Anda di halaman 1dari 2

Analisis Kemungkinan Naiknya Premi BPJS Kesehatan dan Akibatnya Terhadap Masyarakat

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) merupakan Badan


Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan mulai berlaku sejak 1 Januari 2014,
menggantikan fungsi Ansuransi Kesehatan (Askes). Dari visi BPJS Kesehatan, pemerintah
menargetkan pada 1 Januari 2019 seluruh penduduk Indonesia telah tercover BPJS Kesehatan.
Adapun ketentuan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan seperti dilansir dari web resmi BPJS
Kesehatan adalah sebagai berikut:
1.

Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh
Pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri
dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai
pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen)
dibayar oleh peserta.
3.

Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta
sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan :
4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar
oleh Peserta.

4.

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari
gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten
rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja
adalah sebesar:
a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

6.

7.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak
yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima
persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Tahun ini, Dewan Jaminan Sosial Nasional mengusulkan adanya kenaikan premi hingga
43%. Sebelumnya, pada tahun 2014 BPJS Kesehatan dinyatakan mengalami defisit. Jumlah
klaim dan pemasukan tidak seimbang. Pemasukan yang diperoleh dari premi adalah sebesar Rp
41,06 Triliun, sedangkan klaim yang diajukan mencapai total Rp 42,6 Triliun.
Sebenarnya, kebijakan pemerintah untuk mengubah Askes menjadi BPJS Kesehatan sangat
terburu-buru, hingga mengorbankan kenyamanan masyarakat. Bukan saja banyak perubahan
yang membingungkan dari Askes ke BPJS Kesehatan, namun juga kurangnya pemerintah dalam
mengkaji akibat ke depannya.
Hal utama yang banyak dikorbankan dari sistem BPJS Kesehatan adalah pelayanan. Sudah
bukan rahasia lagi bila masyarakat yang menggunakan BPJS Kesehatan dilayani dengan apa
adanya, bila tidak ingin disebut buruk. Tidak hanya antrean yang melelahkan, pasien peserta
BPJS Kesehatan juga seringkali dinomorduakan dalam artian dilayani jauh berbeda dengan
pasien umum. Ya, tentu saja perbedaan ini ada karena peserta BPJS Kesehatan sudah
memperoleh keringanan dari segi biaya, namun apakah pelayanan harus dikebiri jika dari situlah
masyarakat menilai berhasil tidaknya BPJS ini? Kenapa perbedaan pelayanan ini tidak dikaji
terlebih dulu?
Belum lagi masalah prosedur yang sangat membingungkan. Tidak sedikit orang yang
mengeluh karena sulitnya proses berobat hingga menebus obat yang tidak sama dengan sistem
Askes dulu. Dalam hal ini, sosialisasi mungkin sudah sering dilakukan, namun belum optimal
karena terkendala pemahaman. Sosialisasi tanpa memberikan pemahaman selalu meninggalkan
ribuan pertanyaan. Padahal, akan lebih mudah bila sosialisasi ini diikuti dengan praktik.
Rencana pemerintah untuk menaikkan premi hingga 43% mengindikasikan adanya
kesalahan perhitungan di awal rencana penggantian Askes ke BPJS Kesehatan dulu. Premi yang
tidak terlalu besar nilainya, secara logika, tentu saja tidak akan mungkin menutup seluruh biaya
pengobatan peserta. Oleh karena itu, ada tunjangan biaya dari pemerintah. Namun, lonjakan
peserta BPJS Kesehatan tidak juga diprediksi sebelumnya, sehingga mengakibatkan defisit. Jika
sudah begini, menaikkan premi tidak mungkin dihindari karena tidak mungkin mengurangi
pengeluaran untuk membayar jasa dokter yang sudah tidak seberapa. Bukan BPJS Kesehatan
saja yang merugi, rakyat dan rumah sakit yang menjalin kerjasama pun mengalami hal serupa.

Anda mungkin juga menyukai