Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
F1x.75.
Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil
dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi
oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat. Pada
penggunaan obat stimulan seperti kokain dan amfetamin, gangguan psikotik
yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tinggi
dosisnya dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan.
Diagnosis gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan
distorsi persepsi atau pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan ialah
halusinogenika primer (misalnya lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis
tinggi). Pada kasus demikian dan juga untuk keadaan kebingungan,
suatu kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0) harus
dipertimbangkan.
Perlu diperhatikan untuk menghindari kesalahan diagnosis psikosis
sebagai keadaan yang lebih berat (misalnya skizofrenia), padahal
diagnosisnya ialah psikosis yang disebabkan oleh zat psikoaktif. Banyak
keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif berlangsung
singkat asal tidak ada lagi obat yang digunakan (seperti pada kasus
psikosis akibat amfetamin dan kokain). Diagnosis yang salah pada
kasus demikian dapat memberi dampak yang merugikan dan biaya tinggi baik
bagi pasien maupun fasilitas petayanan kesehatan.
Termasuk :
halusinosis alkoholik
kecemburuan alkoholik
paranoia alkoholik
psikosis alkoholik YTT
Diagnosis Banding
Pertimbangkan kemungkinan adanya gangguan jiwa lain yang
dicetuskan dan diberatkan oleh penggunaan zat psikoaktif (misalnya
skizofrenia (F20.-); gangguan suasana perasaan (mood [afektifl) (F30F39); gangguan kepribadian paranoid atau skizoid (F60.0, F60.1)). Pada
kasus demikian, diagnosis keadaan psikotik yang disebabkan oleh zat
psikoaktif mungkin tidak memadai.
Diagnosis suatu keadaan psikotik dapat ditentukan lebih lanjut
deagan kode lima karakter berikut:
F1x.50 Lir-skizofrenia
F1x.51 Predominan waham
F1x.52
F1x.53
F1x.54
F1x.55
F1x.56
Campuran
dalam kode ini hanya apabila ada bukti yang jelas dan kuat bahwa keadaan
ini sebagai efek residual zat tersebut. Gangguan tersebut harus
memperlihatkan suatu perubahan atau peningkatan yang nyata dari fungsi
sebelumnya yang normal.
Gangguan ini harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu
yang dianggap sebagai efek langsung zat psikoaktif tersebut (lihat Flx.0
intoksikasi akut). Demensia yang disebabkan oleh alkohol atau zat
psikoaktif tidak selalu bersifat ireversibel, sesudah suatu periode yang
cukup lama dari abstinensia total, fungsi intelek dan daya ingatnya akan
pulih.
Gangguan ini harus secara hati-hati dibedakan dari kondisi yang
berhubungan dengan peristiwa putus zat (lihat Flx.3 dan Flx.4). Harus
diingat bahwa pada kondisi tertentu dan untuk zat tertentu, fenomena putus
zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu sesudah zat dihentikan
penggunaannya.
Kondisi yang disebabkan oleh zat psikoaktif, yang menetap sesudah
penggunaannya, dan memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan
psikotik, jangan digolongkan di sini (gunakan Flx.5, gangguan psikotik).
Pasien yang menunjukkan keadaan akhir dari sindrom Korsakov kronik
harus digolongkan dalam kode Flx.6.
Diagnosis Banding
Pertimbangkan: gangguan jiwa yang sudah ada terselubung oleh
penggunaan zat dan yang muncul kembali setelah pengaruh zat tersebut
menghilang (misalnya anxietas fobik, gangguan depresif, skizofrenia atau
gangguan skizotipal). Pada kasus kilas balik, pertimbangkan adanya
psikosis akut dan sementara (F23.-). Pertimbangkan juga cedera organik
dan retardasi mental ringan atau sedang (F70-F71) yang mungkin terdapat
bersama dengan penyalahgunaan zat psikoaktif.
