Oleh :
Ida Ayu Arie Krisnayanti
M. Faisol Abdulah
Pembimbing :
dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 20 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Gunung Sari
Suku
: Sasak
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pelajar
No RM
: 549221
MRS
: 4 November2014
Waktu Pemeriksaan
: 5 November2014
II. ANAMNESIS
Pasien sering mengeluh sesak nafas sejak kecil. Sesak dirasakan ketika
beraktivitas berat seperti berolahraga dan cepat lelah.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4V5M6
Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 24 x/menit
: 37,2oC
Status General :
Kepala :
o
1.
Ekspresi wajah
: kesakitan
2.
3.
Rambut
4.
Edema (-)
5.
6.
7.
Hiperpigmentasi (-)
8.
o
1.
Simetris
2.
Alis : normal
3.
Exophtalmus (-)
4.
Ptosis (-)
5.
Nistagmus (-)
6.
Strabismus (-)
7.
8.
9.
10.
11.
Kornea : normal
12.
o
1.
2.
3.
4.
o
1.
2.
3.
4.
Penciuman normal
Mulut :
o
1.
Simetris
2.
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
3.
4.
Lidah
5.
6.
Mukosa normal
Leher :
o
1.
2.
3.
Trakea : ditengah
4.
JVP : 5+4
5.
6.
o
1.
Inspeksi
-
Permukaan dinding dada : massa (-), scar (-), spider navy (-)
2.
Palpasi
-
Edema (-), thrill (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-), denyutan (-).
3.
Perkusi
Batas paru-jantung :
Kanan
Kiri
Batas paru-hepar :
Ekspirasi : ICS V
Inspirasi : ICS VI
4.
Auskultasi
Pulmo : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-), tes bisik (-), tes
percakapan (-).
o Abdomen :
1. Inspeksi : distensi (-), sikatrik (-), vena kolateral (-), caput medusa (-), scar (-)
2. Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-)
3. Perkusi : timpani (+), pekak beralih (-).
4. Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran hepat (-), L/R tidak teraba.
o Ekstremitas Superior :
1. Telapak tangan : dingin, eritema palmaris (-)
2. Tremor (-), kuku : Clubbing finger (-)
3. Sianosis (-), petechie (-)
+ +
4. Edema (-/-) ++
Ekstremitas Inferior :
Sesak nafas sudah dirasakan oleh pasien sejak kecil, sesak timbul terutama ketika
beraktivitas. Sesak berkurang apabila pasien beristirahat. Sekarang pasien merasa cepat lelah
bila banyak beraktifitas seperti berolah raga ataupun berjalan jauh. Pasien juga merasa
berdebar-debar dan batuk terutama saat malam hari. Pasien menyangkal adanya riwayat
penyakit kencing manis maupun darah tinggi, serta pasien menyangkal pernah mendapatkan
rawat inap maupun mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya. Ini merupakan kali pertama
pasien dirawat inap di rumah sakit.
Pemeriksaan fisik:
2.
