Anda di halaman 1dari 39

ABOUT

Browse books

Browse documentsMEMBERSHIPS

Join today

Invite Friends

Gifts
ADVERTISE WITH US

AdChoices
SUPPORT

Help

FAQ

Press

Purchase help
PARTNERS

Publishers

Developers / API
LEGAL

Terms

Privacy

Copyright

Copyright 2015 Scribd Inc.


Mobile Site
Language
English

referat jadi
referat jadi

YELSA YULANDA

(0 Ratings)
by Yelsa Yulanda
24 pages
DOWNLOAD
ADD TO LIBRARY

KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................

B. Rumusan masalah.............................................................................

C. Tujuan penulisan..............................................................................

BAB II PENGERTIAN
A. Defenisi DBD...................................................................................

B. Etiologi.............................................................................................

C. Penularan..........................................................................................

D.

Manifestasi Klinis............................................................................

E. Patofisiologi......................................................................................

12

F.

Diagnosis Penyakit DBD.................................................................

14

G. PrognosisPenyakit............................................................................

14

H.

Penatalaksanaan...............................................................................

15

I.

Pencegahan.......................................................................................

15

BAB III TUJUAN UMUM..........................................................................

18

BAB IV PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DBD


A. Surveilans penyakit DBD.................................................................

19

B. Tujuan ..............................................................................................

22

C. Sasaran.............................................................................................

22

A. Langkah-langkah..............................................................................

23

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................

29

B. Saran ................................................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

31

LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau
lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes
aegepty. Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan
masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini
disebabkan karena DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan
kematiannya masih tinggi.
Menurut Word Health Organization (1995)populasi di dunia
diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama
yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga
diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap
tahun.

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama


dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam
dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah
sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15
tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan
perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO
mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand.
Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di
Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02
per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu
sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per
100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus
DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang
(Kompas, 2010). Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486
kasus dengan kematian 403 orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2003,
jumlah kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada 26 kab./kota
sebanyak 2.636 penderita dengan kematian 39 orang (CFR= 1,48 %),
disamping itu pula jumlah kejadian luar biasa (KLB) sebanyak 82 kejadian

dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan kematian 19 orang


(CFR=3,84%). Bila dibandingkan dengan kejadian KLB Demam Berdarah
Dengue Tahun 2002 maka jumlah kejadian mengalami peningkatan sebesar
1,60 kali, jumlah penderita meningkat sebesar 4,21 kali dan jumlah kematian
meningkat 1,97%.
Sedangkan untuk tahun 2004, telah dilaporkan kejadian penyakit
Demam Berdarah sebanyak 2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat)
dengan kematian 19 orang (CFR=0,7%).
Berdasarkan laporan P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan
pada tahun 2010 sebesar 49 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8%, angka
IR tertinggi adalah kota Parepare 188 per 100.000, menyusul Selayar 1
per/100.000

dan

Jeneponto

per

100.000

penduduk

sedangkan

Bantaeng,Luwu Timur, Toraja Utara IR 0%.


Saat ini pengendalian terhadap vektor adalah metode yang tersedia
untuk pencegahan demam berdarah dan kontrol terhadap DBD. WHO sendiri
terus mengembangkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian
dengue / DBD, dengan prioritas utama: memperkuat surveilans epidemiologi,
mempercepat pelatihan dan penerapan standar WHO terkait manajemen dan
pedoman klinis DBD, promosi perubahan perilaku pada tingkat individu,
rumah tangga dan masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan
pengendalian, serta penelitian percepatan pada pengembangan vaksin.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di
atas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit DBD ?
2. Bagaimana gambaran pedoman surveilans epidemiologi penyakit DBD ?

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit DBD ?
2. Untuk mengetahui pedoman surveilans epidemiologi penyakit DBD ?