Rubrik diagnostik ini dapat dibagi lebih lanjut dengan menggunakan kode
lima karakter berikut:
F1x.70 Kilas balik (Flashback)
Dapat dibedakan dari gangguan psikotik, sebagian karena sifat
episodiknya, sering berlangsung dalam jangka waktu sangat singkat
(dalam hitungan detik sampai menit) dan oleh gambaran duplikasi (dan
kadang-kadang sangat mirip) dengan pengalaman sebelumnya yang
berhubungan dengan penggunaan zat.
F1x.71 Gangguan kepribadian atau perilaku
Memenuhi kriteria untuk gangguan kepribadian organik (F07.0).
F1x.72 Gangguan afektif residual
Memenuhi kriteria untuk gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) organik (F06.3) .
F1x.73 Demensia
Memenuhi kriteria umum untuk demensia seperti yang diuraikan
dalam pendahuluan F00-F09.
F1x.74 Hendaya kognitif menetap lainnya
Satu kategori residual untuk gangguan dengan hendaya kognitif
yang menetap, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk sindrom amnesik
yang disebabkan oleh zat psikoaktif (Flx.6) atau demensia (F1x.73).
PENGGUNAAN ALKOHOL
Akibat Penggunaan Alkohol
1. Intoksikasi Alkohol
Gejala intoksikasi alkohol meliputi gangguan kesadaran, kognitif,
persepsi, afektif dan perilaku. Dapat disertai gangguan lain yaitu
perubahan faal. Kematian biasanya diakibatkan oleh aspirasi isi lambung
ke dalam paru-paru.
Intoksikasi ringan ditandai euforia, cadel, kantuk, ataksia,
nistagmus. Intoksikasi alkohol dapat menimbulka hipoglikemia, walaupun
dalam konsentrasi yang relatif rendah.
Intoksikasi berat dapat terjadi stupor, koma, dan berhentinya
pernapasan. Umumnya dijumpai bradikardi, hipotensi, hipotermia, dan
kejang.
Intoksikasi sangat berat dapat tampak seperti sudah mati dengan reflekreflek negatif dan bahkan tanpa aktivitas EKG.
2. Keadaan Putus Alkohol
Keadaan ini adalah problema medis yang mempuyai potensi
darurat vital, karena itu perlu penanganan seksama. Keadaan gawat
biasanya timbul bila pasien telah menghentikan minum alkhol yang telah
diminumnya setiap hari selama beberapa bulan dengan dosis yang setara
dengan 7-8 pints bir (284 gr - 320 gr alkohol absolut atau kira-kira 4-4,5
liter bir) atau 1 pints spirits (0,5683 liter). Onsetnya 12 jam sesudah minum
yang terakhir, intensitas puncak terjadi 48-72 jam setelah konsumsi
terakhir alkohol. Gejala-gejala yang dapat timbul pada keadaan ini:
1. Halusinasi, ilusi (bad dreams)
2. Kejang, dalam 12-48 jam
3. Delirium tremens (major withdrawal)
4. Gemetar (tremulousness)
5. Agitasi psikomotor (gerakan menjadi kacau)
6. Keluhan gastrointestinal (mual dan muntah)
7. Muka kemerahan seperti kepiting rebus (flushed face)
8. Konjungtiva mata kemerahan (injected conjunctivae)
9. Kelemahan umum (generalized weakness)
10. Insomnia
11. Mudah kaget, cemas, dan marah (iritabel)
12. Rindu dengan minuman beralkohol (craving for alcohol)
13. Mudah tersengal, nafas pendek (faintness) dan berkeringat (sweating)
14. Hipertensi
15. Kadang-kadang disritmia karena hipokalemia, hipomagnesemia, dan
gangguan keseimbangan asam basa
8. Gangguan Ansietas
Pada gejala akut akibat putus alkohol terjadi gangguan panik.
Putus alkohol yang lebih lama menyebabkan ketakutan sosial (fobia
sosial) dan dapat menjadi parah sehingga timbul agorafobia. Gangguan
ansietas yang paling sering terjadi adalah ganguan panik dan fobia sosial.
Terapi
Terapi Intoksikasi alkohol
Terapi umum:
1. Perkenalkan diri dan jelaskan bahwa terapi adalah bantuan
(bukanlah hukuman) dan yakinkan bahwa pasien dalam keadaan
aman, terapis tetap menjaga rahasia.
