Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

MATERI PRAKTIKUM
Keperawatan Sistem Perkemihan
Ika Yuni Widyawati, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB
1/1/2012

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

MATERI
INKONTINENSIA URIN
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi prevalensi inkontinensia urin dan faktor risiko yang terkait
dengan terjadinya inkontinensia urin.

Menurut Masyarakat Kontinensi Singapura (2006) dan Smeltzer & Bare (2008),
Inkontinensia urin:
Adalah hilangnya atau keluarnya urin tanpa disadari.
Merupakan masalah kesehatan yang dapat dialami klien dewasa.
Prevalensi inkontinensia urin lebih banyak terjadi pada wanita yaitu 10-58%,
dan prevalensi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, namun
kondisi inkontinensia urin BUKAN merupakan suatu kondisi normal dari proses
menua.
Hasil meta analisis, prevalensi inkontinensia urin pada wanita:
- Amerika
: 37%
- Eropa
: 26%
- Asia
: 14,6%
Variabilitas prevalensi tersebut dapat disebabkan oleh karena adanya perbedaan
definisi inkontinensia urin, populasi sampel dan metodologi survei. Prevalensi di
Asia lebih rendah karena minimnya laporan tentang kondisi inkontinensia urin
mengingat bahwa kondisi inkontinensia tersebut merupakan kondisi yang
memalukan dan dianggap tabu. Tipe inkontinensia urin yang paling sering
dialami oleh wanita adalah tipe Stress Incontinensia.
Prevalensi inkontinensia urin pada pria setengah dari prevalensi kejadian pada
wanita. Tipe inkontinesia urin yang paling sering dialami oleh pria adalah tipe
Urge Incontinensia.
Berbagai faktor yang mempengaruhi atau berkorelasi dengan prevalensi
inkontinensia urin, antara lain:
- Wanita, yang berkaitan dengan menopause, paritas (kehamilan dan
kelahiran anak) tinggi, penurunan esterogen. Perubahan hormonal dapat
mempengaruhi kemampuan uretra dalam mencegah penyerapan air.
Struktur anatomi saluran perkemihan bagian bawah pada wanita yang
lebih pendek diduga juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian inkontinensia urin pada wanita, karena adanya korelasi
antara struktur anatomi tersebut dengan kejadian infeksi yang juga
menjadi salah penyebab inkontinensia urin
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

- Usia tua, berkaitan dengan perubahan fisiologis (hilangnya kemampuan


otot lurik di daerah uretra, berkurangnya kapasitas dan kesiapan kandung
kemih), penurunan kognitif
- Pengaruh obat dan alkohol, berkaitan dengan adanya efek diuretik yang
dapat menyebabkan irigasi kandung kemih sehingga hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan dorongan untuk berkemih
- Paska kateterisasi, yang berkaitan dengan kekuatan atau kemampuan otot
lurik uretra
- Obesitas, berkaitan dengan peningkatan tekanan intra abdomen dan
meningkatnya beban otot dasar panggul
- Merokok
- Delirium, berkaitan dengan gangguan kognitif
- Stroke, berkaitan dengan gangguan kognitif
- Penurunan kekuatan otot panggul, yang dapat disebabkan oleh imobilisasi,
aktivitas fisik yang berlebihan, paritas tinggi, paska histerektomi, trauma
pelvis
- Penderita Diabetes Mellitus yang mengalami neuropathy
- Konstipasi, yang berkaitan dengan adanya skibala dan menekan kandung
kemih
- Cystitis, yang berkaitan dengan adanya proses inflamasi pada kandung
kemih yang dapat mengakibatkan peningkatan dorongan untuk berkemih

KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab inkontinensia sementara.

Menurut Chin Chong Min (2006), Inkontinensia urin diklasifikasikan sebagai


berikut
- Inkontinensia Urin Permanen
- Inkontinensia Urin Sementara
The Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ); Tanagho, Bella & Lue
(2008) dalam Tanagho & McAninch (2008) mengklasifikasikan 2 jenis
inkontinensia urin, yaitu
- Akut, kondisi inkontinensia urin dengan karakteristik timbulnya berbagai
gejala yang tiba-tiba dan fungsinya dapat dikembalikan
- Kronis, kondisi inkontinensia urin yang berlangsung lama, progresif dan
fungsinya sulit dikembalikan
Pada dasarnya penyebab terjadinya inkontinensia menurut Setiati (2005) ada 4
yaitu
- Kelemahan otot dasar panggul yang menyangga kandung kemih dan
memperkuat sfingter uretra agar tidak mudah bocor. Otot dasar panggul
yang melemah ini dapat disebabkan banyaknya melahirkan, sering
mengedan, batuk kronik dan yang terpenting karena menghilangnya
hormon estrogen setelah menopause
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