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 37,2oC
SCM aktif
(-)
Ronki
(-/-)
Wheezing
(-/+)
: 24 x/menit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Klinik
Parameter
HGB
HCT
WBC
MCV
MCH
MCHC
PLT
GDS
Kreatinin
Ureum
SGOT
SGPT
Na
K
Cl
29/10/2014
15,0
42,7
18,82
84,4
29,6
35,1
257
124
0,9
53
33
17
131
5,3
105
Normal
11,5-16,5 g/dL
37-45 [%]
4,0 11,0 [10^3/ L]
82,0 92,0 [fL]
27,0-31,0 [pg]
32,0-37,0 [g/dL]
150-400 [10^3/ L]
<160
0,9-1,3
10-50
<40
<41
135-146
3,4-5,4
95-108
Interpretasi EKG Irama non sinus, HR ~100x/menit, axis deviasi ke kanan, hipertropi ventrikel kanan,
fibrilasi atrium
Interpretasi:
-
Soft tissue :tipis, tidak terdapat emfisema subkutis, tidak ditemukan masa
Tulang: intak, fraktur (-), deformitas (-), tidak ada pelebaran sela iga
Cor: terlihat pembesaran jantung dengan CTR 73% dan pinggang jantung menghilang
Kesan : kardiomegali
Sesak
GCS : E4V5M6
Susp. Mitral
-Inj. Furosemid 20
berkurang dan
T 90/60 mmHg
Stenosis +
mg (1-0-0)
N: 98x/menit
CHF
-Spinorolacton 25 mg
batuk (+),
P: 22x/menit
S: 35,80C
g IV
Thorax
-Aspilet 80 mg x gr
P: Ves (+/+),
Rh(-/-), Wh(-/+)
0-0)
C: S1S2 Tunggal
-Betaone 5 mg oral
reguler,
-Nebu Combivent
Murmur(-)
Gallop(-)
Abdomen : massa
(-), distensi (-),
nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
edema
ekstremitas atas
(-/-), ekstremitas
5 Nov
Pasien
bawah (-/-)
GCS : E4V5M6
2014
mengeluh
T 100/70 mmHg
Stenosis +
-Tab.Ciprofloxasin
batuk (+),
N: 64x/menit
CHF
2x500 mg
batuk
P: 24x/menit
memberat saat
S: 37,20C
malam hari
Thorax
dan mengaku
P: Ves (+/+),
mendapatkan
Rh(-/-), Wh(-/+)
uap.
C: S1S2 Tunggal
reguler,
Susp. Mitral
Murmur(-)
Gallop(-)
Abdomen : massa
(-), distensi (-),
nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
edema
ekstremitas
atas(-/-), edema
ekstremitas
bawah (-/-)
3. ASSESSMENT
Diagnosis etiologi
Diagnosis anatomi
4. PLANNING DIAGNOSIS
Ekokardiografi
5. PLANNING TERAPI
Medikamentosa
o
o
o
o
o
o
Nebu Combivent
Non-medikamentosa
o
Balance cairan
6. MONITORING
Keadaan umum
tanda vital
Keluhan
EKG harian
DL
Input-output cairan
7. PROGNOSIS
BAB 2
PEMBAHASAN
Clinical Reasoning
Berdebar-debar
Pada pasien ini terjadi penurunan perfusi ke berbagai jaringan karena banyak
darah yang masih terkumpul dan kurang di ejeksikan oleh ventrikel yang mengalami
hipertrofi. Karena penurunan perfusi tersebut jantung melakukan kompensasi dengan
cara mempercepat frekuensi kontraksinya, namun pada pasien ini meskipun telah terjadi
kompensasi peningkatan frekuensi kontraksi jantung masih belum dapat memenuhi
kebutuhan perfusi yang dikarenakan kelainan yang terjadi pada ventrikel yang hipertrofi
masih belum dapat mengejeksikan semua darah yang masuk. Sehingga, kompensasi
peningkatan frekuensi kontraksi ini akan terus terjadi yang dapat dirasakan oleh pasien
berupa gejala dada terasa berdebar-debar (Indrajaya & Ghanie, 2009).
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Gagal jantung kiri dalam jangka waktu panjang dapat diikuti gagal jantung kanan atau
sebaliknya.Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi bersamaan maka disebut gagal
jantung kongestif.Secara klinis penderita mengalami sesak nafas disertai gejala bendungan di
vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites, dan edema perifer. (Aru,dkk, 2009)
Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan NYHA (New York Heart Association) :
KELA
DEFINISI
ISTILAH
S
I
II
sedikit
ventrikel
pembatasan
aktifitas fisik
Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung sedang
III
IV
Kriteria Minor
- edema ekstremitas
- batuk malam hari
- dispneu de effort
- hepatomegali
- efusi pleura
- penurunan kapasitas vital 1/3 normal
- takikardia (lebih dari 120 permenit)
Pada pasien ini ditemukan 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk penegakan diagnosa CHF dengan kriteria Framingham. Kriteria mayor
yang ditemukan adalah terdapat kardiomegali pada pemeriksaan foto thorax dan peningkatan
pulsasi vena jugularis pada pemeriksaan fisik. Sedangkan kriteria minor yang didapat adalah
dispneu deffortdan batuk pada malam hari.
b. Tatalaksana
Tindakan dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada 4 aspek yaitu :
1) Mengurangi beban jantung.