2. Tunjukkan perhatian terhadap masalah yang membahayakan
kehidupan pasien.
3. Seringkali pasien datang dalam keadaan ketakutan, cemas ataupun
panik. Sikap terapi harus tenang dan penuh percaya diri. Tenangkan
pasien dengan mengajak bicara dan berilah pengertian bahwa
terapis akan memberi bantuan, dengan harapan keadaan membaik.
4. Usahakan agar jalan nafasnya lancar. Pertahankan saluran nafas
yang bebas, bila perlu dengan pernapasan buatan
5. Tujukan pemeriksaan pada tanda-tanda vital
6. Usahakan peredaran darahnya lancar.
7. Pasang alat infus, berikan cairan yang adekuat.
8. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan
adanya perdarahan atau trauma fisik yang membahayakan.
9. Atasi koma, hipotensi, dan hipotensi
10. Kosongkan lambung dengan emetika atau kuras lambung (bila
konsumsi alkhol banyak sekali dan dalam 30 menit yang lalu)
11. Berikan 60-100 mg norit (activated charcoal) per oral (tidak boleh
diberikan bila pasien stupor, koma atau kejang, kecuali personde dan
saluran pernapasan telah dipertahankan dengan cuff endotracheal
tube)
Terapi khusus:
1. Berikan suntikan diazepam bila pasien kejang (5-10 mg i.v, bila perlu
diulang sampai kejang hilang. Bilamana diazepam tidak tersedia,
dapat diberikan fenobarbital/luminal 100-200 mg i.m
2. Berikan 100 mg thiamin i.m atau i.v.
3. Berikan suntikan i.v 50-100 ml dextrose 50% bila dicurigai
hipoglikemia
4. Berikan suntikan i.v 0,45-2 mg naloxone bila dicurigai juga ada
intoksikasi opioida
10
11
12
13
Tanda subjektif:
1. mengeluh ingin menggunakan kembali opioida
2. cemas, gelisah, mudah tersinggung
3. mialgia
4. artralgia
5. sakit dank ramp perut
6. tidak ada selera makan
7. gemetar
8. kejang-kejang kecil
9. lemas
Penyalahgunaan opioid dan Ketergantungan opioid
Penyalahgunaan opioid adalah pengguanaan maladaptive opioid
yang secara signifikan menunjukan kelainan klinik atau distress dan terjadi
dalam periode waktu 12 bulan, tetapi gejala yang ditimbulkan tidak
memenuhi criteria ketergantungan opioid.
Ketergantungan opioid adalah penurunan kemampuan mengontrol
diri untuk tidak menggunakan obat opioid secara berlebihan.
Intoksikasi Opioid dengan Delirium
Terjadi jika opioid digunakan dalam dosis tinggi, dicampur dengan
psikoaktif lainnya, atau digunakan dengan preexisting brain damage.
Opioid , seperti meperidine, memiliki metabolit toksik yang dapat
berakumulasi, menyebabkan delirium dan kadang-kadang kejang. Akibat
akumulasi ini juga dapat terjadi keruskan fungsi ginjal.
Opioid-Induced Psikotik Disorder
Kelainan ini dapat terjadi selama intoksikasi opioid, terjadi
halusinasi atau delusi yang mendominasi gejala.
Opioid-Induced Mood Disorder
Dapat terjadi selama intoksikasi opioid, atau putus obat dan hasil
dari penggunaan yang kronik. Kelainan ini bisa berupa tipe manic,
depresi atau gabungan. Biasanya pasien datang dengan gejala campuran,
kombinasi iritabilitas, expansiveness dan depresi.
Opioid-Induced Sleep Disorder dan Opioid-Induced Disfungsi Seksual
Biasanya terjadi hipersomnia pada penggunaan opioid untuk terapi,
tetapi pada pengguanaan agonis opioid sebagai maintenance seperti
methadone keluhan utama adalah gangguan tidur (insomnia). Disfungsi
seksual yang terjadi adalah impoten, pada penguanaan agonis opioid
seperti methadone pasien lebih mengeluhkan ketidakmampuan mencapai
orgasme daripada keluhan impoten.
