MATERI PRAKTIKUM
Keperawatan Sistem Perkemihan
Ika Yuni Widyawati, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB
1/1/2012
MATERI
INKONTINENSIA URIN
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi prevalensi inkontinensia urin dan faktor risiko yang terkait
dengan terjadinya inkontinensia urin.
Menurut Masyarakat Kontinensi Singapura (2006) dan Smeltzer & Bare (2008),
Inkontinensia urin:
Adalah hilangnya atau keluarnya urin tanpa disadari.
Merupakan masalah kesehatan yang dapat dialami klien dewasa.
Prevalensi inkontinensia urin lebih banyak terjadi pada wanita yaitu 10-58%,
dan prevalensi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, namun
kondisi inkontinensia urin BUKAN merupakan suatu kondisi normal dari proses
menua.
Hasil meta analisis, prevalensi inkontinensia urin pada wanita:
- Amerika
: 37%
- Eropa
: 26%
- Asia
: 14,6%
Variabilitas prevalensi tersebut dapat disebabkan oleh karena adanya perbedaan
definisi inkontinensia urin, populasi sampel dan metodologi survei. Prevalensi di
Asia lebih rendah karena minimnya laporan tentang kondisi inkontinensia urin
mengingat bahwa kondisi inkontinensia tersebut merupakan kondisi yang
memalukan dan dianggap tabu. Tipe inkontinensia urin yang paling sering
dialami oleh wanita adalah tipe Stress Incontinensia.
Prevalensi inkontinensia urin pada pria setengah dari prevalensi kejadian pada
wanita. Tipe inkontinesia urin yang paling sering dialami oleh pria adalah tipe
Urge Incontinensia.
Berbagai faktor yang mempengaruhi atau berkorelasi dengan prevalensi
inkontinensia urin, antara lain:
- Wanita, yang berkaitan dengan menopause, paritas (kehamilan dan
kelahiran anak) tinggi, penurunan esterogen. Perubahan hormonal dapat
mempengaruhi kemampuan uretra dalam mencegah penyerapan air.
Struktur anatomi saluran perkemihan bagian bawah pada wanita yang
lebih pendek diduga juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian inkontinensia urin pada wanita, karena adanya korelasi
antara struktur anatomi tersebut dengan kejadian infeksi yang juga
menjadi salah penyebab inkontinensia urin
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab inkontinensia sementara.
Delirium
Infection (contoh: Urinary Tract Infection yang tidak teratasi)
Atrophic vaginitis atau urethritis
Pharmaceuticals
Psychological
Excess urine production
Restricted mobility atau restraints
- Stool impaction atau constipation, kondisi dapat mengakibatkan
penekanan pada kandung kemih dan menyebabkan keadaan urgency dan
frequency
Inkontinensia Urin Kronis meliputi: (Tanagho, Bella & Lue, 2008 dalam Tanagho
& McAninch, 2008)
- Anatomic Urinary Stress Incontinence, merupakan akibat dari
hipermobilitas segmen vesikoureteral karena kelemahan otot dasar
panggul
- Neuropathic Incontinence, sangat bergantung pada lesi yang terjadi jaras
saraf yang dialami. Kondisi neuropati pada umumnya tidak dapat
diidentifikasi. Inkontinensia yang terjadi dapat bersifat aktif (hiperefleksia
pada detrusor), pasif (atonia spinkter) atau kombinasi keduanya
- Congenital Incontinence, dapat disebabkan oleh gangguan kongenital pada
organ uretra yang disertai dengan epispadia, ekstrophy dan malformasi
cloaca
- Post Traumatic/Iatrogenic Incontinence, merupakan kondisi inkontinensia
yang disebabkan karena trauma pada pelvis atau kerusakan pada sfingter
kandung kemih paska operasi reseksi kandung kemih, urethrotomy
internal, urethral diverticulectomy dan atau perbaikan sfingter
- Fistolous Incontinence. Fistula dapat terjadi pada ureteral, vesika atau
urethral. Penyebab secara umum bersifat iatrogenik baik tindakan operasi
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi jenis inkontinensia dengan tanda-tanda dan gejala terkait.