Beban awal (preload) dikurangi dengan pembatasan cairan dan garam, pemberian
diuretik, pemberian nitrat (nitrogliserin,isosorbid dinitrat) atau vasodilator lainnya
seperti ACE inhibitor, nitrat long acting, prasozin, dan hidralazin (Wilson, 2005).
2) Memperkuat kontraktilitas miokard.
Obat yang digunakan untuk memperkuat kontraktilitas miokard (inotropik) adalah
preparat digitalis (digoksin), aminsimpatomimetik seperti dopamine dan dobutamin,
dan golongan inotropik lain seperti amrinon (Wilson, 2005).
3) Mengurangi kelebihan cairan dan garam.
Diuretik merupakan pengobatan garis pertama untuk jantung meskipun dampak
pemakaiannya dengan mengurangi beban awal tidak memperbaiki curah jantung.
Diuretik yang sering digunakan adalah golongan tiazid (HCT) dan loop diuretic
(furosemid) (Wilson, 2005).
4) Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap faktor penyebab, faktor
pencetus, dan kelainan yang mendasarinya(Wilson, 2005).
STENOSIS MITRAL
Definisi
Suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri akibat adanya obstruksi pada katup atrioventrikular kiri atau katup mitral.Hal
ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri
saat diastol (Indrajaya & Ghanie, 2009).
Etiologi
Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis reumatika akibat reaksi yang
progresif dari demam reumatik oleh infeki streptokokus, menyebabkan penyumbatan
orificium katup. Penyebab lain walaupun jarang, yaitu stenosis mitral kongenital, akibat
penyakit Iain misalnya systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis (RA)
(Indrajaya & Ghanie, 2009). Stenosis mitral pada usia lanjut juga dapat terjadi akibat
kalsifikasi menetap yang meluas dari anulus sampai daun katup (Setianto &Firdaus, 2011).
Patologi
Pada stenosis mitral akibat demam reumatika akan terjadi roses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan noul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini
menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komsura serta pemendekan
korda di kemudian hari. Keadaan ini menyebabkan katup mitral berbentuk seperti mulut ikan
(fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Terjadinya fusi dari komisura akan
menimbulkan penyempitan orifisium primer, sedangkan fusi korda akan menimbulkan
pnyempitan orifisium sekunder. Pada endokarditis reumatika daun katup dan khorda akan
mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga
menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shaped (Indrajaya & Ghanie,
2009).
Patofisiologi
Pada stenosis mitral, orifisium katup normal yang berukuran 4-6 cm2 berkurang
menjadi 2 cm2, sehingga diperlukannya upaya lebih kuat dari atrium kiri untuk meningkatkan
tekanan atrium kiri agar tetap terjadi aliran transmitral yang normal tetap terjadi (Indrajaya &
Ghanie, 2009). Peningkatan tekanan atrium kiri ini juga akan menimbulkan peningkatan
kapiler pulmonalis, menimbulkan hipertensi pulmonal, serta dapat menimbulkan peningkatan
tekanan jantung sisi kanan sampai dengan hipertrofi ventrikel kanan (Setianto &Firdaus,
2011).
Manifestasi Klinis
Biasanya keluhan utama pada stenosis mitral berupa sesak nafas serta fatigue.Pada
stenosis mitral yang berat dapat menimbulkan sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal
nokturnal dispneu, ortopneu atau edema paru.Hal ini diakibatkan oleh peningkatan aliran
darah melalui mitral, menurunnya waktu pengisian diastol, sehingga menumpuk di atrium
dan dapat menyebabkan aliran balik ke vaskular paru.
Fatiguemerupakan keluhan umum pada stenosis mitral. Pada kenaikan resistensi
vaskular paru lebih jarangmengalami paroksismal nokturnal dispneu atau ortopneu, karena
vaskular tersebut akan menghalangi sirkulasi pada daerah proksimal kapiler paru. Oleh sebab
itu simtom kongesti paru lebih jarang terjadi dan digantikan oleh keluhan fatig akibat
rendahnya curah jantung pada aktivitas dan edema perifer.
