Bronchitis adalah suatu peradangan bronchioles, bronchus, dan trachea oleh berbagai
sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, maupun parasit (Sudoyo, 2012)
Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis akut dan kronik (Sudoyo, 2012) :
Bronchitis akut adalah serangan bronchitis dengan perjalanan penyakit yang singkat dan
berat, disebabkan oleh karena terkena dingin, penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi
akut, dan ditandai dengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.
Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat
serangan berulang bronchitis akut atau penyakitpenyakit umum kronis, dan ditandai dengan
batuk, ekspektorasi, dan perubahan sekunder jaringan paru
Etiologi
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par influenza, dan Coxsackie virus (Sylvia, 2013).
Sedangkan pada bronchitis kronik dan batuk berulang adalah sebagai berikut (Sylvia, 2013):
1. spesifik
a. Asma
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma, chlamydia,
pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis
e. Sindrom aspirasi.
pasien
ke
pasien.
Dahak
berwarna
hijaukekuningan.
2. Dyspnea (sesak
napas)
secara
bertahap
yang
bening,
meningkat
putih
dengan
atau
tingkat
Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi
yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat
jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan akibatnya
bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles
dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag
alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut
terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya,
mungkin terjadi perubahan paru yang 22 irreversible, kemungkinan mengakibatkan emphysema
dan bronchiectasis (Sylvia, 2013)
Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan berfungsi, untuk
memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk mencegah
kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan dalam pola batuk
adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi
antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk membantu membuang
sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan bronchospasme dan
mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh
bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage dan perkusi dada 4 setelah
pengobatan biasanya sangat membantu, terutama bila terdapat bronchiectasis. Cairan (yang
diberikan per oral atau parenteral jika bronchospasme berat) adalah bagian penting dari terapi,
karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan mudah
dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien
tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus
menghentikan merokok karena menyebabkan bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang
penting dalam membuang partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang
memainkan peran penting dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih
rentan terhadap infeksi bronchial (Katzung, 2013)
Katzung G Betram. 2013. Farmokologi dasar dan klinik edisi 10. Jakarta. Salemba medika.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M. Wilson. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses- Proses Penyakit. Ed. 6 (576). Jakarta. EGC.
Sudoyo, Aru ., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadribrata, Marcellus., Setiati, Siti. 2012.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing.
Robbins, Stanley L, et al. 2012. Buku Ajar Patologi. Ed.7 . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.