan tanpa aktivitas EKG.
2. Keadaan Putus Alkohol
Keadaan ini adalah problema medis yang mempuyai potensi
darurat vital, karena itu perlu penanganan seksama. Keadaan gawat
biasanya timbul bila pasien telah menghentikan minum alkhol yang telah
diminumnya setiap hari selama beberapa bulan dengan dosis yang setara
dengan 7-8 pints bir (284 gr - 320 gr alkohol absolut atau kira-kira 4-4,5
liter bir) atau 1 pints spirits (0,5683 liter). Onsetnya 12 jam sesudah minum
yang terakhir, intensitas puncak terjadi 48-72 jam setelah konsumsi
terakhir alkohol. Gejala-gejala yang dapat timbul pada keadaan ini:
1. Halusinasi, ilusi (bad dreams)
2. Kejang, dalam 12-48 jam
3. Delirium tremens (major withdrawal)
4. Gemetar (tremulousness)
5. Agitasi psikomotor (gerakan menjadi kacau)
6. Keluhan gastrointestinal (mual dan muntah)
7. Muka kemerahan seperti kepiting rebus (flushed face)
8. Konjungtiva mata kemerahan (injected conjunctivae)
9. Kelemahan umum (generalized weakness)
10. Insomnia
11. Mudah kaget, cemas, dan marah (iritabel)
12. Rindu dengan minuman beralkohol (craving for alcohol)
13. Mudah tersengal, nafas pendek (faintness) dan berkeringat (sweating)
14. Hipertensi
15. Kadang-kadang disritmia karena hipokalemia, hipomagnesemia, dan
gangguan keseimbangan asam basa

3. Penggunaan Alkohol yang Merugikan


Jangka Pendek:
Lebih emosional (sedih, senang atau marah secara berlebihan).
Gangguan motorik seperti: bicara cadel, pandangan menjadi kabur,
sempoyongan, inkoordinasi motorik, sampai tidak sadarkan diri.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat
Gangguan pengendalian diri
Jangka lama:
Perlemakan hati
Kanker hati
Perdarahan lambung
Anemia
Radang pankreas
Polineuritis
Miopati
Kardiomiopati
Pikun (psikosis Korsakof)
Cacat pada janin (pada ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol)
Disfungsi seksual
Ginekomastia
4. Delirium Tremens Akibat Intoksikasi atau Putus Alkohol
Gejala berupa agitasi, kebingungan atau delirium, kadang-kadang
disertai halusinasi visual atau taktil. Dapat terjadi kejang grand mal.
5. Amnesia (Psikosis Korsakof)
Timbul sehubungan dengan defisiensi tiamin dalam vitamin B yang
secara genetik berisiko tinggi. Gejala yang timbul antara lain:
Ensefalopati Wernicke; ataksia dan kelumpuhan nervus cranialis
VI.
Sindroma Korsakoff yaitu amnesia retrograde dan anterograd serta
gangguan visuospasial, abstrak dan kemampuan belajar yang lain.
6. Demensia
Terjadi penurunan secara global dalam fungsi kognitif, fungsi
intelektual dan memori. Penurunan fungsi otak disertai gangguan
psikomotor serta gangguan memori jangka panjang dan gangguan berpikir
yang menetap.
7. Gangguan Afektif
Terjadi depresi atau mania yang cukup parah akibat putus alkohol
beberapa saat sehingga mengganggu fungsi.

8. Gangguan Ansietas
Pada gejala akut akibat putus alkohol terjadi gangguan panik.
Putus alkohol yang lebih lama menyebabkan ketakutan sosial (fobia
sosial) dan dapat menjadi parah sehingga timbul agorafobia. Gangguan
ansietas yang paling sering terjadi adalah ganguan panik dan fobia sosial.
Terapi
Terapi Intoksikasi alkohol
Terapi umum:
1. Perkenalkan diri dan jelaskan bahwa terapi adalah bantuan
(bukanlah hukuman) dan yakinkan bahwa pasien dalam keadaan
aman, terapis tetap menjaga rahasia.
2. Tunjukkan perhatian terhadap masalah yang membahayakan
kehidupan pasien.
3. Seringkali pasien datang dalam keadaan ketakutan, cemas ataupun
panik. Sikap terapi harus tenang dan penuh percaya diri. Tenangkan
pasien dengan mengajak bicara dan berilah pengertian bahwa
terapis akan memberi bantuan, dengan harapan keadaan membaik.
4. Usahakan agar jalan nafasnya lancar. Pertahankan saluran nafas
yang bebas, bila perlu dengan pernapasan buatan
5. Tujukan pemeriksaan pada tanda-tanda vital
6. Usahakan peredaran darahnya lancar.
7. Pasang alat infus, berikan cairan yang adekuat.
8. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan
adanya perdarahan atau trauma fisik yang membahayakan.
9. Atasi koma, hipotensi, dan hipotensi
10. Kosongkan lambung dengan emetika atau kuras lambung (bila
konsumsi alkhol banyak sekali dan dalam 30 menit yang lalu)
11. Berikan 60-100 mg norit (activated charcoal) per oral (tidak boleh
diberikan bila pasien stupor, koma atau kejang, kecuali personde dan
saluran pernapasan telah dipertahankan dengan cuff endotracheal
tube)

Terapi khusus:
1. Berikan suntikan diazepam bila pasien kejang (5-10 mg i.v, bila perlu
diulang sampai kejang hilang. Bilamana diazepam tidak tersedia,
dapat diberikan fenobarbital/luminal 100-200 mg i.m
2. Berikan 100 mg thiamin i.m atau i.v.
3. Berikan suntikan i.v 50-100 ml dextrose 50% bila dicurigai
hipoglikemia
4. Berikan suntikan i.v 0,45-2 mg naloxone bila dicurigai juga ada
intoksikasi opioida