BAB II
PENGERTIAN
A. Defenisi DBD
Penyakit

Demam Berdarah

Dengue

(DBD)

adalah

penyakit

menularyang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk


AedesAegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai
saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam

dekadeterakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi


penderitapenyakit DBD pada orang dewasa.

B. Penyebab
Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang
dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod
Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3
merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang
berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan
7hari.6

C. Penularan
Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh
Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempatdengan
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang
kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit
demam dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak
spesipik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali

(Asimtomatis). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam


waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah
pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus dengue dengan
virus tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah
dengue (Teori Infeksi Sekunder).6

D. Tanda danGejala Penyakit


1. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus
menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.
2. Tanda-Tanda Pendarahan
Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD ialah:
a. Trombositopeni
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat
berupa:
-

Uji Tourniquet (Rumple Leede) positif


Uji Torniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat
dinilai sebagai presumtif test (dugaan keras) oleh karena Uji

10

Torniquet positif pada hari-hari pertama demam ditemukan pada


sebagian besar penderita penyakit DBD. Namum uji Torniquet
positif juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak,
demamchikungunyah) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat
lipat siku (fosa cubiti).
-

Petechiae, Purpura, Echymosis dan perdarahan conjunctiva.

(Petechiae sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.


Untuk membedakannya: regangkan kulit, jika hilang maka bukan
petheciae). Petechiae merupakan tanda perdarahan yang tersering
ditemukan.

Tanda

ini

dapat

muncul

pula

perdarahan

subkonjunctiva atau hematuri.


-

Hematemesis, melena.

Hematuria.

3. Hepatomegali (Pembesaran Hati)


Sifat pembesaran hati :
a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit.
b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.
c. Nyeri tekan sering kali ini ditemukan tanpa disrtai ikterus.
Pembesaran hati mungkin disebabkan strain serotipe virus dengue.

11

4. Renjatan (Shock)
Tanda-tanda renjatan :
a. Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,
b. Penderita menjadi gelisah.
c. Sianosis disekitar mulut.
d. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.
e. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).
f. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg
atau kurang).
Sebab renjatan:
a. Karena perdarahan atau
b. Karena kebocoran plasma ke darah ekstra vaskuler melalui kapiler
yang rusak.
5. Trombositopeni
a. Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara
heri ketiga samapi ke tujuh sakit.
b. Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal dua kali. Pertama pada
waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima
sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.

12

6. Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang
peka terhadap akan terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan berulang secara periodik.
7. Gejala Klinik lain
a. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD ialah
anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan
kejang.
b. Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan
penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai ensefalitis.
c. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului
perdarahan gastrointestinal dan renjatan.6

E. Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:
1. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
2. Menurunnya volume plasma darah
3. Terjadinya hipotensi
4. Trombositopeni
5. Diatesis hemoragik

13

Penyelidikan autopsi 100 penderita penyakit DBD yang meninggal


membuktikan

terdapat

kerusakan

umum

sistem

vaskuler

akibat

peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein


plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan
perikardia.
Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau
lebih. Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan
nilai hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan
renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena
itu dengan pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan
cepat dan efusi pleura setelah beberapa hari akan menghilang.
Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran
pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan
tidak dapat diatasi.
Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara
intensif yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi
trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII,
IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah
trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit dan
penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan

14

dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan penyebab


utama.
Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus,
subendokard, kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di
samping itu didapatkan peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi
sistem retikuloendotelial. Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai
dengan kelainan dari yellow Feber.
Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi
sitem komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit
DBD/DSS. Kompleks imun telah ditemukan pada penderita antara hari
ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas
komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai sifat anafilatoksin
dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.6

F. Diagnosa Penyakit DBD


Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
2. Tanda perdarahan dan/atau
3. Pembesaran hati
4. Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang)

15

5. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit


sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama
dalam perawatan.
Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD
ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).6

G. Prognose Penyakit
Prognose penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu
masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tergolong. Sebaliknya pasien yang keadaan umumnya
sangat buruk dengan pengobatan yang adekuat dapat tergolong.6

H. Pengobatan
Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan
penderita penyakit DBD simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang
hilang karena kebocoran plasma.6

I. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:

16

1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping
kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak.
Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah
7-10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan
tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada
tempat-tempat tersebut.
c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
seminggu sekali.
d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentikjentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik.