Aritmia atrial dapat terjadi terutama pada usia lanjut atau adanya distensi atrium
yang berat. Aritmia atrium ini tidak berhubungan dengan dengan derajad stenosis. Fibrilasi
atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan keluhan sesak atau kongesti yang lebih berat,
karena hilangnya perah kontraksi atrium dalam pengisian ventrikel serta memendeknya
waktu pengisian diastol, dan seterusnya akan menyebabkan gradien transmitral dan kenaikan
atrium kiri.
Hemoptisis dapat terjadi akibat apopleksi pumonal akibat rupturnya vena bronkial
yag melebar, menimbulkan sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal
nokturnal dispnea, sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas,
infark paru serta bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus. Nyeri dada dapat
terjadi pada sebagian kecil pasien dan tidak dapat dibedakan dengan angina pektoris, hal ini
disebabkan oleh hipertrofi ventrikel kanan.
Emboli dapat terjadi pada pasien dengan stenosis mitral.Risiko embolisasi
tergantung umur dan ada tidaknya fibrilasi atrium (Indrajaya & Ghanie, 2009).
Pada pasien ini ditemukan manifestasi klinis berupa sesak dan cepat lelah atau
fatigue. Terkadang disertai dengan sesak dimalam hari. Hal ini sesuai dengan temuan klinis
pada penjelasan diatas.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi pasien dengan cardiac output(CO) yang rendah dan vasokonstriksi
sistemik, dapat terlihat adanya malar facial flush/mitral facies yang ditandai dengan warna
merah muda keunguan pada pipi.
Pemeriksaan pulsasi perifer, sering ditemukan adanya pulsasi iregular karena atrial
fibrilasi dan tanda gagal jantung kanan dan kiri. Pulsasi arteri biasanya normal kecuali pada
pasien dengan penurunan stroke volum, pengisian pulsasi akan berkurang.
Palpasi apex cordis biasanya tidak teraba.Terabanya gelombang perluasan presistolik
atau pengisian cepat diastolic menunjukkan stenosis mitral yang berat.
Pada auskultasi terdengar bunyi S1 mengeras jika katup masih fleksibel, opening
snap dan bising mid diastolik nada rendah. Terdengar baik di apeks kordis pada posisi left
lateral decubitus dengan menggunakan bagian bell stetoskop (Setianto &Firdaus, 2011).
Pada pasien ini ditemukan pulsasi arteri perifer yang iregular, yang disebabkan oleh
atrial fibrilasi, hal ini sesuai dengan hasil rekaman EKG adanya atrial fibrilasi.
Pemerikasaan penunjang
Elektrokardigrafi (EKG) pada stenosis mitral sedang dan berat dapat terlihat
gelombang P mitral, atrial fibrilasi dan dapat juga disertai pembesaran ventrikel kanan.Foto
thoraks terlihat adanya pembesaran atrium kiri, pembesaran atrium / ventrikel kanan atau
dilatasi arteri-arteri pulmonalis, kalsifikasi katup mitral dan atau anulus (Setianto &Firdaus,
2011).Ekokardigrafi untuk mengevaluasi struktur dari katup dan daun katup (Indrajaya &
Ghanie, 2009).
Pada pasien ini, ditemukan adanya gambaran hipertrofi ventrikel kanan serta atrial
fibrilasi pada hasil rekaman EKG. Pada foto rontgen thoraks juga ditemukan adanya
gambaran jantung yang melebar dengan CTR diatas 73% disertai pinggang jantung yang
menghilang. Hal ini sesuai dengan tanda adanya gangguan katup berupa mitral stenosis.
Terapi
Dapat dilakukan intervensi berupa balloon mitral valulotomy, mitral valve
commissurotomy, atau mitral valve replacement.Terapi medikamentosa dengan diuretik,
penyekat beta, penyekat kanal kalsium untuk mengatur frekuensi jantung cukup bermanfaat
(Setianto &Firdaus, 2011).