Bentuk Inkontinensia urin yang umum dialami klien menurut Smeltzer & Bare
(2008); Tanagho, Bella & Lue (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008)
diantaranya adalah:
- Urge Incontinence; terjadi bila klien merasakan dorongan atau keinginan
untuk berkemih namun klien tidak mampu menahan cukup lama. Pada
banyak kasus, kontraksi kandung kemih merupakan faktor yang
menyertai, keadaan ini dapat terjadi pada klien disfungsi neurologi yang
mengganggu penghambatan kontraksi kandung kemih atau pada klien
dengan gejala lokal iritasi akibat infeksi saluran kemih atau tumor
kandung kemih.
- Stress Incontinence; merupakan eliminasi urin di luar keinginan melalui
uretra sebagai akibat peningkatan pada tekanan intra abdomen. Tipe
inkontinensia ini paling sering ditemukan pada wanita yang dapat
disebabkan oleh cedera obstetrik, lesi colum vesika urinaria, kelainan
ektrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrussor, obesitas, valsava manuver dan
sejumlah keadaan lainnya.
- Overflow Incontinence; merupakan inkontinensia yang ditandai dengan
adanya eliminasi urin yang sering dan terjadi hampir terus menerus. Hal
ini berdampak pada kemampuan kandung kemih untuk mengosongkan
isinya secara normal sehingga dapat terjadi distensi yang berlebihan.
Eliminasi urin sering terjadi namun akibat kemampuan pengosongan
kandung kemih tidak optimal maka dapat dikatakan kandung kemih tidak
pernah kosong. Overflow incontinence dapat disebabkan oleh kelainan
neurologik (lesi medulla spinalis), atau oleh berbagai faktor yang
menyumbat saluran keluar urin (yaitu penggunaan obat-obatan, tumor,
striktur dan hiperplasia prostat).
- Functional Incontinence; merupakan inkontinensia dengan fungsi
saluran kemih bagian bawah yang utuh namun masih ada faktor lain
seperti gangguan kognitif berat yang membuat klien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya: Demensia, Alzheimer) atau
gangguan fisik yang menyebabkan klien sulit atau tidak mungkin
menjangkau toilet untuk melakukan urinasi.
KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi cara penilaian (pengkajian) untuk inkontinensia urin.
KOMPETENSI KOGNITIF 5:
Identifikasi pilihan terapi untuk inkontinensia urin (baik dalam bentuk
modifikasi lingkungan, terapi perilaku, medikasi, tindakan operasi maupun
dengan terapi lain).
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama minta klien untuk
menghentikan aliran. Apabila klien mampu menghentikan aliran
urinnya, maka jelaskan pada klien tersebut otot tersebut yang
dilatih dengan PME.
2. Tidak ada kontraksi pada otot abdomen, paha maupun gluteal.
3. Pada saat klien mengkontraksikan otot yang dimaksud, maka
klien tersebut tidak akan menahan nafas atau bernafas biasa.
o Prinsip dasar PME:
Mampu mengenali dan menentukan otot yang benar dan tepat
Mampu melakukan kontraksi dan relaksasi otot yang tepat dan
benar.
Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:
a. Cepat:: Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks, dst.
b. Lambat: Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 23-4-relaks, istirahat-2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst
Atau
1-2-3-4-kontraksi, 1-2-3-4-istirahat, 1-2-3-4-relaks
Latihan dilakukan dengan tehnik kombinasi yaitu seri gerakan cepat
dilanjutkan dengan gerakan lambat dengan frekuensi sama banyak.