17

e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan


menggunakan tanah.
f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah
dari daun.

2.

Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan
nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan.
seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya
dengan bakteri Bt H-14.

3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan
kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion
yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti
sampai batas tertentu.

18

b. Memberikan

bubuk

abate

(temephos)

pada

tempat-tempat

penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit
DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita
sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan
air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubanglubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik
nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus
seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida,
menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa
jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan
kondisi setempat.

BAB III
TUJUAN UMUM
Tujuan dari surveilans sendiri adalah Tersedianya data dan informasi
epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan

19

peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia.1
Daerah endemik adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit menetap
yang berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.8
Daerah non endemik adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit tidak
menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.
Surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non endemik juga
menjadi prioritas karena daerah non endemik bisa saja berubah menjadi kondisi
yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penularan penyakit DBD, oleh karena
itu surveilans epidemiologi di daerah non endemik bertujuan untuk dapat menjadi
tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk mengurangi
peningkatan dan penularan penyakit DBD.9

20

BAB IV
PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

A. Surveilans epidemiologi DBD


Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
1. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi
ke penyelenggara program dan pihak / instansi terkait secara sistematis
dan terus menerus tentang situasi DBD di daerah endemik atau non
endemik dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan

penyakit

tersebut

agar

dapat

dilakukan

tindakan

penanggulangan secara efektif dan efisien.9


2. Penegakan diagnosis DBD
a) Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang kurangnya uji
tourniquet

positif).

Trombositopenia

(jumlah

trombosit

100.000/l), dan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20 %)

21

b) Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada


tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test
atau peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test.9
3. Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7 hari disertai tanda
tanda perdarahan sekurang kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede)
positif dan atau jumlah trombosit 100.000 / l.9
4. Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera
(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis)
tentang adanya penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD
agar segera dapat dilakukan tindakan atau langkah langkah
penanggulangan seperlunya.9
5. Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif
surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan
kasus atau penderita DBD.9
6. Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek
bersama, dokter praktek swasta, dan lain lain.9
7. Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat
dimana penderita DBD berdomisili.9

Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue

22

a. Pelaporan Rutin
1) Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
2)

Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota

3) Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan


provinsi
4) Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL.9

Bagan Alur Pelaporan Demam Berdarah Dengue

b. Umpan balik pelaporan


Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan
kualitas dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan
ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan

23

balik oleh masing masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga


bulan, minimal dua kali dalam setahun.
Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di
Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data
penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah,
laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan,
mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun,
menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit.9

B. Tujuan
Tujuan dari surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non
endemik adalah Tersedianya data dan informasi epidemiologi penyakit DBD
sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan
peningkatan kewaspadaan, dimana surveilans epidemiologi di daerah non
endemik menjadi tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk
mengurangi peningkatan dan penularan penyakit DBD.9

C. Sasaran
Sasaran surveilans epidemiologi penyakit DBD adalah Sebagai berikut :
1. Individu

24

Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan


mempunyai potensi untuk menularkan penyakit DBD sampai individu
tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya.
2. Populasi lokal
Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orangorang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk).
Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan penderita DBD,
pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), dan terhadap kelompok
individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita
(misalnya tenaga medis).
3. Populasi nasional
Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap
semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program
pemberantasan dilaksanakan.
4. Populasi internasional
Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan
oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk
penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi.
Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi
informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain
yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.10