- Timbulnya berbagai kontraksi abnormal pada kandung kemih yang

menimbulkan rangsangan untuk berkemih sebelum waktunya. Kondisi ini


sering dikaitkan dengan penyakit tertentu seperti stroke, demensia,
Parkinson dan sebagainya.
- Adanya sisa air seni di dalam kandung kemih yang cukup banyak
berdampak terhadap pengisian sedikit saja sudah dapat merangsang
keinginan berkemih. Keadaan ini disebabkan oleh pengosongan kandung
kemih yang tidak sempurna.
- Adanya obstruksi pada saluran kemih bagian bawah sebagai contoh
hipertrofi prostat yang dapat memperbanyak sisa air seni di kandung
kemih akibat pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna.
Inkontinensia urin sementara dapat dikategorikan sebagai inkontinensia urin
akut.
Menurut Chin Chong Min (2006); Tanagho, Bella & Lue (2008) dalam Tanagho &
McAninch (2008), penyebab inkontinensia sementara (akut) dapat diketahui
dari riwayat atau kondisi berikut: (INGAT JEMBATAN KELEDAI BERIKUT INI!
POPMIE atau DIAPPERS)
- Psikologis
- Delirium, depresi atau gangguan psikologis lain seperti kecemasan yang
mempengaruhi motivasi atau fungsi
- Mekanisme yang terjadi pada umumnya merupakan gabungan dari
kondisi perangsangan kandung kemih yang overaktif dan relaksasi
sfingter uretra yang tidak tepat
- Pada kondisi delirium, klien dapat mengalami gangguan kognitif
sehingga klien tidak mampu mengingat dan melakukan proses
berkemih secara adekuat. Hal inilah yang mengakibatkan Functional
Incontinencia
- Obat-obatan
- Penggunaan diuretik dapat meningkatkan beban dan daya tampung
urin pada kandung kemih, hal ini dapat mengakibatkan Urge
Incontinencia
- Penggunaan agen anti kolinergik dan sedatif dapat menyebabkan atonia
pada detrusor kandung kemih, sehingga terjadi retensi urin yang kronis
dan hal ini yang mengakibatkan Overflow Incontinencia
- Pengerasan feses
- Feses yang mengeras dapat menekan leher kandung kemih dan
menekan saraf yang menuju uretra dan kandung kemih sehingga
berdampak pada terjadinya retensi urin. Hal inilah yang mengakibatkan
Overflow Incontinencia
- Mobilisasi yang terbatas
- Pada kondisi klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi delirium,
klien dapat mengalami Functional Incontinencia, sehingga klien tidak
mampu melakukan proses berkemih secara adekuat termasuk menuju
ke toilet atau mengunakan alat bantu berkemih (pispot/urinal).
- Keterbatasan gerak juga akan berdampak pada terjadinya penurunan
motilitas usus yang berakibat pada terjadinya pengerasan feses. Feses
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

yang mengeras ini dapat mengakibatkan Overflow Incontinencia


- Infeksi
- Peradangan pada kandung kemih dan uretra dapat menyebabkan
keadaan urgency, frequency dan dysuria yang dapat mengakibatkan
Urge Incontinencia
- Endocrine Problem (Diabetes Mellitus, Diabetes Insipidus, Thyroid)
- Pada kondisi Diabetes Mellitus, peningkatan kadar gula dalam darah
berakibat pada peningkatan diuresis osmotik. Mekanisme ini dapat
mengakibatkan kondisi perangsangan kandung kemih yang overaktif
- Pada Diabetes Insipidus terjadi peningkatan beban keluaran urin
hingga mencapai 10 liter per hari pada kandung kemih dan hal ini yang
mengakibatkan Overflow Incontinencia
- Pada kondisi hipertiroid, keadaan hipermetabolik pada radangan pada
kandung kemih dan uretra dapat menyebabkan keadaan urgency,
frequency dan dysuria yang dapat mengakibatkan Urge Incontinencia
ATAU
-

Delirium
Infection (contoh: Urinary Tract Infection yang tidak teratasi)
Atrophic vaginitis atau urethritis
Pharmaceuticals
Psychological
Excess urine production
Restricted mobility atau restraints
- Stool impaction atau constipation, kondisi dapat mengakibatkan
penekanan pada kandung kemih dan menyebabkan keadaan urgency dan
frequency
Inkontinensia Urin Kronis meliputi: (Tanagho, Bella & Lue, 2008 dalam Tanagho
& McAninch, 2008)
- Anatomic Urinary Stress Incontinence, merupakan akibat dari
hipermobilitas segmen vesikoureteral karena kelemahan otot dasar
panggul
- Neuropathic Incontinence, sangat bergantung pada lesi yang terjadi jaras
saraf yang dialami. Kondisi neuropati pada umumnya tidak dapat
diidentifikasi. Inkontinensia yang terjadi dapat bersifat aktif (hiperefleksia
pada detrusor), pasif (atonia spinkter) atau kombinasi keduanya
- Congenital Incontinence, dapat disebabkan oleh gangguan kongenital pada
organ uretra yang disertai dengan epispadia, ekstrophy dan malformasi
cloaca
- Post Traumatic/Iatrogenic Incontinence, merupakan kondisi inkontinensia
yang disebabkan karena trauma pada pelvis atau kerusakan pada sfingter
kandung kemih paska operasi reseksi kandung kemih, urethrotomy
internal, urethral diverticulectomy dan atau perbaikan sfingter
- Fistolous Incontinence. Fistula dapat terjadi pada ureteral, vesika atau
urethral. Penyebab secara umum bersifat iatrogenik baik tindakan operasi
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