Misalnya: 5 kali kontraksi cepat, 5 kali kontraksi lambat. Tehnik
kombinasi ini bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) menyelesaikan
dulu secara keseluruhan kontraksi cepat (sebanyak 5 kali)
dilanjutkan dengan kontraksi lambat (sebanyak 5 kali); atau 2)
dilakukan dengan tehnik selang seling. Latihan ini pun dikerjakan
pada berbagai posisi, yaitu sambil berbaring, sambil duduk, sambil
merangkak, berdiri, jongkok, dll
Awali latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 atau 5 kali
kontraksi setiap seri tergantung kemampuan klien. Frekuensi
kontraksi ini disebut dosis kontraksi dasar.
Lakukan pada dosis awal, 10 seri perhari, sehingga bila kontraksi
dasar adalah 4 kali, maka perhari dilakukan kontraksi 4 cepat, 4
lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi per hari.
Dosis kontraksi dasar ditingkatkan setiap minggu, dengan
menambahkan frekuensi kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan.
Lakukan semua dengan perlahan, tak perlu cepat-cepat
o Kegiatan PME ini dapat dilihat di modul praktikum.
o Menurut Nuhonni (2000), Keberhasilan latihan otot dasar panggul akan
dicapai bila:
Adanya pengertian yang sama antara klien dengan perawat tentang
yang dimaksud dalam pelatihan tersebut
Latihan dilakukan pada otot yang tepat dan dengan cara yang benar
Lakukan secara teratur setiap hari
Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot
tersebut diperlukan
- Urethra:
KOMPETENSI KOGNITIF 6:
Mengidentifikasi cara melakukan Continous Indwelling Catheter.
10
- Klien yang mengalami retensi urin yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain
- Bagian dari tatalaksana klien dewasa yang mengalami inkontinensia urin
yang disertai ulkus tekan grade III atau IV
Kontraindikasi penggunaan Indwelling Catheters meliputi:
- Manajemen klien dengan inkontinensia urin tanpa disertai ulkus tekan grade
III atau IV
- Retensi urin yang dapat diatasi dengan tindakan lain, seperti Clean
Intermittent Catheterization)
Risiko yang dihadapi klien dengan penggunaan Indwelling Catheters meliputi:
- Urinary tract infections presence of pathogenic microorganisms in the
urinary tract with or without signs and symptoms.
- Bacteriuria presence of bacteria in the urine 105 bacteria / mL urine or
greater generally indicates infection.
- Trauma to the urethra
- Increase in mortality and morbidity
Indwelling catheters increase morbidity risks; other complications include pain,
obstruction, urethral erosion, stones, urethritis, fistula, and hematuria.
Prinsip melakukan Continous Indwelling Catheter sama dengan prinsip
melakukan tindakan kateterisasi yaitu STERIL
Prinsip melakukan Clean Intermittent Catheterization: BERSIH
11
Modul B
DIVERSI URIN
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi jenis tindakan diversi urin.
Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan diversi urin merupakan tindakan mengalihkan aliran urin atau
menggantikan fungsi kandung kemih sebagai organ penampung urin.
Tindakan ini diindikasikan pada klien yang mengalami gangguan fungsi kronis
atau kelainan anatomi pada saluran perkemihan bagian bawah, yaitu kandung
kemih dan uretra.
Dasar pertimbangan tindakan diversi urin ini meliputi kondisi penyakit yang
dialami klien dan jenis tindakan (metode) yang dipilih itu sendiri dikaitkan
dengan kemampuan fungsi ginjal dan anatomi klien.
Tindakan diversi urin yang ideal harus mendekati fungsi normal dari kandung
kemih dengan kriteria berikut:
- Urin yang tertampung tidak akan mengalami refluk
- Tekanan rendah
- Tidak bersifat absortif
Berbagai kriteria tersebutlah yang mengakibatkan tidak hanya satu metode
diversi urin saja yang ideal bagi klien dan kondisi penyakit yang dialami.
