Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Daftar Isi

........

BAB I

: Pendahuluan

BAB II

: Laporan Kasus

BAB III

........

: Pembahasan ..................

A. Identitas Pasien .

B. Identifikasi Masalah............................................

C. Anamnesis Tambahan .....

D. Pemeriksaan Fisik ........

E. Pemeriksaan Penunjang ....

F. Diagnosis

....

G.Patofisiologi ..

H. Penatalaksanaan

....

10

....

11

J.Komplikasi ...

12

BAB IV

: Tinjauan Pustaka ......

13

BAB V

: Kesimpulan

...

23

.................

24

I. Prognosis

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
Diskusi kasus pertama Modul Organ Gerontologi Medik berjudul Tn. Hadi 69
tahun dengan keluhan tidak bisa kencing, perut kembung, kepala pening terbagi menjadi
dua sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Juni 2013 pukul 08.00-10.00
WIB diketuai oleh Ryan Fernandi dan sekretaris Nanda Soraya, serta tutor Prof. dr.
Suharko Karsan, Sp. S, Sp. Kj, bertempat di ruang 206 lantai 2 Fakultas Kedokteran
Trisakti. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sesi kedua yang jatuh pada hari Rabu, 12 Juni
2013 pukul 10.00-12.00 WIB dengan diketuai oleh Malvin Christo dan sekretaris Nanda
Soraya, serta tutor Prof. dr. Suharko Karsan, Sp. S, Sp. Kj, bertempat di ruang 206 lantai
2 Fakultas Kedokteran Trisakti.
Berikut merupakan soal serta pembahasan yang mencakup : anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis, penatalaksanaan, hingga kepada prognosis pasien tersebut
dijabarkan secara sistematis.

BAB II
LAPORAN KASUS
SESI I
Tn. Hadi 69 tahun datang di UGD, dimana anda bertugas dengan keluhan, baru
datang dari Jogja dengan keret api, semalam hingga kini, tidak bisa kencing, perut
kembung, kepala pening.
SESI II
Pada pemeriksaan didapatkan :
-

Pasien sadar, gizi cukup, konjungtiva agak anemis, nadi : 80/m, pernafasan :
20/m, tensi : 150/90

Abdomen : agak membuncit, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat fluktuatif
(+), redup, ballotemen (+), bising usus (+)

Ekstrimitas : pretibial udem (+)

Pemeriksaan LAB :
-

HB

:9%

Leko : 6000 /ul

Psa

Ureum : 50%

: 10 ng/ml

Pemeriksaan colok dubur setelah kateterisasi :


-

Sfinkter baik

Mukosa licin dapat digunakan

Teraba prostat membesar simetris

Kenyal, permukaan licin, sulcus (+)

Darah (-)

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:

Tn. Hadi
69 tahun
Laki-laki
-

Pekerjaan

Status Pernikahan

3.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Daftar masalah

Identifikasi masalah

Tn. Hadi 69 tahun

pasien lanjut usia

Baru datang dari jogja dengan kereta api,


semalam hingga kini tidak bisa kencing

BPH
batu saluran di saluran kemih
(vesicolithiasis, uretrolithiasis)
urethritis
striktur urethra
musculus detrusor spastic
parkinson

Perut kembung

retensi urin, konstipasi, dispepsia

Kepala pening
Konjungtiva agak anemis

kurang tidur, mabuk perjalanan,


hipertensi, stress akibat tidak bisa kencing
anemia

Tekanan darah 150/90

hipertensi grade I menurut JNC 7

Abdomen agak membucit

vesica urinaria penuh karena retensi urin

Tumor diatas simfisis-pusat, fluktuasi (+)


Redup

pembesar prostat, kista


ada massa padat atau cair

Ballotement (+)

ada cairan di abdomen

Pretibial oedem

Hb: 9% (13 16%)

retensi urin mengakibatkan pembesaran


dari vesica urinaria menekan vena
disekitarnya tekanan hidrostatik
intravena darah merembes keluar
usia pasien yang lanjut
posisi duduk yang terlalu lama
anemia