pelvis maupun vaginal

KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi jenis inkontinensia dengan tanda-tanda dan gejala terkait.

Bentuk Inkontinensia urin yang umum dialami klien menurut Smeltzer & Bare
(2008); Tanagho, Bella & Lue (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008)
diantaranya adalah:
- Urge Incontinence; terjadi bila klien merasakan dorongan atau keinginan
untuk berkemih namun klien tidak mampu menahan cukup lama. Pada
banyak kasus, kontraksi kandung kemih merupakan faktor yang
menyertai, keadaan ini dapat terjadi pada klien disfungsi neurologi yang
mengganggu penghambatan kontraksi kandung kemih atau pada klien
dengan gejala lokal iritasi akibat infeksi saluran kemih atau tumor
kandung kemih.
- Stress Incontinence; merupakan eliminasi urin di luar keinginan melalui
uretra sebagai akibat peningkatan pada tekanan intra abdomen. Tipe
inkontinensia ini paling sering ditemukan pada wanita yang dapat
disebabkan oleh cedera obstetrik, lesi colum vesika urinaria, kelainan
ektrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrussor, obesitas, valsava manuver dan
sejumlah keadaan lainnya.
- Overflow Incontinence; merupakan inkontinensia yang ditandai dengan
adanya eliminasi urin yang sering dan terjadi hampir terus menerus. Hal
ini berdampak pada kemampuan kandung kemih untuk mengosongkan
isinya secara normal sehingga dapat terjadi distensi yang berlebihan.
Eliminasi urin sering terjadi namun akibat kemampuan pengosongan
kandung kemih tidak optimal maka dapat dikatakan kandung kemih tidak
pernah kosong. Overflow incontinence dapat disebabkan oleh kelainan
neurologik (lesi medulla spinalis), atau oleh berbagai faktor yang
menyumbat saluran keluar urin (yaitu penggunaan obat-obatan, tumor,
striktur dan hiperplasia prostat).
- Functional Incontinence; merupakan inkontinensia dengan fungsi
saluran kemih bagian bawah yang utuh namun masih ada faktor lain
seperti gangguan kognitif berat yang membuat klien sulit untuk
mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya: Demensia, Alzheimer) atau
gangguan fisik yang menyebabkan klien sulit atau tidak mungkin
menjangkau toilet untuk melakukan urinasi.

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi cara penilaian (pengkajian) untuk inkontinensia urin.

Screening untuk inkontinensia urin diutamakan dilakukan pada klien dewasa


(sesuai dengan peningkatan prevalensi yang terjadi).
Pengkajian:
- Riwayat kesehatan yang dapat dilakukan meliputi: riwayat penggunaan
obat (yang berkontribusi mengakibatkan inkontinensia), kemampuan
bladder (dalam bentuk pencatatan)
- Pencatatan riwayat medis meliputi lama inkontinensia, berbagai kondisi
inkontinensia (rangsangan urgensi, valsava manuver), gejala iritatif dan
obstruktif pada saluran kemih
- Berbagai faktor yang berkontribusi mengakibatkan inkontinensia pada
klien dewasa meliputi:
- Proses degenerasi pada uretra, dimana terjadi penurunan tonus otot
pada kandung kemih, sfingter uretra dan pelvis
- Perubahan atau gangguan neurologis dan status kognitif/afektif
- Penyakit tertentu, seperti gangguan endokrin
- Gangguan kemampuan fungsional, yang berdampak pada penurunan
kemampuan mobilisasi
- Transient Incontinence, yang disebabkan karena berbagai faktor
lingkungan atau penyakit seperti infeksi sistem pernafasan atau infeksi
pada saluran perkemihan
- Penggunaan obat, seperti sedasi, diuretik, agen antikolinergik, kafein
dan alkohol
- Konstipasi
- The Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ)
merekomendasikan penggunaan Bladder Diary yang berfungsi untuk
mengidentifikasi risiko dan kejadian inkontinensia. Bladder Diary pun
dapat digunakan untuk mengenali respons kandung kemih klien melalui
pencatatan rutin yang dilakukan dan hasil yang diperoleh dapat digunakan
untuk melatih klien yang mengalami inkontinensia urin, khususnya
Functional Incontinencia. Bladder Diary dapat dilihat pada modul
praktikum
- Pengkajian kognitif
- Pengkajian fisik, seperti pengkajian pada area abdomen, pelvis, kondisi
kandung kemih, dan berbagai aspek yang berisiko mengalami
inkontinensia urin. INGAT KRITERIA 1B-6P SAAT PEMERIKSAAN
FISIK!
- BLADDER, terdapat distensi ada atau tidak
- PELVIS, ada tidaknya massa pada pelvis dan jejas
- PROLAPS VULVA
- PENIS, ada tidaknya stenosis meatus eksternal
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