10

5. Berikan haloperidol 5-10 mg i.m bila pasien agitatif. Bilamana


haloperidol tidak tersedia dapat diberikan lorazepam, hydroxyzine,
sulpiride
Terapi keadaan putus alkohol
1. Karena berpotensi kegawatan pasien harus dirawat inapkan dan
diberikan dosis yang cukup salah satu penekan s.s.p. (misalnya
benzodiazepin) untuk menetralisasi eksitabilitas yang diakibatkan oleh
penghentian mendadak konsumsi alkohol.
2. Tanda-tanda vital dan kondisi elektrolit serta cairan tubuh harus
dipantau secara ketat
3. Obat-obat antipsikotik seperti khlorpromazin, fenotiazin tidak boleh
diberikan karena menurunkan ambang kejang
4. Pilihan obat sedatif yang digunakan tidak teramat penting
dibandingkan dosis yang cukup untuk menimbulkan sedasi bertaraf
sedang.
Terapi sindrom ketergantungan alkohol
1. Pasien ketergantungan alkohol ringan cukup berobat jalan dengan
medikasi benzodiazepin oral jangka pendek atau fenobarbital.
2. Pasien ketergantungan alkohol sedang sampai berat harus dirawat
inapkan. Berikan per oral 10-15 mg diazepam setiap jam
bergantung kebutuhan klinis yang ditentukan oleh gejala-gejala
putus alkohol.
3. Pasien ketergantungan alkohol berat diberikan medikasi diazepam
secara i.v. Sesudah tercapai stabilisasi, dosis diazepam yang
diperlukan untuk mempertahankan pasien dalam keadaan sedasi
dapat diberikan peroral setiap 8-12 jam. Bila kegelisahan, tremor
dan tanda-tanda putus alcohol lainnya menetap, disis diazepam
dinaikkan sampai terjadi sedasi taraf sedang. Kemudian dosis
dikurangu 20% setiap 24 jam sampai gejala putus obat selesai.
4. Alternatif lain, dapat diberikan chlordiazepoxide sebagai dosis
tunggal per oral sebanyak 200-400 mg atau diazepam 20-40 mg.
sampai didapat didapat dosis total per 24 jam yang membuat
pasien stabil. Dosis chlordiazepoxide dapat mencapai 600 mg per
hari dan ditapering off dapat sampai 10 hari
5. Pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit hati, delirium, demensia
atau gangguan kognitif lain sebaiknya diberikan benzodiazepine
masa kerja singkat, tapi harus diberikan lebih sering
6. Untuk mengatasi hiperaktivitas otonom dapat diberikan beta bloker.
Bila dikombinasi dengan benzodiazepin, maka dosis benzodiazepin
dapat dikurangi
7. Pemberian klonidin 2-3 kali sehari 0,5 mg dapat menekan tandatanda kardiovaskuler keadaan putus alkohol.
8. Pemberian klonidin oral 400-800 mg karbamazepin setara
dibandingkan benzodiazepin untuk prevensi kejang putus alkohol
9. Alternatif lain untuk prevensi kejang dengan magnesium sulfat

11

10. Fenitoin tampaknya tidak efektif untuk mengelola kejang putus


alkohol
11. Pemeriksaan seksama jika ada penyakit medis lain
12. Vitamin dosis tinggi
13. Larutan glukosa tidak boleh diberikan sebelum pemberian tiamin
karena adanya kemungkinan timbul sindrom Wernike.
14. Sindrom otak organik yang kronis akibat konsumsi alkohol yang
lama tidak jelas responnya terhadap pemberian tiamin maupun
vitamin lain
15. Halusinasi alkoholik ditangani dengan pemberian obat anti psikosis
16. Terapi psikologis, sosial, dan tingkah laku
17. Pemberian naltrexone sampai 1 tahun dapat mengatasi
alkoholisme tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dosis
naltrexone 50 mg sehari.
18. Disulfiram 250 mg/hari (kontraindikasi pada penyakit jantung,
trombosis serebral dan diabetes mellitus) untuk meningkatkan
sensitivitas terhadap alkohol yang tujuannya memberikan rasa tidak
nyaman pada penggunaan alkohol (sebagai shock terapi).
19. Acamprosate 2000 mg/hari untuk menekan gejala craving alkohol.
20. Rehabilitasi.
Terapi keadaan putus alkohol dengan delirium
1. Sedasi harus cukup
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi
3. Metabolisme karbohidrat
4. Suplemen vitamin B tiamin
5. Regimen anti kejang
6. Penggunaan antibiotika
7. Terapi terhadap trauma penyerta
Terapi amnesia
Suplemen tinggi vitamin terutama tiamin 50-100 mg/hari
Terapi ansietas
Modifikasi tingkah laku
Pengobatan: Benzodiazepin
Terapi gangguan afektif
Edukasi
Terapi kognitif
Antidepresan, antimania atau antipsikotik bila diperlukan

12

TERAPI PENGGUNAAN OPIOIDA


Intoksikasi Opioida
Intoksikasi opioida terjadi karena penggunaan opioida dengan cara
dihisap dengan bibir melalui gulungan kertas atau plastic di atas
aluminium foil yang dipanaskan, dihirup melalui lubang hidung, dimasukan
ke dalam rokok, dan melalui suntikan jarum suntik. Intoksikasi opioida
dapat menjurus ke overdosis yang dapat menyebabkan kematian. Opioida
mempunya efek menekan terhadap susunan saraf pusat. Tanda tanda
objektif intoksikasi opioida adalah
1. penekanan ssp: sedasi, tenang, sedikit apatis, euphoria,
berkurangnya tingkat kesadaran sampai delirium
2. berkurangnya motilitas gastrointestinal sampai konstipasi
3. penekanan respirasi
4. analgesia
5. mual, muntah
6. bicara cadel
7. hipotensi ortostatik
8. bradikardia
9. konstriksi pupil/miosis
10. kejang, khusus petidin
11. pasien-pasien toleransi sering tetap menunjukkan kontriksi pupil
dan konstipasi
perhatikan sungguh-sungguh apakah pasien menggunakan polidrug untuk
intoksikasi.
Keadaan putus opioida
Keadaan yang terjadi sesudah menghentikan sama sekali
penggunaan opioida atau menurunkan dosis penggunaan setelah
penggunaan jangka lama. Gejala putus opioida ditandai dengan:
Tanda objektif:
1. mengantuk
2. pilek sampai bersin
3. lakrimasi
4. dilatasi pupil
5. vasodilatasi umum pembuluh darah sehingga pasien merasa panas
dingin, merian dan berkeringat berlebihan
6. piloereksi
7. takikardia
8. meningginya tekanan darah
9. meningkatnya respirasi secara mencolok
10. suhu badan meninggi tajam
11. mual dan muntah
12. diare
13. insomnia