PSA: 10ng/ml (<4ng/ml)

resiko rendah kanker prostat

Ureum: 50mg% (<40mg%)

gangguan fungsi ginjal

3.3 ANAMNESIS TAMBAHAN


Pada hasil anamnesis awal, didapatkan bahwa pasien baru datang dari jogja
dengan kereta api, dan tidak bisa kencing sejak semalam. Adapaun anamnesis tambahan
yang perlu ditanyakan pada pasien, adalah :
Riwayat penyakit sekarang :
- Apakah pasien benar-benar tidak dapat kencing atau hanya sedikit?
- Apakah kejadian ini yang pertama atau sudah pernah sebelumnya?
- Apakah pasien mengalami demam?
- Apakah pasien sering terbangun untuk ke kamar mandi di malam hari?
- Apakah ada nyeri di pinggang?
- Apakah terasa sakit saat berkemih?
- Apakah terdapat trauma sebelumnya?
Riwayat penyakit dahulu :
- Apakah pasien memiliki riwayat penyakit metabolik?
- Apakah pasien pernah menjalani operasi sebelumnya?
- Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan?

3.4 PEMERIKSAAN FISIK


Tanda Vital :

Tanda vital

Hasil
pemeriksaan

Nilai normal

Interpretasi

Keterangan

TD

Hipertensi

150/90 mmHg

120/80 mmHg

Meningkat

80x/menit

60-100x/menit

Normal

Normal

20x/menit

16-20x/menit

Normal

Normal

Nadi
pernafasan

grade I

Status Lokalis

Kepala

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Agak membuncit, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat

fluktuatif (+), redup, ballotemen (+), bising usus (+)

Ekstremitas

: Pretibial udem (+)

Pemeriksaan colok dubur setelah kateterisasi :

Sfinkter baik

Mukosa licin dapat digunakan

Teraba prostat membesar simetris

Kenyal, permukaan licin, sulcus (+)

Darah (-)
Berdasarkan

status

lokalis

yang

didapat,

maka

kelompok

kami

menginterpretasikan sebagai berikut : abdomen agak membuncit karena vesica urinaria


yang penuh, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat fluktuatif merupakan tanda dari
pembesaran prostat atau kista, redup menandakan ada massa padat atau cair di abdomen,
ballotemen positif menandakan adanya cairan di abdomen, dan pada ekstremitas
ditemukan pretibial udem yang diakibatkan oleh retensi urin sehingga terjadi pembesaran
dari vesica urinaria yang menekan vena disekitarnya sehingga terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik intravena dan menyebabkan darah merembes keluar dan dapat juga
disebabkan oleh umur pasien yang lanjut, posisi duduk yang terlalu lama (perjalan

dengan kereta api) sehingga menghambat aliran darah balik menuju jantung, maka terjadi
pembendungan pada daerah ekstremitas bawah umumnya dan pada pasien ini didapatkan
pada daerah pretibial. Berdasarkan pemeriksaan colok dubur, didapatkan pembesaran
prostat (Hiperplasia Prostat Benigna/ BPH) tapi belum mengarah pada keganasan.
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

laboratorium
Hb

9 g/dl

13 18 g/dl

Leukosit

6000/ul

5000 10000 / ul

PSA (prostate
spesific
antigent)
Ureum

10 ng/ml

5,4 ng/ml (batas atas)

50 %

15 40 mg %

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hb yang menurun dari hasil normal


yang menandakan adanya anemia , anemia yang didapat pada pasien dimungkinkan dari
asupan yang kurang selama perjalanan ataupun karena adanya penyakit kronis ataupun
terjadinya inflamasi yang dapat menurunkan fe serum yang dipakai sebagai mediator
inflamasi. Pasien juga terdapat PSA yang meningkat, yang mengindikasikan
hiperproduksi dari kelenjar oleh prostat yang dapat mengindikasikan kepada BPH
ataupun karsinoma. Pada pasien juga terdapat peningkatan ureum yang mungkin
dikarenakan obstruksi yang membuat retensi urin sehingga menghambat aliran urin dari
ginjal ke arah uretra (yang dapat kita pantau setelah kateterisasi ) ataupun kemungkinan
terjadinya penurunan fungsi ginjal .

3.6 DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, anamnesis tambahan yang dilakukan, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang, maka kelompok kami mendiagnosis Tn. Hadi menderita :
1. Hiperplasia Prostat Benigna.