25

D. Langkah-langkah
Langkah-langkah surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah
dengue (DBD) di daerah non endemik terdiri dari dua yaitu :
1. Identifikasi dini kasus
Deteksi dini kasus DBD yakni deteksi virus (antigen) secara dini
dengan metode antigen capture (NS1 atau nonstructural protein 1) untuk
mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan
sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada
hari ke 9. Setelah diketahui ada nya virus: penderita diberi antiviral yang
efektif membunuh virus DBD.
Identifikasi dini dilakukan oleh petugas surveilans atau kader
dengan mencari kasus DBD secara pro aktif disekitar penderita pertama
yang diketahui alamatnya, atau menggunakan petugas yang siaga, dengan
mendirikan Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan.
Setiap kelurahan atau Puskesmas dilengkapi alat antigen capture
NS1 yang Rapid (yang hanya hitungan 20 menit sudah diketahui, dengan
ketepatan harus diatas 95%). Deteksi dini kasus pertama harus di lakukan
sedini mungkin.
Model ini terdiri dari unit pelayanan garis depan (front liners).
Mereka adalah Puskesmas dan atau dokter praktek umum/klinik yang

26

berpartisipasi yang diharapkan merupakan unit pelayanan yang dimintai


pertolongan pengobatan akan mencatat alamat penderita positif DBD.
Penderita yang berobat akan dicatat alamatnya, lalu dilaporkan ke
Puskesmas,

yang

kemudian

hendaknya

dilakukan

Penyelidikan

Epidemiologi oleh petugas survailans yang ditunjuk dan segera menyisir


sekitar rumah menanyakan secara proaktif apakah ada yang menderita
demam tambahan atau tidak (ada tidak penderita tambahan). Diagnostik
dilakukan dengan antigen captured yang Rapid (test). Bagi yang
memberikan gambaran positif akan langsung diberi pengobatan dengan
antiviral

DBD.

Setiap

penderita

akan

memerlukan

dukungan

laboratorium untuk memeriksa tanda awal seperti, hematokrit, trombosit,


leucocyte dan gejala klinik lain. Oleh sebab itu dianjurkan ada
Puskesmas rujukan laboratorium atau kepesertaan Laboratorium Klinik
dalam wilayah bersangkutan.11

2. Perhitungan besarnya masalah


Hingga saat ini, perluasan wilayah yang melaporkan kasus DBD
terus meningkat di Indonesia. Tahun 2006 hanya 200 kabupaten/ kota
saja yang melaporkan terjadi sebaran endemis DBD dan selebihnya
dalam daerah non endemis, sedangkan tahun 2007 menjadi 350
kabupaten/kota dan pada 2010 mencapai 464 kabupaten/kota.12

27

Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah


provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2
kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009.
Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan
kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.13

Tabel 1. Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 1968 2009

28

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009


Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah

29

perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi


penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.13

Gambar 1. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia


Tahun 1968 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009


Berdasarkan situasi di atas, terjadi tren yang terus meningkat dari
tahun 1968 sampai tahun 2009.13

Gambar 2. Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur

30

Tahun 1993 - 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009


Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran.
Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD
adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar
kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun.13

BAB V

31

PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam

berdarah

dengue

merupakan

masalah

kesehatan

masyarakat sampai saat ini, hal ini disebabkan demam berdarah dengue
menyebar diseluruh dunia yang dapat menjangkiti semua golongan usia.
Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan
disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah
perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk
serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih
kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor
pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk
yang

sejalan

dengan

semakin

membaiknya

sarana

transportasi

menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.


Surveilans epidemiologi khususnya di daerah non endemik DBD
diharapkan menjadi salah satu metode tindakan penanggulangan secara
efektif dan efesien untuk mengurangi peningkatan dan penularan penyakit
DBD.

32

B. Saran
1. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus, tidak hanya bila terjadi wabah
tetapi

harus

dijadikan

gerakan

nasional

melalui

pendekatan

masyarakat.
2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.
3. Pelaporan deteksi dini DBD dapat dilakukan segera mungkin untuk
menekan penyebaran dan penularan penyakit DBD.
4. Partisipasi antar sektor dan masyarakat sangat diperlukan untuk
optimalisasi penanganan dan pemberantasan penyakit DBD baik di
daerah endemik maupun daerah non endemik.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitriani,

Karina.