13

Tanda subjektif:
1. mengeluh ingin menggunakan kembali opioida
2. cemas, gelisah, mudah tersinggung
3. mialgia
4. artralgia
5. sakit dank ramp perut
6. tidak ada selera makan
7. gemetar
8. kejang-kejang kecil
9. lemas
Penyalahgunaan opioid dan Ketergantungan opioid
Penyalahgunaan opioid adalah pengguanaan maladaptive opioid
yang secara signifikan menunjukan kelainan klinik atau distress dan terjadi
dalam periode waktu 12 bulan, tetapi gejala yang ditimbulkan tidak
memenuhi criteria ketergantungan opioid.
Ketergantungan opioid adalah penurunan kemampuan mengontrol
diri untuk tidak menggunakan obat opioid secara berlebihan.
Intoksikasi Opioid dengan Delirium
Terjadi jika opioid digunakan dalam dosis tinggi, dicampur dengan
psikoaktif lainnya, atau digunakan dengan preexisting brain damage.
Opioid , seperti meperidine, memiliki metabolit toksik yang dapat
berakumulasi, menyebabkan delirium dan kadang-kadang kejang. Akibat
akumulasi ini juga dapat terjadi keruskan fungsi ginjal.
Opioid-Induced Psikotik Disorder
Kelainan ini dapat terjadi selama intoksikasi opioid, terjadi
halusinasi atau delusi yang mendominasi gejala.
Opioid-Induced Mood Disorder
Dapat terjadi selama intoksikasi opioid, atau putus obat dan hasil
dari penggunaan yang kronik. Kelainan ini bisa berupa tipe manic,
depresi atau gabungan. Biasanya pasien datang dengan gejala campuran,
kombinasi iritabilitas, expansiveness dan depresi.
Opioid-Induced Sleep Disorder dan Opioid-Induced Disfungsi Seksual
Biasanya terjadi hipersomnia pada penggunaan opioid untuk terapi,
tetapi pada pengguanaan agonis opioid sebagai maintenance seperti
methadone keluhan utama adalah gangguan tidur (insomnia). Disfungsi
seksual yang terjadi adalah impoten, pada penguanaan agonis opioid
seperti methadone pasien lebih mengeluhkan ketidakmampuan mencapai
orgasme daripada keluhan impoten.
Opioid-Related Disorder Not Otherwise Specified
Situasi klinik yang tidak memenuhi gejala-gejala yang telah disebut
diatas.

14

Terapi Intosikasi Opioida


1. periksa tanda vital
2. apakah pasien menggunakan obat lainnya
3. apakah pasien memiliki problema medis sebelumnya
4. pasien dengan gejala berad dirawat di ICU dan berikan caiaran
intra vena untuk mempertahankan tanda vital
5. bila terjadi gejala overdosis, dapat dilakukan Naloxone Challenge
Test:
a. beri naloxone i.v 0,8 mg dan tunggu selama 15 menit
b. bila belum menunjukkan respon beri lagi naloxon i.v 1,6 mg
dan tunggu selama 15 menit
c. bila belum menunjukkan respon beri lagi naloxon i.v 3,2 mg
dan tunggu 15 menit
d. bila telah berhasil diatasi, lanjutkan pemberian naloxon i.v
0,4 mg setiap jam.
Terapi detoksifikasi opioida
1. tentukan diagnosis yang tepat
2. metadon, dan diturunkan dosisnya secara bertahap. Dosis yang
diberikan 20-40 mg perhari. Dosis 1 mg metadon setara dengan 23
mg heroin atau 4 mg morfin
3. cara lain, pemberian metadon 10 mg p.o diulang tiap 4-6 jam. Total
dosis 24 jam harus sama dengan dosis hari berikutnya. Kemudian
dosis diturunkan 5 mg perhari
4. klonidin dapat juga diberikan dalam dosis 0,3 mg 0,6 mg perhari
selama 1-3 hari pertama.
5. lofeksidin merupakan analog klonidin yang dapat juga diberikan
6. guanfasin merupakan jenis lain yang dapat diberikan
7. surprenorfin bermanfaat untuk gejala putus opioida yang ringan.
Pemberiannya hanya 1 kali sehari
8. ketergantungan pentazocin diberikan pentazosin dengan dosis
yang diturunkan pula
Terapi pemeliharaan opioida
1. agonis opioida seperti metadon dan levacetylmetadol
2. campuran agonis-antagonis opioida seperti burprenorfin
3. antagonis opioida seperti naltrexon

15

PENGGUNAAN KANABINOIDA
Reaksi Panik
Segera setelah menggunakan ganja pasien merasa kehilangan
control. Pemeriksaan fisik mencerminkan adanya rasa khawatir dan
cemas yang ditunjukkan oleh aktivitas berlebihan saraf simpatik.
Gangguan cemas terkait kanabinoid merupakan diagnosis yang sering
didapatkan pada pengguna kanabioid, terutama dengan intoksikasi akut.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami stress cemas mendadak
dan singkat yang biasanya timbul akibat pengaruh pikiran paranoid.
Terkait dengan hal ini, serangan panik dapat pula terjadi. Gejala cemas
yang timbul berhubungan dengan dosis dan terutama frekuensi reaksi
kanabinoid.
Kilas Balik
Merupakan suatu keadaan berulangnya secara spontan perasaan dan
persepsi seperti ketika mengalami intoksikasi, meskipun yang
bersangkutan tidak menggunakan ganja. Pengalaman yang dirasakan
adalah perubahan penglihatan, objek berubah disertai dengan
pengalaman yang mirip tapi tidak sama dengan efek yang ditimbulkan
oleh ganja. Dapat pula timbul perasaan cemas, sedih dan paranoid.
Intoksikasi Kanabinoid/Ganja
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi kanabinoid adalah sesuai
dengan DSM-IV yang ditandai dengan adanya gangguan persepsi. Bila
gangguan persepsi ini disertai penilaian realita terganggu, maka diagnosis
akan diubah menjadi gangguan psikotik terkait kanabinoid. Kriteria
diagnostik intoksikasi kanabinoid, antara lain:
a) Riwayat menggunakan kanabinoid
b) Adanya perubahan psikologik atau tingkah laku maladaptif yang
signifikan (misalnya gangguan koordinasi motorik, euforia, cemas,
gangguan membuat pernyataan, kemunduran sosial, yang semuanya
berhubungan dengan penggunaan kanabinoid jangka pendek)
c) Dua atau lebih tanda berikut, setidaknya 2 jam setelah menggunakan
kanabinoid:
- Infeksi konjungtival
- Peningkatan rasa lapar
- Mulut kering
- Takikardia
d) Gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu dan
bukan merupakan gangguan mental lainnya
Intoksikasi akut kanabinoid pada penggunaan dosis tinggi, mungkin
dapat pula ditemukan depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, dan
ide paranoid dan curgia.
Gejala-gejala:
1. perasaan waktu berjalan lambat, apatis, bingung
2. perasaan melambung