Opioid-Related Disorder Not Otherwise Specified
Situasi klinik yang tidak memenuhi gejala-gejala yang telah disebut
diatas.
14
15
PENGGUNAAN KANABINOIDA
Reaksi Panik
Segera setelah menggunakan ganja pasien merasa kehilangan
control. Pemeriksaan fisik mencerminkan adanya rasa khawatir dan
cemas yang ditunjukkan oleh aktivitas berlebihan saraf simpatik.
Gangguan cemas terkait kanabinoid merupakan diagnosis yang sering
didapatkan pada pengguna kanabioid, terutama dengan intoksikasi akut.
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami stress cemas mendadak
dan singkat yang biasanya timbul akibat pengaruh pikiran paranoid.
Terkait dengan hal ini, serangan panik dapat pula terjadi. Gejala cemas
yang timbul berhubungan dengan dosis dan terutama frekuensi reaksi
kanabinoid.
Kilas Balik
Merupakan suatu keadaan berulangnya secara spontan perasaan dan
persepsi seperti ketika mengalami intoksikasi, meskipun yang
bersangkutan tidak menggunakan ganja. Pengalaman yang dirasakan
adalah perubahan penglihatan, objek berubah disertai dengan
pengalaman yang mirip tapi tidak sama dengan efek yang ditimbulkan
oleh ganja. Dapat pula timbul perasaan cemas, sedih dan paranoid.
Intoksikasi Kanabinoid/Ganja
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi kanabinoid adalah sesuai
dengan DSM-IV yang ditandai dengan adanya gangguan persepsi. Bila
gangguan persepsi ini disertai penilaian realita terganggu, maka diagnosis
akan diubah menjadi gangguan psikotik terkait kanabinoid. Kriteria
diagnostik intoksikasi kanabinoid, antara lain:
a) Riwayat menggunakan kanabinoid
b) Adanya perubahan psikologik atau tingkah laku maladaptif yang
signifikan (misalnya gangguan koordinasi motorik, euforia, cemas,
gangguan membuat pernyataan, kemunduran sosial, yang semuanya
berhubungan dengan penggunaan kanabinoid jangka pendek)
c) Dua atau lebih tanda berikut, setidaknya 2 jam setelah menggunakan
kanabinoid:
- Infeksi konjungtival
- Peningkatan rasa lapar
- Mulut kering
- Takikardia
d) Gejala yang ada tidak disebabkan oleh kondisi medis tertentu dan
bukan merupakan gangguan mental lainnya
Intoksikasi akut kanabinoid pada penggunaan dosis tinggi, mungkin
dapat pula ditemukan depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, dan
ide paranoid dan curgia.
Gejala-gejala:
1. perasaan waktu berjalan lambat, apatis, bingung
2. perasaan melambung
16
17
18
toksis
terjadi
pada
19
20
Delirium
Delirium jenis ini tidak dapat dibedakan dengan delirium Tremens akibat
putus alcohol. Lebih sering dijumpai pada putus Barbiturat daripada putus
obat Benzodiazepin. Delirium yang berhubungan dengan intoksikasi dapat
terlihat pada penggunaan barbiturate atau benzodiazepine jika dosis yang
digunakan cukup tinggi.
Persisting Dementia
Persisting Amnestik Disorder
Banyak kejadian yang dilaporkan akibat penggunaan jangka pendek
Benzodiazepin.
Psychotic Disorder
Gejala psikotik akibat putus obat barbiturate tidak dapat dibedakan
dengan delirium treman akibat penggunaan alcohol. Gambaran agitasi,
delusi, dan halusinasi biasanya visual, tapi kadang taktil atau auditori
terjadi setelah 1 minggu abstinensi. Gejala psikotik yang dihubungkan
dengan intoksikasi atau putus obat akibat barbiturate lebih sering terjadi
dari pada akibat obat benzodiazepine. Gejala yang dominan adalah delusi
atau halusinasi.