- PEMERIKSAAN REKTAL, untuk menentukan ukuran prostat, ada


tidaknya feses dan tonus anal
- PERIFER, untuk melakukan pemeriksaan neurologis untuk alat-alat
gerak

KOMPETENSI KOGNITIF 5:
Identifikasi pilihan terapi untuk inkontinensia urin (baik dalam bentuk
modifikasi lingkungan, terapi perilaku, medikasi, tindakan operasi maupun
dengan terapi lain).

Pilihan terapi bersifat individualistik tergantung pada kondisi klien dan


inkontinensia urin yang dialami.
Beberapa pilihan terapi untuk inkontinensia urin menurut Smeltzer & Bare
(2008; Tanagho, Bella & Lue (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
A. MODIFIKASI LINGKUNGAN
- Tujuan utama dari tindakan ini adalah memudahkan klien dalam
melakukan urinasi
- Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
o Pemasangan bel di ruang perawatan yang mudah dijangkau oleh klien
o Memberikan penerangan yang cukup pada ruangan
o Pada klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi, maka dapat
dipersiapkan toilet duduk portabel, urinal atau bedpan/pispot
o Hindari penggunaan restraints, termasuk penghalang tempat tidur
terutama yang sulit dibuka oleh klien, mengingat klien dengan
inkontinensia urin perlu segera berkemih dan apabila ada penghalang
maka prosedur bantuan untuk terapi pemulihan inkontinensia urin
terhambat
o Melatih ROM pasif dan aktif untuk meningkatkan kekuatan otot
B. TERAPI PERILAKU
- Tujuan utama tindakan ini adalah untuk melatih klien untuk mengenali
jadwal dan berbagai kondisi yang dialami berkaitan dengan inkontinensia
urin
- Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
o Schedule Toileting, setiap 2-3 jam sekali. Hal ini cukup efektif untuk
klien yang dengan Functional Incontinencia
o Bladder Training, tidak jauh berbeda dengan Schedule Toileting namun
waktu untuk berkemih diperpendek yaitu setiap 1-2 jam sekali diluar
jam istirahat. Melalui tindakan ini diharapkan pengosongan kandung
kemih dapat berlangsung kontinyu dan tidak berdampak pada tidak
adanya sisa urin pada kandung kemih. Tindakan ini cukup efektif
dilakukan pada klien dengan Urge Incontinence dan Stress Incontinence.
o Habit training, bertujuan untuk mengetahui kemampuan kandung
kemih klien dalam menampun urin. Melalui tindakan ini klien diminta
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