2010.

Surveilans

Penyakit

Demam

Berdarah.

http://karinav3any.blogspot.com
2. Indonesian

Public

Health.

2013.

Surveilans

Epidemiologi

DBD.

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/02/surveilans-epidemiologi
-dbd.html
3. Ditjen PP & PL Kemkes RI. 2011. http://www.pppl.depkes.go.id/
4. Dr.dr.H.Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM. 2010. http://dinkessulsel.go.id/new/index.php?
option=com_content&task=view&id=808&Itemid=1
5. Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
di Indonesia. www.depkes.go.id
6. Ratuti. 2012. Tugas Surveilans. http://mr-ratuti.blogspot.com/2012/04/tugassurveilans.html
7.

http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm

8. http://perdetik.blogspot.com/2009/12/pengertian-endemik.html
9. 2013. Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD).http://opynmananta.blogspot.com/2013/04/surveilans-epidemiologipenyakit-demam.html

34

10. 2010.

Surveilans

Epidemiologi.

http://zweetscorpioluv.blogspot.com/2010/06/surveilans-epidemiologi.html
11. Prof. Dr. Umar Fachmi Achmadi, MPH, PHD. Manajemen Demam Berdarah
Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2 tahun 2010
12. Humaniora. Cegah Demam Berdarah dengan Intervensi Proteksi Individual.
2013.http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/04/3/143638/Ce
gah-Deman-Berdarah-dengan-Intervensi-Proteksi-Individual
13. 2010. DBD di Indonesia tahun 1968-2009.Buletin Jendela Epidemiologi
Volume 2 tahun 2010

35

LAMPIRAN

36

PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG


DIAGNOSIS DINI DBD
1. Puskesmas
PUSKESMAS

Kasus : Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis berikut :
- Sakit kepala,
- nyeri belakang bola mata ,
- mialgia,
- artralgia,
- ruam,
- manifestasi perdarahan
- dan belum didiagnosa penyakit lain

- isi formulir laporan


- periksa dengan RDT : NS1, IgM &IgG

Negatif RDT,

Positif RDT, adalah: 1,2,3.


PE ( Penyelidikan Epidemiologi)

Hasil PE positif:
Hasil PE negative :
ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lain
Tidak ditemukan penderita DBD lain
atau 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas
dan atau tidak ditemukan 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas,
atau 1 penderita panas RDT positif*
tidak ditemukan penderita panas dengan RDT positif
dan atau ditemukan jentik (>5%) pada minimal 20 rumah
radius 100meter
danatau
ditemukan
jentik (5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100 meter

37

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan, Fogging radius 200 meter


2. Rumah Sakit

RUMAH SAKIT

Kasus : Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis berikut :
- Sakit kepala,
- nyeri belakang bola mata ,
- mialgia,
- artralgia,
- ruam,
Isi form laporan Lapor ke Dinas Kesehatan Setempat dengan tembu
- manifestasi perdarahan
- dan belum didiagnosa penyakit lain

- isi formulir laporan


- periksa dengan RDT : NS1, IgM &IgG
24 Jam
Negatif RDT,

Positif RDT, adalah: 1,2,3.

PE ( Penyelidikan Epidemiologi)
Hasil PE positif:
Hasil PE negative :
ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lain
Tidak ditemukan penderita DBD lain
atau 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas
dan atau tidak ditemukan 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas,
atau 1 penderita panas RDT positif*
tidak ditemukan penderita panas dengan RDT positif
dan atau ditemukan jentik (>5%) pada minimal 20 rumah
radius 100meter
danatau
ditemukan
jentik (5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100 meter

38

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan, Fogging radius 200 meter

39

Anda mungkin juga menyukai