Kelainan Lainnya
Penggunaan sedativa, hipnotika dan anticemas juga dapat mengakibatkan
gangguan afek, ansietas, gangguan tidur, disfungsi seksual.
21
22
Depresif
Gejala utama putus kokain adalah menagih kokain.
23
PENGGUNAAN KAFEIN
Akibat penggunaan kafein:
1. Reaksi Panik
Gangguan cemas dapat berupa gangguan panik, gangguan
ansietas general, phobia sosial, atau gangguan obsesif kompulsif. Pasien
tidak perlu untuk memenuhi semua kriteria, cukup satu untuk
mendiagnosis kafein menginduksi gangguan ansietas. Reaksi panik timbul
pada jumlah kafein lebih 500-600 mg. Selain itu dapat meningkatkan
ansietas pada depresi, fobia sosial dan obsesi kompulsi.
2. Intoksikasi Kafein
Overdosis kafein gejalanya ringan dan jarang menimbulkan
kematian. Dosis letal akut pada orang dewasa antara 5-10 gram. Reaksi
yang tidak diinginkan mulai terlihat pada kafein 1 gram atau 20 gelas kopi,
yaitu sebagai berikut:
- Gelisah
- Eksitasi (penuh gairah)
- Sulit tidur
- Muka merah
- Mioklonus
- Poliuria
- Mual
- Arus pikir cepat, banyak bicara
- Takikardi, aritmia
- Agitatif
3. Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein
Jarang terjadi sebagai akibat langsung pemakaian kafein, tetapi
kafein dapat memicu terjadinya kembali gejala gangguan psikotik pada
pasien yang sebelumnya telah menderita psikosis.
4. Sindrom Otak Organik
Pada kafein dosis tinggi (lebih 500-800 mg per hari) dapat
menimbulkan kebingungan agitatif.
5. Keadaan Putus Kafein
Gejala-gejala:
- Gelisah
- Gugup
- Mudah tersinggung
- Nyeri kepala
- Gemetar
- Letargi
- Tidak mampu bekerja efektif
- Hidung beringus
24
Mual muntah
Depresi
5. Gangguan Tidur
Dapat menyebabkan hipersomnia, insomnia, parasomnia atau
campuran. Pada dosis 200 mg kafein sebelum tidur dapat memperlambat
onset tidur sampai 4 jam dan mengurangi kualitas tidur.
6. Ketergantungan Kafein
'Ketergantungan'
kadang
digunakan
untuk
mengindikasikan
ketergantungan secara psikis, yang ditandai dengan adaptasi psikologis
terhadap efek dari zat, dan biasanya diindikasikan dengan sindrom putus
zat jika konsumsi obat dihentikan. Ada bukti kuat yang membuktikan
bahwa kafein dapat mengakibatkan ketergantungan psikis, yang
diindikasikan lewat sindrom putus kafein.
'Ketergantungan' dapat juga diartikan lain sebagai cara mengindikasi
diagnosis klinis dari ketergantungan. Ketergantungan klinis secara khas
dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis yang secara bebas dihubungkan
oleh masalah penggunaan zat. Termasuk dalam kriteria ini
ketergantungan psikis, meskipun ketergantungan psikis biasanya tidak
begitu cukup untuk mendiagnosis sindrom ketergantungan klinis.
Meskipun banyak studi dan laporan tentang ketergantungan psikis
terhadap kafein, namun hanya sedikit penelitian
tentang sindrom
ketergantungan klinis. Ketergantungan secara psikologis bila penggunaan
kafein dihentikan. Mempunyai gejala seperti putus kafein, terjadi toleransi
dosis kafein, ketidakmampuan untuk menghentikan penggunaan kafein.
7. Penggunaan Kafein yang Merugikan
Penggunaan kafein berhubungan dengan penyakit jantung, kanker
payudara, osteoporosis dan penyakit lain. Penggunaan kafein harus
dikurangi atau dihentikan pada takikardi aritmia, hernia atau hiatal
esofagus dan penyakit fibrokistik. Kafein juga dapat menghambat
konsepsi dan menyebabkan berat badan bayi lahir rendah sehingga
penggunaannya perlu dihindari pada kehamilan.