untuk menggunakan Bladder Diary untuk mengetahui respons kandung


kemih dalam urinasi dan interval berkemih klien, untuk kemudian
selanjutnya klien akan melakukan urinasi terjadwal (sesuai dengan
interval yang terjadi pada klien dan pada setiap minggunya interval ini
dipercepat 15-30 menit.
o Prompted voiding, merupakan tindakan scheduled toileting dengan
memberikan dorongan atau penghargaan positif apabila klien mampu
mempertahankan kemampuan dalam hal urinary training dan
dibuktikan dengan tidak adanya urin keluar tanpa dapat dikendalikan
(klien tetap dalam kondisi kering).
o Kegel Exercise atau Pelvic Muscle Exercise (PME):
Yaitu suatu bentuk latihan berseri pada otot dasar panggul dengan
tujuan untuk melatih kekuatan pada otot-otot dasar panggul tersebut
dan membantu mengontrol keluarnya urin. Otot ini terdiri dari:
1. Otot kandung kemih; otot ini seperti balon dan mengendalikan
urin
2. Otot sphincter; otot ini membantu dalam membuka dan
menutupnya uretra dari kandung kemih
3. Otot dasar pelvic; otot ini dikenal juga dengan otot pubococcygeal
(PC), otot ini berguna mensupport kandung kemih dan rectum,
serta membantu mengontrol keluarnya urin.
Menurut Wilkinson (2007) latihan otot dasar panggul dapat
memperkuat ototpubokoksigeal dengan kontraksi volunteer yang
berulang untuk menurunkan inkontinensia stress atau urgency.
Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar, sehingga sulit untuk
menilai kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu, syarat utama
pelaksanaan latihan ini adalah 1) klien tidak mengalami gangguan
kognitif, dengan harapan mampu mengikuti petunjuk dari Perawat
yang mengajarkan latihan tersebut dan 2) klien harus benar-benar
mampu menentukan otot yang tepat dan benar.
Latihan ini dapat dipergunakan untuk klien dengan inkontinensia
urin maupun inkontinensia alvi
Ada beberapa cara untuk memastikan penggunaan otot yang tepat
(Nusdwinuringtyas, 2006);
1. Berikan gambaran pada klien bahwa otot yang dipergunakan
untuk PME sama dengan otot yang digunakan pada saat menahan
kencing (untuk inkontinensia urin) atau menahan flatus atau BAB
(untuk inkontinensia alvi). Jelaskan bahwa pada saat menahan
maka otot dalam keadaan berkontraksi. Praktikkan (dapat
dilakukan di toilet atau di tempat tidur dengan bantuan alat)
dengan cara: 1) berikan penjelasan tentang tujuan tindakan (yaitu
untuk menunjukkan bagian otot yang tepat untuk dipergunakan
saat PME) dan prosedurnya (bahwa klien akan diminta berkemih
dan secara tiba-tiba Perawat akan meminta klien untuk
menghentikan aliran urinnya secara penuh, setelah itu berkemih
dapat dilanjutkan kembali); 2) minta klien untuk berkemih dan
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama minta klien untuk
menghentikan aliran. Apabila klien mampu menghentikan aliran
urinnya, maka jelaskan pada klien tersebut otot tersebut yang
dilatih dengan PME.
2. Tidak ada kontraksi pada otot abdomen, paha maupun gluteal.
3. Pada saat klien mengkontraksikan otot yang dimaksud, maka
klien tersebut tidak akan menahan nafas atau bernafas biasa.
o Prinsip dasar PME:
Mampu mengenali dan menentukan otot yang benar dan tepat
Mampu melakukan kontraksi dan relaksasi otot yang tepat dan
benar.
Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:
a. Cepat:: Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks, dst.
b. Lambat: Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 23-4-relaks, istirahat-2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst
Atau
1-2-3-4-kontraksi, 1-2-3-4-istirahat, 1-2-3-4-relaks
Latihan dilakukan dengan tehnik kombinasi yaitu seri gerakan cepat
dilanjutkan dengan gerakan lambat dengan frekuensi sama banyak.
Misalnya: 5 kali kontraksi cepat, 5 kali kontraksi lambat. Tehnik
kombinasi ini bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) menyelesaikan
dulu secara keseluruhan kontraksi cepat (sebanyak 5 kali)
dilanjutkan dengan kontraksi lambat (sebanyak 5 kali); atau 2)
dilakukan dengan tehnik selang seling. Latihan ini pun dikerjakan
pada berbagai posisi, yaitu sambil berbaring, sambil duduk, sambil
merangkak, berdiri, jongkok, dll
Awali latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 atau 5 kali
kontraksi setiap seri tergantung kemampuan klien. Frekuensi
kontraksi ini disebut dosis kontraksi dasar.
Lakukan pada dosis awal, 10 seri perhari, sehingga bila kontraksi
dasar adalah 4 kali, maka perhari dilakukan kontraksi 4 cepat, 4
lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi per hari.
Dosis kontraksi dasar ditingkatkan setiap minggu, dengan
menambahkan frekuensi kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan.
Lakukan semua dengan perlahan, tak perlu cepat-cepat
o Kegiatan PME ini dapat dilihat di modul praktikum.
o Menurut Nuhonni (2000), Keberhasilan latihan otot dasar panggul akan
dicapai bila:
Adanya pengertian yang sama antara klien dengan perawat tentang
yang dimaksud dalam pelatihan tersebut
Latihan dilakukan pada otot yang tepat dan dengan cara yang benar
Lakukan secara teratur setiap hari
Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot
tersebut diperlukan

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

o Electrical Stimulation Treatment pada otot dasar panggul.


o Menghindari konsumsi minuman yang dapat mengakibatkan iritasipada
kandung kemih, seperti kafein dan alkohol.
o Pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup.
C. TERAPI FARMAKOLOGI
- Bladder:

o Tricyclics: imipramine, berfungsi merelaksasikan otot polos dan


mengkontraksikan otot-otot pada leher kandung kemih dan dapat
digunakan untuk mengatasi Stress Incontinence.
o Anticholinergics: propantheline, dicyclomine, oxybutynin, berfungsi
merelaksasikan otot polos kandung kemih
o Calcium channel blockers nifedipine, terodiline
o Cholinergics, meningkatkan kontraksi kandung kemih (digunakan
untuk mengatasi Urge Incontinence)