16

3. perubahan proses fakir, inkoheren


4. percaya diri meningkat
5. depersonalisasi, derealisasi, disorientasi
6. gangguan daya ingat jangka pendek
7. tertawa, tampak tolol
8. daya nilai realita terganggu, halusinasi auditorik dan visual
9. mudah disugesti, emosi labil
10. menurunnya perhatian dan konsentrasi
11. merasa pisah dari lingkungannya
12. waham kejar dan paranoid
13. merasa identitas diri berubah
14. mual, diare, nafsu makan meningkat
15. parestesi
16. perasaan seksual berubah
tanda-tanda
1. tremor
2. takikardia
3. mulut kering
4. meningkatnya kepekaan terhadap sentuhan
5. nistagmus
6. banyak keringat
7. gelisah
8. mata merah
9. ataksia
10. sering kencing
11. fungsi sosial terganggu
Psikosis/gangguan psikotik akibat penggunaan ganja
Biasanya timbul bila takaran pemakaian sangat berlebihan dengan
akibat timbulnya paranoid dan halusinasi visual yang bersifat sementara.
Penggunaan kanabioid dosis tinggi dapat menimbulkan gejala psikotik,
seperti waham, halusinasi auditorik dan visual, terutama pada orang yang
memiliki kelainan dasar psikotik. Gangguan psikotik terkait kanabinoid
relatif jarang. Ide paranoid sesaat merupakan yang tersering ditemukan.
Belum ada laporan mengenai psikosis menetap yang berhubungan
dengan penggunaan kanabioid, namun kanabinoid dapat menimbulkan
cetusan baru skizofrenia.
Sindrom otak organic
ditandai terutama oleh proses mental berkabut yang terdiri dari
kesulitan berpikir dan pikiran tumpul
terganggunya kemampuan mencari sesuatu
menurunnya daya ingat jangka pendek
menurunnya konsentrasi dan kemampuan belajar

17

Keadaan putus ganja


Keadaan putus zat kanabinoid pada DSM-IV masih belum ada,
namun keadaan ini lebih disamakan dengan ill-defined syndrome yang
merupakan kriteria diagnostik untuk gejala cemas, iritabel, tremor
terutama di tangan, berkeringat, dan nyeri otot. Gejala Putus
Kanabinoid/ganja:
1. insomnia
2. mual
3. mialgia
4. cemas
5. gelisah
6. mudah tersinggung
7. demam
8. berkeringat
9. nafsu makan turun
10. fotofobia
11. depresi
12. bingung
13. menguap
14. diare
15. kehilangan berat bada
16. tremor
Gangguan Non-Spesifik lain terkait kanabinoid
DSM-IV tidak mencantumkan keadaan klinis lain pada penggunaan
kanabioid, misalnya gangguan afektif terkait kanabioid. Intiksikasi
kanabioid dapat berhubungan dengan depresi, meskipun gejala serupa
didapatkan pada penggunaan kanabioid jangka panjang. Gejala
hipomania juga dapat ditemukan pada intoksikasi kanabinoid.
Terapi reaksi panik
1. dilakukan pemeriksaan fisik untuk membedakan intoksikasi akibat
obat lain
2. periksa toksikologis adari darah
3. tentukan dosis yang digunakan dan lama pemakaian ganja
4. yakinkan masalah ini akan teratasi 4-8 jam
5. tempatkan pasien dalam ruangan yang tenang
6. derajat intoksikasi mungkin berfluktuasi dalam 5 jam atau lebih
7. tidak ada pengobatan yang khusus. Bila ansietas tidak bias diatasi,
boleh diberikan obat anti ansietas seperti khlordiazepoksida 10-50
mg per oral.
Terapi kilas balik
terapi seperti reaksi panic
Terapi intoksikasi ganja
1. jarang menyebabkan kematian. Reaksi
pemakaian ganja dalam jumlah yang besar
2. penangan seperti reaksi panic

18

toksis

terjadi

pada

Terapi psikosis/gangguan psikotik akibat penggunaan ganja


1. bila ditemukan pasien kehilangan kontak dengan realitas, perlu
rawat inap jangka pendek
2. hendaklah diterangkan kepada keluarga pasien bahwa masalah ini
sifatnya sementara dan agar membatu yang bersangkutan untuk
mengembalikan penilaian realitasnya
3. antipsikotika dapat diberikan untuk jangka pendek dalam rangka
mengatasi perilaku yang tidak diinginkan, boleh diberikan
haloperidol 5 mg per hari dosis terbagi atau khlorpromazin 25-150
mg per oral
4. reaksi psikotik yang tidak hilang dalam sehari hendaklah dievaluasi
tentang kemungkinan gangguan jiwa yang berat. Yang paling
sering adalah skizofrenia atau gangguan afektif
Terapi sindrom otak organik
terapi sama dengan reaksi panic
Terapi keadaan putus ganja
kondisi klinis akibat putus ganja pada umumnya ringan dan segera
menghilang dengan sendirinya dalam waktu yang tidak terlalu lama

19

TERAPI PENGGUNAAN SEDATIVA HIPNOTIKA


Ketergantungan dan Penyalahgunaan
Ketergantungan sedative atau hipnotika adalah penurunan kemampuan
mengontrol diri untuk tidak menggunakan obat sedative atau hipnotika
secara berlebihan.
Intoksikasi sedative-hipnotika
gejala neurologis: pembicaraan cadel, gangguan koordinasi
motorik, cara jalan yang tidak stabil, nistagmus.
Gejala psikologis: afek labil, hilangnya hambatan impuls seksual
dan agresif, iritabel, banyak bicara, gangguan dalam memusatkan
perhatian, gangguan daya ingat dan daya nilai.
Pada keadaan overdosis: pernafasan lambat atau cepat tetapi
dangkal, tekanan darah turun, nadi teraba lemah dan cepat, kulit
berkeringat dan teraba dingin, hematokrit meningkat.
Keadaan putus sedative hipnotika
Gejala-gejala pada keadaan putus sedative hipnotika adalah mual-muntah
tampak lemah dan letih, takikardia,berkeringat, tekanan darah meningkat,
cemas, depresi atau iritabel, tremor kasar pada tangan, lidah dan kelopak
mata, kadang terjadi hipotensi ortostatik dan dapat pula timbul delirium.
Terapi intoksikasi sedative-hipnotika
Pada dasarnya merupakan terapi simptomatik menjaga penekanan
pernapasan dan menjaga fungsi kardiovaskuler tetap berjalan baik.
Pada penggunaan oral perlu dilakukan kumbah lambung bila
sedative-hipnotika ditelah tidak lebih dari 6 jam
hindari penekanan pernapasan
beri infus NaCl
bila pasien koma dan diduga juga memakai opioida dapat diberikan
antagonis opioida seperti naloxon HCl (Narcan)
Terapi Keadaan Putus sedative-hipnotika
bila dosis pemakaian diketahui dan tidak terdapat komplikasi medik
lain atau adanya psikosis yang belum terobati, pasien bisa dirawat
jalan dengan penurunan dosis perminggu
bila dirawat inap, penurunan dosis bisa lebih cepat
pada ketergantungan benzodiazepine, bila pasien menggunakan
dalam dosis terapeutik yang dianjurkan oleh pabrik pembuatnya
setiap hari selama lebih dari 1 bulan maka detoksifikasi dapat
dilakukan dengan cara rawat jalan, dimana dosis diturunkan secara
bertahap dalam waktu 4 minggu
bila dosis benzodiazepine ekuivalen dengan 40 mg diazepam
setiap harinya selama lebih dari 8 bulan maka penurunan dosis
adalah sebesar 10% dan harus dirawat inap

20

bila jumlah sedative-hipnotika yang dipakai tidak diketahui, maka


perlu diberikan dosis percobaan. Bila seseorang diberi 200 mg
pentobarbital lalu tertidur, maka pasien belum ketergantungan
sedative-hipnotika. Bila seseorang diberi 200 mg pentobarbital lalu
tampak intoksikasi, maka ia perlu diberi pentobarbital setiap 6 jam
100-200 mg. jumlah pentobarbital yang menyebabkan intoksikasi
dihitung serta dipertahankan selama 2 hari, lalu pada hari ketiga
dan seterusnya dosis diturunkan 10% setiap harinya.