Terapi
Terapi Reaksi Panik
Waktu paruh kafein antara 3-7 jam dan gejala relatif ringan
sehingga cukup diobservasi, berbagi rasa tentang kafein, lalu tunggu
beberapa jam sampai gejala mereda (umumnya tidak diperlukan
pengobatan antiansietas).
Terapi Intoksikasi Kafein
- Simtomatis
- Observasi pernapasan, suhu tubuh, kemungkinan
hipertensi (pada penderita penyakit jantung).
25
kejang dan
26
PENGGUNAAN HALUSINOGENIKA
Akibat Penggunaan Halusinogenika
1. Intoksikasi Halusinogenika
- Perubahan perilaku maladaptif
- Perubahan persepsi (dalam keadaan sadar dan terjaga)
- Tanda-tanda fisiologis:
Takikardi
Dilatasi pupil
Palpitasi
Peningkatan tekanan darah
Berkeringat
Suhu badang meningkat
Mual
Pusing
Penglihatan kabur
Tremor
Kelemahan
Gangguan koordinasi
-
Gejala-gejala psikologi:
Perubahan suasana perasaan (mood)
Gangguan persepsi
Gangguan proses pikir
Gangguan perilaku
Euforia
Keras kepala
Paranoia
Serangan panik
Waham
Ide bunuh diri
Anestesia
Derealisasi
Depersonalisasi
Disorientasi
27
28
29
6. Gangguan Ansietas
Setelah menimbulkan efek yang menyenangkan, halusinogenika
menyebabkan ketakutan dan gangguan panik.
7. Delirium
Jarang terjadi akibat penggunaan halusinogenika tunggal, biasanya
akibat interaksi dengan penggunaan zat lain dan timbulnya bersamaan
dengan intoksikasi.
9. Gangguan Non-spesifik lainnya
Penggunaan obat halusinogen secara kronis dapat menimbulkan
sejumlah gejala dan perilaku yang tidak umum. Edem serebri, dilaporkan
dapat terjadi paska-penggunaan halusinogen jenis MDMA. Penggunaan
halusinogen jenis LSD juga dilaporkan menyebabkan gangguan lobus
temporal, termasuk hiperreligius, disfungsi seksual, dan halusinasi pada
umumnya.
Terapi
Terapi Intoksikasi Halusinogenika
- Konseling suportif
Mengajak pasien untuk berbicara, meyakinkan pasien, melindungi
pasien terhadap perbuatan yang membahayakan dirinya dan orang
lain.
Meyakinkan pasien bahwa gejala-gejala yang disebabkan oleh zat
yang digunakannya akan mereda.
Berikan semangat dengan meyakinkan dan memberitahu tentang
orientasi secara terus-menerus.
- Tempatkan pasien dalam ruangan yang tenang dan ditemani.
- Observasi tanda vital dan pemeriksaan laboratorium yang menunjang,
khususnya berkaitan dengan skrining toksikologis urine dan darah
- Terapi simtomatis terhadap gejala fisik
- Fiksasi bila pasien agitatif
- Terapi psikofarmaka:
Obat penenang bila perlu: derivat benzodiazepin misalnya
Lorazepam 1-2 mg per oral untuk pasien yang tidak begitu gelisah,
dan secara parenteral untuk pasien yang sangat agitatif atau
paranoid karena biasanya menolak minum obat.
Bila agitasi tetap bertahan: antipsikotik Haloperidol 2-5 mg per
oral/im.
Terapi Ketergantungan Halusinogenika
Edukasi dan motivasi.
Terapi gangguan ansietas
Seperti terapi intoksikasi halusinogenika dengan Benzodiazepin.
30
31
PENGGUNAAN NIKOTIN
Reaksi Panik
Serangan panik dapat dipicu oleh peningkatan tekanan darah dan
perubahan denyut jantung akibat merokok.