- Urethra:

o Alpha-adrenergics: phenylpropanolamine, pseudoephedrine


o Estrogen, alpha-blockers: prazosin, terazosin
o Central relaxants: baclofen, dantrolene, diazepam
D. TERAPI PEMBEDAHAN
- Artificial Urinary Sphincters with pump: untuk meningkatkan fungsi
sfingter.
- Prostatectomy (TURP: untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran
prostat).
- Dilation of urethral stricture.
- Sirkumsisi: untuk phimosis atau balanitis.
- Penile reconstruction: pada kasus trauma atau karsinoma.
- Urinary diversion.
- Suprapubic catheterization
E. ALAT BANTU
- Penggunaan absorbent products seperti diapers, gels, underpads, dll.
- Penggunaan pembersih kulit (area perineal) yang non alkohol.
- Penggunaan alat bantu berkemih
- External catheters, seperti kateter kondom untuk laki-laki
- Indwelling urethral catheters, apabila terapi pembedahan dan tindakan
intermittent catheterization gagal.

KOMPETENSI KOGNITIF 6:
Mengidentifikasi cara melakukan Continous Indwelling Catheter.

Indikasi Indwelling Catheters:


- Pada klien dengan penyakit akut yang memerlukan monitoring hemodinamik
(salah satunya produksi urin)
- Sebagai bagian dari tatalaksana klien dengan kasus terminal
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

10

- Klien yang mengalami retensi urin yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain
- Bagian dari tatalaksana klien dewasa yang mengalami inkontinensia urin
yang disertai ulkus tekan grade III atau IV
Kontraindikasi penggunaan Indwelling Catheters meliputi:
- Manajemen klien dengan inkontinensia urin tanpa disertai ulkus tekan grade
III atau IV
- Retensi urin yang dapat diatasi dengan tindakan lain, seperti Clean
Intermittent Catheterization)
Risiko yang dihadapi klien dengan penggunaan Indwelling Catheters meliputi:
- Urinary tract infections presence of pathogenic microorganisms in the
urinary tract with or without signs and symptoms.
- Bacteriuria presence of bacteria in the urine 105 bacteria / mL urine or
greater generally indicates infection.
- Trauma to the urethra
- Increase in mortality and morbidity
Indwelling catheters increase morbidity risks; other complications include pain,
obstruction, urethral erosion, stones, urethritis, fistula, and hematuria.
Prinsip melakukan Continous Indwelling Catheter sama dengan prinsip
melakukan tindakan kateterisasi yaitu STERIL
Prinsip melakukan Clean Intermittent Catheterization: BERSIH

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

11

Modul B
DIVERSI URIN
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi jenis tindakan diversi urin.
Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan diversi urin merupakan tindakan mengalihkan aliran urin atau
menggantikan fungsi kandung kemih sebagai organ penampung urin.
Tindakan ini diindikasikan pada klien yang mengalami gangguan fungsi kronis
atau kelainan anatomi pada saluran perkemihan bagian bawah, yaitu kandung
kemih dan uretra.
Dasar pertimbangan tindakan diversi urin ini meliputi kondisi penyakit yang
dialami klien dan jenis tindakan (metode) yang dipilih itu sendiri dikaitkan
dengan kemampuan fungsi ginjal dan anatomi klien.
Tindakan diversi urin yang ideal harus mendekati fungsi normal dari kandung
kemih dengan kriteria berikut:
- Urin yang tertampung tidak akan mengalami refluk
- Tekanan rendah
- Tidak bersifat absortif
Berbagai kriteria tersebutlah yang mengakibatkan tidak hanya satu metode
diversi urin saja yang ideal bagi klien dan kondisi penyakit yang dialami.
Kategori tindakan diversi urin dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal yaitu:
- Segmen usus yang akan dipergunakan
- Apakah metode yang dipilih benar-benar dapat berfungsi seperti yang
diharapkan
Bentuk tindakan diversi urin ini lebih lanjut dapat dikategorikan sebagai
berikut:
- Pengganti kandung kemih, dengan kata lain kantong buatan
disambungkan kembali dengan uretra
- Penampung urin, yaitu kantong buatan (diversi urin) difungsikan sebagai
penampung urin tanpa dihubungkan kembali dengan uretra, ujung
pengeluaran urin diletakkan pada dinding abdomen
Beberapa jenis tindakan diversi urin, meliputi:
- Intestinal Conduit, dapat berupa Ileal Conduit, Jejunal Conduit atau Colon
Conduit
- Ureterosigmoidostomy
- Indiana Kock Pouch urinary reservoir
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

12

- Neobladder

KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab dilakukannya tindakan diversi urin.

Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan ini diindikasikan pada klien yang mengalami gangguan fungsi kronis
atau kelainan anatomi pada saluran perkemihan bagian bawah, yaitu kandung
kemih dan uretra.
Beberapa kasus yang memerlukan tindakan diversi urin antara lain:
- Bladder Carcinoma dan Urethral Carcinoma, dimana pada kasus tersebut
harus dilakukan tindakan reseksi massa tumor baik parsial maupun
radikal yang berdampak pada hilangnya fungsi dan struktur (secara
anatomis) organ yang dilakukan tindakan reseksi tersebut.
- Ruptur Uretra
- Fistula, baik vesikovagina maupun uretrovagina
- Neuropathy Bladder
Persiapan dan Konseling Pra Operasi Diversi Urin atau Penggantian Bladder,
meliputi:
- Penjelasan dan diskusi tentang tujuan tindakan
- Penjelasan dan diskusi tentang risiko komplikasi yang timbul akibat
tindakan, seperti masalah seksual, masalah psikologis, perubahan gaya
hidup dan body image
- Pengkajian riwayat kondisi klien sebelumnya, seperti:
- pengalaman operasi, radiasi pada daerah abdomen atau pelvis
- riwayat reseksi atau radiasi area intestinal
- riwayat penyakit sistemik (Diabetes Mellitus)
- riwayat penyakit lain, seperti: gagal ginjal, divertikulitis, enteritis,
colitis ulserative
- Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan radiologis untuk sistem perkemihan
- Pemeriksaan radiologis atau endoskopik untuk melihat kondisi usus besar
dan kecil

KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi komplikasi yang dapat timbul pada stoma.

Komplikasi pada stoma dapat dikenali apabila perawat memahami kondisi


normal dari stoma. Karakteristik stoma normal yang harus diidentifikasi
meliputi:
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

13

- Warna stoma: merah muda


- Ukuran: tetap (tidak bertambah atau berkurang)
- Tidak ada pengeluaran urin disekeliling stoma atau pada area periostoma
- Kondisi periostoma: intak, tidak ada kemerahan atau lecet
Komplikasi yang dapat timbul pada stoma menurut Konety, Barbour & Carrol
(dalam Tanagho & McAninch, 2008) meliputi:
- Komplikasi pada stoma:
- Nekrosis, yaitu kondisi kematian jaringan (stoma)
- Stenosis, yaitu mengecilnya lumen stoma
- Herniasi
- Retraksi
- Prolaps
- Komplikasi pada area periostoma:
- Dermatitis
- Reaksi alergi
- Iritasi sampai dengan infeksi pada kulit
- Trauma mekanik
- Herniasi
- Retraksi

KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
pada stoma.
The Agency for Health Care
Tindakan pencegahan untuk komplikasi yang dapat timbul menurut Konety,
Barbour & Carrol (dalam Tanagho & McAninch, 2008) yaitu
- Stenosis, biasanya disebabkan karena proses inflamasi kronis dan kondisi
iskemik. Oleh sebab itu pencegahan dilakukan dengan fokus meminimalkan
infeksi (perawatan stoma yang adekuat, personal hygiene, adekuasi nutrisi
dan mobilisasi)
- Dermatitis, reaksi alergi, iritasi sampai dengan infeksi pada kulit: pemilihan
bahan stoma bag, penggunaan pasta pada area periostomal, perawatan stoma,
pencegahan infeksi
- Trauma mekanik:
o Perawatan stoma dengan hati-hati
o Pemilihan stoma bag yang tepat, bila memungkinkan yang double side
- Herniasi maupun prolaps, dengan cara:
o Stoma siting (penentuan lokasi stoma) yang tepat dengan diupayakan
pada area rectus abdominal
o Hindari valsava manuver
o Hindari aktivitas berat
o Apabila herniasi sudah terjadi biasanya dilakukan tindakan pembedahan
untuk repairo
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

14

Modul C
OTHER URINARY TUBES
INSERTION
KOMPETENSI KOGNITIF 1:
Identifikasi jenis tindakan pasase urin.

Menurut Konety, Barbour & Carrol (2008) dalam Tanagho & McAninch (2008):
Tindakan pasase urin merupakan tindakan mengeluarkan urin dengan bantuan
alat, yaitu:
- Kateterisasi, yaitu tindakan memasukkan selang ke dalam kandung kemih
melalui orifisium uretra
- Nefrostomy Tube, yaitu tindakan memasukkan selang ke dalam ginjal
melalui tindakan Percutaneus Nephrocystoscopy (PNS)
- Cystostomy Tube, yaitu tindakan memasukkan selang langsung ke dalam
kandung kemih

KOMPETENSI KOGNITIF 2:
Identifikasi penyebab dilakukannya tindakan pasase urin pada lokasi
selain orifisium uretra.
The Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ) iden
Menurut Tanagho & McAninch (2008); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005);
Smeltzer & Bare (2008):
Tindakan ini diindikasikan pada klien dengan:
A. Retensio urin akibat gangguan pasase urin yang dapat disebabkan oleh
adanya:
- Obstruksi total aliran urin yang disebabkan oleh:
- Batu saluran kemih
- Massa tumor
- Striktur uretra
- Stenosis uretra
B. Ruptur uretra
C. Pemberian obat-obatan yang meningkatkan produksi urin sehingga
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

15

memerlukan pemantauan ketat


D. Pemberian cairan dalam jumlah yang terlalu besar
E. Klien yang mengalami penurunan kesadaran
F. Klien dengan tindakan operasi besar
G. Klien dengan inkontinensia urine
H. Klien dengan cedera medula spinalis, degenerasi neuromuskular

KOMPETENSI KOGNITIF 3:
Identifikasi komplikasi yang dapat timbul paska tindakan tersebut.