Delirium
Delirium jenis ini tidak dapat dibedakan dengan delirium Tremens akibat
putus alcohol. Lebih sering dijumpai pada putus Barbiturat daripada putus
obat Benzodiazepin. Delirium yang berhubungan dengan intoksikasi dapat
terlihat pada penggunaan barbiturate atau benzodiazepine jika dosis yang
digunakan cukup tinggi.
Persisting Dementia
Persisting Amnestik Disorder
Banyak kejadian yang dilaporkan akibat penggunaan jangka pendek
Benzodiazepin.
Psychotic Disorder
Gejala psikotik akibat putus obat barbiturate tidak dapat dibedakan
dengan delirium treman akibat penggunaan alcohol. Gambaran agitasi,
delusi, dan halusinasi biasanya visual, tapi kadang taktil atau auditori
terjadi setelah 1 minggu abstinensi. Gejala psikotik yang dihubungkan
dengan intoksikasi atau putus obat akibat barbiturate lebih sering terjadi
dari pada akibat obat benzodiazepine. Gejala yang dominan adalah delusi
atau halusinasi.
Kelainan Lainnya
Penggunaan sedativa, hipnotika dan anticemas juga dapat mengakibatkan
gangguan afek, ansietas, gangguan tidur, disfungsi seksual.

21

TERAPI PENGGUNAAN KOKAIN


Intoksikasi kokain
Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organic yang terjadi
beberapa menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain. Sindrom
tersebut dapat menyebabkan gangguan fisik dan perilaku. Lamanya kerja
kokain dalam tubuh sangat singkat, eliminasi paruh waktu kokain hanya
satu jam. Kecuali pada kasus-kasus overdosis, sebagian besar kokain
sudah hilang dari tubuh pada saat pasien sampai ke IGD. Tanda klinis:
1. takikardi
2. dilatasi pupil, midriasis
3. meningkatnya tekanan darah
4. panas dingin berkeringat
5. tremor
6. mual muntah
7. meningkatnya suhu badan
8. aritmia nadi
9. halusinasi visual dan taktil
10. sinkop
11. nyeri dada
12. dan bila overdosis dapat menyebabkan kejang dan meninggal
gejala-klinis meliputi:
1. euphoria, disforia
2. agitasi psikomotor
3. agresif dan menantang berkelahi
4. waham paranoid
5. halusinasi
6. delirium
7. eksitasi
8. penilaian realita yang kurang wajar
9. meningkatnya aktivitas dan kewaspadaan
10. mulut kering
11. meningkatnya percaya diri
12. selera makan kurang
13. grandiositas
14. perilaku repetitive dan stereotipik
15. panic
Keadaan putus kokain
Keadaan ini ditandai dengan adanya perasaan disforik yang
menetap selama lebih dari 24 jam setelah menurunnya konsumsi kokain
dan diikuti gejala-gejala berikut:
Keletihan
Insomnia atau hipersomnia
Agitasi psikomotor
Ide-ide bunuh diri dan paranoid
Iritabel

22

Depresif
Gejala utama putus kokain adalah menagih kokain.

Terapi intoksikasi kokain


Yakinkan pasien bahwa gejala hanya terjadi dalam beberapa waktu
Tempatkan pasien pada keadaan yang tenang
Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
Pastikan apakah pasien menggunakan zat additive lainnya
Fiksasi jika diperlukan
Pertimbangkan rawat inap untuk selanjutnya rehabilitasi
Persiapkan pasien tentang adanya keadaan putus kokain
Terapi psikofarmaka
o Bila agitasi, galak, membahayakan lingkungan atau delusi
dapat diberikan derivate benzodiazepine ringan peroral
o Jiga agitasi masih terjadi dapat diberikan antipsikotik
berkekuatan tinggi
o Jika terjadi takikardi dan hipertensi dapat diberikan
propanolol
o Masukan ICU jika ada indikasi (kejang, gangguan elektrolit,
gangguan respirasi, gejala overdosis)
Terapi keadaan putus kokain
Pastikan apakah ada resiko bunuh diri
Beri ketenangan, dan tanyakan berapa jumlah kokain yang masuk
dan sudah berapa lama serta tanyakan apakah pasien
menggunakan zat additive lainnya
Motivasi pasien agar ikut program rehabilitasi
Evaliasi apakah pasien menderita gangguan psikotik atau
menggunakan zat additive lain
Terapi psikofarmaka
o Agitasi berat dapat diberikan benzodiazepine ringan peroral
o Antidepresif jika diperlukan
Berikan bromokriptin untuk mengendalikan emosi

23

PENGGUNAAN KAFEIN
Akibat penggunaan kafein:
1. Reaksi Panik
Gangguan cemas dapat berupa gangguan panik, gangguan
ansietas general, phobia sosial, atau gangguan obsesif kompulsif. Pasien
tidak perlu untuk memenuhi semua kriteria, cukup satu untuk
mendiagnosis kafein menginduksi gangguan ansietas. Reaksi panik timbul
pada jumlah kafein lebih 500-600 mg. Selain itu dapat meningkatkan
ansietas pada depresi, fobia sosial dan obsesi kompulsi.
2. Intoksikasi Kafein
Overdosis kafein gejalanya ringan dan jarang menimbulkan
kematian. Dosis letal akut pada orang dewasa antara 5-10 gram. Reaksi
yang tidak diinginkan mulai terlihat pada kafein 1 gram atau 20 gelas kopi,
yaitu sebagai berikut:
- Gelisah
- Eksitasi (penuh gairah)
- Sulit tidur
- Muka merah
- Mioklonus
- Poliuria
- Mual
- Arus pikir cepat, banyak bicara
- Takikardi, aritmia
- Agitatif
3. Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein
Jarang terjadi sebagai akibat langsung pemakaian kafein, tetapi
kafein dapat memicu terjadinya kembali gejala gangguan psikotik pada
pasien yang sebelumnya telah menderita psikosis.
4. Sindrom Otak Organik
Pada kafein dosis tinggi (lebih 500-800 mg per hari) dapat
menimbulkan kebingungan agitatif.
5. Keadaan Putus Kafein
Gejala-gejala:
- Gelisah
- Gugup
- Mudah tersinggung
- Nyeri kepala
- Gemetar
- Letargi
- Tidak mampu bekerja efektif
- Hidung beringus