Diagnosis kerja ini ditegakkan berdasarkan keluhan utama Tn. Hadi tidak dapat
berkemih, pada pemeriksaan colok dubur teraba prostat membesar simetris,
kenyal, permukaan licin.
2. Anemia.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan konjuntiva agak anemis dan
pemeriksaan laboratorium HB 9g%
3. Hipertensi Grade 1
Pada pemeriksaan fisik, tensi Tn. Hadi 150/90. Menurut JNC VII tekanan darah
Tn. Hadi termasuk hipertensi Grade I

3.7 PATOFISIOLOGI
Pasien Tn. Hadi,
69 Tahun (lansia)

Remodelling jaringan pada


kelenjar prostat
Perubahan hormonal
Sindrom Metabolik
Inflamasi

Benign Prostatic
Hyperplasia
(BPH)

Pemeriksaan
Fisik :
Abdomen agak
membuncit
Redup
Ballotement (+)

Vesika urinaria

Tidak bisa BAK

Obstruksi

penuh

(retensi urin)

Traktus Urinarius
(Leher vesika

Retensi garam,

Menekan vena
disekitarnya

Terjadi peningkatan

Tekanan

intratubular diikuti

hidrostatik
Pretibial Udem
intravena >>

Gangguantekanan
fungsi
peningkatan
Filtrasi menurun
hidrostatikginjal
glomeruli

urea dan air

Kepala
Hipertensi
pening
Ureum
>>

urinaria)
Kurang tidur
Mabuk
perjalanan
Stress
tidak
8 BAK
bisa
Anemia

3.8 PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Kateterisasi pertama kali dilakukan pada saat pasien datang agar dapat
mengurangi keluhan utama pasien yaitu kesulitan bak dan diharapkan dapat

mengurangi perut pasien yang kembung.


Rawat inap
Tunggu dan awasi
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,

yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada tunggu dan
awasi ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya seperti :
o jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah
makan malam untuk mengurangi nokturia
o kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada
buli-buli (kopi atau cokelat)
o batasi
penggunaan
obat-obat

influenza

yang

mengandung

fenilpropanolamin, dan hindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik)


o kurangi makanan pedas dan asin
o jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta
untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan
keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun
volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada

sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain.


Rujuk ke dokter spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut ( bedah sesuai
indikasi).

Medikamentosa

Doksazosin 1 4 mg 1x/hari
Dipilih obat doksazosin dari golongan antagonis 1-adrenergik postsinaptik
untuk menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi
tonus leher buli-buli dan uretra dan juga dapat menurunkan keadaan hipertensi
pada pasien.Pemberian obat dapat mencapai masa awitan setelah pemberian
sekitar 2-4 minggu .

Finesteride 5mg 1x/hari


Dipilih obat ini karena dapat bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 redukstase di dalam sel-sel prostat yang dapat menurunkan ukuran prostat dan
juga dapat meningkatkan aliran urin.Tetapi pada pemberian obat ini harus
diperhatikan karena dapat menibulkan efek samping berupa impotensia dan juga
penurunan libido pasien. Pemberian obat dapat mencapai masa awitan setelah
pemberian sekitar 3-6 bulan .

3.9 PROGNOSIS
Ad Vitam

: Ad Bonam bila penanganan dilakukan dengan adekuat,

baik terhadap BPH maupun hipertensi yang dialami oleh pasien


Ad Functionam

: Dubia Ad Bonam perlu dilakukannya pemeriksaan

terutama pada fungsi ginjal pasien, mengingat ditemukannya peningkatan ureum pada
pasien serta ditemukan adanya hipertensi pada pasien sendiri.
Ad Sanationam

: Dubia Ad Malam mungkinnya terjadi relaps pada

pasien, mengingat usia pasien yang sudah lanjut dan adanya perubahan anatomis pada
prostat pasien sendiri

10

3.10 KOMPLIKASI
Terjadinya komplikasi pada pasien BPH sangat jarang pada umumnya. Bila
komplikasi terjadi, terdapat obstruksi saluran kemih sehingga akan mengganggu dari
aliran urin itu sendiri. Komplikasi yang akan terjadi adalah :
1. Adanya sumbatan total pada uretra (terjadi pada retensi urin akut) yang
mengakibatkan ketidakmampuan total pada pasien untuk berkemih. Perlu
dilakukan kateterisasi untuk mendrainase urin dalam vesika urinaria.
2. Dalam jangka panjang, sumbatan sebagian pada aliran urin dari vesika
urinaria sendiri (terjadi pada retensi urin kronik) sehingga terdapat sisa
urin dalam vesika urinaria (post void residual urine) yang bila dibiarkan
mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal.
3. Dapat terjadi infeksi saluran kemih pada pasien. Namun bila terjadi
berulang-ulang dapat mengakibatkan adanya inflamasi jangka panjang
atau infeksi pada prostat (prostatitis).