Menurut Tanagho & McAninch (2008); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005);
Smeltzer & Bare (2008):
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien paska tindakan insersi tube (kateter,
cystostomy tube, nephrostomy tube) tersebut antara lain:
- Infeksi
- Perdarahan
- Inkontinensia urin
- Fistula
- Spasme
- Reaksi alergi
t
KOMPETENSI KOGNITIF 4:
Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi
paska tindakan tersebut.
The Ag
Menurut Dochterman & Bulechek (2000); Lewis, Heitkemper & Dirksen (2005); Ellis
& Bentz (2007); Smeltzer & Bare (2008); Perry & Potter (2008):
Tindakan pencegahan komplikasi pada klien paska tindakan insersi tube
(kateter, cystostomy tube, nephrostomy tube) tersebut yaitu
- Infeksi, dapat dicegah dengan melakukan tindakan pencegahan infeksi
yang meliputi:
- Tube Care
- Adekuasi nutrisi
- Personal Hygiene
- Mobilisasi
- Perdarahan, dapat terjadi sebagai akibat adanya trauma mekanis yang
dialami klien. Sebagai contoh: kateter atau tube tertarik, maka untuk
tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan meminimalkan manipulasi
pada area insersi kateter atau tube, perawatan dilakukan dengan hati-hati.
- Inkontinensia urin, paling sering terjadi pada klien paska pelepasan
Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

16

tindakan kateterisasi. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan


Bladder Training atau kombinasi dengan Pelvic Muscle Exercise (PME)
untuk melatih fungsi otot-otot dasar panggul dan otot pada kandung
kemih untuk mengenali sensasi berkemih. Bila tidak teratasi, maka
diperlukan medikasi untuk mengatasi hal ini.
- Fistula, terjadi biasanya diakibatkan oleh proses infeksi. Oleh sebab itu
tindakan pencegahan yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan
pencegahan infeksi.
- Spasme, sampai saat ini tindakan spesifik untuk mencegah hal ini belum
diketahui, namun apabila sudah terjadi dapat diberikan medikasi.
- Reaksi alergi, jarang dijumpai namun dapat dicegah dengan memilih
produk kateter atau tube yang hipoalergenik
Prosedur tindakan dapat dilihat di modul praktikum
ency for Health Care Research and Quality (AHRQ)

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

17

DAFTAR REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Black, J. & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7th ed). St.LouisMissouri: Elsevier Saunders.
Carpenito, L.J. (2000). Handbook of Nursing Diagnosis. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.
Dochterman, J.M. & Bulechek, G.M. (2000). Nursing Intervention
Classification (NIC) Fourth Edition. Philadhelpia: Mosby Inc.
Ellis, J.R. & Bentz, P.M. (2007). Modules for Basic Nursing Skills. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
GMCT Urology Nursing Education, (2008). Nursing Management of Patients
with
Nephrostomy
tubes,
Diakses
dari
http://www.health.nsw.gov.au/resources/gmct/urology/pdf/tk_nephrosto
my_tube_management.pdf
Gulanick, M. & Myers, J.L. (2007). Nursing Care Plan (Nursing Diagnosis &
Intervention). 6th Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
LeMone, P & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing (Critical Thinking in
Client Care 4 ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Lewis, et al. (2005). Medical Surgical Nursing, Assessment and Management
of Clinical Problem. New South Wales: Mosby Inc.
Moorhead, S., Johnson, M. & Maas, M. (2000). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Third Edition, Philadhelpia: Mosby Inc.
NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2012-2014, Oxford: Wiley Blackwell Publishing.
National Kidney Foundation (2002). Kidney Disease Outcomes and Quality
Initiative (Guidelines for CKD). Diakses dari http://www.kidney.org
Perry, A.G. & Potter, P.A. (2008). Clinical Nursing Skill. St.Louis: Mosby Inc.
Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2003). Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical-Surgical Nursing (10th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Tanagho, E.A. & McAninch, J.W. (2008). Smiths General Urology, Edisi ke-17,
North America: McGraw Hill Companies Inc.

15. Berbagai artikel jurnal.

Materi Praktikum Kep.Sistem Perkemihan/FKp UNAIR/IYW@2012

18

Anda mungkin juga menyukai