24

Mual muntah
Depresi

5. Gangguan Tidur
Dapat menyebabkan hipersomnia, insomnia, parasomnia atau
campuran. Pada dosis 200 mg kafein sebelum tidur dapat memperlambat
onset tidur sampai 4 jam dan mengurangi kualitas tidur.
6. Ketergantungan Kafein
'Ketergantungan'
kadang
digunakan
untuk
mengindikasikan
ketergantungan secara psikis, yang ditandai dengan adaptasi psikologis
terhadap efek dari zat, dan biasanya diindikasikan dengan sindrom putus
zat jika konsumsi obat dihentikan. Ada bukti kuat yang membuktikan
bahwa kafein dapat mengakibatkan ketergantungan psikis, yang
diindikasikan lewat sindrom putus kafein.
'Ketergantungan' dapat juga diartikan lain sebagai cara mengindikasi
diagnosis klinis dari ketergantungan. Ketergantungan klinis secara khas
dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis yang secara bebas dihubungkan
oleh masalah penggunaan zat. Termasuk dalam kriteria ini
ketergantungan psikis, meskipun ketergantungan psikis biasanya tidak
begitu cukup untuk mendiagnosis sindrom ketergantungan klinis.
Meskipun banyak studi dan laporan tentang ketergantungan psikis
terhadap kafein, namun hanya sedikit penelitian
tentang sindrom
ketergantungan klinis. Ketergantungan secara psikologis bila penggunaan
kafein dihentikan. Mempunyai gejala seperti putus kafein, terjadi toleransi
dosis kafein, ketidakmampuan untuk menghentikan penggunaan kafein.
7. Penggunaan Kafein yang Merugikan
Penggunaan kafein berhubungan dengan penyakit jantung, kanker
payudara, osteoporosis dan penyakit lain. Penggunaan kafein harus
dikurangi atau dihentikan pada takikardi aritmia, hernia atau hiatal
esofagus dan penyakit fibrokistik. Kafein juga dapat menghambat
konsepsi dan menyebabkan berat badan bayi lahir rendah sehingga
penggunaannya perlu dihindari pada kehamilan.

Terapi
Terapi Reaksi Panik
Waktu paruh kafein antara 3-7 jam dan gejala relatif ringan
sehingga cukup diobservasi, berbagi rasa tentang kafein, lalu tunggu
beberapa jam sampai gejala mereda (umumnya tidak diperlukan
pengobatan antiansietas).
Terapi Intoksikasi Kafein
- Simtomatis
- Observasi pernapasan, suhu tubuh, kemungkinan
hipertensi (pada penderita penyakit jantung).

25

kejang dan

Terapi Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein


- Edukasi mengenai kondisi psikotik sebagai efek dari kafein.
- Menghentikan kebiasaan minum kopi
Terapi Sindrom Otak Organik
Penghentian konsumsi kafein.
Terapi Keadaan Putus Kafein
- Terjadi pada konsumsi lama yang dihentikan secara mendadak
- Intervensi dan edukasi bahwa keluhan akan berakhir beberapa waktu.
Terapi Gangguan Tidur
Mengurang atau menghentikan penggunaan kafein.
Terapi Ketergantungan Kafein
Sama dengan terapi putus kafein.
Terapi Pengunaan Kafein yang Merugikan
- Hentikan pemakaian kafein
- Edukasi dan motivasi
Terapi Rujukan
- Kardiologi
- Penyakit Dalam
- Neurologi

26

PENGGUNAAN HALUSINOGENIKA
Akibat Penggunaan Halusinogenika
1. Intoksikasi Halusinogenika
- Perubahan perilaku maladaptif
- Perubahan persepsi (dalam keadaan sadar dan terjaga)
- Tanda-tanda fisiologis:
Takikardi
Dilatasi pupil
Palpitasi
Peningkatan tekanan darah
Berkeringat
Suhu badang meningkat
Mual
Pusing
Penglihatan kabur
Tremor
Kelemahan
Gangguan koordinasi
-

Gejala-gejala psikologi:
Perubahan suasana perasaan (mood)
Gangguan persepsi
Gangguan proses pikir
Gangguan perilaku
Euforia
Keras kepala
Paranoia
Serangan panik
Waham
Ide bunuh diri
Anestesia
Derealisasi
Depersonalisasi
Disorientasi

Gambaran khas intoksikasi halusinogen adalah onsetnya yang


cepat dalam mempengaruhi mood, kognitif, dan persepsi. Memori
umumnya tetap terpelihara. Distress psikologik menandakan
seseorang yang menggunakan halusinogen perlu mendapat
pertolongan psikiatrik. Kriteria diagnostik untuk intoksikasi
halusinogen adalah:
a) Riwayat baru saja menggunakan halusinogen

27

b) Gangguan atau perubahan psikologikal atau perilaku maladaptif


yang signifikan, yang meningkat dengan penggunaan
halusinogen
c) Perubahan persepsi yang terjadi pada keadaan sadar penuh dan
awas-waspada, misalnya depersonalisasi, persepsi subjektif,
derealisasi, ilusi, halusinasi, sinkronisasi, yang terjadi dan
meningkat selama atau sesaat sesudah menggunakan
halusinogen
d) Dua atau lebih gejala berikut, yang muncul selama atau sesaat
setelah penggunaan halusinogen:
- Dilatasi pupil
- Takikardi
- Berkeringat
- Palpitasi
- Gangguan penglihatan
- Tremor
- Inkoordinasi gerak
Gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu dan
bukan merupakan gangguan mental lainnya
2. Gangguan Persepsi Menetap Halusinogenika (Kilas Balik/Flashback
Akibat Gangguan Halusinogenika
Kriteria diagnostik untuk gangguan persepsi menetap akibat halusinogen,
yaitu:
a) Adanya pengalaman yang sama, saat menggunakan halusinogen, satu
atau lebih gejala persepsi terkait halusinogen (misalnya halusinasi
geometrik, persepsi adanya gerakan pada lapang pandang perifer,
disorientasi warna, gambar bergerak, makropsia dan mikropsia
b) Gejala pada kriteria a) menyebabkan distres atau gangguan dalam
interaksi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya
c) Gejala yang ada bukan merupakan akibat medikasi lain.
Selain kriteria ini, dapat pula ditemukan:
Delirium Intoksikasi Halusinogenika (Intoksikasi Halusinogenika
Akut dengan Delirium)
Penggunaan halusinogenika bersama zat lain dapat menimbulkan
delirium tetapi relatif jarang.
3. Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Halusinogenika
Apabila terdapat gejala psikotik dengan hilangnya daya realitas,
maka diagnosis psikosis dapat ditegakkan. Selain itu, adanya waham dan
halusinasi juga dapat menjadi pertimbangan tambahan.
Karena halusinogen dapat memicu toksisitas mental yang serupa
dengan psikosis, maka perlu adanya pembeda antara keduanya, yaitu
bahwa gangguan psikotik paska-penggunaan halusinogen berlangsung
lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi. Pasien dapat mengalam