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 PENGERTIAN

11

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,


memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine,
dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi
sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan
disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau
adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh
penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat
yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang
dominan adalah hiperplasia
4.2 ANATOMI
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck
dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara
embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus
posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus
anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang
lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak
homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri
dari:
-Kapsul anatomis
-Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan
kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya

12

Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatus zone

Di sekitar uretra disebut periuretral gland


Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika

seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam


uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada
orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada
penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak
dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan
dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan
fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga
lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen
uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
4.3 ETIOLOGI
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur
lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 8085
tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. Beberapa teori telah dikemukakan
berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya 4:
Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase
dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang
pertumbuhan epitel.
Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada
androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan
menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

13

Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah
pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF)
dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
transforming

growth

factor-b

(TGF-b),

akan

menyebabkan

terjadinya

ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.


Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula
dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena
tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De
Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:

Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan


testosteron dan estrogen.

Ketidakseimbangan endokrin.

Faktor umur / usia lanjut.

Unknown / tidak diketahui secara pasti.


4.5 TANDA DAN GEJALA
Gejala BPH dikenal sebagai lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), yaitu:

Gejala Iritatif :
o sering miksi (frekuensi sering)
o terbangun untuk BAK pada malam hari (Nokruria)
o perasaan ingin BAK yang mendesak (urgensi)
o nyeri pada saat miksi (disuria)

Gejala obstruktif :
o pancaran melemah
o rasa tidak puas setelah BAK
o kalau mau miksi menunggu lama (Hesitancy)
o harus mengedan (straining)
o kencing terputus-putus ( intermittency)

14

o miksi memenjang, akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena


nerflow
4.6 PATOFISIOLOGI
usia
hormon

Interaksi stroma epitel

DHT

Teori stem cell

hiperplasia prostat
Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal
Resistensi pada leher buli-buli
otot detrusor menebal
Fase kompensasi
Detrusor melemah
Dekompensasi detrusor
Tidak mampu berkontraksi
Retensi urin
Hidronefrosis
Disfungsi sel kemih bag. Atas
G3 ekskresi urin
15

Secara klinik derajat berat BPH dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :


Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml. Penonjolan 0-1 cm ke
dalam rektum prostat menonjol pada bladder inlet. Pada derajat ini belum
memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara
konservatif , misal alfa bloker, prazozin, terazozin 1-5 mg per hari.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol
penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum, prostat menonjol diantara bladder
inlet dengan muara ureter. Batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari
50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Pada derajat ini sudah ada indikasi untuk
intervensi operatif.
Derajat 3 :

Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urine
lebih dari

100 ml. penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum. Prostat menonjol

sampai muara ureter. TURP masih dapat dilakukan akan tetapi bila
diperkirakan reseksi tidak selesai dalam satu jam maka sebaiknya
dilakukan operasi terbuka.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total. Penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
prostat menonjol melewati muara ureter.
4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium

Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat


adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi.

Pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan


kanker prostate ( mengukur kadar antigen spesifik prostate atau PSA ).
Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi
peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostate.

16

2. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosa dengan tepat, untuk


memperkirakan besarnya prostate, mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.

Pemeriksaan Rontgen IVP untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran air


kemih.

Pemeriksaan dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra untuk


mengetahui penyebab lainnya dari penyumbatan aliran air kemih.

3. Pemeriksaan colok anus dengan menggunakan jari yang sudah menggunakan


sarung tangan & cairan pelumas untuk menentukan besarnya prostate, benjolan
keras ( menunjukkan kanker ) dan nyeri tekan ( menunjukkan adanya infeksi )
4.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang
ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi
obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai
dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi.
Watchful waiting
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan
penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan
untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak
menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi
atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat
influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang
17

kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS,
pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi
yang lain.
Medikamentosa
Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien
memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan
terapi medikamentosa atau terapi lain.Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha
untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2)
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah:
1. Antagonis adrenergik reseptor yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin
b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin
c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin
2. Inhibitor 5 redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride
Antagonis reseptor adrenergik-
Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat

sehingga

mengurangi

resistensi

tonus

leher

buli-buli

dan

uretra.

Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang pertama kali
diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.
Namun obat ini menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya
adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.
Beberapa golongan obat antagonis adrenergik 1 yang selektif mempunyai durasi obat
yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari,
dan long acting yaitu, terazosin dan doksazosin yang cukup diberikan sekali sehari. Ratarata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6
poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum terapi.
Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama dan belum ada bukti-bukti
terjadinya intoleransi dan takhipilaksis sampai pemberian 6- 12 bulan. Dibandingkan
dengan inhibitor 5 reduktase, golongan antagonis adrenergik- lebih efektif dalam

18

memperbaiki gejala miksi yang ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju
pancaran urine. Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis adrenergik-
dengan finasteride tidak berbeda jika dibandingkan dengan pemberian antagonis
adrenergik- saja. Doksazosin dan terazosin dapat memperbaiki gejala BPH dan
menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi.
Inhibitor 5 -redukstase
Finasteride adalah obat inhibitor 5- reduktase pertama yang dipakai untuk mengobati
BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 -redukstase di dalam sel-sel prostat.
Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat
hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin, dan
meningkatkan pancaran urine. Efek maksimum finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan.
Pemberian finasteride 5 mg per hari selama 4 tahun mampu menurunkan volume prostat,
meningkatkan pancaran urine, menurunkan kejadian retensi urine akut, dan menekan
kemungkinan tindakan pembedahan hingga 50%. Finasteride digunakan bila volume
prostat >40 cm3. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride, di antaranya
dapat terjadi impotensia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak
kemerahan di kulit. Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga
yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat.
Terapi intervensi
Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau
pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah:
pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik
instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi
balon, dan stent uretra.
Pembedahan
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya
adalah: (1) retensi urine karena BPO, (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3)
hematuria makroskopik karena BPE, (4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang
disebabkan oleh BPO, dan (6) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena BPO.

19

Beberapa guidelines juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada


BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan
perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi
medikamentosa. Terdapat tiga macam teknik pembedahan, yaitu prostatektomi terbuka,
insisi prostat transuretra (TUIP), dan reseksi prostat transuretra (TURP). Pembedahan
terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3.
Prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktura uretra dan inkontinensia urine
yang lebih sering dibandingkan dengan TURP ataupun TUIP. Prosedur TURP merupakan
90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. TURP lebih sedikit
menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa
pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH
hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang
terjadi pada saat operasi yang paling sering adalah perdarahan. TUIP atau insisi leher
buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil
(kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan
adanya kecurigaan karsinoma prostat. Pengawasan berkala
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting perlu
mendapatkan pengawasan berkala (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta
perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau
dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin
dilakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca
miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemeriksaan kultur
urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu.
Untuk terapi selanjutnya dapat dirujuk ke spesialis urologi.

20

4.9 KOMPLIKASI
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

Inkontinensia Paradoks

Batu Kandung Kemih

Hematuria

Sistitis

Pielonefritis

Retensi Urin Akut Atau Kronik

Refluks Vesiko-Ureter

Hidroureter

Hidronefrosis

Gagal Ginjal

21

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis yang didapat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang sudah dilakukan maka diagnosis yang ditegakan adalah hiperplasia prostat benigna,
anemia, dan hipertensi grade I. Maka penatalaksanaan awal yang dilakukan adalah
kateterisasi pasien yang selanjutnya diikuti dengan non-medikamentosa yaitu merawat
inap

pasien,

mengedukasi

dan

merujuknya

ke

spesialis

urologi,

sedangkan

medikamentosa diberikan doksazosin dan finesteride. Apabila penanganan adekuat, maka


kemungkinan prognosis yang didapatkan adalah ad vitam bonam, ad fungsionam dubia
ad bonam, dan ad sanationam dubia ad malam. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien adalah sumbatan total pada uretra, dalam jangka panjang dapat terjadi sumbatan
pada aliran kemih, dan infeksi saluran kemih.

22

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. McConnell. Guidelines for diagnosis and management of BPH.
http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/c hp43.asp
2. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Konsensus sementara benign prostatic hyperplasia
di Indonesia, 2000
3. ( http : // www.medicastore.com / penyakit/ 557/ pembesaran-prostat-jinak-BPHBenign-Prostatic-Hyperplasia-html )
4. Silbernargl S, Lang F. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi. Jakarta : EGC, 2006.
5. Nafrialdi. Antihipertensi. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, editors.
Farmakologi dan Terapi 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.p.354-7.
6. European Association of Urology. European Urology
(2009)

: Benign

Prostatic

Hyperplasia

and

Its

Supplements

Aetiologies.

Available

at : http://www.urosource.com/fileadmin/European_Urology/european_urology/B
riganti%20PF.pdf. Accessed On : June 13th, 2013.

23

Anda mungkin juga menyukai