Intoksikasi Nikotin
Overdosis nikotin lebih dari 60 mg pada orang dewasa berakibat
fatal, sedangkan pada anak-anak terjadi pada dosis yang lebih
rendah.
Intoksikasi ringan-sedang: mual, salivasi, nyeri abdomen, diare,
muntah, nyeri kepala, pusing, penurunan denyut jantung dan
kelemahan.
Dosis lebih tinggi: pusing hebat, penurunan tekanan darah,
penurunan frekuensi napas, kejang dan meninggal akibat depresi
napas.
Keadaan Putus Nikotin
Timbul beberapa jam setelah berhenti merokok, lalu meningkat
pada tengah hari dan memburuk pada sore hari. Keluhan yang ditemukan
antara lain:
- Craving
- Iritabel
- Ansietas
- Sulit konsentrasi
- Gelisah
- Nyeri kepala
- Gangguan tidur
- Perubahan kognisi dan perilaku: pikiran tumpul, hostil (bermusuhan)
Sindrom Ketergantungan Nikotin
Terjadi akibat pemakaian nikotin yang lama. Terdiri atas 3
gambaran yang mengakibatkan sulitnya berhenti merokok dan merupakan
fokus perhatian dalam terapi, yaitu:
- Penghentian pemakaian nikotin menimbulkan gejala putus zat yang
mencapai puncaknya dalam 24-48 jam berupa ansietas, tidur
terganggu, iritabel, hilang kesabaran, craving tembakau, gelisah, sulit
konsentrasi, mulut kering, napsu makan meningkat dan nyeri kepala.
Intensitas gejala akan mereda setelah 2 minggu, tetapi gejala seperti
peningkatan napsu makan dan sulit konsentrasi akan menetap sampai
beberapa bulan.
- Perilaku memegang-megang rokok, membawanya ke mulut, lalu
menghisap rokok.
- Pengalaman menyenangkan akibat kadar nikotin yang cepat di
dalam otak.
32
33
PENGGUNAAN INHALANSIA
Akibat penggunaan inhalansia:
1. Intoksikasi Inhalansia
Ditandai dengan adanya keluhan pusing, bicara cadel, jalan tidak
stabil, gangguan koordinasi motorik, euphoria, agresif, aritmia jantung,
sianosis, dan halusinasi
2. Psikosis Akibat Penggunaan Inhalansia
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan
menyebabkan perasaan euforia, kegembiraan, dan sensasi mengambang
yang menyenangkan. Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat
berupa rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual dan
distorsi ukuran tubuh.
3. Sindroma Putus Inhalan
Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul
dalam bentuk susah tidur, iritabilitas, kegugupan, berkeringat, mual,
muntah, takikardia, dan kadang-kadang disertai waham dan halusinasi.
4. Penggunaan Inhalansia yang Merugikan
Dapat menimbulkan gangguan neurologis seperti bicara yang tidak
jelas (menggumam, penurunan kecepatan bicara, ataksia). Penggunaan
dalam waktu lama dapat menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi dan
gangguan ingatan. Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan hati dan
ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanen.
Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang
disebabkan karena depresi pernafasan, aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi
muntah atau kecelakaan atau cedera.
8. Delirium Intoksikasi Inhalansia
9. Psikosis
Terdapat halusinasi dan delusi yang langsung berhubungan
dengan efek psikologis dari inhalansia. Terjadi gangguan yang jelas dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah intoksikasi inhalansia.
Tedapat gangguan panik, bingung, dan agitasi.
10. Gangguan Ansietas
Terdapat satu dari gejala berikut:
Gangguan ansietas secara umum
Serangan panik
Gejala obsesi kompulsi atau fobia
34
35
Terapi Ansietas
Antidepresan merupakan kontraindikasi.
Terapi Gangguan Afektif
Antidepresan dan anti mania jarang diperlukan. Usaha bunuh diri sering
terjadi sehingga medikasi dapat diberikan bila perlu.
Terapi Demensia
Perubahan bersifat permanen sehingga upaya yang dapat
dilakukan adalah pencegahan dan detoksifikasi.
36