28

psikosis sesaat setelah menggunakan halusinogen atau dapat pula


mengalami periode tanpa gejala hingga beberapa bulan sebelum onset
timbul.
Ditandai terutama oleh gejala halusinasi atau waham. Selain itu
juga ada bad trip, berkhayalan buruk, reaksi panik yang berakhir
bla efek halusinogenika hilang.
Gangguan Suasana Perasaan (Mood) Akibat Penggunaan
Halusinogenika
Gejalanya mirip gejala gangguan manik dan depresi. Gejalagejalanya mereda setelah efek halusinogenika hilang.
Gangguan Ansietas Akibat Penggunaan Halusinogenika
Gangguan ansietas bervariasi. Pasien-pasien yang datang ke
ruang gawat darurat menunjukkan gejala panik dengan agorafobia.
4. Ketergantungan Halusinogenika
- Toleransi dosis
- Peningkatan konsumsi zat
- Kegagalan penghentian penggunaan zat
- Craving halusinogenika
- Penurunan fungsi psikososial
Pasien yang mengkonsumsi zat halusinogen dapat memberikan
gambaran klinis yang muncul mendadak, adanya halusinasi visual, dan
ide-ide paranoid terkait toksisitas halusinogen. Gambaran klinis ini sering
kali sulit untuk dibedakan dengan gambaran klinis akibat toksisitas agen
lainnya, misalnya fensiklidin, antikolinergik, inhalansia, dan sejumlah obat
lainnya. Skrining laboratorium untuk amfetamin, tetrahidrokanabinol, opiat,
kokain, bezodiazepin, dan barbiturat sudah dapat dilakukan untuk
membedakan jenis agen. Halusinasi visual atau pseudohalusinasi hampir
selalu terjadi pada berbagai toksisitas, metabolik, vaskular, epileptik, atau
neoplastik pada susunan saraf pusat, disamping skizofrenia. Hal ini
penting untuk membedakan halusinasi yang terjadi adalah akibat bahan
halusinogen atau dari agen lainnya.
5. Gangguan Kepribadian dan Afektif
Gejala maniakal dengan waham kebesaran atau depresi atau
berupa campuran keduanya. Juga dapat menimbulkan keinginan untuk
bunuh diri. Kategori diagnostik untuk gangguan ini sesuai dengan kriteria
untuk gangguan afektif. Semua gejala yang ada berkenaan dengan
penggunaan halusinogen. Tidak seperti gangguan afektif yang dipicu
kokain dan amfetamin, gejala gangguan afektif pada pengguna
halusinogen dapat bervariasi. Pengguna dapat mengalami gejala manik
dengan waham kebesaran, atau mengalami keadaan depresi dengan
gejala campuran. Seperti gangguan psikotik akibat halusinogen,
gangguan afektif biasanya mereda bila zat dieliminasi dari tubuh.

29

6. Gangguan Ansietas
Setelah menimbulkan efek yang menyenangkan, halusinogenika
menyebabkan ketakutan dan gangguan panik.
7. Delirium
Jarang terjadi akibat penggunaan halusinogenika tunggal, biasanya
akibat interaksi dengan penggunaan zat lain dan timbulnya bersamaan
dengan intoksikasi.
9. Gangguan Non-spesifik lainnya
Penggunaan obat halusinogen secara kronis dapat menimbulkan
sejumlah gejala dan perilaku yang tidak umum. Edem serebri, dilaporkan
dapat terjadi paska-penggunaan halusinogen jenis MDMA. Penggunaan
halusinogen jenis LSD juga dilaporkan menyebabkan gangguan lobus
temporal, termasuk hiperreligius, disfungsi seksual, dan halusinasi pada
umumnya.

Terapi
Terapi Intoksikasi Halusinogenika
- Konseling suportif
Mengajak pasien untuk berbicara, meyakinkan pasien, melindungi
pasien terhadap perbuatan yang membahayakan dirinya dan orang
lain.
Meyakinkan pasien bahwa gejala-gejala yang disebabkan oleh zat
yang digunakannya akan mereda.
Berikan semangat dengan meyakinkan dan memberitahu tentang
orientasi secara terus-menerus.
- Tempatkan pasien dalam ruangan yang tenang dan ditemani.
- Observasi tanda vital dan pemeriksaan laboratorium yang menunjang,
khususnya berkaitan dengan skrining toksikologis urine dan darah
- Terapi simtomatis terhadap gejala fisik
- Fiksasi bila pasien agitatif
- Terapi psikofarmaka:
Obat penenang bila perlu: derivat benzodiazepin misalnya
Lorazepam 1-2 mg per oral untuk pasien yang tidak begitu gelisah,
dan secara parenteral untuk pasien yang sangat agitatif atau
paranoid karena biasanya menolak minum obat.
Bila agitasi tetap bertahan: antipsikotik Haloperidol 2-5 mg per
oral/im.
Terapi Ketergantungan Halusinogenika
Edukasi dan motivasi.
Terapi gangguan ansietas
Seperti terapi intoksikasi halusinogenika dengan Benzodiazepin.

30

Terapi gangguan afektif


Hentikan pemakaian halusinogenika. Bila perlu diberikan antimaniakal
atau anti depresan.
Terapi Delirium
Sama dengan terapi intoksikasi halusinogenika.