FIBRILASI ATRIAL
Fibrilasi atrial adalah aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari
dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah
sakit.Fibrilasi atrial merupakan faktor risiko independen yang kuat terhadap kejadian strik
emboli.Kejadian strok iskemik pada pasien FA non valvular ditemukan sebanyak 5% per
tahun. Pada studi Framingham risiko terjadinya strok emboli 5,6 kali lebih banyak pada FA
non valvular dan 17,6 kali lebih banyak FA valvular dibandingkan dengan kontrol. (Aru,dkk,
2009)
Etiologi
FA mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit
jantung.Diketahui bahwa sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit jantung koroner.
Walaupun hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami FA, tetapi
kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang
menjalani operasi FA terutama pada tiga hari pasca operasi. Walaupun seringkali menghilang
secara spontan FA pasca operatif tersebut akan memperpanjang lama tinggal di rumah sakit.
(Aru,dkk, 2009)
FA juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak.Misalnya
pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes mellitus 10% dari pasien FA. Demikian
pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru obstruktif kronik dan emboli paru akut.
Tetapi pada sekitar 3% pasien FA tidak ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone
FA.Lone FA ini dikatakan tidak berhubungan dengan risiko tromboemboli yang tinggi pada
kelompok usia muda, tertapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut risiko ini tetap akan
meningkat. (Aru,dkk, 2009)
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan FA :
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertrofik
Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus
syndrome.
Perikarditis
Hipertensi
Diabetes Melitushipertiroidisme
Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan FA pada pasien yang sensitif
melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik
Klasifikasi FA
Manifestasi Klinik FA
FA dapat simptomatik dapat pula asimptomatik.Gejala-gejala FA sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya.
Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak napas, cepat
lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. FA dapat mencetuskan gejala iskemik pada FA
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada
FA akan menurunkan curah jantung dan dapat menyababkan terjadi gagal jantung kongestif
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. (Aru,dkk, 2009)
Evaluasi Klinik FA
Evaluasi klinik pada pasien FA meliputi :
Anamnesis
o Dapat diketahui tipe FA dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama,
paroksismal, persisten, permanen)
o Mentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-dbar, lemah, sesak nafas
terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau
gagal jantung kongestif
o Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misanya hipertiroid.
Pemeriksaan Fisik
o Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya
o Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
Foto thorax
Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, LVH, fungsi ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Kardioversi
Pengembalian ke irama sinus pada FA akan mengurangi gejala, memperbaiki
hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi dan
memperbaiki fungsi atrium.
Kardioversi farmakologi
Resiko tinggi
Riwayat strok
Hipertensi
TIA
PJK
Gagal jantung
Stenosis mitral
Tirotoksitosis
DM
Fibrilasi
atrium
Paroksismal
Persisten
Permanen
antikoagulan
Pertimbangkan
antiaritmia dan
kardioversi
BAB 4
SIMPULAN
STENOSIS MITRAL
Gangguan pengisisan
ventrikel
Peningkatan tahanan
vaskular pulmonal
Cardiac Output
menurun
Peningkatan kerja
ventrikel kanan
Tubuh kekurangan
pasokan O2 dari darah
Hipertrofi &
Dilatasi Ventrikel
Kanan
Dilatasi atrium
kanan
Penurunan CO
Penurunan SV
Gagal jantung
kanan
Kongesti vena
sistemik
Peningkatan JVP
Hepatomegali
Acites
Edema tungkai
Kebutuhan
metabolisme
tidak terpenuhi
Sesak Nafas &
cepat lelah
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed.V. Jakarta :
InternalPublishing.
Indrajaya, Taufik & Ghanie, Ali. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Stenosis
Mitral. Jakarta: FK UI.
Pangabean, Marulam M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Gagal Jantung.
Jakarta: FK UI.
Setianto, Budhi & Firdaus, Ismail. 20011. Buku Saku Jantung Dasar. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Wilson, LM. 2006. Penyakit Pernafasan Restriktif, Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.