Kategori tindakan diversi urin dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal yaitu:
- Segmen usus yang akan dipergunakan
- Apakah metode yang dipilih benar-benar dapat berfungsi seperti yang
diharapkan
Bentuk tindakan diversi urin ini lebih lanjut dapat dikategorikan sebagai
berikut:
- Pengganti kandung kemih, dengan kata lain kantong buatan
disambungkan kembali dengan uretra
- Penampung urin, yaitu kantong buatan (diversi urin) difungsikan sebagai
penampung urin tanpa dihubungkan kembali dengan uretra, ujung
pengeluaran urin diletakkan pada dinding abdomen
Beberapa jenis tindakan diversi urin, meliputi:
- Intestinal Conduit, dapat berupa Ileal Conduit, Jejunal Conduit atau Colon
Conduit
- Ureterosigmoidostomy
- Indiana Kock Pouch urinary reservoir
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
12
- Neobladder
KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab dilakukannya tindakan diversi urin.
Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan ini diindikasikan pada klien yang mengalami gangguan fungsi kronis
atau kelainan anatomi pada saluran perkemihan bagian bawah, yaitu kandung
kemih dan uretra.
Beberapa kasus yang memerlukan tindakan diversi urin antara lain:
- Bladder Carcinoma dan Urethral Carcinoma, dimana pada kasus tersebut
harus dilakukan tindakan reseksi massa tumor baik parsial maupun
radikal yang berdampak pada hilangnya fungsi dan struktur (secara
anatomis) organ yang dilakukan tindakan reseksi tersebut.
- Ruptur Uretra
- Fistula, baik vesikovagina maupun uretrovagina
- Neuropathy Bladder
Persiapan dan Konseling Pra Operasi Diversi Urin atau Penggantian Bladder,
meliputi:
- Penjelasan dan diskusi tentang tujuan tindakan
- Penjelasan dan diskusi tentang risiko komplikasi yang timbul akibat
tindakan, seperti masalah seksual, masalah psikologis, perubahan gaya
hidup dan body image
- Pengkajian riwayat kondisi klien sebelumnya, seperti:
- pengalaman operasi, radiasi pada daerah abdomen atau pelvis
- riwayat reseksi atau radiasi area intestinal
- riwayat penyakit sistemik (Diabetes Mellitus)
- riwayat penyakit lain, seperti: gagal ginjal, divertikulitis, enteritis,
colitis ulserative
- Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan radiologis untuk sistem perkemihan
- Pemeriksaan radiologis atau endoskopik untuk melihat kondisi usus besar
dan kecil
KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi komplikasi yang dapat timbul pada stoma.
13
KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada stoma.
The Agency for Health Care
Tindakan pencegahan untuk komplikasi yang dapat timbul menurut Konety,
Barbour & Carrol (dalam Tanagho & McAninch, 2008) yaitu
- Stenosis, biasanya disebabkan karena proses inflamasi kronis dan kondisi
iskemik. Oleh sebab itu pencegahan dilakukan dengan fokus meminimalkan
infeksi (perawatan stoma yang adekuat, personal hygiene, adekuasi nutrisi
dan mobilisasi)
- Dermatitis, reaksi alergi, iritasi sampai dengan infeksi pada kulit: pemilihan
bahan stoma bag, penggunaan pasta pada area periostomal, perawatan stoma,
pencegahan infeksi
- Trauma mekanik:
o Perawatan stoma dengan hati-hati
o Pemilihan stoma bag yang tepat, bila memungkinkan yang double side
- Herniasi maupun prolaps, dengan cara:
o Stoma siting (penentuan lokasi stoma) yang tepat dengan diupayakan
pada area rectus abdominal
o Hindari valsava manuver
o Hindari aktivitas berat
o Apabila herniasi sudah terjadi biasanya dilakukan tindakan pembedahan
untuk repairo
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
14
Modul C
OTHER URINARY TUBES
INSERTION
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi jenis tindakan pasase urin.
Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan pasase urin merupakan tindakan mengeluarkan urin dengan bantuan
alat, yaitu:
- Kateterisasi, yaitu tindakan memasukkan selang ke dalam kandung kemih
melalui orifisium uretra
- Nefrostomy Tube, yaitu tindakan memasukkan selang ke dalam ginjal
melalui tindakan Percutaneus Nephrocystoscopy (PNS)
- Cystostomy Tube, yaitu tindakan memasukkan selang langsung ke dalam
kandung kemih
KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab dilakukannya tindakan pasase urin pada lokasi
selain orifisium uretra.
The Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ) iden
Menurut Tanagho & McAninch (2008); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005);
Smeltzer & Bare (2008):
Tindakan ini diindikasikan pada klien dengan:
A. Retensio urin akibat gangguan pasase urin yang dapat disebabkan oleh
adanya:
- Obstruksi total aliran urin yang disebabkan oleh:
- Batu saluran kemih
- Massa tumor
- Striktur uretra
- Stenosis uretra
B. Ruptur uretra
C. Pemberian obat-obatan yang meningkatkan produksi urin sehingga
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
15
KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi komplikasi yang dapat timbul paska tindakan tersebut.
Menurut Tanagho & McAninch (2008); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005);
Smeltzer & Bare (2008):
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien paska tindakan insersi tube (kateter,
cystostomy tube, nephrostomy tube) tersebut antara lain:
- Infeksi
- Perdarahan
- Inkontinensia urin
- Fistula
- Spasme
- Reaksi alergi
t
KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
paska tindakan tersebut.
The Ag
Menurut Dochterman & Bulechek (2000); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005); Ellis
& Bentz (2007); Smeltzer & Bare (2008); Perry & Potter (2008):
Tindakan pencegahan komplikasi pada klien paska tindakan insersi tube
(kateter, cystostomy tube, nephrostomy tube) tersebut yaitu
- Infeksi, dapat dicegah dengan melakukan tindakan pencegahan infeksi
yang meliputi:
- Tube Care
- Adekuasi nutrisi
- Personal Hygiene
- Mobilisasi
- Perdarahan, dapat terjadi sebagai akibat adanya trauma mekanis yang
dialami klien. Sebagai contoh: kateter atau tube tertarik, maka untuk
tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan meminimalkan manipulasi
pada area insersi kateter atau tube, perawatan dilakukan dengan hati-hati.
- Inkontinensia urin, paling sering terjadi pada klien paska pelepasan
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012
16
17
DAFTAR REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Black, J. & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7th ed). St.LouisMissouri: Elsevier Saunders.
Carpenito, L.J. (2000). Handbook of Nursing Diagnosis. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.
Dochterman, J.M. & Bulechek, G.M. (2000). Nursing Intervention
Classification (NIC) Fourth Edition. Philadhelpia: Mosby Inc.
Ellis, J.R. & Bentz, P.M. (2007). Modules for Basic Nursing Skills. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
GMCT Urology Nursing Education, (2008). Nursing Management of Patients
with
Nephrostomy
tubes,
Diakses
dari
http://www.health.nsw.gov.au/resources/gmct/urology/pdf/tk_nephrosto
my_tube_management.pdf
Gulanick, M. & Myers, J.L. (2007). Nursing Care Plan (Nursing Diagnosis &
Intervention). 6th Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
LeMone, P & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing (Critical Thinking in
Client Care 4 ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Lewis, et al. (2005). Medical Surgical Nursing, Assessment and Management
of Clinical Problem. New South Wales: Mosby Inc.
Moorhead, S., Johnson, M. & Maas, M. (2000). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Third Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2012-2014, Oxford: Wiley Blackwell Publishing.
National Kidney Foundation (2002). Kidney Disease Outcomes and Quality
Initiative (Guidelines for CKD). Diakses dari http://www.kidney.org
Perry, A.G. & Potter, P.A. (2008). Clinical Nursing Skill. St.Louis: Mosby Inc.
Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2003). Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Tanagho, E.A. & McAninch, J.W. (2008). Smiths General Urology, Edisi ke-17,
North America: McGraw Hill Companies Inc.
18