31

PENGGUNAAN NIKOTIN
Reaksi Panik
Serangan panik dapat dipicu oleh peningkatan tekanan darah dan
perubahan denyut jantung akibat merokok.
Intoksikasi Nikotin
Overdosis nikotin lebih dari 60 mg pada orang dewasa berakibat
fatal, sedangkan pada anak-anak terjadi pada dosis yang lebih
rendah.
Intoksikasi ringan-sedang: mual, salivasi, nyeri abdomen, diare,
muntah, nyeri kepala, pusing, penurunan denyut jantung dan
kelemahan.
Dosis lebih tinggi: pusing hebat, penurunan tekanan darah,
penurunan frekuensi napas, kejang dan meninggal akibat depresi
napas.
Keadaan Putus Nikotin
Timbul beberapa jam setelah berhenti merokok, lalu meningkat
pada tengah hari dan memburuk pada sore hari. Keluhan yang ditemukan
antara lain:
- Craving
- Iritabel
- Ansietas
- Sulit konsentrasi
- Gelisah
- Nyeri kepala
- Gangguan tidur
- Perubahan kognisi dan perilaku: pikiran tumpul, hostil (bermusuhan)
Sindrom Ketergantungan Nikotin
Terjadi akibat pemakaian nikotin yang lama. Terdiri atas 3
gambaran yang mengakibatkan sulitnya berhenti merokok dan merupakan
fokus perhatian dalam terapi, yaitu:
- Penghentian pemakaian nikotin menimbulkan gejala putus zat yang
mencapai puncaknya dalam 24-48 jam berupa ansietas, tidur
terganggu, iritabel, hilang kesabaran, craving tembakau, gelisah, sulit
konsentrasi, mulut kering, napsu makan meningkat dan nyeri kepala.
Intensitas gejala akan mereda setelah 2 minggu, tetapi gejala seperti
peningkatan napsu makan dan sulit konsentrasi akan menetap sampai
beberapa bulan.
- Perilaku memegang-megang rokok, membawanya ke mulut, lalu
menghisap rokok.
- Pengalaman menyenangkan akibat kadar nikotin yang cepat di
dalam otak.

32

Terapi Reaksi Panik


Observasi dan terapi simtomatis
Terapi Intoksikasi Nikotin
- Terapi simtomatis: bantuan napas, stabilisasi tekanan darah,
pertimbangkan bilas lambung.
- Asidifikasi dengan Ammonium klorida 500 mg tiap 3-4 jam untuk
mempercepat ekskresi nikotin.
Terapi Keadaan Putus Nikotin
- Konseling
- Permen kunyah nikotin yang ditapering off dalam 3 minggu bila perlu.
Terapi Sindrom Ketergantungan Nikotin
- Non farmakoterapi
Modifikasi perilaku: pasien membuat catatan merokok dan mengontrol
faktor lingkungan yang merupakan pencetus, mengganti dengan
merek rokok yang kadar nikotinnya lebih rendah.
- Farmakoterapi
Terapi pengganti nikotin:
Koyok nikotin (Nicotin patch)
Diberikan selama 8 minggu dengan cara koyok diganti setiap hari.
Permen kunyah nikotn
Farmakoterapi lain
Klonidin mampu mengurangi gejala putus nikotin karena
merupakan antagonis nonreseptor nitkotin.
Mekamilamin (doksepin) dan ansiolitika (buspiron) sebagai pembantu
dalam program penghentian rokok.

33

PENGGUNAAN INHALANSIA
Akibat penggunaan inhalansia:
1. Intoksikasi Inhalansia
Ditandai dengan adanya keluhan pusing, bicara cadel, jalan tidak
stabil, gangguan koordinasi motorik, euphoria, agresif, aritmia jantung,
sianosis, dan halusinasi
2. Psikosis Akibat Penggunaan Inhalansia
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan
menyebabkan perasaan euforia, kegembiraan, dan sensasi mengambang
yang menyenangkan. Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat
berupa rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual dan
distorsi ukuran tubuh.
3. Sindroma Putus Inhalan
Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul
dalam bentuk susah tidur, iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual,
muntah, takikardia, dan kadang-kadang disertai waham dan halusinasi.
4. Penggunaan Inhalansia yang Merugikan
Dapat menimbulkan gangguan neurologis seperti bicara yang tidak
jelas (menggumam, penurunan kecepatan bicara, ataksia). Penggunaan
dalam waktu lama dapat menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi dan
gangguan ingatan. Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan hati dan
ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanen.
Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang
disebabkan karena depresi pernafasan, aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi
muntah atau kecelakaan atau cedera.
8. Delirium Intoksikasi Inhalansia
9. Psikosis
Terdapat halusinasi dan delusi yang langsung berhubungan
dengan efek psikologis dari inhalansia. Terjadi gangguan yang jelas dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah intoksikasi inhalansia.
Tedapat gangguan panik, bingung, dan agitasi.
10. Gangguan Ansietas
Terdapat satu dari gejala berikut:
Gangguan ansietas secara umum
Serangan panik
Gejala obsesi kompulsi atau fobia

34

11. Gangguan Afektif


Diakibatkan langsung oleh efek inhalansia terhadap psikologis.
Terdapat satu gejala spesifik berikut:
Depresi
Maniak
Campuran
Sering timbul keinginan untuk bunuh diri.
12. Demensia
Terjadi akibat defisit neurologis yang berhubungan dengan
abnormalitas sel putih otak akibat penggunaan inhalansia. Gangguan
memori yaitu terdapatnya sekurang-kurangnya satu dari gejala berikut:
Afasia
Apraksia
Agnosia
Gangguan fungsi eksekutif (planning, organizing, sequencing,
abstracting)
Gejala-gejala tersebut harus mempengaruhi fungsi social dan
pekerjaan secara bermakna.
Terapi
Terapi intoksikasi inhalansia
Inhalansia merupakan obat penekan sistem saraf pusat seperti sedatifhipnotik. Terapi intoksi inhalansia pada dasarnya sama dengan terapi
pada intoksikasi sedativa hipnotika, yaitu simtomatis
Terapi putus inhalansia
Inhalansia jarang menimbulkan keadaan putus zat dan sindrom
ketergantungan. Terapi diberikan secara simtomatik.
Terapi Psikosis Akibat Inhalansia
Antipsikotik
Terapi pada Penggunaan Inhalansia yang Merugikan
Simtomatis.
Terapi Delirium Intoksikasi Inhalansia
Bila diperlukan: Haloperidol diberikan dalam waktu singkat. Jangan
menggunakan benzodiazepin untuk menghindari depresi napas.
Terapi Psikosis
Cegah komplikasi seperti gagal napas atau cardiac arrest
Haloperidol 5 mg/kgBB i.m. dan dapat diulang 20 menit bila perlu
(pada agitasi)
Jangan gunakan obat-obat sedatif seperti Benzodiazepin yang
dapat memperburuk.

35

Terapi Ansietas
Antidepresan merupakan kontraindikasi.
Terapi Gangguan Afektif
Antidepresan dan anti mania jarang diperlukan. Usaha bunuh diri sering
terjadi sehingga medikasi dapat diberikan bila perlu.
Terapi Demensia
Perubahan bersifat permanen sehingga upaya yang dapat
dilakukan adalah pencegahan dan detoksifikasi.

36

Anda mungkin juga menyukai